- Beranda
- Stories from the Heart
JANJI? (MINI SERIES)
...
TS
beavermoon
JANJI? (MINI SERIES)
Pernahkah kalian jatuh cinta? Pernahkah kalian menyembunyikan perasaan kepada orang yang kalian suka? Kenapa kalian menyembunyikan hal itu? Bukankah lebih baik untuk mengutarakannya?
Fika dan Rama akan menemani perjalanan kalian dalam mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bersyukurlah jika kalian dapat menemukan jawabannya, namun jika tidak?
Spoiler for Episode:
Diubah oleh beavermoon 16-06-2022 12:03
ndoro_mant0 dan 7 lainnya memberi reputasi
4
3.1K
Kutip
40
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#12
Episode 10
Spoiler for Episode 10:
“Fik, aku minta maaf banget ke kamu gara-gara kemarin...”
Fika menatap ke arah Lapangan dari bangku yang ada di Taman, di sampingnya sudah duduk Tian yang masih meminta maaf tentang kejadian yang tidak seharusnya terjadi kemarin.
“...aku ngga nyangka aja kalau dia bakalan begitu.” Ucap Tian.
“Aku udah ngga mau bahas itu lagi...” Fika tak merubah pandangannya, “kalau kamu masih mau bahas itu lagi, mending kamu ke Kantin aja atau ke mana gitu.”
“Tapi kamu maafin aku kan?” Tanya Tian.
“Itu beda urusan. Kamu masih mau duduk di sini?...”
Tian bingung dengan ucapan Fika.
“...kalau kamu masih mau di sini, berarti aku aja yang pindah. Kalau kamu mau pindah, aku akan duduk di sini sampai bel istirahat bunyi.” Jelas Fika.
Tian masih memandang ke arah Fika yang juga masih memandang ke arah Lapangan tanpa sedikitpun menatapnya. Akhirnya Tian pun bangun dari duduknya.
“Kalau gitu, aku ke Kantin dulu ya.” Ucap Tian.
Tian berjalan menuju Kantin di mana teman-temannya berada. Fika menghela nafasnya cukup panjang, ia menyandarkan tubuhnya lalu memejamkan mata pada siang hari ini. Hembusan angin berdatangan entah dari mana, rasa sejuk mengalahkan pancaran sinar Matahari yang mengarah pada sebagian wajahnya.
Waktu berjalan dengan sengaja, hingga akhirnya bel pulang berbunyi pada sore hari ini. Rama dan Fika sedang memasukkan barang-barang ke dalam tas masing-masing, kemudian mereka bangun dari duduk secara bersamaan.
“Duluan ya Fik.” Ucap Rama.
“Eh ntar dulu Ram, aku mau bareng sama kamu.” Ucap Fika.
Rama menghentikan langkahnya, “Bareng? Kan kamu sama pacar kamu Fik.”
“Ngga mau, hari ini aku mau pulang sama kamu aja Ram.” Ucap Fika.
“Kamu bilang dulu sama dia, biar ngga salah paham.” Kata Rama.
“Ngga perlu...” Fika berjalan ke luar Kelas, “ayo Ram.”
Rama mengikuti Fika dari belakang, tak lama kemudian datanglah Tian menghampiri Fika.
“Fik, ayo aku anterin pulang.” Ajak Tian.
Fika tidak menanggapi ucapan Tian, ia terus berjalan dengan menatap ke arah depan. Beberapa kali Rama dapat mendengar dari belakang, Tian seperti melakukan monolog hingga mereka tiba di parkiran. Tian pun menggenggam tangan Fika hingga ia menoleh ke arahnya.
“Fika, aku mau ngomong sama kamu. Aku mau minta maaf soal kejadian kemarin, aku bakalan ngelakuin apa aja biar kamu mau maafin aku. Aku ngerasa bersalah banget Fik.” Jelas Tian.
“Aku udah bilang kalau aku ngga mau bahas yang kemarin lagi.” Ucap Fika.
“Oke oke aku paham, tapi aku mohon sama kamu untuk maafin aku. Aku janji ngga akan ngelakuin kesalahan yang sama lagi, aku janji.” Ucap Tian.
Fika menghela nafas, “Iya, aku udah maafin kamu. Semoga kamu ngga sembarangan ucapin janji, bisa berakibat buruk kalau kamu ngelanggar itu.”
Tian mengangguk, “Iya, aku janji Fik. Aku anterin pulang ya.”
“Aku udah janji sama...”
Fika menoleh ke arah belakang, namun ia sudah tidak menemukan Rama dan motornya di parkiran. Ia sempat melihat ke arah sekeliling, memang Rama sudah tidak ada di sana.
“Janji sama siapa Fik? Udah, ayo kita pulang.” Ajak Tian.
Fika pun masuk ke dalam mobil, kemudian mereka meninggalkan Sekolah pada sore hari ini. Malam pun menyambut, sayangnya gerimis juga ikut menyertai. Fika masuk ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh pada tangan kanannya, ia meletakkan teh tersebut di atas meja lalu ia duduk bersandar di atas tempat tidur.
Fika melihat ke arah handphonenya, ada sebuah pesan masuk dari Tian yang belum ia balas. Ia meletakkan handphonenya lalu mengambil cangkir teh dari meja, dengan pelan ia meminum teh. Ting!Fika kembali mengambil handphonenya.
“Kenapa Fik? Aku baru selesai bantuin Lea.”
Dengan cepat Fika menghubungi Rama.
“Halo Fik.” Jawab Rama.
“Kamu tadi ke mana sih Ram? Aku cariin malah ngga ada.” Protes Fika.
“Aku pulang lah, ngapain banget harus ngeliatin drama di parkiran. Udah gitu banyak lagi yang nontonin, mending pulang.” Jawab Rama.
“Kan kita udah janjian buat pulang bareng tadi.” Kata Fika.
“Mending kamu sama Tian banyak-banyakin ngobrol deh, biar kalian saling tau satu sama lain.” Ucap Rama.
“Loh kok kamu malah belain dia sih?” Tanya Fika.
“Dengerin aku dulu. Kamu itu sekarang udah jadi pacarnya dia, masa iya baru berapa hari udah berantem kayak gitu? Keliatan banget kalau kalian jarang ngobrol, jadi ngga tau do and dont’s masing-masing...”
Fika terdiam mendengar ucapan Rama.
“...Seharusnya yang namanya pasangan itu saling tau dengan cara cerita, bukan kayak main tebak-tebak buah manggis gitu Fik. Kasian Tian, kamu ngerasa gitu ngga sih?...”
Fika bergumam pelan, entah Rama mendengarnya atau tidak.
“...Mulai malam ini, atau besok deh paling lama. Kamu mulai coba cerita ke Tian, atau kamu tanya tentang dia. Perlakuin dia kayak pacar kamu seutuhnya, jangan kayak ngga niat pacaran. Ngerti kan Fik?” Jelas Rama.
“Iya, aku ngerti.” Jawabnya pelan.
“Aku paham sih, kamu udah lama ngga pacaran. Terlebih pacar kamu sekarang bener-bener orang baru, jadi kamu butuh adaptasi lebih. Coba pelan-pelan aja.”Ucap Rama.
“Kamu yang ngga pernah pacaran kok bisa ngerti soal beginian? Ini jadi pertanyaan besar buat aku.” Ucap Fika.
“Ini bukan soal pernah pacaran apa ngga, ini namanya insting manusia aja.” Jawab Rama.
Beberapa saat berlalu, Fika memutuskan panggilan tersebut. Matanya tertuju pada nama Tian yang ada di kontaknya, ia menghela nafasnya lalu mencoba menghubunginya pada malam ini.
“Halo Fika.” Jawabnya.
Fika sempat terdiam setelah mendengar suara Tian.
“...Halo Fik, sinyalnya jelek kayaknya.” Ucap Tian.
“Tian...”
“Ya Fik, kamu kenapa?” Tanyanya.
“Kamu suka makan apa?” Tanya Fika.
“Makan? Hm, aku ngga punya makanan kesukaan sih. Semuanya bisa aku makan dan untungnya ngga ada alergi apa-apa. Kamu kenapa nanya gitu Fik?” Jelas Tian.
“Kamu ngga mau nanya makanan kesukaan aku apa?” Tanya Fika lagi.
“Oh iya, kalau makanan kesukaan kamu apa?” Ucap Tian.
“Bakso. Hobi kamu apa?” Ucap Fika.
“Kalau hobi banyak sih. Pertama aku suka banget sama bola, jadi kalau boleh aku cerita nih dulu itu...”
*
Suasana Sekolah masih terhitung sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Hanya beberapa menit berselang, sudah mulai banyak siswa-siswi yang berdatangan, termasuk juga Tian dan Fika. Mereka ke luar dari mobil setelah selesai dengan urusan parkir.
“Gimana? Enak ngga?” Tanya Fika.
Tian mengangguk, “Enak kok Fik, aku baru tau kalau kamu suka bawa makanan ke Sekolah.”
“Ngga sering juga sih, kadang-kadang aja kalau lagi mau.” Jawabnya.
Mereka berjalan menelurusi koridor bersama dengan beberapa siswa yang lain, sampai akhirnya mereka tiba di depan Kelas Fika. Fika membalikkan badannya menghadap ke arah Tian.
“Nanti aku ke sini pas istirahat ya.” Ucap Tian.
Fika mengangguk pelan, Tian berlanjut menaiki anak tangga untuk menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Selama itu pula, mata Fika tak berhenti untuk memandanginya. Setelah cukup, Fika pun masuk ke dalam Kelas menuju bangkunya, tentu saja sudah ada Rama yang datang lebih dahulu.
“Makasih ya Ram...” Fika duduk di bangkunya, “ceramah kamu semalem ternyata beneran ampuh.”
“Seampuh apa?” Tanyanya.
“Tian bener-bener berubah drastis.” Jawab Fika.
Rama mengangguk, “Baguslah kalau begitu.”
Bel masuk pun berbunyi pada pagi hari ini. Beberapa pelajaran berlalu, bel istirahat bergantian untuk berbunyi. Fika bangun dari duduknya lalu berjalan ke luar Kelas. Ia melihat sudah ada Tian yang duduk di bangku Taman, ia pun menghampirinya.
“Udah dari tadi?” Tanya Fika.
Tian menoleh, “Eh Fik, baru aja kok. Nih aku beliin buat kamu.”
Tian memberikan minuman dingin, Fika duduk di sampingnya lalu meminum minuman pemberian Tian. Suasana Lapangan cukup ramai di mana hari ini ada pertandingan antar Kelas, salah satunya kelas Tian.
“Kok kamu ngga pernah main?” Tanya Fika.
“Aku cuma boleh main kalau pertandingan serius Fik sama anak-anak, kalau pertandingan kayak gini biar mereka aja yang main.” Jelas Tian.
“Karena kamu terlalu jago?” Tanya Fika lagi.
“Aku ngga ngerti juga sih, aku cuma ikutin kata mereka aja.” Jawabnya.
Pertadingan pun dimulai, tensi permainan sudah tinggi sejak awal. Fika hanya bisa menikmati pertandingan, selagi Tian mengarahkan teman Kelasnya untuk bermain dengan lebih baik.
“Loh kok itu berhenti pertandingannya?” Tanya Fika.
“Ada pelanggaran Fik, jadi...” Tian menunjuk ke sebuah posisi, “si pemain bertahan itu bikin pelanggaran, tim penyerang dapat keunggulan untuk ngelakuin tendangan bebas.”
Fika mengangguk sambil menatap ke arah yang dituju Tian. Tendangan bebas pun dilakukan dan gol tercipta untuk kelas Tian, riuh pendukung sudah tidak dapat terelakan lagi. Tian berlari menuju Lapangan untuk melakukan selebrasi bersama dengan beberapa temannya, Fika hanya tertawa pelan melihat kejadian itu. Tian kembali duduk di samping Fika dengan wajah sumringahnya.
“Akhirnya bisa gol dari sana, keren sih.” Ucap Tian.
“Kamu seneng banget ya.” Kata Fika.
“Seneng banget dong, soalnya lawannya berat Fik.” Jawabnya.
Pertandingan terus berlanjut hingga ke babak berikutnya, Kelas Tian berhasil memenangkan pertandingan hari ini. Mereka masih merayakan itu di tengah Lapangan, sayangnya bel masuk harus menyudahi itu semua. Tian sempat menghampiri Fika yang baru bangun dari duduknya.
“Pulang aku anterin ya.” Ucap Tian.
Anggukan kepala menjadi jawaban Fika, mereka pun berpisah menuju Kelas masing-masing. Waktu terasa cepat berlalu hingga bel pulang Sekolah sudah berbunyi. Semua siswa dan siswi mulai meninggalkan Kelas mereka. Fika sedang memasukkan barang bawaannya ke dalam tas.
“Eh Ram, kamu...”
Fika menghentikan perkataannya setelah ia tidak melihat Rama di sampingnya. Ia sempat melihat ke arah pintu di mana Rama sudah berjalan ke luar terlebih dahulu. Fika mencoba untuk mengejar Rama, namun sayangnya setelah ia tiba di pintu Kelas, ia sudah tidak melihat Rama lagi.
“Fika...”
Fika menoleh ke arah Tian yang datang.
“...kamu nyariin siapa? Kayak bingung gitu.” Tanya Tian.
“Ngga kok, aku ngga nyari siapa-siapa.” Sanggahnya.
Mereka pun berjalan menuju parkiran lalu meninggalkan Sekolah. Hari berlanjut menjadi malam, Fika sedang berada di dapur setelah menyelesaikan makan malam. Ia beranjak menuju lantai atas menuju kamarnya sambil membawa botol air mineral dingin.
Fika meletakkan botol air di atas meja, kemudian ia merebahkan diri di atas tempat tidur. Ia melihat ke arah handphonenya, Rama masih belum membalas pesan darinya.
“Kayaknya tugas Lea masih belum selesai.” Ucap Fika.
Drrt! Drrt! Fika menatap heran ke arah layar handphonenya.
“Baru aja diomongin...”
Fika menjawab panggilan tersebut.
“...Halo Ram, panjang umur kamu.” Ucap Fika.
“Panjang umur apaan? Mending kamu bukain gerbang, aku ada di depan.” Ucap Rama.
“Gerbang? Gerbang mana?” Tanya Fika.
“Gerbang Sekolah, ya gerbang Rumah kamu lah.” Ucap Rama.
Fika bangun lalu melihat ke arah luar lewat jendela kamarnya.
“Oh iya ada kamu.” Katanya.
“Ya bukain gerbangnya dong Fik, masa aku di luar.” Protes Rama.
“Iya iya tunggu Ram.”
Fika berjalan ke luar menuruni anak tangga, kemudian ia membuka gerbang yang sudah terkunci. Rama masuk ke dalam sambil mendorong motornya.
“Kamu dari mana sih?” Tanya Fika.
Rama melepas helmnya, “Dari Rumah, tadi aku abis beliin peralatan buat Lea bawa ke Sekolahnya besok. Dia baru bilang, jadi harus beli hari ini juga.”
“Pantesan kok ngga ada balesan dari kamu. Ayo masuk dulu, kamu mau minum apa?” Ucap Fika.
“Apa aja lah Fik.” Jawab Rama singkat.
Rama duduk di bangku teras, Fika masuk ke dalam untuk mengambil minuman dari dalam lemari es. Ia kembali lalu duduk di samping Rama sambil meletakkan gelas di atas meja.
“Kamu tadi pas pulang Sekolah ke mana sih? Aku ngga ngeliat kamu.” Kata Fika.
Rama minum dengan perlahan, “Tadi aku dipanggil ke Ruang Guru, ada yang perlu dibicarain lah buat ulangan Kimia minggu depan.
Fika mengangguk, “Jadi, ada apa?”
“Ada yang harus aku kasih tau ke kamu.” Ucap Rama.
“Soal apa?” Tanya Fika
*
Fika ke luar dari dalam Rumah, sudah ada Tian di luar yang menunggunya. Fika pun berjalan menuju ke arah mobil, lalu masuk ke dalamnya.
“Pagi Fik.” Sahut Tian.
“Pagi.” Jawabnya.
Mobil pun berjalan menuju Sekolah. Tian mulai memutar Radio untuk mendengarkan lagu seperti biasanya, Fika hanya melirik ke arahnya tanpa ia ketahui.
“Soal Tian.” Ucap Rama.
Fika menatap heran, “Tian? Kenapa sama Tian?”
Rama menghela nafasnya, “Aku ngga setuju kalau kamu pacaran sama dia.”
“Loh maksud kamu gimana Ram?” Tanya Fika.
“Ya pokoknya aku ngga setuju kamu pacaran sama dia Fik, mending kamu putus sama dia. Aku ngga mau kamu kenapa-napa.” Jelas Rama.
Fika menatap heran, “Bentar deh Ram. Baru aja semalem kamu ngasih saran ke aku soal gimana aku seharusnya anggep Tian sebagai pacar, dari cara satu ke cara yang lain. Semuanya udah aku lakuin, dan hasilnya pun baik. Tian berubah secara drastis ke aku, tapi sekarang kamu minta aku buat putus sama dia? Aku ngga ngerti sih maksud kamu apa.”
“Aku mohon Fik, sebelum semuanya terlambat.” Ucap Rama.
“Kamu kenapa Fik?” Tanya Tian.
“Nggapapa kok, aku lagi dengerin lagu aja.” Jawabnya.
Tian mengangguk lalu kembali menatap ke arah depan, Fika pun menatap ke arah luar dari jendela mobil.
Fika menatap ke arah Lapangan dari bangku yang ada di Taman, di sampingnya sudah duduk Tian yang masih meminta maaf tentang kejadian yang tidak seharusnya terjadi kemarin.
“...aku ngga nyangka aja kalau dia bakalan begitu.” Ucap Tian.
“Aku udah ngga mau bahas itu lagi...” Fika tak merubah pandangannya, “kalau kamu masih mau bahas itu lagi, mending kamu ke Kantin aja atau ke mana gitu.”
“Tapi kamu maafin aku kan?” Tanya Tian.
“Itu beda urusan. Kamu masih mau duduk di sini?...”
Tian bingung dengan ucapan Fika.
“...kalau kamu masih mau di sini, berarti aku aja yang pindah. Kalau kamu mau pindah, aku akan duduk di sini sampai bel istirahat bunyi.” Jelas Fika.
Tian masih memandang ke arah Fika yang juga masih memandang ke arah Lapangan tanpa sedikitpun menatapnya. Akhirnya Tian pun bangun dari duduknya.
“Kalau gitu, aku ke Kantin dulu ya.” Ucap Tian.
Tian berjalan menuju Kantin di mana teman-temannya berada. Fika menghela nafasnya cukup panjang, ia menyandarkan tubuhnya lalu memejamkan mata pada siang hari ini. Hembusan angin berdatangan entah dari mana, rasa sejuk mengalahkan pancaran sinar Matahari yang mengarah pada sebagian wajahnya.
Waktu berjalan dengan sengaja, hingga akhirnya bel pulang berbunyi pada sore hari ini. Rama dan Fika sedang memasukkan barang-barang ke dalam tas masing-masing, kemudian mereka bangun dari duduk secara bersamaan.
“Duluan ya Fik.” Ucap Rama.
“Eh ntar dulu Ram, aku mau bareng sama kamu.” Ucap Fika.
Rama menghentikan langkahnya, “Bareng? Kan kamu sama pacar kamu Fik.”
“Ngga mau, hari ini aku mau pulang sama kamu aja Ram.” Ucap Fika.
“Kamu bilang dulu sama dia, biar ngga salah paham.” Kata Rama.
“Ngga perlu...” Fika berjalan ke luar Kelas, “ayo Ram.”
Rama mengikuti Fika dari belakang, tak lama kemudian datanglah Tian menghampiri Fika.
“Fik, ayo aku anterin pulang.” Ajak Tian.
Fika tidak menanggapi ucapan Tian, ia terus berjalan dengan menatap ke arah depan. Beberapa kali Rama dapat mendengar dari belakang, Tian seperti melakukan monolog hingga mereka tiba di parkiran. Tian pun menggenggam tangan Fika hingga ia menoleh ke arahnya.
“Fika, aku mau ngomong sama kamu. Aku mau minta maaf soal kejadian kemarin, aku bakalan ngelakuin apa aja biar kamu mau maafin aku. Aku ngerasa bersalah banget Fik.” Jelas Tian.
“Aku udah bilang kalau aku ngga mau bahas yang kemarin lagi.” Ucap Fika.
“Oke oke aku paham, tapi aku mohon sama kamu untuk maafin aku. Aku janji ngga akan ngelakuin kesalahan yang sama lagi, aku janji.” Ucap Tian.
Fika menghela nafas, “Iya, aku udah maafin kamu. Semoga kamu ngga sembarangan ucapin janji, bisa berakibat buruk kalau kamu ngelanggar itu.”
Tian mengangguk, “Iya, aku janji Fik. Aku anterin pulang ya.”
“Aku udah janji sama...”
Fika menoleh ke arah belakang, namun ia sudah tidak menemukan Rama dan motornya di parkiran. Ia sempat melihat ke arah sekeliling, memang Rama sudah tidak ada di sana.
“Janji sama siapa Fik? Udah, ayo kita pulang.” Ajak Tian.
Fika pun masuk ke dalam mobil, kemudian mereka meninggalkan Sekolah pada sore hari ini. Malam pun menyambut, sayangnya gerimis juga ikut menyertai. Fika masuk ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh pada tangan kanannya, ia meletakkan teh tersebut di atas meja lalu ia duduk bersandar di atas tempat tidur.
Fika melihat ke arah handphonenya, ada sebuah pesan masuk dari Tian yang belum ia balas. Ia meletakkan handphonenya lalu mengambil cangkir teh dari meja, dengan pelan ia meminum teh. Ting!Fika kembali mengambil handphonenya.
“Kenapa Fik? Aku baru selesai bantuin Lea.”
Dengan cepat Fika menghubungi Rama.
“Halo Fik.” Jawab Rama.
“Kamu tadi ke mana sih Ram? Aku cariin malah ngga ada.” Protes Fika.
“Aku pulang lah, ngapain banget harus ngeliatin drama di parkiran. Udah gitu banyak lagi yang nontonin, mending pulang.” Jawab Rama.
“Kan kita udah janjian buat pulang bareng tadi.” Kata Fika.
“Mending kamu sama Tian banyak-banyakin ngobrol deh, biar kalian saling tau satu sama lain.” Ucap Rama.
“Loh kok kamu malah belain dia sih?” Tanya Fika.
“Dengerin aku dulu. Kamu itu sekarang udah jadi pacarnya dia, masa iya baru berapa hari udah berantem kayak gitu? Keliatan banget kalau kalian jarang ngobrol, jadi ngga tau do and dont’s masing-masing...”
Fika terdiam mendengar ucapan Rama.
“...Seharusnya yang namanya pasangan itu saling tau dengan cara cerita, bukan kayak main tebak-tebak buah manggis gitu Fik. Kasian Tian, kamu ngerasa gitu ngga sih?...”
Fika bergumam pelan, entah Rama mendengarnya atau tidak.
“...Mulai malam ini, atau besok deh paling lama. Kamu mulai coba cerita ke Tian, atau kamu tanya tentang dia. Perlakuin dia kayak pacar kamu seutuhnya, jangan kayak ngga niat pacaran. Ngerti kan Fik?” Jelas Rama.
“Iya, aku ngerti.” Jawabnya pelan.
“Aku paham sih, kamu udah lama ngga pacaran. Terlebih pacar kamu sekarang bener-bener orang baru, jadi kamu butuh adaptasi lebih. Coba pelan-pelan aja.”Ucap Rama.
“Kamu yang ngga pernah pacaran kok bisa ngerti soal beginian? Ini jadi pertanyaan besar buat aku.” Ucap Fika.
“Ini bukan soal pernah pacaran apa ngga, ini namanya insting manusia aja.” Jawab Rama.
Beberapa saat berlalu, Fika memutuskan panggilan tersebut. Matanya tertuju pada nama Tian yang ada di kontaknya, ia menghela nafasnya lalu mencoba menghubunginya pada malam ini.
“Halo Fika.” Jawabnya.
Fika sempat terdiam setelah mendengar suara Tian.
“...Halo Fik, sinyalnya jelek kayaknya.” Ucap Tian.
“Tian...”
“Ya Fik, kamu kenapa?” Tanyanya.
“Kamu suka makan apa?” Tanya Fika.
“Makan? Hm, aku ngga punya makanan kesukaan sih. Semuanya bisa aku makan dan untungnya ngga ada alergi apa-apa. Kamu kenapa nanya gitu Fik?” Jelas Tian.
“Kamu ngga mau nanya makanan kesukaan aku apa?” Tanya Fika lagi.
“Oh iya, kalau makanan kesukaan kamu apa?” Ucap Tian.
“Bakso. Hobi kamu apa?” Ucap Fika.
“Kalau hobi banyak sih. Pertama aku suka banget sama bola, jadi kalau boleh aku cerita nih dulu itu...”
*
Suasana Sekolah masih terhitung sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah datang. Hanya beberapa menit berselang, sudah mulai banyak siswa-siswi yang berdatangan, termasuk juga Tian dan Fika. Mereka ke luar dari mobil setelah selesai dengan urusan parkir.
“Gimana? Enak ngga?” Tanya Fika.
Tian mengangguk, “Enak kok Fik, aku baru tau kalau kamu suka bawa makanan ke Sekolah.”
“Ngga sering juga sih, kadang-kadang aja kalau lagi mau.” Jawabnya.
Mereka berjalan menelurusi koridor bersama dengan beberapa siswa yang lain, sampai akhirnya mereka tiba di depan Kelas Fika. Fika membalikkan badannya menghadap ke arah Tian.
“Nanti aku ke sini pas istirahat ya.” Ucap Tian.
Fika mengangguk pelan, Tian berlanjut menaiki anak tangga untuk menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Selama itu pula, mata Fika tak berhenti untuk memandanginya. Setelah cukup, Fika pun masuk ke dalam Kelas menuju bangkunya, tentu saja sudah ada Rama yang datang lebih dahulu.
“Makasih ya Ram...” Fika duduk di bangkunya, “ceramah kamu semalem ternyata beneran ampuh.”
“Seampuh apa?” Tanyanya.
“Tian bener-bener berubah drastis.” Jawab Fika.
Rama mengangguk, “Baguslah kalau begitu.”
Bel masuk pun berbunyi pada pagi hari ini. Beberapa pelajaran berlalu, bel istirahat bergantian untuk berbunyi. Fika bangun dari duduknya lalu berjalan ke luar Kelas. Ia melihat sudah ada Tian yang duduk di bangku Taman, ia pun menghampirinya.
“Udah dari tadi?” Tanya Fika.
Tian menoleh, “Eh Fik, baru aja kok. Nih aku beliin buat kamu.”
Tian memberikan minuman dingin, Fika duduk di sampingnya lalu meminum minuman pemberian Tian. Suasana Lapangan cukup ramai di mana hari ini ada pertandingan antar Kelas, salah satunya kelas Tian.
“Kok kamu ngga pernah main?” Tanya Fika.
“Aku cuma boleh main kalau pertandingan serius Fik sama anak-anak, kalau pertandingan kayak gini biar mereka aja yang main.” Jelas Tian.
“Karena kamu terlalu jago?” Tanya Fika lagi.
“Aku ngga ngerti juga sih, aku cuma ikutin kata mereka aja.” Jawabnya.
Pertadingan pun dimulai, tensi permainan sudah tinggi sejak awal. Fika hanya bisa menikmati pertandingan, selagi Tian mengarahkan teman Kelasnya untuk bermain dengan lebih baik.
“Loh kok itu berhenti pertandingannya?” Tanya Fika.
“Ada pelanggaran Fik, jadi...” Tian menunjuk ke sebuah posisi, “si pemain bertahan itu bikin pelanggaran, tim penyerang dapat keunggulan untuk ngelakuin tendangan bebas.”
Fika mengangguk sambil menatap ke arah yang dituju Tian. Tendangan bebas pun dilakukan dan gol tercipta untuk kelas Tian, riuh pendukung sudah tidak dapat terelakan lagi. Tian berlari menuju Lapangan untuk melakukan selebrasi bersama dengan beberapa temannya, Fika hanya tertawa pelan melihat kejadian itu. Tian kembali duduk di samping Fika dengan wajah sumringahnya.
“Akhirnya bisa gol dari sana, keren sih.” Ucap Tian.
“Kamu seneng banget ya.” Kata Fika.
“Seneng banget dong, soalnya lawannya berat Fik.” Jawabnya.
Pertandingan terus berlanjut hingga ke babak berikutnya, Kelas Tian berhasil memenangkan pertandingan hari ini. Mereka masih merayakan itu di tengah Lapangan, sayangnya bel masuk harus menyudahi itu semua. Tian sempat menghampiri Fika yang baru bangun dari duduknya.
“Pulang aku anterin ya.” Ucap Tian.
Anggukan kepala menjadi jawaban Fika, mereka pun berpisah menuju Kelas masing-masing. Waktu terasa cepat berlalu hingga bel pulang Sekolah sudah berbunyi. Semua siswa dan siswi mulai meninggalkan Kelas mereka. Fika sedang memasukkan barang bawaannya ke dalam tas.
“Eh Ram, kamu...”
Fika menghentikan perkataannya setelah ia tidak melihat Rama di sampingnya. Ia sempat melihat ke arah pintu di mana Rama sudah berjalan ke luar terlebih dahulu. Fika mencoba untuk mengejar Rama, namun sayangnya setelah ia tiba di pintu Kelas, ia sudah tidak melihat Rama lagi.
“Fika...”
Fika menoleh ke arah Tian yang datang.
“...kamu nyariin siapa? Kayak bingung gitu.” Tanya Tian.
“Ngga kok, aku ngga nyari siapa-siapa.” Sanggahnya.
Mereka pun berjalan menuju parkiran lalu meninggalkan Sekolah. Hari berlanjut menjadi malam, Fika sedang berada di dapur setelah menyelesaikan makan malam. Ia beranjak menuju lantai atas menuju kamarnya sambil membawa botol air mineral dingin.
Fika meletakkan botol air di atas meja, kemudian ia merebahkan diri di atas tempat tidur. Ia melihat ke arah handphonenya, Rama masih belum membalas pesan darinya.
“Kayaknya tugas Lea masih belum selesai.” Ucap Fika.
Drrt! Drrt! Fika menatap heran ke arah layar handphonenya.
“Baru aja diomongin...”
Fika menjawab panggilan tersebut.
“...Halo Ram, panjang umur kamu.” Ucap Fika.
“Panjang umur apaan? Mending kamu bukain gerbang, aku ada di depan.” Ucap Rama.
“Gerbang? Gerbang mana?” Tanya Fika.
“Gerbang Sekolah, ya gerbang Rumah kamu lah.” Ucap Rama.
Fika bangun lalu melihat ke arah luar lewat jendela kamarnya.
“Oh iya ada kamu.” Katanya.
“Ya bukain gerbangnya dong Fik, masa aku di luar.” Protes Rama.
“Iya iya tunggu Ram.”
Fika berjalan ke luar menuruni anak tangga, kemudian ia membuka gerbang yang sudah terkunci. Rama masuk ke dalam sambil mendorong motornya.
“Kamu dari mana sih?” Tanya Fika.
Rama melepas helmnya, “Dari Rumah, tadi aku abis beliin peralatan buat Lea bawa ke Sekolahnya besok. Dia baru bilang, jadi harus beli hari ini juga.”
“Pantesan kok ngga ada balesan dari kamu. Ayo masuk dulu, kamu mau minum apa?” Ucap Fika.
“Apa aja lah Fik.” Jawab Rama singkat.
Rama duduk di bangku teras, Fika masuk ke dalam untuk mengambil minuman dari dalam lemari es. Ia kembali lalu duduk di samping Rama sambil meletakkan gelas di atas meja.
“Kamu tadi pas pulang Sekolah ke mana sih? Aku ngga ngeliat kamu.” Kata Fika.
Rama minum dengan perlahan, “Tadi aku dipanggil ke Ruang Guru, ada yang perlu dibicarain lah buat ulangan Kimia minggu depan.
Fika mengangguk, “Jadi, ada apa?”
“Ada yang harus aku kasih tau ke kamu.” Ucap Rama.
“Soal apa?” Tanya Fika
*
Fika ke luar dari dalam Rumah, sudah ada Tian di luar yang menunggunya. Fika pun berjalan menuju ke arah mobil, lalu masuk ke dalamnya.
“Pagi Fik.” Sahut Tian.
“Pagi.” Jawabnya.
Mobil pun berjalan menuju Sekolah. Tian mulai memutar Radio untuk mendengarkan lagu seperti biasanya, Fika hanya melirik ke arahnya tanpa ia ketahui.
“Soal Tian.” Ucap Rama.
Fika menatap heran, “Tian? Kenapa sama Tian?”
Rama menghela nafasnya, “Aku ngga setuju kalau kamu pacaran sama dia.”
“Loh maksud kamu gimana Ram?” Tanya Fika.
“Ya pokoknya aku ngga setuju kamu pacaran sama dia Fik, mending kamu putus sama dia. Aku ngga mau kamu kenapa-napa.” Jelas Rama.
Fika menatap heran, “Bentar deh Ram. Baru aja semalem kamu ngasih saran ke aku soal gimana aku seharusnya anggep Tian sebagai pacar, dari cara satu ke cara yang lain. Semuanya udah aku lakuin, dan hasilnya pun baik. Tian berubah secara drastis ke aku, tapi sekarang kamu minta aku buat putus sama dia? Aku ngga ngerti sih maksud kamu apa.”
“Aku mohon Fik, sebelum semuanya terlambat.” Ucap Rama.
“Kamu kenapa Fik?” Tanya Tian.
“Nggapapa kok, aku lagi dengerin lagu aja.” Jawabnya.
Tian mengangguk lalu kembali menatap ke arah depan, Fika pun menatap ke arah luar dari jendela mobil.
nuryadiari dan i4munited memberi reputasi
2
Kutip
Balas