- Beranda
- Stories from the Heart
JANJI? (MINI SERIES)
...
TS
beavermoon
JANJI? (MINI SERIES)
Pernahkah kalian jatuh cinta? Pernahkah kalian menyembunyikan perasaan kepada orang yang kalian suka? Kenapa kalian menyembunyikan hal itu? Bukankah lebih baik untuk mengutarakannya?
Fika dan Rama akan menemani perjalanan kalian dalam mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bersyukurlah jika kalian dapat menemukan jawabannya, namun jika tidak?
Spoiler for Episode:
Diubah oleh beavermoon 16-06-2022 12:03
ndoro_mant0 dan 7 lainnya memberi reputasi
4
3.1K
Kutip
40
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
beavermoon
#11
Episode 9
Spoiler for Episode 9:
Fika masuk ke dalam kelas, tentu saja apa yang baru saja ia alami menjadi perbincangan seisi kelas. Dengan cepat ia berjalan ke arah bangkunya, ia dapat melihat Rama yang sudah duduk sambil memainkan handphonenya. Fika duduk lalu menyandarkan kepalanya ke arah bawah meja. Rama yang melihat hal itu hanya bisa menatapnya dengan heran.
"Ram, aku malu deh." Ucap Fika.
"Kenapa harus malu? Harusnya kamu seneng dong udah punya pacar setelah beberapa tahun sendirian." Ucap Rama.
"Ih bukan itu maksudnya, aku malu aja setelah kejadian tadi. Aku sama sekali ngga nyangka kalau Tian bakalan nembak aku di Sekolah, apalagi bawa-bawa kain terus diliat sama banyak orang." Jelas FIka.
"Ngga bakal ada yang tau Fik gimana cara gebetan nembak..."
Rama menutupi Fika dengan jaket miliknya.
"...yang kamu bisa itu cuma siapin mental aja sama cara nembaknya dia, dan terbukti kamu udah siap ditembak Tian kayak tadi." Jelas Rama.
Fika menggenggam jaket yang Rama berikan untuk menutupinya, ia masih merasa malu setelah kejadian saat istirahat tadi.
Fika mengedipkan matanya beberapa kali, ia kembali ke alam sadarnya setelah membiarkan alam bawah sadarnya kembali mengingat kejadian yang ia alami. Fika menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menepuk pipinya pelan.
Fika membereskan kapas yang ia gunakan untuk membersihkan wajahnya, kemudian ia bangun dari duduknya lalu merebahkan diri di atas tempat tidur. Ia mengambil handphoneuntuk mengirim pesan kepada Rama.
"Ram, lagi ngapain?"
Ia meletakkan handphone di dadanya, menunggu balasan pesan dari Rama. Beberapa menit berlalu, Rama tak kunjung membalas pesannya. Ting! Dengan cepat Fika melihat pesan yang masuk.
"Fik, lagi ngapain?" Tian.
Fika menghela nafasnya, kemudian ia membalas pesan Tian. Kegiatan balas-membalas pesan terjadi beberapa saat, entah bagaimana caranya Fika tertidur dan tak sempat membalas pesan dari Tian. Beberapa kali Tian mencoba menghubungi Fika, namun apa daya Fika sudah terlelap dalam tidurnya meninggalkan kenyataan untuk sementara. Ting!
"Baru selesai bantuin Lea ngerjain tugasnya, kenapa Fik?" Rama.
*
Fika selesai menata rambutnya, ia mengenakan kuncir untuk mengikat rambutnya ke arah belakang. Ia bangun dari duduknya sambil mengenakan tas yang biasa ia gunakan, ia berjalan ke lantai bawah lalu mengenakan sepatu, kemudian ia membuka pintu depan Rumahnya. Langkahnya terhenti begitu saja setelah melihat ke arah gerbang.
"Pagi Fik." Ucap Tian.
Tian sudah menunggunya dengan mobil yang biasa ia gunakan untuk pergi ke Sekolah. Dengan pelan, Fika melangkah ke arahnya.
"Tian..."
"Aku sengaja Fik..." Tian memotong ucapan Fika, "mau jemput kamu biar kita bisa berangkat bareng ke Sekolah. Ngomong-ngomong bokap sama nyokap ada?"
"Mereka udah berangkat duluan." Ucap Fika berbohong.
"Oh gitu, yaudah ayo kita berangkat." Ajak Tian.
Dengan perasaan tidak enak akhirnya Fika masuk ke dalam mobil disusul Tian, akhirnya mobil yang dikemudikan Tian melaju meninggalkan Rumah Fika.
Selama di perjalanan tidak banyak yang mereka perbincangkan, lebih sering terdengar lagu yang diputar dari radio mobil. Sesekali Tian menatap ke arah Fika sambil tersenyum, Fika membalas senyum tersebut dengan cukup datar entah Tian menyadarinya atau tidak.
Fika membuka handphonenya, namun ia tidak menemukan pesan baru dari Rama setelah ia memberi kabar bahwa Tian menjemputnya di Rumah.
"Kamu kenapa Fik? Kok kayak gelisah gitu." Tanya Tian.
"Eh, nggapapa kok." Jawab Fika.
"Beneran?" Tanya Tian sekali lagi.
Fika mengangguk dengan senyum kecilnya, perjalanan berlanjut hingga akhirnya mereka tiba di Sekolah. Mereka ke luar bersama dari dalam mobil, kemudian berjalan bersampingan memasuki area Sekolah. Tentu saja mereka menjadi tatapan hampir semua orang yang kemarin menyaksikan kejadian di Taman, Fika sedikit menundukkan pandangannya.
"Fik, aku ke Kantin dulu ya. Ada temen-temen aku di sana." Ucap Tian.
Fika mengangguk menyetujuinya, ia kembali melanjutkan perjalanan menuju Kelas. Setibanya di Kelas, ia melihat Rama yang sudah duduk di bangkunya sambil memainkan game di handphonenya. Dengan cepat Fika berjalan lalu duduk di samping Rama.
"Kok kamu udah sampai aja Ram?" Tanya Fika.
"Maksudnya gimana Fik?" Tanya Rama tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tadi kan aku..."
"Ya jelas aja lah aku duluan..." Rama memotong ucapan Fika, "aku naik motor bisa ambil jalur-jalur kecil kalau macet, kamu kan naik mobil jadi harus sabar-sabar sama macet."
"Kok kamu tau aku naik mobil?" Tanya Fika.
Rama menatap Fika, "Aku liat kamu tadi pas macet di pertigaan, bahkan kita sempet samping-sampingan. Karena aku bawa motor, jadi aku bisa lebih cepet."
"Kamu udah sempet ke Rumah aku?" Tanya Fika.
Rama menggelengkan, "Kamu kan udah ngabarin."
Bel masuk sudah berbunyi, kegiatan belajar pun dimulai pada pagi hari ini. Waktu terus berjalan hingga tak terasa bel istirahat pun berbunyi. Siswa-siswi mulai ke luar kelas, Fika dan Rama sama-sama bangun dari duduknya.
"Ram, kamu..."
"Fika..."
Mereka berdua menatap ke arah Pintu Kelas di mana Tian sudah berdiri di sana.
"...mau ke Kantin ngga? Aku sekalian mau ngenalin kamu ke beberapa temen aku di sana, mereka sih penasaran banget sama kamu." Ajak Tian.
Rama berjalan mendahului Fika, ia berjalan ke luar kelas meninggalkan mereka berdua di sana. Fika pun menganggukkan kepalanya, ia berjalan mendekat ke arah Tian lalu mereka berjalan bersampingan menuju Kantin.
Dari kejauhan Fika sudah melihat sekumpulan siswa-siswa yang tidak ia kenal duduk berkerumun di Kantin, dapat dipastikan bahwa itu adalah teman-teman Tian.
"Halo semuanya, kenalin ini cewe gue Fika." Ucap Tian.
Dengan canggung Fika tersenyum datar ke arah teman-teman Tian, sambutan pun cukup terasa canggung dari teman-temannya. Tian memberikan tempat duduk kepada Fika sementara ia menuju sebuah gerai yang menjual minuman.
Dari sekian banyak teman-temannya, ada satu orang yang kedapatan menatap ke arahnya. Fika yang menyadari akan hal itu memilih untuk menunduk sambil memainkan handphonenya. Tak lama berselang, Tian datang membawakan minum untuknya lalu duduk di sampingnya.
"Gimana Fik? Agak canggung ya?" Tanya Tian.
Fika mengangguk pelan, "Wajar aja sih, soalnya aku belum kenal sama mereka dan mereka pun juga sama. Jadi pasti canggung sih."
"Iya juga sih, eh kamu liat deh ke Lapangan..."
Fika menatap ke arah Lapangan di mana sedang ada pertandingan futsal antar kelas.
"...Kelas aku lagi main sama kelas IPS yang lain." Ucap Tian.
Fika mengangguk pelan, beberapa saat berlalu riuh penonton dari beberapa penjuru mulai terdengar ketika satu gol tercipta di pertandingan ini. Tian dan juga teman-temannya bahkan sampai melompat-lompat karena senangnya, Fika hanya bisa menatap ke arah mereka sambil tersenyum canggung.
Fika menatap sedikit lebih jauh, bukan untuk melihat ke arah pertandingan. Ia melihat ke arah Rama yang sedang berjalan bersama Sheryl menuju kelas. Mereka sedang berbincang namun entah apa, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam kelas bersama.
"GOOOL!!!..."
Riuh penonton kembali terdengar setelah terciptanya satu gol lagi dari kelas Tian. Dalam ramai, Fika tidak merasakan itu semua. Ia merasa sepi, sekalipun Tian berada di sampingnya.
Tak terasa bel kembali berbunyi, Fika bangun dari duduknya yang tentu saja mendapat perhatian Tian.
"Kamu mau ke Kelas lagi?" Tanya Tian.
"Iya, kan udah bel masuk." Jawabnya.
"Santai aja lah, belum juga ada Guru yang masuk." Ucap salah satu teman Tian.
Tian mengangguk, "Yaudah kamu kalau mau ke Kelas duluan nggapapa Fik, aku masih mau di sini sama temen-temen aku. Nggapapa ya?"
Fika mengangguk kemudian ia membalikkan badannya, ia melangkah dengan santai sambil memainkan handphone yang ada di tangannya. Terdengar samar pembicaraan antara Tian dan teman-temannya.
"Lumayan juga."
"Gue tunggu ya laporannya."
Entah bagaimana Fika harus menanggapinya, namun ia memilih untuk berjalan kembali ke dalam Kelas. Setibanya di Kelas, ia menemukan Rama yang masih berbincang dengan Sheryl di belakang.
"...Jadi ya begitu deh Ram." Ucap Sheryl.
Fika datang dengan ragu, Sheryl menyadari kedatangan Fika.
"Eh Fika..." Sheryl bangun dari duduknya, "gitu aja ya Ram, nanti kalau ada apa-apa aku kabarin lagi ya."
Rama mengangguk pelan, Sheryl berjalan untuk kembali ke bangkunya. Fika pun akhirnya duduk di samping Rama, ia sempat menatap ke arah Rama yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Beberapa saat mereka beradu tatap, sampai akhirnya Fika mengedipkan matanya beberapa kali.
"Ngapain kamu ngeliatin aku?" Tanya Fika.
"Aku lagi ngeliatin muka orang yang abis pacaran, keliatannya biasa aja ya. Ngga ada bahagia-bahagianya sama sekali." Ucap Rama.
Fika memukul lengan Rama, "Emangnya aku harus masuk ke Kelas sambil senyum-senyum terus nari-nari ngga jelas gitu? Kan ngga harus begitu juga Ram."
"Ya ngga melulu harus senyum sambil nari-nari, ekspresi kamu ngga nunjukkin kalau kamu nikmatin pacaran kamu." Ucap Rama.
"Terus aku harus gimana?..." Fika mendekatkan wajahnya ke arah Rama, "kayak gini maksud kamu?"
Fika tersenyum sambil memejamkan matanya, jaraknya cukup dekat dengan wajah Rama. Fika membuka matanya dan masih tersenyum ke arah Rama.
"Ya ngga gitu juga, malahan kamu disangka gila nanti sama orang-orang." Jawab Rama.
Fika menjauhkan wajahnya lalu memukul lengan Rama entah untuk yang ke berapa kalinya. Tak lama Guru pelajaran masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran pada siang ini. Beberapa jam berlalu dengan penuh kebosanan, akhirnya bel pulang Sekolah berbunyi.
"Ram, kamu abis ini mau ke mana?" Tanya Fika.
"Ya pulang lah Fik, emang mau ke mana lagi." Jawabnya.
"Makan dulu yuk ke..."
"Fika..."
Rama dan Fika bersamaan menatap ke arah sumber suara yang berasal dari luar Kelas, sudah berdiri Tian di sana. Fika sempat menatap ke arah Rama yang sudah bangun dari duduk sambil mengenakan tasnya.
"Udah ditungguin tuh sama pacar kamu..." Rama berjalan ke luar kelas, "duluan ya."
Rama terus berjalan melewati Tian yang menatapnya hingga tak terlihat dari sudut mata Fika. Tian berjalan masuk lalu berdiri di hadapan Fika.
"Mau pulang kan? Ayo aku anterin sampai ke Rumah." Ucap Tian.
Fika sempat menghel nafasnya singkat, ia pun mengangguk pelan menyetujui ajakan Tian. Mereka berdua pun berjalan ke luar Kelas melewati koridor yang masih banyak siswa-siswi di sana, sampai akhirnya mereka kembali masuk ke dalam mobil.
"Kamu ada acara ngga abis ini?" Tanya Tian.
"Ngga ada sih, tapi aku mau langsung pulang aja." Jawab Fika.
"Ikut aku sebentar nggapapa ya, aku udah terlanjur janji sama temen-temen aku buat dateng. Nggapapa ya Fik? Ajak Tian.
Fika menghela nafasnya, "Yaudah sebentar aja tapi ya."
Tian mengangguk menyetujuinya, mobil pun meninggalkan Sekolah pada sore hari ini. Beberapa saat berlalu, mobil yang dikendarai Fika berhenti di sebuah bangunan. Fika dan Tian pun ke luar dari dalam mobil.
Masih dalam tanya, Fika pun mengikuti Tian yang menggenggam tangannya. Mereka berjalan melewati jalanan yang menurun, kemudian mereka masuk ke dalam sebuah bangunan melewati sebuah pintu kayu.
"Kita mau ke mana sih?" Tanya Fika.
"Kamu nanti juga tau kok kita mau ke mana." Jawab Tian.
Melewati lorong yang cukup gelap, mereka kembali masuk ke dalam sebuah pintu. Di balik pintu tersebut ada sebuah area yang cukup luas hingga bisa ditempati 12 meja billiard, belum termasuk bar untuk memesan minuman dan orang-orang yang sedang memainkannya.
Tentu saja kedatangan Fika menjadi perhatian bagi mereka, bukan karena Fika perempuan melainkan ia adalah orang baru di lingkungan ini.
"Ngga usah takut, kamu sama aku." Ucap Tian.
Tian menggandeng tangan Fika menuju sebuah meja, di mana ada beberapa orang yang sudah Fika lihat di Sekolah. Ada pula beberapa orang yang tidak Fika kenal, hingga membuatnya sedikit menunduk.
"Bang, kenalin ini cewe gue Fika..."
Fika hanya diam tidak tau mau melakukan apa.
"...Fik, kamu duduk di sana aja. Aku mau main sebentar ya." Ucap Tian.
Dengan terpaksa Fika pun duduk di antara beberapa orang, Tian pun mulai bermain bersama beberapa orang. Beberapa saat berlalu. Fika sedang memainkan handphonenya meskipun hanya sekedar melihat-lihat media sosial.
"Fika ya namanya..."
Ada seorang lelaki yang duduk di sampingnya, seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Fika menoleh secara perlahan hingga mereka sempat bertatapan.
"...pacarnya Tian?" Tanya orang tersebut.
Fika tidak bisa berbuat apa-apa, ada rasa takut setelah melihat orang tersebut. Ia memalingkan pandangannya ke arah Tian yang masih seru dengan permainannya.
"Udah berapa lama jadian sama Tian? Baru ya kayaknya, gue baru pertama kali liat lo di sini. Biasanya yang di bawa Tian beda sih." Ucap orang tersebut.
Fika masih memilih untuk diam tidak menanggapi perkataan orang tersebut. Fika semakin tidak nyaman ketika orang tersebut menggeser duduknya lebih dekat ke arah Fika. Tanpa diduga, orang tersebut meletakkan tangan kirinya di atas paha Fika dan sesekali mengusap pelan. Dengan cepat Fika bangun dari duduknya lalu berjalan cepat meninggalkan tempat ini, sampai akhirnya ia tiba di luar.
"Fika..."
Tian memanggilnya, namun Fika memilih untuk tidak menoleh ke arahnya melainkan terus berjalan dengan cepat. Malam pun semakin menjadi, Fika sudah berada di tepi jalan dan terus berjalan. Ia tidak dapat menemukan kendaraan umum yang melintasi jalanan ini, bahkan kendaraan pribadi pun cukup jarang.
Dengan nafasnya yang sedikit terengah-engah, Fika membuka handphonenya lalu mencoba menghubungi Rama. Sayangnya ia tidak menjawab panggilannya.
TIN!, "Fika..."
Kali ini Fika menoleh dengan cepat ke arah suara klakson yang datang dari belakang, Rama menghentikan motornya tepat di sampingnya.
"Kamu ngapain di sini? Masih pakai seragam lagi." Tanya Rama.
Tanpa menjawab pertanyaannya, Fika naik ke belakang. Rama melepas jaket yang ia kenakan. Tanpa bersuara ia menyuruh Fika mengenakan jaket miliknya karena angin malam, setelah itu Rama mengendarai motornya meninggalkan tempat ini.
Dalam keheningan malam, angin yang datang silih berganti, Rama terus mengendarai tanpa bertanya lagi kepadanya. Fika menyandarkan kepalanya di punggung Rama, air matanya pun menetes dengan pelan. Rama menatap ke arah Bulan yang sedang berwujud lingkaran sempurna, ia pun tersenyum begitu saja.
"Aku merasa sangat beruntung, entah memang ini sebuah ketidak sengajaanatau terencana. Aku benar-benar merasa sangat beruntung..."
"Ram, aku malu deh." Ucap Fika.
"Kenapa harus malu? Harusnya kamu seneng dong udah punya pacar setelah beberapa tahun sendirian." Ucap Rama.
"Ih bukan itu maksudnya, aku malu aja setelah kejadian tadi. Aku sama sekali ngga nyangka kalau Tian bakalan nembak aku di Sekolah, apalagi bawa-bawa kain terus diliat sama banyak orang." Jelas FIka.
"Ngga bakal ada yang tau Fik gimana cara gebetan nembak..."
Rama menutupi Fika dengan jaket miliknya.
"...yang kamu bisa itu cuma siapin mental aja sama cara nembaknya dia, dan terbukti kamu udah siap ditembak Tian kayak tadi." Jelas Rama.
Fika menggenggam jaket yang Rama berikan untuk menutupinya, ia masih merasa malu setelah kejadian saat istirahat tadi.
Fika mengedipkan matanya beberapa kali, ia kembali ke alam sadarnya setelah membiarkan alam bawah sadarnya kembali mengingat kejadian yang ia alami. Fika menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil menepuk pipinya pelan.
Fika membereskan kapas yang ia gunakan untuk membersihkan wajahnya, kemudian ia bangun dari duduknya lalu merebahkan diri di atas tempat tidur. Ia mengambil handphoneuntuk mengirim pesan kepada Rama.
"Ram, lagi ngapain?"
Ia meletakkan handphone di dadanya, menunggu balasan pesan dari Rama. Beberapa menit berlalu, Rama tak kunjung membalas pesannya. Ting! Dengan cepat Fika melihat pesan yang masuk.
"Fik, lagi ngapain?" Tian.
Fika menghela nafasnya, kemudian ia membalas pesan Tian. Kegiatan balas-membalas pesan terjadi beberapa saat, entah bagaimana caranya Fika tertidur dan tak sempat membalas pesan dari Tian. Beberapa kali Tian mencoba menghubungi Fika, namun apa daya Fika sudah terlelap dalam tidurnya meninggalkan kenyataan untuk sementara. Ting!
"Baru selesai bantuin Lea ngerjain tugasnya, kenapa Fik?" Rama.
*
Fika selesai menata rambutnya, ia mengenakan kuncir untuk mengikat rambutnya ke arah belakang. Ia bangun dari duduknya sambil mengenakan tas yang biasa ia gunakan, ia berjalan ke lantai bawah lalu mengenakan sepatu, kemudian ia membuka pintu depan Rumahnya. Langkahnya terhenti begitu saja setelah melihat ke arah gerbang.
"Pagi Fik." Ucap Tian.
Tian sudah menunggunya dengan mobil yang biasa ia gunakan untuk pergi ke Sekolah. Dengan pelan, Fika melangkah ke arahnya.
"Tian..."
"Aku sengaja Fik..." Tian memotong ucapan Fika, "mau jemput kamu biar kita bisa berangkat bareng ke Sekolah. Ngomong-ngomong bokap sama nyokap ada?"
"Mereka udah berangkat duluan." Ucap Fika berbohong.
"Oh gitu, yaudah ayo kita berangkat." Ajak Tian.
Dengan perasaan tidak enak akhirnya Fika masuk ke dalam mobil disusul Tian, akhirnya mobil yang dikemudikan Tian melaju meninggalkan Rumah Fika.
Selama di perjalanan tidak banyak yang mereka perbincangkan, lebih sering terdengar lagu yang diputar dari radio mobil. Sesekali Tian menatap ke arah Fika sambil tersenyum, Fika membalas senyum tersebut dengan cukup datar entah Tian menyadarinya atau tidak.
Fika membuka handphonenya, namun ia tidak menemukan pesan baru dari Rama setelah ia memberi kabar bahwa Tian menjemputnya di Rumah.
"Kamu kenapa Fik? Kok kayak gelisah gitu." Tanya Tian.
"Eh, nggapapa kok." Jawab Fika.
"Beneran?" Tanya Tian sekali lagi.
Fika mengangguk dengan senyum kecilnya, perjalanan berlanjut hingga akhirnya mereka tiba di Sekolah. Mereka ke luar bersama dari dalam mobil, kemudian berjalan bersampingan memasuki area Sekolah. Tentu saja mereka menjadi tatapan hampir semua orang yang kemarin menyaksikan kejadian di Taman, Fika sedikit menundukkan pandangannya.
"Fik, aku ke Kantin dulu ya. Ada temen-temen aku di sana." Ucap Tian.
Fika mengangguk menyetujuinya, ia kembali melanjutkan perjalanan menuju Kelas. Setibanya di Kelas, ia melihat Rama yang sudah duduk di bangkunya sambil memainkan game di handphonenya. Dengan cepat Fika berjalan lalu duduk di samping Rama.
"Kok kamu udah sampai aja Ram?" Tanya Fika.
"Maksudnya gimana Fik?" Tanya Rama tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tadi kan aku..."
"Ya jelas aja lah aku duluan..." Rama memotong ucapan Fika, "aku naik motor bisa ambil jalur-jalur kecil kalau macet, kamu kan naik mobil jadi harus sabar-sabar sama macet."
"Kok kamu tau aku naik mobil?" Tanya Fika.
Rama menatap Fika, "Aku liat kamu tadi pas macet di pertigaan, bahkan kita sempet samping-sampingan. Karena aku bawa motor, jadi aku bisa lebih cepet."
"Kamu udah sempet ke Rumah aku?" Tanya Fika.
Rama menggelengkan, "Kamu kan udah ngabarin."
Bel masuk sudah berbunyi, kegiatan belajar pun dimulai pada pagi hari ini. Waktu terus berjalan hingga tak terasa bel istirahat pun berbunyi. Siswa-siswi mulai ke luar kelas, Fika dan Rama sama-sama bangun dari duduknya.
"Ram, kamu..."
"Fika..."
Mereka berdua menatap ke arah Pintu Kelas di mana Tian sudah berdiri di sana.
"...mau ke Kantin ngga? Aku sekalian mau ngenalin kamu ke beberapa temen aku di sana, mereka sih penasaran banget sama kamu." Ajak Tian.
Rama berjalan mendahului Fika, ia berjalan ke luar kelas meninggalkan mereka berdua di sana. Fika pun menganggukkan kepalanya, ia berjalan mendekat ke arah Tian lalu mereka berjalan bersampingan menuju Kantin.
Dari kejauhan Fika sudah melihat sekumpulan siswa-siswa yang tidak ia kenal duduk berkerumun di Kantin, dapat dipastikan bahwa itu adalah teman-teman Tian.
"Halo semuanya, kenalin ini cewe gue Fika." Ucap Tian.
Dengan canggung Fika tersenyum datar ke arah teman-teman Tian, sambutan pun cukup terasa canggung dari teman-temannya. Tian memberikan tempat duduk kepada Fika sementara ia menuju sebuah gerai yang menjual minuman.
Dari sekian banyak teman-temannya, ada satu orang yang kedapatan menatap ke arahnya. Fika yang menyadari akan hal itu memilih untuk menunduk sambil memainkan handphonenya. Tak lama berselang, Tian datang membawakan minum untuknya lalu duduk di sampingnya.
"Gimana Fik? Agak canggung ya?" Tanya Tian.
Fika mengangguk pelan, "Wajar aja sih, soalnya aku belum kenal sama mereka dan mereka pun juga sama. Jadi pasti canggung sih."
"Iya juga sih, eh kamu liat deh ke Lapangan..."
Fika menatap ke arah Lapangan di mana sedang ada pertandingan futsal antar kelas.
"...Kelas aku lagi main sama kelas IPS yang lain." Ucap Tian.
Fika mengangguk pelan, beberapa saat berlalu riuh penonton dari beberapa penjuru mulai terdengar ketika satu gol tercipta di pertandingan ini. Tian dan juga teman-temannya bahkan sampai melompat-lompat karena senangnya, Fika hanya bisa menatap ke arah mereka sambil tersenyum canggung.
Fika menatap sedikit lebih jauh, bukan untuk melihat ke arah pertandingan. Ia melihat ke arah Rama yang sedang berjalan bersama Sheryl menuju kelas. Mereka sedang berbincang namun entah apa, sampai akhirnya mereka masuk ke dalam kelas bersama.
"GOOOL!!!..."
Riuh penonton kembali terdengar setelah terciptanya satu gol lagi dari kelas Tian. Dalam ramai, Fika tidak merasakan itu semua. Ia merasa sepi, sekalipun Tian berada di sampingnya.
Tak terasa bel kembali berbunyi, Fika bangun dari duduknya yang tentu saja mendapat perhatian Tian.
"Kamu mau ke Kelas lagi?" Tanya Tian.
"Iya, kan udah bel masuk." Jawabnya.
"Santai aja lah, belum juga ada Guru yang masuk." Ucap salah satu teman Tian.
Tian mengangguk, "Yaudah kamu kalau mau ke Kelas duluan nggapapa Fik, aku masih mau di sini sama temen-temen aku. Nggapapa ya?"
Fika mengangguk kemudian ia membalikkan badannya, ia melangkah dengan santai sambil memainkan handphone yang ada di tangannya. Terdengar samar pembicaraan antara Tian dan teman-temannya.
"Lumayan juga."
"Gue tunggu ya laporannya."
Entah bagaimana Fika harus menanggapinya, namun ia memilih untuk berjalan kembali ke dalam Kelas. Setibanya di Kelas, ia menemukan Rama yang masih berbincang dengan Sheryl di belakang.
"...Jadi ya begitu deh Ram." Ucap Sheryl.
Fika datang dengan ragu, Sheryl menyadari kedatangan Fika.
"Eh Fika..." Sheryl bangun dari duduknya, "gitu aja ya Ram, nanti kalau ada apa-apa aku kabarin lagi ya."
Rama mengangguk pelan, Sheryl berjalan untuk kembali ke bangkunya. Fika pun akhirnya duduk di samping Rama, ia sempat menatap ke arah Rama yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Beberapa saat mereka beradu tatap, sampai akhirnya Fika mengedipkan matanya beberapa kali.
"Ngapain kamu ngeliatin aku?" Tanya Fika.
"Aku lagi ngeliatin muka orang yang abis pacaran, keliatannya biasa aja ya. Ngga ada bahagia-bahagianya sama sekali." Ucap Rama.
Fika memukul lengan Rama, "Emangnya aku harus masuk ke Kelas sambil senyum-senyum terus nari-nari ngga jelas gitu? Kan ngga harus begitu juga Ram."
"Ya ngga melulu harus senyum sambil nari-nari, ekspresi kamu ngga nunjukkin kalau kamu nikmatin pacaran kamu." Ucap Rama.
"Terus aku harus gimana?..." Fika mendekatkan wajahnya ke arah Rama, "kayak gini maksud kamu?"
Fika tersenyum sambil memejamkan matanya, jaraknya cukup dekat dengan wajah Rama. Fika membuka matanya dan masih tersenyum ke arah Rama.
"Ya ngga gitu juga, malahan kamu disangka gila nanti sama orang-orang." Jawab Rama.
Fika menjauhkan wajahnya lalu memukul lengan Rama entah untuk yang ke berapa kalinya. Tak lama Guru pelajaran masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran pada siang ini. Beberapa jam berlalu dengan penuh kebosanan, akhirnya bel pulang Sekolah berbunyi.
"Ram, kamu abis ini mau ke mana?" Tanya Fika.
"Ya pulang lah Fik, emang mau ke mana lagi." Jawabnya.
"Makan dulu yuk ke..."
"Fika..."
Rama dan Fika bersamaan menatap ke arah sumber suara yang berasal dari luar Kelas, sudah berdiri Tian di sana. Fika sempat menatap ke arah Rama yang sudah bangun dari duduk sambil mengenakan tasnya.
"Udah ditungguin tuh sama pacar kamu..." Rama berjalan ke luar kelas, "duluan ya."
Rama terus berjalan melewati Tian yang menatapnya hingga tak terlihat dari sudut mata Fika. Tian berjalan masuk lalu berdiri di hadapan Fika.
"Mau pulang kan? Ayo aku anterin sampai ke Rumah." Ucap Tian.
Fika sempat menghel nafasnya singkat, ia pun mengangguk pelan menyetujui ajakan Tian. Mereka berdua pun berjalan ke luar Kelas melewati koridor yang masih banyak siswa-siswi di sana, sampai akhirnya mereka kembali masuk ke dalam mobil.
"Kamu ada acara ngga abis ini?" Tanya Tian.
"Ngga ada sih, tapi aku mau langsung pulang aja." Jawab Fika.
"Ikut aku sebentar nggapapa ya, aku udah terlanjur janji sama temen-temen aku buat dateng. Nggapapa ya Fik? Ajak Tian.
Fika menghela nafasnya, "Yaudah sebentar aja tapi ya."
Tian mengangguk menyetujuinya, mobil pun meninggalkan Sekolah pada sore hari ini. Beberapa saat berlalu, mobil yang dikendarai Fika berhenti di sebuah bangunan. Fika dan Tian pun ke luar dari dalam mobil.
Masih dalam tanya, Fika pun mengikuti Tian yang menggenggam tangannya. Mereka berjalan melewati jalanan yang menurun, kemudian mereka masuk ke dalam sebuah bangunan melewati sebuah pintu kayu.
"Kita mau ke mana sih?" Tanya Fika.
"Kamu nanti juga tau kok kita mau ke mana." Jawab Tian.
Melewati lorong yang cukup gelap, mereka kembali masuk ke dalam sebuah pintu. Di balik pintu tersebut ada sebuah area yang cukup luas hingga bisa ditempati 12 meja billiard, belum termasuk bar untuk memesan minuman dan orang-orang yang sedang memainkannya.
Tentu saja kedatangan Fika menjadi perhatian bagi mereka, bukan karena Fika perempuan melainkan ia adalah orang baru di lingkungan ini.
"Ngga usah takut, kamu sama aku." Ucap Tian.
Tian menggandeng tangan Fika menuju sebuah meja, di mana ada beberapa orang yang sudah Fika lihat di Sekolah. Ada pula beberapa orang yang tidak Fika kenal, hingga membuatnya sedikit menunduk.
"Bang, kenalin ini cewe gue Fika..."
Fika hanya diam tidak tau mau melakukan apa.
"...Fik, kamu duduk di sana aja. Aku mau main sebentar ya." Ucap Tian.
Dengan terpaksa Fika pun duduk di antara beberapa orang, Tian pun mulai bermain bersama beberapa orang. Beberapa saat berlalu. Fika sedang memainkan handphonenya meskipun hanya sekedar melihat-lihat media sosial.
"Fika ya namanya..."
Ada seorang lelaki yang duduk di sampingnya, seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Fika menoleh secara perlahan hingga mereka sempat bertatapan.
"...pacarnya Tian?" Tanya orang tersebut.
Fika tidak bisa berbuat apa-apa, ada rasa takut setelah melihat orang tersebut. Ia memalingkan pandangannya ke arah Tian yang masih seru dengan permainannya.
"Udah berapa lama jadian sama Tian? Baru ya kayaknya, gue baru pertama kali liat lo di sini. Biasanya yang di bawa Tian beda sih." Ucap orang tersebut.
Fika masih memilih untuk diam tidak menanggapi perkataan orang tersebut. Fika semakin tidak nyaman ketika orang tersebut menggeser duduknya lebih dekat ke arah Fika. Tanpa diduga, orang tersebut meletakkan tangan kirinya di atas paha Fika dan sesekali mengusap pelan. Dengan cepat Fika bangun dari duduknya lalu berjalan cepat meninggalkan tempat ini, sampai akhirnya ia tiba di luar.
"Fika..."
Tian memanggilnya, namun Fika memilih untuk tidak menoleh ke arahnya melainkan terus berjalan dengan cepat. Malam pun semakin menjadi, Fika sudah berada di tepi jalan dan terus berjalan. Ia tidak dapat menemukan kendaraan umum yang melintasi jalanan ini, bahkan kendaraan pribadi pun cukup jarang.
Dengan nafasnya yang sedikit terengah-engah, Fika membuka handphonenya lalu mencoba menghubungi Rama. Sayangnya ia tidak menjawab panggilannya.
TIN!, "Fika..."
Kali ini Fika menoleh dengan cepat ke arah suara klakson yang datang dari belakang, Rama menghentikan motornya tepat di sampingnya.
"Kamu ngapain di sini? Masih pakai seragam lagi." Tanya Rama.
Tanpa menjawab pertanyaannya, Fika naik ke belakang. Rama melepas jaket yang ia kenakan. Tanpa bersuara ia menyuruh Fika mengenakan jaket miliknya karena angin malam, setelah itu Rama mengendarai motornya meninggalkan tempat ini.
Dalam keheningan malam, angin yang datang silih berganti, Rama terus mengendarai tanpa bertanya lagi kepadanya. Fika menyandarkan kepalanya di punggung Rama, air matanya pun menetes dengan pelan. Rama menatap ke arah Bulan yang sedang berwujud lingkaran sempurna, ia pun tersenyum begitu saja.
"Aku merasa sangat beruntung, entah memang ini sebuah ketidak sengajaanatau terencana. Aku benar-benar merasa sangat beruntung..."
nuryadiari dan i4munited memberi reputasi
2
Kutip
Balas