- Beranda
- Stories from the Heart
JANJI? (MINI SERIES)
...
![beavermoon](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/10/10/avatar8270809_8.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
beavermoon
JANJI? (MINI SERIES)
![JANJI? (MINI SERIES)](https://s.kaskus.id/images/2021/11/29/8270809_202111290417520151.png)
Pernahkah kalian jatuh cinta? Pernahkah kalian menyembunyikan perasaan kepada orang yang kalian suka? Kenapa kalian menyembunyikan hal itu? Bukankah lebih baik untuk mengutarakannya?
Fika dan Rama akan menemani perjalanan kalian dalam mencari tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Bersyukurlah jika kalian dapat menemukan jawabannya, namun jika tidak?
Spoiler for Episode:
Diubah oleh beavermoon 16-06-2022 12:03
![ippeh22](https://s.kaskus.id/user/avatar/2017/02/06/avatar9575917_1.gif)
![kuda.unta](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/03/09/avatar7742361_18.gif)
![ndoro_mant0](https://s.kaskus.id/user/avatar/2008/02/20/avatar404250_9.gif)
ndoro_mant0 dan 7 lainnya memberi reputasi
4
3.1K
Kutip
40
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
![Stories from the Heart](https://s.kaskus.id/r200x200/ficon/image-51.png)
Stories from the Heart![KASKUS Official KASKUS Official](https://s.kaskus.id/kaskus-next/next-assets/images/icon-official-badge.svg)
31.6KThread•42.9KAnggota
Tampilkan semua post
![beavermoon](https://s.kaskus.id/user/avatar/2015/10/10/avatar8270809_8.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
beavermoon
#10
Episode 8
Spoiler for Episode 8:
“Ram, kamu kenal sama yang namanya Tian?” Tanya Fika.
Rama menggeleng, “Tian siapa ya? Kayaknya aku ngga punya temen yang namanya Tian. Emang kenapa Fik?”
“Kamu inget ngga pas aku ke UKS mau ketemu Kak Dara minggu lalu?...”
Rama mengangguk pelan.
“...Pas aku ke luar dari UKS tuh aku sempet duduk dulu di bangku Taman sebelum masuk kelas. Ngga tau gimana caranya, ada orang yang duduk di samping aku. Sengaja aku diemin karena aku kira itu kamu...”
Rama menatap dengan seksama.
“...Terus dia ngajak aku kenalan, kaget dong aku. Dia itu Tian, anak IPS. Jadi aku kenalan sama dia di sana.” Jelas Fika.
“Oh jadi boneka kucing waktu itu dari dia?” Tanya Rama.
Fika menganggukkan kepalanya dengan pelan, Rama dapat melihat ekspresi Fika yang menahan malu. Rama tersenyum memandang ke arah bukit lain yang ada di seberang.
“Ngapain harus malu sih? Bagus dong kalau akhirnya kamu bisa deket lagi sama cowo..."
Fika menatap ke arah Rama.
“...seinget aku itu kamu terakhir pacaran pas kita SMP, itu juga pas masih kelas satu. Kalau dihitung, berarti kamu udah 5 tahun ngga pacaran. Mungkin sekarang waktu yang pas buat pacaran lagi.” Ucap Rama.
“Pacaran dari mana sih Ram, kenal aja baru seminggu.” Sanggah Fika.
“Kamu ngga inget dulu deket sama Yudis cuma 3 hari terus jadian?” Tanya Rama.
“Iya sih, tapi kan jadiannya cuma 6 bulan, ngga deh 7 bulan. Abis itu kita putus gara-gara dia ketahuan suka sama temen kita sendiri si Sasya.” Jelas Fika.
Rama tertawa mendengar kisah yang sudah pernah ia dengar bahkan ia saksikan sendiri. Fika kembali memukul lengan Rama dengan pelan.
“Kamu kenapa ketawa sih? Suka banget kalau ngeledek aku.” Protes Fika.
“Lucu aja kalau inget pas kejadian itu.” Ucap Rama.
Fika tertawa pelan, “Bener juga sih, aku ceroboh banget. Terlalu buru-buru untuk ambil keputusan, padahal kamu udah kasih aku peringatan tapi ngga aku dengerin. Eh malah kejadian kayak gitu, makanya aku ngga mau buru-buru sekarang Ram. Kayaknya seminggu masih kurang buat kenal sama Tian.”
“Terus kamu maunya berapa lama buat kenalan? Sebulan? Enam? Atau setahun?” Tanya Rama.
“Kalau setahun udah kelamaan Ram, kita juga udah lulus. Mungkin beberapa minggu lagi deh buat mastiin semuanya, aku juga bakalan nanya pendapat kamu.” Jelas Fika.
“Aku? Kan yang mau pacaran nanti kalian.” Kata Rama.
“Seenggaknya aku ngga mau ngulangin kesalahan yang sama lagi Ram. Dulu kamu udah bilang jangan dulu tapi aku malah nerima dia, aku ngga mau kayak gitu lagi.” Jelas Fika.
Rama memandang malas ke arah Fika yang dibalas dengan senyum. Kemudian mereka bersamaan mengalihkan pandangan ke arah bukit yang ada di seberang, suasana sore yang tidak terlalu panas cukup mendukung kegiatan mereka pada hari ini.
Mereka sedang duduk di bawah pohon yang sangat besar, dedauannya yang sangat banyak membuat teduh di bawahnya. Mereka telah selesai melakukan ziarah ke makam Mamanya Fika lalu ke makam Ayahnya Rama.
“Udah sore nih, mau pulang ngga?” Tanya Rama.
Fika mengangguk pelan, kemudian mereka berdiri. Mereka kembali menatap ke arah nisan bernama yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.
“Ayah, aku pulang ya. Ma, Rama pamit ya.” Ucap Rama.
“Ma, Fika pulang dulu ya. Ayah, Fika pamit ya sama Rama. Takut kesorean nanti jadi malem banget pulangnya, soalnya abis ini kita mau mampir dulu buat makan.” Ucap Fika.
Rama tersenyum setelah mendengar ucapan Fika, kemudian mereka bersamaan menuruni anak tangga hingga turun ke tempat motor Rama terparkir di pinggir jalan. Fika dan Rama sama-sama mengenakan helm, kemudian mereka duduk di atas motor.
“Makan dulu kan Ram?” Tanya Fika.
Rama melajukan motornya.
“Iya, kamu yang bayarin kan?” Tanya Rama.
Rama memukul lengan Rama pelan hingga membuat mereka tertawa bersama. Tak terasa malam pun datang, Rama menghentikan motornya tepat di depan gerbang Rumah Fika.
“Kamu mau mampir dulu ngga?” Tanya Fika.
“Ngga usah Fik, aku langsung pulang aja.” Jawabnya.
Fika turun dari motor kemudian memberikan helm kepada Rama.
“Aku pulang ya.” Ucap Rama.
“Kabarin kalau udah sampai Ram.” Ucap Fika.
Rama kembali pulang menuju Rumah, Fika pun masuk ke dalam. Beberapa saat berlalu, ia sudah merebahkan dirinya di atas tempat tidur sambil melihat-lihat media sosial. Drrt! Drrt! Ada sebuah panggilan masuk yang berasal dari Tian, Fika sempat ragu untuk menjawab panggilan tersebut. Panggilan tersebut pun berhenti, dengan cepat Fika mengirim pesan kepada Rama.
“Ram, si Tian nelfon aku.”
Tak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan balasan dari Rama.
“Kamu mau sombong karena punya gebetan atau gimana? Kalau emang kamu butuh saran, ya ngga ada salahnya buat jawab. Kalau kamu emang mau sombong, ya aku terima.”
Fika tertawa membaca balasan pesan Rama. Belum sempat ia membalas pesan tersebut, Tian sudah kembali menghubunginya. Fika menghela nafasnya lalu menjawab panggilan tersebut.
“Halo.” Ucap Fika.
“Halo Fik, gue ganggu ya?” Tanya Tian.
“Ngga sih, tadi gue abis dari kamar mandi.” Jawabnya.
“Oh gitu. Lo lagi ngapain Fik?” Tanya Rama.
“Hm, ngga ngapa-ngapain sih, lagi tiduran aja sambil liat-liat sosmed. Lo sendiri?” Ucap Fika.
“Baru aja pulang sih, abis bantuin temen gue tadi.” Jawabnya.
“Bantuin temen?” Tanya Fika.
“Iya, motor temen gue mogok tadi. Terus dia ngabarin gue dan kebetulan ngga jauh dari Rumah...”
Fika mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan oleh Tian, sesekali ia bertanya tentang hal yang tidak ia ketahui atau membuatnya penasaran. Begitu juga dengan Tian, tak jarang untuknya menanyakan hal yang belum ia ketahui.
“...jadi gitu deh, malah jadi salah paham semuanya. Ucap Tian.
“Kasihan juga ya kalau begitu.” Kata Fika.
“Eh iya, ngga berasa Fik udah jam segini aja. Sorry banget ya kalau gue buang-buang waktu lo.” Kata Tian.
“Nggapapa kok, kebetulan gue juga lagi bisa.” Jawab Fika.
“Besok lo masuk kan?” Tanya Tian.
“Masuk dong kan ngga libur, emang kenapa?” Tanya Fika.
“Nggapapa, sampai bertemu besok di Sekolah. Makasih ya Fik.” Ucap Tian.
Panggilan pun terputus, Fika melihat ke layar handphonenya. Lebih dari satu jam mereka berbincang begitu saja, mulai dari hal yang tidak terlalu penting hingga bahasan yang cukup menjadi perdebatan. Fika meletakkanhandphonenya di samping, ia kembali memandangi langit-langit kamarnya.
*
Fika membuka pintunya, ia berjalan ke arah Rama yang sudah duduk di atas motor. Ia mengambil helm untuk ia kenakan, kemudian ia duduk di belakang.
“Let’s go Ram, aku mau belajar dulu di Kelas.” Ucap Fika.
“Oke, let’s go.” Kata Rama.
Rama mulai mengendarai motonya dengan kecepatan sedang, melewati jalan raya bersama dengan kendaraan-kendaraan lain pada pagi hari ini.
Fika membuka tasnya, ia mengeluarkan tempat makan lalu membuka tutupnya. Ia mengambil sepotong Roti lapis dari dalam, kemudian mengulurkan tangannya ke arah Rama. Rama yang sedang mengendarai hanya bisa membuka mulutnya lalu memakan Roti lapis itu secara perlahan, secara bergantian Fika pun juga mulai memakan Roti lapis yang sama.
“Isinya beda ya Fik.” Ucap Rama.
“Iya, aku kehabisan selai stroberi. Jadinya aku bikin kacang aja.” Jawabnya.
“Tetep enak kok.” Ucap Rama.
Fika tersenyum dari belakang. Beberapa saat berlalu, mereka tiba di Sekolah. Waktu berjalan begitu saja, saat ini mereka sedang mengerjakan ulangan. Fika sedang menatap ke arah soal ujian dengan seriusnya, ia sempat melirik ke arah Rama yang sudah santai sambil memainkan pensilnya.
“Kamu udah selesai Ram?” Tanyanya pelan.
“Udah dong, kamu belum emang?” Tanya Rama balik.
“Belum, nomor...”
“Rama...”
Guru memanggil Rama karena sedang beradu tatap dengan Fika di belakang.
“...kamu kalau sudah selesai dikumpulkan saja, kamu bisa istirahat duluan.” Jelas Guru.
Untuk menyelamatkan keadaan, Rama pun bangun dari duduknya lalu mengumpulkan lembar jawabannya di meja Guru. Setelah itu ia berjalan ke luar kelas sambil menatap ke arah Fika. Ia hanya bisa mengangguk karena tidak tahu nomor berapa yang ingin Fika tanyakan.
Fika kembali mengerjakan soal-soal yang belum bisa ia jawab dengan sekuat tenaga, hingga akhirnya ia menyerah pada beberapa nomor tersisa. Dengan perlahan ia membuka tas milik Rama untuk mengambil dadu, kemudian ia memainkan dadu itu seorang diri untuk mendapatkan jawabannya.
Akhirnya semua nomor telah ia jawab berkat bantuan dadu, ia kembali memasukkan dadu ke dalam tas Rama. Drrt! Fika sempat melihat ke arah handphonenya yang ada di laci meja, ada sebuah pesan masuk dari Tian.
“Gue tunggu di lapangan ya pas istirahat.”
Fika tidak membalas pesan tersebut, ia langsung memasukkan handphonenya ke dalam saku. Ia kembali melihat ke arah lembar jawabannya sekali lagi untuk memastikan tidak ada jawaban yang kosong.
“Baik, waktu sudah habis. Kalian bisa kumpulkan lembar jawaban di depan.” Ucap Guru.
Fika bersama dengan yang lain maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawaban ulangan mereka. Bel istirahat belum berbunyi, namun mereka sudah diperbolehkan untuk istirahat lebih dulu.
Fika pun berjalan ke luar kelas, kemudian ia melihat ke sekeliling Sekolah untuk mencari di mana Rama berada. Sayangnya ia tidak dapat menemukan Rama.
“Ke mana ya dia?” Tanyanya seorang diri.
Fika memutuskan untuk duduk di bangku Taman seorang diri. Ia menyandarkan badannya sambil menatap ke arah Lapangan yang masih kosong. Sinar Matahari masih tetap menembus celah dari dedaunan yang ada di atasnya. Fika memejamkan matanya, angin berhembus begitu saja.
“Ram, ampun Ram. Aku minta maaf.” Ucap Fika.
“Enak aja, dari tadi aku udah dipukulin sekarang waktunya kamu.” Ucap Rama.
Rama masih mengelitiki Fika hingga ia tidak bisa berhenti untuk tertawa, namun akhirnya Rama menghentikannya dan ikut tertawa bersama Fika.
“Udah Ram, aku capek ketawa mulu.” Ucap Fika.
“Oke kalau begitu, kita damai.” Jawab Rama setuju.
Rama bersandar pada tempat tidur Fika. Tak lama kemudian Fika pun juga ikut duduk di samping Rama, namun ia menyandarkan kepalanya pada bahu Rama. Mereka berdua masih mengatur nafas mereka yang sedikit terengah-engah.
“Ram...”
Rama membiarkan Fika untuk menyelesaikan perkataannya.
“...kamu ngga akan berubah kan?” Tanya Fika.
“Pertanyaan yang sangat acak, aku juga bingung mau jawab apa Fik kalau kamu tiba-tiba nanya kayak gitu.” Jawab Rama.
“Janji sama aku...”
Fika mengulurkan jari kelingking tangan kanannya.
“...kalau kamu ngga akan berubah? Kamu akan tetap jadi Rama yang aku kenal dari dulu.” Kata Fika.
Dengan cepat Rama mengaitkan jari kelingking tangannya kepada jari kelingking tangan Fika. Mereka tidak langsung melepaskan kaitan jari kelingking tersebut.
“Sebenernya aku ngga terlalu paham arah kamu mau ke mana, tapi aku bisa janji kalau aku akan tetap sama...”
Fika menatap ke arah Rama.
"..berubah itu pasti sih, kita manusia pasti akan ngalamin yang namanya perubahan. Mau bagaimanapun perubahannya, aku akan tetap jadi Rama yang kamu kenal.” Jelas Rama.
Fika tersenyum lalu kembali bersandar pada pundak Rama.
“Fika...”
Fika membuka matanya, sudah ada Tian yang berlutut di hadapannya. Fika masih terdiam sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
“Lo ngapain di situ?” Tanya Fika heran.
Tak lama berselang, terbentanglah kain panjang di belakang Tian. Bukan sekedar kain biasa, melainkan kain yang sudah berisi tulisan yang sangat besar hingga mampu dibaca dengan sangat jelas.
“I LOVE YOU, FIKA.”
Teman-teman Tian membantunya untuk membentangkan kain tersebut, wajah Fika nampak memerah setelah melihat tulisan itu ditambah Tian yang masih berlutut di hadapannya.
“Fika, gue udah yakin sama pilihan gue. Gue memutuskan untuk menyatakan perasaan gue ke lo setelah beberapa hari ke belakang kita saling kenal...”
Fika tediam menatap Tian.
“...dan sekarang adalah waktu yang tepat. Fika, lo mau jadi pacar gue?” Ucap Tian.
Angin kembali berhembus entah datang dari mana, sinar Matahari masih nampak di wajahnya. Di hadapannya sudah ada seseorang yang berani untuk mengungkapkan perasaan kepadanya, hingga membuat Fika menghela nafasnya.
*
Rama ke luar dari Kelas setelah menyelesaikan ulangannya terlebih dahulu.
“Ram...”
Ia menoleh ke arah Dara yang juga baru ke luar dari ruang UKS, Rama pun menghampirinya.
“Kok udah ke luar?” Tanya Dara.
“Udah selesai duluan Kak, jadi di suruh ke luar sama Guru.” Jawabnya.
“Mau makan bareng?” Tanya Dara.
Rama dan Dara masuk ke dalam ruang UKS. Seperti biasa, Dara mengeluarkan tempat makan dari dalam tasnya lalu meletakannya di antara mereka. Kegiatan makan pun di mulai dengan tenang.
Dari luar terdengar suara ramai yang entah berasal dari mana hingga membuat Rama dan Dara menghentikan kegiatan makannya dan menatap ke arah luar.
“Ada apaan ya Ram?” Tanya Dara.
“Kita liat aja Kak.” Ajak Rama.
Rama dan Dara bangun dari duduknya, secara bersamaan mereka melangkah menuju pintu untuk melihat apa yang terjadi di luar. Mereka mendapati Fika yang sedang duduk di bangku Taman, dan seseorang yang sedang berlutut di hadapannya. Ada pula beberapa orang yang sedang membentangkan kain dengan tulisan yang sangat besar.
“Itu Fika kan?” Tanya Dara.
“TERIMA... TERIMA... TERIMA...”
Riuh orang-orang yang ada di sekitar mereka, Dara menyadari akan hal tersebut. Dengan santai ia menatap ke arah Rama yang sedang tersenyum.
“Akhirnya dia punya pacar lagi setelah sekian lama. Ucap Rama.
Dara mengangguk pelan, “Mau lanjut makan lagi?”
Rama menyetujuinya. Mereka pun kembali menuju meja untuk melanjutkan makan siang, meninggalkan riuh penonton yang terdengar sangat puas atas apa yang terjadi di sana.
Rama menggeleng, “Tian siapa ya? Kayaknya aku ngga punya temen yang namanya Tian. Emang kenapa Fik?”
“Kamu inget ngga pas aku ke UKS mau ketemu Kak Dara minggu lalu?...”
Rama mengangguk pelan.
“...Pas aku ke luar dari UKS tuh aku sempet duduk dulu di bangku Taman sebelum masuk kelas. Ngga tau gimana caranya, ada orang yang duduk di samping aku. Sengaja aku diemin karena aku kira itu kamu...”
Rama menatap dengan seksama.
“...Terus dia ngajak aku kenalan, kaget dong aku. Dia itu Tian, anak IPS. Jadi aku kenalan sama dia di sana.” Jelas Fika.
“Oh jadi boneka kucing waktu itu dari dia?” Tanya Rama.
Fika menganggukkan kepalanya dengan pelan, Rama dapat melihat ekspresi Fika yang menahan malu. Rama tersenyum memandang ke arah bukit lain yang ada di seberang.
“Ngapain harus malu sih? Bagus dong kalau akhirnya kamu bisa deket lagi sama cowo..."
Fika menatap ke arah Rama.
“...seinget aku itu kamu terakhir pacaran pas kita SMP, itu juga pas masih kelas satu. Kalau dihitung, berarti kamu udah 5 tahun ngga pacaran. Mungkin sekarang waktu yang pas buat pacaran lagi.” Ucap Rama.
“Pacaran dari mana sih Ram, kenal aja baru seminggu.” Sanggah Fika.
“Kamu ngga inget dulu deket sama Yudis cuma 3 hari terus jadian?” Tanya Rama.
“Iya sih, tapi kan jadiannya cuma 6 bulan, ngga deh 7 bulan. Abis itu kita putus gara-gara dia ketahuan suka sama temen kita sendiri si Sasya.” Jelas Fika.
Rama tertawa mendengar kisah yang sudah pernah ia dengar bahkan ia saksikan sendiri. Fika kembali memukul lengan Rama dengan pelan.
“Kamu kenapa ketawa sih? Suka banget kalau ngeledek aku.” Protes Fika.
“Lucu aja kalau inget pas kejadian itu.” Ucap Rama.
Fika tertawa pelan, “Bener juga sih, aku ceroboh banget. Terlalu buru-buru untuk ambil keputusan, padahal kamu udah kasih aku peringatan tapi ngga aku dengerin. Eh malah kejadian kayak gitu, makanya aku ngga mau buru-buru sekarang Ram. Kayaknya seminggu masih kurang buat kenal sama Tian.”
“Terus kamu maunya berapa lama buat kenalan? Sebulan? Enam? Atau setahun?” Tanya Rama.
“Kalau setahun udah kelamaan Ram, kita juga udah lulus. Mungkin beberapa minggu lagi deh buat mastiin semuanya, aku juga bakalan nanya pendapat kamu.” Jelas Fika.
“Aku? Kan yang mau pacaran nanti kalian.” Kata Rama.
“Seenggaknya aku ngga mau ngulangin kesalahan yang sama lagi Ram. Dulu kamu udah bilang jangan dulu tapi aku malah nerima dia, aku ngga mau kayak gitu lagi.” Jelas Fika.
Rama memandang malas ke arah Fika yang dibalas dengan senyum. Kemudian mereka bersamaan mengalihkan pandangan ke arah bukit yang ada di seberang, suasana sore yang tidak terlalu panas cukup mendukung kegiatan mereka pada hari ini.
Mereka sedang duduk di bawah pohon yang sangat besar, dedauannya yang sangat banyak membuat teduh di bawahnya. Mereka telah selesai melakukan ziarah ke makam Mamanya Fika lalu ke makam Ayahnya Rama.
“Udah sore nih, mau pulang ngga?” Tanya Rama.
Fika mengangguk pelan, kemudian mereka berdiri. Mereka kembali menatap ke arah nisan bernama yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.
“Ayah, aku pulang ya. Ma, Rama pamit ya.” Ucap Rama.
“Ma, Fika pulang dulu ya. Ayah, Fika pamit ya sama Rama. Takut kesorean nanti jadi malem banget pulangnya, soalnya abis ini kita mau mampir dulu buat makan.” Ucap Fika.
Rama tersenyum setelah mendengar ucapan Fika, kemudian mereka bersamaan menuruni anak tangga hingga turun ke tempat motor Rama terparkir di pinggir jalan. Fika dan Rama sama-sama mengenakan helm, kemudian mereka duduk di atas motor.
“Makan dulu kan Ram?” Tanya Fika.
Rama melajukan motornya.
“Iya, kamu yang bayarin kan?” Tanya Rama.
Rama memukul lengan Rama pelan hingga membuat mereka tertawa bersama. Tak terasa malam pun datang, Rama menghentikan motornya tepat di depan gerbang Rumah Fika.
“Kamu mau mampir dulu ngga?” Tanya Fika.
“Ngga usah Fik, aku langsung pulang aja.” Jawabnya.
Fika turun dari motor kemudian memberikan helm kepada Rama.
“Aku pulang ya.” Ucap Rama.
“Kabarin kalau udah sampai Ram.” Ucap Fika.
Rama kembali pulang menuju Rumah, Fika pun masuk ke dalam. Beberapa saat berlalu, ia sudah merebahkan dirinya di atas tempat tidur sambil melihat-lihat media sosial. Drrt! Drrt! Ada sebuah panggilan masuk yang berasal dari Tian, Fika sempat ragu untuk menjawab panggilan tersebut. Panggilan tersebut pun berhenti, dengan cepat Fika mengirim pesan kepada Rama.
“Ram, si Tian nelfon aku.”
Tak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan balasan dari Rama.
“Kamu mau sombong karena punya gebetan atau gimana? Kalau emang kamu butuh saran, ya ngga ada salahnya buat jawab. Kalau kamu emang mau sombong, ya aku terima.”
Fika tertawa membaca balasan pesan Rama. Belum sempat ia membalas pesan tersebut, Tian sudah kembali menghubunginya. Fika menghela nafasnya lalu menjawab panggilan tersebut.
“Halo.” Ucap Fika.
“Halo Fik, gue ganggu ya?” Tanya Tian.
“Ngga sih, tadi gue abis dari kamar mandi.” Jawabnya.
“Oh gitu. Lo lagi ngapain Fik?” Tanya Rama.
“Hm, ngga ngapa-ngapain sih, lagi tiduran aja sambil liat-liat sosmed. Lo sendiri?” Ucap Fika.
“Baru aja pulang sih, abis bantuin temen gue tadi.” Jawabnya.
“Bantuin temen?” Tanya Fika.
“Iya, motor temen gue mogok tadi. Terus dia ngabarin gue dan kebetulan ngga jauh dari Rumah...”
Fika mendengarkan dengan seksama apa yang diceritakan oleh Tian, sesekali ia bertanya tentang hal yang tidak ia ketahui atau membuatnya penasaran. Begitu juga dengan Tian, tak jarang untuknya menanyakan hal yang belum ia ketahui.
“...jadi gitu deh, malah jadi salah paham semuanya. Ucap Tian.
“Kasihan juga ya kalau begitu.” Kata Fika.
“Eh iya, ngga berasa Fik udah jam segini aja. Sorry banget ya kalau gue buang-buang waktu lo.” Kata Tian.
“Nggapapa kok, kebetulan gue juga lagi bisa.” Jawab Fika.
“Besok lo masuk kan?” Tanya Tian.
“Masuk dong kan ngga libur, emang kenapa?” Tanya Fika.
“Nggapapa, sampai bertemu besok di Sekolah. Makasih ya Fik.” Ucap Tian.
Panggilan pun terputus, Fika melihat ke layar handphonenya. Lebih dari satu jam mereka berbincang begitu saja, mulai dari hal yang tidak terlalu penting hingga bahasan yang cukup menjadi perdebatan. Fika meletakkanhandphonenya di samping, ia kembali memandangi langit-langit kamarnya.
*
Fika membuka pintunya, ia berjalan ke arah Rama yang sudah duduk di atas motor. Ia mengambil helm untuk ia kenakan, kemudian ia duduk di belakang.
“Let’s go Ram, aku mau belajar dulu di Kelas.” Ucap Fika.
“Oke, let’s go.” Kata Rama.
Rama mulai mengendarai motonya dengan kecepatan sedang, melewati jalan raya bersama dengan kendaraan-kendaraan lain pada pagi hari ini.
Fika membuka tasnya, ia mengeluarkan tempat makan lalu membuka tutupnya. Ia mengambil sepotong Roti lapis dari dalam, kemudian mengulurkan tangannya ke arah Rama. Rama yang sedang mengendarai hanya bisa membuka mulutnya lalu memakan Roti lapis itu secara perlahan, secara bergantian Fika pun juga mulai memakan Roti lapis yang sama.
“Isinya beda ya Fik.” Ucap Rama.
“Iya, aku kehabisan selai stroberi. Jadinya aku bikin kacang aja.” Jawabnya.
“Tetep enak kok.” Ucap Rama.
Fika tersenyum dari belakang. Beberapa saat berlalu, mereka tiba di Sekolah. Waktu berjalan begitu saja, saat ini mereka sedang mengerjakan ulangan. Fika sedang menatap ke arah soal ujian dengan seriusnya, ia sempat melirik ke arah Rama yang sudah santai sambil memainkan pensilnya.
“Kamu udah selesai Ram?” Tanyanya pelan.
“Udah dong, kamu belum emang?” Tanya Rama balik.
“Belum, nomor...”
“Rama...”
Guru memanggil Rama karena sedang beradu tatap dengan Fika di belakang.
“...kamu kalau sudah selesai dikumpulkan saja, kamu bisa istirahat duluan.” Jelas Guru.
Untuk menyelamatkan keadaan, Rama pun bangun dari duduknya lalu mengumpulkan lembar jawabannya di meja Guru. Setelah itu ia berjalan ke luar kelas sambil menatap ke arah Fika. Ia hanya bisa mengangguk karena tidak tahu nomor berapa yang ingin Fika tanyakan.
Fika kembali mengerjakan soal-soal yang belum bisa ia jawab dengan sekuat tenaga, hingga akhirnya ia menyerah pada beberapa nomor tersisa. Dengan perlahan ia membuka tas milik Rama untuk mengambil dadu, kemudian ia memainkan dadu itu seorang diri untuk mendapatkan jawabannya.
Akhirnya semua nomor telah ia jawab berkat bantuan dadu, ia kembali memasukkan dadu ke dalam tas Rama. Drrt! Fika sempat melihat ke arah handphonenya yang ada di laci meja, ada sebuah pesan masuk dari Tian.
“Gue tunggu di lapangan ya pas istirahat.”
Fika tidak membalas pesan tersebut, ia langsung memasukkan handphonenya ke dalam saku. Ia kembali melihat ke arah lembar jawabannya sekali lagi untuk memastikan tidak ada jawaban yang kosong.
“Baik, waktu sudah habis. Kalian bisa kumpulkan lembar jawaban di depan.” Ucap Guru.
Fika bersama dengan yang lain maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawaban ulangan mereka. Bel istirahat belum berbunyi, namun mereka sudah diperbolehkan untuk istirahat lebih dulu.
Fika pun berjalan ke luar kelas, kemudian ia melihat ke sekeliling Sekolah untuk mencari di mana Rama berada. Sayangnya ia tidak dapat menemukan Rama.
“Ke mana ya dia?” Tanyanya seorang diri.
Fika memutuskan untuk duduk di bangku Taman seorang diri. Ia menyandarkan badannya sambil menatap ke arah Lapangan yang masih kosong. Sinar Matahari masih tetap menembus celah dari dedaunan yang ada di atasnya. Fika memejamkan matanya, angin berhembus begitu saja.
“Ram, ampun Ram. Aku minta maaf.” Ucap Fika.
“Enak aja, dari tadi aku udah dipukulin sekarang waktunya kamu.” Ucap Rama.
Rama masih mengelitiki Fika hingga ia tidak bisa berhenti untuk tertawa, namun akhirnya Rama menghentikannya dan ikut tertawa bersama Fika.
“Udah Ram, aku capek ketawa mulu.” Ucap Fika.
“Oke kalau begitu, kita damai.” Jawab Rama setuju.
Rama bersandar pada tempat tidur Fika. Tak lama kemudian Fika pun juga ikut duduk di samping Rama, namun ia menyandarkan kepalanya pada bahu Rama. Mereka berdua masih mengatur nafas mereka yang sedikit terengah-engah.
“Ram...”
Rama membiarkan Fika untuk menyelesaikan perkataannya.
“...kamu ngga akan berubah kan?” Tanya Fika.
“Pertanyaan yang sangat acak, aku juga bingung mau jawab apa Fik kalau kamu tiba-tiba nanya kayak gitu.” Jawab Rama.
“Janji sama aku...”
Fika mengulurkan jari kelingking tangan kanannya.
“...kalau kamu ngga akan berubah? Kamu akan tetap jadi Rama yang aku kenal dari dulu.” Kata Fika.
Dengan cepat Rama mengaitkan jari kelingking tangannya kepada jari kelingking tangan Fika. Mereka tidak langsung melepaskan kaitan jari kelingking tersebut.
“Sebenernya aku ngga terlalu paham arah kamu mau ke mana, tapi aku bisa janji kalau aku akan tetap sama...”
Fika menatap ke arah Rama.
"..berubah itu pasti sih, kita manusia pasti akan ngalamin yang namanya perubahan. Mau bagaimanapun perubahannya, aku akan tetap jadi Rama yang kamu kenal.” Jelas Rama.
Fika tersenyum lalu kembali bersandar pada pundak Rama.
“Fika...”
Fika membuka matanya, sudah ada Tian yang berlutut di hadapannya. Fika masih terdiam sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
“Lo ngapain di situ?” Tanya Fika heran.
Tak lama berselang, terbentanglah kain panjang di belakang Tian. Bukan sekedar kain biasa, melainkan kain yang sudah berisi tulisan yang sangat besar hingga mampu dibaca dengan sangat jelas.
“I LOVE YOU, FIKA.”
Teman-teman Tian membantunya untuk membentangkan kain tersebut, wajah Fika nampak memerah setelah melihat tulisan itu ditambah Tian yang masih berlutut di hadapannya.
“Fika, gue udah yakin sama pilihan gue. Gue memutuskan untuk menyatakan perasaan gue ke lo setelah beberapa hari ke belakang kita saling kenal...”
Fika tediam menatap Tian.
“...dan sekarang adalah waktu yang tepat. Fika, lo mau jadi pacar gue?” Ucap Tian.
Angin kembali berhembus entah datang dari mana, sinar Matahari masih nampak di wajahnya. Di hadapannya sudah ada seseorang yang berani untuk mengungkapkan perasaan kepadanya, hingga membuat Fika menghela nafasnya.
*
Rama ke luar dari Kelas setelah menyelesaikan ulangannya terlebih dahulu.
“Ram...”
Ia menoleh ke arah Dara yang juga baru ke luar dari ruang UKS, Rama pun menghampirinya.
“Kok udah ke luar?” Tanya Dara.
“Udah selesai duluan Kak, jadi di suruh ke luar sama Guru.” Jawabnya.
“Mau makan bareng?” Tanya Dara.
Rama dan Dara masuk ke dalam ruang UKS. Seperti biasa, Dara mengeluarkan tempat makan dari dalam tasnya lalu meletakannya di antara mereka. Kegiatan makan pun di mulai dengan tenang.
Dari luar terdengar suara ramai yang entah berasal dari mana hingga membuat Rama dan Dara menghentikan kegiatan makannya dan menatap ke arah luar.
“Ada apaan ya Ram?” Tanya Dara.
“Kita liat aja Kak.” Ajak Rama.
Rama dan Dara bangun dari duduknya, secara bersamaan mereka melangkah menuju pintu untuk melihat apa yang terjadi di luar. Mereka mendapati Fika yang sedang duduk di bangku Taman, dan seseorang yang sedang berlutut di hadapannya. Ada pula beberapa orang yang sedang membentangkan kain dengan tulisan yang sangat besar.
“Itu Fika kan?” Tanya Dara.
“TERIMA... TERIMA... TERIMA...”
Riuh orang-orang yang ada di sekitar mereka, Dara menyadari akan hal tersebut. Dengan santai ia menatap ke arah Rama yang sedang tersenyum.
“Akhirnya dia punya pacar lagi setelah sekian lama. Ucap Rama.
Dara mengangguk pelan, “Mau lanjut makan lagi?”
Rama menyetujuinya. Mereka pun kembali menuju meja untuk melanjutkan makan siang, meninggalkan riuh penonton yang terdengar sangat puas atas apa yang terjadi di sana.
![i4munited](https://s.kaskus.id/user/avatar/2014/04/04/avatar6638442_7.gif)
i4munited memberi reputasi
1
Kutip
Balas