- Beranda
- Sejarah & Xenology
Mengenal Agama asli Nusantara
...
TS
LordFaries4.0
Mengenal Agama asli Nusantara
Agama asli Nusantara atau kepercayaan adat adalah agama-agama suku (agama bersahaja atau etnis) pribumi yang telah ada sebelum agama-agama asing masuk ke Nusantara.
Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.
Agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).
Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.

Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll. Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) adalah wadah tunggal sebagai payung bagi kumpulan-kumpulan kepercayaan.
Berikut ialah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:
1. Adat Musi (suku Talaud, Sulawesi Utara)

Tempat suci penghayat ADAT Musi.
2. Adat Papua (suku Asmat dll, Papua)

Tengkorak nenek moyang Asmat
Kerohanian asli pada umumnya juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru yang didirikan di Nusantara.
Agama/kepercayaan nenek moyang suku bangsa Austronesia serta bangsa Papua yang telah ada di Nusantara sebelum masuk agama-agama asing dari subbenua India (Hindu dan Buddha), Arab (Islam), Portugis (Kristen Katolik), Belanda (Kristen Protestan), dan Tiongkok (Konghucu).
Sebelum Nusantara didiami bangsa berkulit cokelat (Austronesia), bangsa proto Melanesia (berkulit hitam) menganut kepercayaan monoteistik yang sekarang dikenal dengan nama kapitayan. Seiring dengan datangnya orang-orang Austronesia, kepercayaan itu turut dianut oleh mereka.

Kepercayaan masyarakat purba telah mempunyai mitologi kaya serta wiracarita, memuliakan dewa-dewi, roh leluhur dan roh kekuatan alam yang menghuni air, gunung, hutan. Hakikat tak terlihat yang memiliki kekuatan supernatural ini disebut oleh orang Jawa, Sunda, Melayu, Bali sebagai Hyang dan oleh suku-suku Dayak sebagai Sangiang.
Beberapa dari agama asli masih hidup baik yang murni maupun telah gabungan (sinkretis) dengan agama asing, umpamanya agama Hindu Bali, Kejawen serta Masade (Islam Tua). Akan tetapi kepercayaan asli yang telah hilang bisa hidup sebagai agama rakyat di antara umat Islam atau Kristen di dalam praktik adat di luar agama resmi, misalnya syamanisme Melayu dan kepercayaan kaum Abangan Jawa.
Keagamaan asli juga meliputi sejumlah aliran/organisasi kepercayaan baru (gerakan spiritual) yang didirikan di Nusantara pada abad ke-19–21-an dan terkait dengan agama-agama asli, yakni Saminisme, Subud, Sumarah, dll. Namun, gagasan universal aliran kepercayaan di Indonesia sebagai sumber dari Tuhan YME dan hubungan pribadi dengan Dia tidak menyiratkan mengikuti wajib kepada adat agamawi etnis.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama asli Nusantara yang diakui di Indonesia selaku agama, hanya sebagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tertanggal 7 November 2017 dengan No. 97/PUU-XIV/2016, para penghayat kepercayaan dapat mencantumkan nama “penghayat kepercayaan” dalam dokumen kependudukan mereka dan memiliki hak yang sama-sama seperti para penganut enam agama.
Untuk melegalkan status mereka, beberapa agama asli (Aluk Todolo, Kaharingan, Pemena, dan Tolotang) pada tahun 1970-an dan 80-an berada di bawah naungan agama resmi Hindu sebagai aliran-alirannya.
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) adalah wadah tunggal sebagai payung bagi kumpulan-kumpulan kepercayaan.
Berikut ialah daftar agama kuno asli Nusantara yang masih hidup:
1. Adat Musi (suku Talaud, Sulawesi Utara)

Tempat suci penghayat ADAT Musi.
Spoiler for Isi:
2. Adat Papua (suku Asmat dll, Papua)
Tengkorak nenek moyang Asmat
Spoiler for Isi:
Diubah oleh LordFaries4.0 23-11-2021 11:17
hippopotamus93 dan 52 lainnya memberi reputasi
53
15.9K
171
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.5KAnggota
Tampilkan semua post
manakmanikmanuk
#34
Ikut nimbrung Gan
Kebetulan ane dinas di Talaud sekarang sejak awal pandemi 2020. Kepercayaan nomor 1 yang Agan TS sampaikan, nyatanya ga pernah ane lihat di sini, baik secara upacara spiritual, filosofi, maupun implementasinya di masyarakat setempat. Yang ada cuma simbol2 atau jabatan2 ketua adat yang sama sekali ga punya power karena kalo mau dilihat sebagai masyarahat hukum adat, kriterianya ga masuk sama sekali. Mungkin dulu ada, tapi jejak2 peninggalannya ga ane temuin sama sekali. Kalopun bener ada, entah ajaran luhur itu hilang ke mana karena masyarakat sini kenyataannya lebih suka iri hati kalo tetanggnya ketimpa rejeki lebih, jadi besar kepala kalo dapat jabatan (jadi honorer aja sombongnya minta ampun), kalo ada masalah juga ga bisa selesai secara kekeluargaan (cara komunikasi dan dialektika masyarakat sini kurang banget dalam menghadapi masalah). Contoh: dihina dikit lapor polisi, padahal saling ejek dan hina adalah sesuatu yang biasa kalo di tempat kita (anjing, babi, monyet, tai, dll dll hahaha) selama itu ga main fisik. Masyarakat sini juga lebih liberal tapi ga paham ma konsekuensinya. Contoh: anak SD-SMP udah ngerti ngentiau, begitu hamil, ortunya cuma bisa pasrah padahal dari awal yang ngebolehin pacaran dan sampe nginep di rumah pacarnya ya ortunya sendiri.
Oya, mayoritas adalah pemeluk agama kristen protestan, gereja udah kaya indomaret di mana2 ada. No offense, salam dari binjai
Kebetulan ane dinas di Talaud sekarang sejak awal pandemi 2020. Kepercayaan nomor 1 yang Agan TS sampaikan, nyatanya ga pernah ane lihat di sini, baik secara upacara spiritual, filosofi, maupun implementasinya di masyarakat setempat. Yang ada cuma simbol2 atau jabatan2 ketua adat yang sama sekali ga punya power karena kalo mau dilihat sebagai masyarahat hukum adat, kriterianya ga masuk sama sekali. Mungkin dulu ada, tapi jejak2 peninggalannya ga ane temuin sama sekali. Kalopun bener ada, entah ajaran luhur itu hilang ke mana karena masyarakat sini kenyataannya lebih suka iri hati kalo tetanggnya ketimpa rejeki lebih, jadi besar kepala kalo dapat jabatan (jadi honorer aja sombongnya minta ampun), kalo ada masalah juga ga bisa selesai secara kekeluargaan (cara komunikasi dan dialektika masyarakat sini kurang banget dalam menghadapi masalah). Contoh: dihina dikit lapor polisi, padahal saling ejek dan hina adalah sesuatu yang biasa kalo di tempat kita (anjing, babi, monyet, tai, dll dll hahaha) selama itu ga main fisik. Masyarakat sini juga lebih liberal tapi ga paham ma konsekuensinya. Contoh: anak SD-SMP udah ngerti ngentiau, begitu hamil, ortunya cuma bisa pasrah padahal dari awal yang ngebolehin pacaran dan sampe nginep di rumah pacarnya ya ortunya sendiri.
Oya, mayoritas adalah pemeluk agama kristen protestan, gereja udah kaya indomaret di mana2 ada. No offense, salam dari binjai
ronny398 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup
