- Beranda
- Stories from the Heart
Sekamar Kos Dengan "Dia" 2 ( Pengalaman Tempat Kerja)
...
TS
afryan015
Sekamar Kos Dengan "Dia" 2 ( Pengalaman Tempat Kerja)

Hallooooo agan agan sekalian, masih ingat kan dengan ku Ryan si penakut hehe.......ini adalah cerita ku selanjutnya masih dalam lanjutan cerita yang kemarin hanya saja tempatnya kini sedikit berbeda dari sebelumnya.
Mungkin bisa agan agan yang belun baca thread ane silahkan dibaca dulu thread ane sebelumnya
Quote:
Bagi yang belum kenal dengan ku, kenalin Namaku Ryan dan untuk mengenal ku lebih detail silahkan baca trit ku yang sebelumnya, dan bagi yang sudah mengenalku silahkan saja langsung baca dan selamat menikmati

Oh iya jangan lupa
Quote:
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diubah oleh afryan015 06-12-2022 11:14
mangawal871948 dan 206 lainnya memberi reputasi
195
231.1K
2.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
afryan015
#602
Selamat Jalan Bapak
Pikiranku sangat tidak karuan, saat sampai di depan rumah ternyata rumahku sudah ramai dengan orang orang, dan aku pun masuk kerumah ternyata, didalam rumah sudah ada berkumpul banyak sekali orang mengerubung disekeliling bapak yang sudah tergeletak lemas diatas sofa dengan kondisi seluruh tubuh sudah ditutup dengan kain jarit.
Aku berlari menerobos kearah bapak, tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, “tidak, ini tidak mungkin terjadi, bapak pasti hanya sedang pergi sebentar” dalam hati ku menolak jika bapak benar benar sudah meninggal, dengan tangis yang tidak bisa dibendung lagi dengan kasar aku terus menerobos ke arah bapak, beberapa tetangga yang berada disana mencoba menghadangku dengan niat untuk menenangkan diriku yang syok dengan apa yang terjadi pada bapak.
“yan, yan bapak mu yan, pastiin yan, ibu yakin dia masih ada yan, pastiin, ibu mohon yan” suara ibu dengan tangisnya memintaku memastikan kondisi bapak.
Aku yang masih mencoba mendekat kearah bapak, kemudian melihat ibu yang sedang terduduk lemas di dekat jenazah bapak dan sedang ditenangkan oleh Via, yang kulihat dia juga menangis melihat bapak
“sabar yan, istighfar sabar, nyebut yan, pelan pelan” salah satu tetanggaku mencoba menenangkan ku sambil menuntunku untuk mendekat kearah jenazah bapak.
Aku pun perlahan mendekati jenazah bapak yang berada diatas sofa, ku buka perlahan kain jarit yang menutupi kepala hingga seluruh tubuh bapak, dengan tangis yang sejadi jadinya saat ku buka kain jarit di kepala bapak, reflek aku langsung memeluk tubuh bapak seketika.
Saat ku peluk tubuh bapak, kurasakan hangat tubuhnya, hati kecilku mengatakan bapak masih ada, menyadari hal itu, lalu ku perhatikan dengan seksama, wajah bapak sama sekali tidak pucat, sama sekali tidak seperti orang yang sudah meninggal, wajahnya cerah, seolah terlihat dia hanya sedang tertidur dengan senyum yang diperlihatkannya, dan karena melihat kondisi bapak masih seperti itu, aku sempat memberontak dan mengatakan bapak masih hidup.
“bapak masih ada, bapak belum meninggal, tubuhnya masih hangat, dan lihat wajahnya juga tidak pucat sama sekali, bapak masih ada, mungkin hanya butuh bantuan medis karena penyakitnya” bantahku pada semua tetanggaku yang berada disana.
Aku mendengar suara ibu menangis semakin kencang, tak tega rasanya aku mendengar suara isak tangis ibu, suaranya menjadi bergetar dan memohon untuk jangan ditinggalkan oleh suaminya.
Shinta, seolah datang menembus kerumunan orang dan kulihat berbisik kecil pada Via dengan mengatakan “bawa ibu masuk kamar”, aku tak begitu memperhatikan kedatangan dia, tapi yang jelas dia mengatakan itu pada Via, dan di respon Via langsung membawa ibu masuk kedalam kamar nya.
“pak, tolong di cek lagi, bapak belum pergi pak” aku memohon pada sekiranya siapapun yang bisa cek kondisi bapak.
“sabar yan, bapakmu sudah kami cek tadi dengan cermin di hidungnya, sudah tidak ada hembusan nafas sama sekali” jawab salah satu tetanggaku.
Lalu datanglah salah seorang tetanggaku lagi, datang untuk mengecek kebenaran itu supaya aku dapat menerima kepergian bapak, salah seorang tetanggaku membawa cermin lalu di tempelkan di dekat lubang hidung bapak, jika bapak masih ada, kaca itu akan berembun karena karbon dioksida yang dikeluarkan bapak saat bernafas, namun setelah beberapa detik aku menunggu embun yang harusnya keluar dikaca, sama sekali tidak muncul, dan kembalilah keluar emosiku, tangis meraung raung tak sanggup kutahan, kupeluk erat jenazah bapak yang masih terasa hangat itu.
“pak kenapa bapak pergi secepat ini pak, katanya bapak mau menikmati masa pensiun pak” sambil menangis sejadi jadinya aku protes kepada jenazahnya.
“pak bangun pak, Ryan belum bisa apa apa tanpa bapak, Ryan masih butuh bantuan bapak masih butuh belajar banyak dari bapak, maafin Ryan kalau Ryan banyak buat salah sama bapak, Ryan minta maaf pak, Ryan mohon balik pak” semua penyesalan karena sadar akan dosaku padanya keluar begitu saja.
“pak tolong dipindahin jenazah bapak saya jangan disini pak, posisi ini terlalu tidak nyaman pak, tolong dipindahkan kemeja jenzah itu saja” aku melihat meja jenazah yang barusaja dibawa warga memasuki ruang tamu,
Kemudian aku dan sebagian warga memindahkan jenazah bapak, sungguh jenazah bapak masih terasa hangat, hati kecilku masih mengatakan bapak belum meninggal, tapi bukti sudah jelas, bapak sudah tidak bernafas, tak ada tanda tanda kalau dia benafas walau hanya sedikit, aku hanya bisa pasrah dan hanya bisa melakukan apa yang harus dilakukan, setelah ini tinggal memandikan jenazah bapak, tempat memandikannya sedang dibuat di depan rumahku.
Sambil menunggu tempat pemandian jenazah itu selesai dibuat, aku masuk kekamar ibu, terlihat ibu masih menangis hingga sangat lemas, wajah pucat karena kurang cairan dan syok terlihat jelas diparas ibuku itu, Via pun terlihat tak dapan membendung rasa sedihnya, walau dia baru beberapa bulan disini, tapi kedekatan bapak dan Via sudah seperti anak sendiri.
Ibu yang melihatku masuk kedalam kamarnya, kemudian malah tambah kencang menangisnya, tangannya diangkat mengarah padaku, seraya ingin menghampiriku dan memeluku, namun karena dirinya masih terkena stroke, dan belum bisa bergerak dengan normal seperti semula, terlihat ibu begitu kesusahan untuk bangun dan mendekat padaku, tangisnya semakin menjadi.
Aku kemudian berlari mendekat pada ibu lalu memeluknya, pelukan erat kurasakan, terasa kesedihan yang mendalam pada ibu, suara tangisnya membuatku semakin sedih, tak bisa kutahan sama sekali airmata yang tadinya mulai bisa ku kuasi, namun kini kembali jebol melihat kondisi ibu yang seperti ini.
“bapak mu yan, bapak mu” ibu begitu tertekan, dan terus menyebut bapak sambil manangis keras.
“ibu sabar, bapak sudah pergi” dengan nada lirih aku menjawab
“yan bapak yan, ibu belum siap ditinggal bapak yan, ibu belum mau hidup sendiri” tangisan ibu semakin menjadi jadi.
“nggak bu, ibu masih ada aku sama mas bono, ibu yang sabar, ikhlas bu, kita hanya bisa mendoakan” aku mencoba menenangkan ibu, namun kurasakan pelukannya semakin kuat kurasakan.
Setelah beberapa menit, kurasakan pelukan ibu mulai dilonggarkan olehnya, dan tangisnya pun terdengar mulai melirih dan sepertinya emosi ibu mulai bisa dikuasai olehnya, ibu mengangkat kepalaku dan menatapku, sambil berkata.
“betul apa katamu yan, sudah insyallah ibu perlahan akan mengikhlaskan bapak, sekarang kabari kakakmu dan urus jenazah bapak” suara ibu berkata dengan tangis yang masih coba dia bendung walau tidak bisa sama sekali.
Akupun kemudian bangkit dari posisiku memeluk ibu, aku bergegas menuju kamarku untuk berganti pakaian, dan saat aku berjalan masuk ke kamar, aku baru menyadari kalau ternyata Shinta, dia terlihat tidak seperti biasanya, akupun masuk ke kamarku, Shinta pun masuk kekamarku juga, diikuti oleh nenek Lasmi.
Didalam kamar aku berniat memberi kabar pada kakaku terlebih dulu, ku ambil hp di saku celanaku, dan ku cari nomer hp kakaku, dengan cepat langsung menelfon kakaku bono dan untungnya telfonku langsung diangkat olehnya, sempat bingung untuk memulai obrolan dari mana, namun ternyata kakaku sudah mengetahuinya, entah siapa yang memberi kabar padanya.
“udah yan, aku udah tahu, kamu urus semua segala keperluan bapak dulu, aku baru keluar dari kantor, dan ini lagi perjalanan pulang, urus semuanya dan tunggu masmu ini sampe rumah dulu.” Kata mas Bono dengan nada tenang, walau kutahu disana pasti dia sudah menangis terlebih dahulu.
“iya mas, Ryan urus semuanya, aku minta pemakaman bapak dikuburkan di sambing makam mbak Lia, mas Bono hati hati di jalan, jangan keburu buru” aku memberi kabar pada masbono
Sekedar info, aku sebenarnya tiga bersaudara, namun kakaku yang paling tua, yaitu mbak Lia, sudah pergi terlebih dahulu saat aku masih kecil, dan kata bapak dulu sebenarnya mbak Lia ini lah yang memiliki kemampuan yang aku miliki saat ini, bahkan dia justru lebih pandai dan handal dalam memakai kemampuannya.
Dan setelah bertelefonan, aku baru mengetahui kalau ternyata memang ada yang aneh dari Shinta dan nenek Lasmi, kulihat kondisi mereka berantakan, seolah sedang ribut dengan sesuatu sebelum ini, Shinta seolah ingin mengatakan sesuatu padaku, manun bingung ingin memulainya dari mana, sedangkan nenek Lasmi hanya berdiam sambil menunduk tanda dia menghormati karena kita sedang dalam berduka, saat itu aku sedang berganti baju, dan Shinta bejalan mendekat kearahku dan hendak mengatakan sesuatu, namun, belum sempat dia berkata, seseorang tiba tiba mengetuk pintu kamarku.
“mas Ryan, jenazah sudah siap untuk dimandikan, setidaknya karena mas Ryan adalah anak yang berada disini, alahkah baiknya untuk ikut memandikan bapak mas” salah seorang tetanggaku mengetuk dan berbicara dari luar kamar
“iya sebentar, saya sedang ganti pakaian dulu, ini sudah selesai kok, saya keluar” akupun segera keluar dan segera mengurus jenazah bapak.
Belum sempat Shinta berkata tapi saat itu aku tidak perduli dengan yang lain, yang penting urusan bapak dulu selesai, kewajibanku saat ini yag paling penting adalah mengurus jenazah bapak terlebih dahulu.
Jenazah bapak sudah diangkat oleh para tentangga ke depan dimana tempan memandikan jenazah berada, aku mendekat kearah jenazah bapak, tempat dimana kami akan memandikan bapak tertutupi oleh kelambu berwarna hijau, aku lihat jenazah bapak sudah terbaring diatas pemandian jenazah namun masih menggunakan pakaian lengkap yang dipakainya tadi pagi.
Orang yang akan membantuku memandikan jenazah bapak memintaku untuk merobek pakaiannya dengan menggunakan gunting, aku memegang gunting yang akan ku gunakan untuk melepas pakaian bapak, rasa tak tega kembalikurasakan, hati yang belum begitu ikhlas dengan apa yang sudah ditakdirkan membuatku kembali meneteskan airmata yang tadi sempat ku bendung namun kini kembali harus jebol karena tak kuasa menahan hati yang belum ikhlas ditinggal olehnya secepat ini.
Karena tidak mau menangis di depan jenazah bapak, aku kembali berlari kedalam kamar untuk secepat mungkin mengatur emosiku, dan menyadarkan ku kalau bapak benar benar sudah pergi dan aku harus ikhlas menghadapi kenyataan ini.
Istighfar terus kulakukan selama beberapa saat, hingga akhirnya aku bisa kembali mengatur emosiku, aku kembali keluar dan bersiap memandikan jenazah bapak, tetangga yang membantuku memandikan jenazah bapak sudah melepaskan semua pakaian yang melepat pada tubuh bapak, dan digantikan dengan menutup aurat bapak dengan menggunakan daun pisang yang cukup lebar.
Ku pegang gayung dan mulai memandikan jenazah bapak, kubersihkan bagian demi bagian disetiap tubuh bapak, rasa hangat masih kurasakan disekujur tubuh bapak, kembali kati kecil masih belum percaya kalau dia sudah benar benar pergi untuk selamanya, “tidak aku harus kuat, inilah yang sedang terjadi, bapak sudah waktunya pergi, dan harus digantikan oleh penerusnya” ucapku dalam hati meyakinkan hati kecilku.
Singkat cerita selesai sudah kita memandikan jenazah bapak, lalu proses selanjutnya adalah mengeringkan tubuh bapak dan menutupinya untuk lalu kemudian dipindahkan kedalam untuk kita kafani jenazahnya.
Sesampainya didalam rumah, meja jenazah yang tadi digunakan untuk meletakan jenazah bapak, sudah siap kain kafan diatasnya, aku dan tetanggaku yang memabantu memandikan dan mengangkat jenazah kemudian meletakan jenazah bapak diatas kain kafan itu, lembar demi lembar kain kafan mulai diselimutkan dan menutupi tubuh bapak, raut mukanya sama sekali tidak menunjukan kalau dia benar benar telah pergi, wajah segar dan bercahayanya masih sangat jelas terpancar, bibirnya tersenyum seolah sedang bermimpi indah.
Aku kemudian meminta ijin kepada orang yang membantuku mengkafani jenazah bapak, supaya ibu dapat melihat wajah bapak untuk terakhirkalinya sebelum kita tutup seluruh tubuhnya dengan kain kafan.
Aku pun beranjak kekamar dimana ibu berada, kulihat tangisnya sudah mulai reda, dan kulihat dirinya sudah mulai tenang.
“bu, bapak sudah mau ditutup kain kafannya, ibu mau melihat bapak dulu untuk terakhir kalinya” tanyaku perlahan kepada ibu,
Ibu yang mendengar aku berkata demikian, langsung menoleh kearahku dan mengarahkan tangannya kepadaku tanda dia minta diantar olehku untuk menemui bapak terakhirkalinya, aku tuntun ibuku perlahan sambil kukatakan ibu untuk sabar dan jangan nangis, biar bapak bisa pergi dengan tenang.
Sampailah didepan jenasah bapak yang sudah terbungkus kain kafan mulai dari kakinya hingga badan, dan hanya menyisakan bagian kepala yang masih terbuka dan masih dapat dilihat jelas.
Ibu mendekat, namun diperingatkan untuk tidak memegang kulit jenazah bapak, ibu merunduk didekat kepala bapak dan terdengar kata “selamat jalan sayang, senang bisa berbagi kisah dengan orang sepertimu, tidak perlu khawatir dengan ku dan anak anak, istirahatlah” ucap ibu terdengar sangat lirih dan bergetar, dan terlihat air mata mulai menetes sedikit deras, tetangga ku pun kemudian mengajak ibu untuk kembali kekamarnya.
Setelah ibu mengutarakan kata perpisahannya pada bapak, aku dibantu tetanggaku kemudian kembali melanjutkan proses pengkafanan, kuambil kapas untuk menutupi seluruh lubang di anggota tubuh bapak yang berada di kepala, seperti telinga hidung dan mata, sebelum akhirnya wajahnya akan ditutup dengan kapas juga.
Dan saat akan menutup kepala bapak dengan kapas, seseorang dibelakang kami yang sedang mengkafani berkata.
“bapak Ryan mau dimakamkan jam berapa pak, liang kubur sudah siap” salah satu tetanggaku berkata demikian
“sudah siap? Cepat sekali, benar benar sudah selesai dan siap” tanya tetangga ku yang lain
“iya pak sudah siap, proses pembuatannya terasa begitu mudah tidak ada halangan sama sekali, batu, kayu atau akar sama sekali tidak ada pak padahal letaknya tepat disebelah pohon besar, bahkan yang menggali pun hanya dua orang dan itu pun tidak bergantian, dan mungkin hanya beberapa menit saja buat liang kuburnya” jelas tetanggku memberi info.
“baik akan saya tanyakan sama Ryan, mau dimakamkan jam berapa dan apakah mau menunggu kakaknya atau tidak”
Belum selesai aku menutup semua bagian kepala bapak dengan kapas, orang itu bertanya padaku dan aku menjawab kalau pemakan paling dilaksanakan setelah mas Bono datang, baru selesai aku mengatakan hal itu pada tetanggaku, tiba tiba kakaku masuk kedalam rumah dan langsung melihat jenazah bapak, tak ada air mata, manum kurasa dia sudah selesai menangis dan mencoba untuk kuat didepan adiknya, karena matanya sudah terlihat sembab.
Aku sebenarnya kaget, kenapa bisa kakaku datang secepat itu, padahal jarak dari rumah hingga Jogja adalah dua jam perjalanan, kalaupun ngebut memerlukan waktu satu setengah jam, namun yang terjadi adalah kakaku sampai dirumah dengan waktu tempuh setengah jam. Entah apa yang terjadi, tapi yang kurasa, meninggalnya bapak ini terlihat dimudahkan untuk semuanya
Belum lagi setelah aku dan kakaku Bono selesai mengafani bapak, jenaza langsung kita bawa ke mushola untuk disholati, saat kita membawa jenazah bapak dengan keranda masuk kedalam mushola, jenazah bapak sama sekali tidak terasa berat bahkan seolah kita hanya mengangkat keranda kosong, dua orang dibelakangku terdengar mengatakan keheranannya karena keranda yang di angkat begitu ringan.
Saat perjalanan menuju mushola, yang membuatku terkejut adalah, orang yang melayat ternyata begitu banyak, halaman rumah penuh sesak, mobil mobil mewah terlihat parkir dipinggir jalan, para pelayat membeludak hingga sepanjang jalan kampung, dan sesampainya mushola saat dilakukan sholat jenazah, mushola langsung penuh sesak seolah semua orang ingin langsung bersama sama menyolati jenazah bapak, bahkan sampai ada inisiatif dari tetangga menggelar karpet di luar mushola, suasananya malah seperti sholat jumat, dimana jemaah yang ikut mensholati sangat banyak.
Singkat cerita sholat jenazah pun selesai dilaksanakan, kyai langsung memulai upacara pemberangkatan jenazah, aku dan kakaku tetap stay mengangkat keranda bapak dibantu dengan dua orang lainya, yang jelas teman dan para tetangga bapak, semua bersaksi kalau bapak adalah orang yang baik, dan kalau dilihat lihat para peziarah bisa dibilang mungkin hampir lebih dari ratusan orang.
Setelah doa yang dibacakan oleh kiyai, jenazahpun mulai diberangkatkan, disaat perjalanan menuju pemakaman kita bergantian mengangkat keranda bapak, beberapa teman dan tetangga bapak ikut bergantian mengangkat jenazahnya, dan kembali hal menakjubkan terjadi, langkah kami terasa begitu ringan dan terasa cepat, hingga sampailah di lokasi pemakaman dengan cepat juga.
Aku bergegas turun keliang lahat bersama kakaku dan satu orang tetangga ku, jenazah bapak kemudian perlahan dituruan dan kita bertigapun menangkapnya, aroma wangi dari tubuh jenazah tercium begitu segar, ini bukan aroma minyak wangi yang tadi diberikan saat sedang dikafani, aroma wangi itu membuat para peziarah yang ikut memakamkan terkejut karena mencium aroma wangi tersebut, ditambah lagi peziarah yang ikut kepemakaman ternyata sangatlah banyak, hal itu baru kusadari saat selesai pemakaman, ternyata seluruh area pemakaman hampir dipenuhi oleh para pelayat entah itu teman, sahabat, rekan kantor, orang dekat bapak yang jelas sangat lah banyak.
Singkat cerita pemakan selesai, para peziarah dan tetangga satu persatu meninggalkan area pemakaman begitujuga dengan aku dan kakaku, disaat kita sedang dalam perjalanan pulang kita mendengar, orang orang berbincang lirih membicarakan tentang pemakaman bapak, semua mengatakan pemakaman orang tua Ryan terlihat seperti dilancarkan, dari penggalian kubur, perjalanan menuju kubur, dan hal hal menakjubkan lain yang juga dirasakan dari setiap mereka yang membantu.
Dilain sedih karena harus merelakan bapak untuk pergi, dilain lagi senang karena pandangan orang terhadap bapak tidak lah buruk, apalagi dibuktikan dengan prosesi pemakamannya yang terlihat begitu dilancarkan.
Dan seperti itulah akhir dari perjalanan bapak ku, selama dalam suasana duka, kita menggelar acara yasinan mengirim doa untuk bapak, hal menakjubkan masih terus terjadi selama empat puluh hari meninggalnya bapak, tamu silih berganti setiap hari selalu ada yang datang melayat, dan kebanyakan dari mereka adalah orang yang tidak kami kenal baik kakak ku ataupun ibu, sepertinya mereka orang yang tidak kami kenal itu adalah masalalu bapak, mereka pasti pernah ada hubungan dengan bapak, dan itu terus terjadi bahkan lebih dari empatpuluh hari kematiannya, rumah kami tidak sepi oleh pelayat.
Dan disetiap malam selama empat puluh hari itu juga aku bermimpi tentangnya, dia masih berada disekitar kita, dia selalu datang dalam tidurku memberi beberapa isyarat isyarat yang harus dilakukan, ya, dia tidak seperti enenk ku yang selalu mengajak ngobrol jika bertemu dalam mimpi, bapak hanya memberi isyarat, entah menanyakan keadaan ibu, keadaanku, atau hanya sekedar berkunjung, tapi setiap kedatangannya itu adalah setiap hari dan kondisinya dalam keadaan senang dan selalu tersenyum menatapku di mimpi
Quote:
*info saja,
- bapak meninggal pada pukul 09.30
- aku memberi kabar kakaku pukul 09.40
- dimandikan pukul 10.05
- para pemggali kubur berangkat pukul 10.00 dan langsung mulai menggali
- selesai memandikan jenazah 10.15
- selesai mengkafani pukul 10.25 dan bertepatan mendapat kabar kuburan sudah selesai diperiapkan
- kakaku datang tepat pukul 10.30 dan berarti hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam
- menyolatkan jenzah pukul 10.31 – 10.40
- jenazah diberangkatkan pukul 10.55 dan sampai di 11.05 jarak dari mushola hingga pemakaman 2 Km
- prosesi pemakaman mulai pukul 11.10 dan selesai pukul 11.20
- total jam adalah sekitar 2jam an
Mungkin seperti itulah urutan prosesi pemakaman bapak, entah menurut kalian itu cepat atau standar, tapi bagiku itu sangat cepat, dan terasa semua dimudahkan tanpa ada hambatan sama sekali, semua dilancarkan dan tidak ada kata miring dari para pelayat
Aku berlari menerobos kearah bapak, tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, “tidak, ini tidak mungkin terjadi, bapak pasti hanya sedang pergi sebentar” dalam hati ku menolak jika bapak benar benar sudah meninggal, dengan tangis yang tidak bisa dibendung lagi dengan kasar aku terus menerobos ke arah bapak, beberapa tetangga yang berada disana mencoba menghadangku dengan niat untuk menenangkan diriku yang syok dengan apa yang terjadi pada bapak.
“yan, yan bapak mu yan, pastiin yan, ibu yakin dia masih ada yan, pastiin, ibu mohon yan” suara ibu dengan tangisnya memintaku memastikan kondisi bapak.
Aku yang masih mencoba mendekat kearah bapak, kemudian melihat ibu yang sedang terduduk lemas di dekat jenazah bapak dan sedang ditenangkan oleh Via, yang kulihat dia juga menangis melihat bapak
“sabar yan, istighfar sabar, nyebut yan, pelan pelan” salah satu tetanggaku mencoba menenangkan ku sambil menuntunku untuk mendekat kearah jenazah bapak.
Aku pun perlahan mendekati jenazah bapak yang berada diatas sofa, ku buka perlahan kain jarit yang menutupi kepala hingga seluruh tubuh bapak, dengan tangis yang sejadi jadinya saat ku buka kain jarit di kepala bapak, reflek aku langsung memeluk tubuh bapak seketika.
Saat ku peluk tubuh bapak, kurasakan hangat tubuhnya, hati kecilku mengatakan bapak masih ada, menyadari hal itu, lalu ku perhatikan dengan seksama, wajah bapak sama sekali tidak pucat, sama sekali tidak seperti orang yang sudah meninggal, wajahnya cerah, seolah terlihat dia hanya sedang tertidur dengan senyum yang diperlihatkannya, dan karena melihat kondisi bapak masih seperti itu, aku sempat memberontak dan mengatakan bapak masih hidup.
“bapak masih ada, bapak belum meninggal, tubuhnya masih hangat, dan lihat wajahnya juga tidak pucat sama sekali, bapak masih ada, mungkin hanya butuh bantuan medis karena penyakitnya” bantahku pada semua tetanggaku yang berada disana.
Aku mendengar suara ibu menangis semakin kencang, tak tega rasanya aku mendengar suara isak tangis ibu, suaranya menjadi bergetar dan memohon untuk jangan ditinggalkan oleh suaminya.
Shinta, seolah datang menembus kerumunan orang dan kulihat berbisik kecil pada Via dengan mengatakan “bawa ibu masuk kamar”, aku tak begitu memperhatikan kedatangan dia, tapi yang jelas dia mengatakan itu pada Via, dan di respon Via langsung membawa ibu masuk kedalam kamar nya.
“pak, tolong di cek lagi, bapak belum pergi pak” aku memohon pada sekiranya siapapun yang bisa cek kondisi bapak.
“sabar yan, bapakmu sudah kami cek tadi dengan cermin di hidungnya, sudah tidak ada hembusan nafas sama sekali” jawab salah satu tetanggaku.
Lalu datanglah salah seorang tetanggaku lagi, datang untuk mengecek kebenaran itu supaya aku dapat menerima kepergian bapak, salah seorang tetanggaku membawa cermin lalu di tempelkan di dekat lubang hidung bapak, jika bapak masih ada, kaca itu akan berembun karena karbon dioksida yang dikeluarkan bapak saat bernafas, namun setelah beberapa detik aku menunggu embun yang harusnya keluar dikaca, sama sekali tidak muncul, dan kembalilah keluar emosiku, tangis meraung raung tak sanggup kutahan, kupeluk erat jenazah bapak yang masih terasa hangat itu.
“pak kenapa bapak pergi secepat ini pak, katanya bapak mau menikmati masa pensiun pak” sambil menangis sejadi jadinya aku protes kepada jenazahnya.
“pak bangun pak, Ryan belum bisa apa apa tanpa bapak, Ryan masih butuh bantuan bapak masih butuh belajar banyak dari bapak, maafin Ryan kalau Ryan banyak buat salah sama bapak, Ryan minta maaf pak, Ryan mohon balik pak” semua penyesalan karena sadar akan dosaku padanya keluar begitu saja.
“pak tolong dipindahin jenazah bapak saya jangan disini pak, posisi ini terlalu tidak nyaman pak, tolong dipindahkan kemeja jenzah itu saja” aku melihat meja jenazah yang barusaja dibawa warga memasuki ruang tamu,
Kemudian aku dan sebagian warga memindahkan jenazah bapak, sungguh jenazah bapak masih terasa hangat, hati kecilku masih mengatakan bapak belum meninggal, tapi bukti sudah jelas, bapak sudah tidak bernafas, tak ada tanda tanda kalau dia benafas walau hanya sedikit, aku hanya bisa pasrah dan hanya bisa melakukan apa yang harus dilakukan, setelah ini tinggal memandikan jenazah bapak, tempat memandikannya sedang dibuat di depan rumahku.
Sambil menunggu tempat pemandian jenazah itu selesai dibuat, aku masuk kekamar ibu, terlihat ibu masih menangis hingga sangat lemas, wajah pucat karena kurang cairan dan syok terlihat jelas diparas ibuku itu, Via pun terlihat tak dapan membendung rasa sedihnya, walau dia baru beberapa bulan disini, tapi kedekatan bapak dan Via sudah seperti anak sendiri.
Ibu yang melihatku masuk kedalam kamarnya, kemudian malah tambah kencang menangisnya, tangannya diangkat mengarah padaku, seraya ingin menghampiriku dan memeluku, namun karena dirinya masih terkena stroke, dan belum bisa bergerak dengan normal seperti semula, terlihat ibu begitu kesusahan untuk bangun dan mendekat padaku, tangisnya semakin menjadi.
Aku kemudian berlari mendekat pada ibu lalu memeluknya, pelukan erat kurasakan, terasa kesedihan yang mendalam pada ibu, suara tangisnya membuatku semakin sedih, tak bisa kutahan sama sekali airmata yang tadinya mulai bisa ku kuasi, namun kini kembali jebol melihat kondisi ibu yang seperti ini.
“bapak mu yan, bapak mu” ibu begitu tertekan, dan terus menyebut bapak sambil manangis keras.
“ibu sabar, bapak sudah pergi” dengan nada lirih aku menjawab
“yan bapak yan, ibu belum siap ditinggal bapak yan, ibu belum mau hidup sendiri” tangisan ibu semakin menjadi jadi.
“nggak bu, ibu masih ada aku sama mas bono, ibu yang sabar, ikhlas bu, kita hanya bisa mendoakan” aku mencoba menenangkan ibu, namun kurasakan pelukannya semakin kuat kurasakan.
Setelah beberapa menit, kurasakan pelukan ibu mulai dilonggarkan olehnya, dan tangisnya pun terdengar mulai melirih dan sepertinya emosi ibu mulai bisa dikuasai olehnya, ibu mengangkat kepalaku dan menatapku, sambil berkata.
“betul apa katamu yan, sudah insyallah ibu perlahan akan mengikhlaskan bapak, sekarang kabari kakakmu dan urus jenazah bapak” suara ibu berkata dengan tangis yang masih coba dia bendung walau tidak bisa sama sekali.
Akupun kemudian bangkit dari posisiku memeluk ibu, aku bergegas menuju kamarku untuk berganti pakaian, dan saat aku berjalan masuk ke kamar, aku baru menyadari kalau ternyata Shinta, dia terlihat tidak seperti biasanya, akupun masuk ke kamarku, Shinta pun masuk kekamarku juga, diikuti oleh nenek Lasmi.
Didalam kamar aku berniat memberi kabar pada kakaku terlebih dulu, ku ambil hp di saku celanaku, dan ku cari nomer hp kakaku, dengan cepat langsung menelfon kakaku bono dan untungnya telfonku langsung diangkat olehnya, sempat bingung untuk memulai obrolan dari mana, namun ternyata kakaku sudah mengetahuinya, entah siapa yang memberi kabar padanya.
“udah yan, aku udah tahu, kamu urus semua segala keperluan bapak dulu, aku baru keluar dari kantor, dan ini lagi perjalanan pulang, urus semuanya dan tunggu masmu ini sampe rumah dulu.” Kata mas Bono dengan nada tenang, walau kutahu disana pasti dia sudah menangis terlebih dahulu.
“iya mas, Ryan urus semuanya, aku minta pemakaman bapak dikuburkan di sambing makam mbak Lia, mas Bono hati hati di jalan, jangan keburu buru” aku memberi kabar pada masbono
Sekedar info, aku sebenarnya tiga bersaudara, namun kakaku yang paling tua, yaitu mbak Lia, sudah pergi terlebih dahulu saat aku masih kecil, dan kata bapak dulu sebenarnya mbak Lia ini lah yang memiliki kemampuan yang aku miliki saat ini, bahkan dia justru lebih pandai dan handal dalam memakai kemampuannya.
Dan setelah bertelefonan, aku baru mengetahui kalau ternyata memang ada yang aneh dari Shinta dan nenek Lasmi, kulihat kondisi mereka berantakan, seolah sedang ribut dengan sesuatu sebelum ini, Shinta seolah ingin mengatakan sesuatu padaku, manun bingung ingin memulainya dari mana, sedangkan nenek Lasmi hanya berdiam sambil menunduk tanda dia menghormati karena kita sedang dalam berduka, saat itu aku sedang berganti baju, dan Shinta bejalan mendekat kearahku dan hendak mengatakan sesuatu, namun, belum sempat dia berkata, seseorang tiba tiba mengetuk pintu kamarku.
“mas Ryan, jenazah sudah siap untuk dimandikan, setidaknya karena mas Ryan adalah anak yang berada disini, alahkah baiknya untuk ikut memandikan bapak mas” salah seorang tetanggaku mengetuk dan berbicara dari luar kamar
“iya sebentar, saya sedang ganti pakaian dulu, ini sudah selesai kok, saya keluar” akupun segera keluar dan segera mengurus jenazah bapak.
Belum sempat Shinta berkata tapi saat itu aku tidak perduli dengan yang lain, yang penting urusan bapak dulu selesai, kewajibanku saat ini yag paling penting adalah mengurus jenazah bapak terlebih dahulu.
Jenazah bapak sudah diangkat oleh para tentangga ke depan dimana tempan memandikan jenazah berada, aku mendekat kearah jenazah bapak, tempat dimana kami akan memandikan bapak tertutupi oleh kelambu berwarna hijau, aku lihat jenazah bapak sudah terbaring diatas pemandian jenazah namun masih menggunakan pakaian lengkap yang dipakainya tadi pagi.
Orang yang akan membantuku memandikan jenazah bapak memintaku untuk merobek pakaiannya dengan menggunakan gunting, aku memegang gunting yang akan ku gunakan untuk melepas pakaian bapak, rasa tak tega kembalikurasakan, hati yang belum begitu ikhlas dengan apa yang sudah ditakdirkan membuatku kembali meneteskan airmata yang tadi sempat ku bendung namun kini kembali harus jebol karena tak kuasa menahan hati yang belum ikhlas ditinggal olehnya secepat ini.
Karena tidak mau menangis di depan jenazah bapak, aku kembali berlari kedalam kamar untuk secepat mungkin mengatur emosiku, dan menyadarkan ku kalau bapak benar benar sudah pergi dan aku harus ikhlas menghadapi kenyataan ini.
Istighfar terus kulakukan selama beberapa saat, hingga akhirnya aku bisa kembali mengatur emosiku, aku kembali keluar dan bersiap memandikan jenazah bapak, tetangga yang membantuku memandikan jenazah bapak sudah melepaskan semua pakaian yang melepat pada tubuh bapak, dan digantikan dengan menutup aurat bapak dengan menggunakan daun pisang yang cukup lebar.
Ku pegang gayung dan mulai memandikan jenazah bapak, kubersihkan bagian demi bagian disetiap tubuh bapak, rasa hangat masih kurasakan disekujur tubuh bapak, kembali kati kecil masih belum percaya kalau dia sudah benar benar pergi untuk selamanya, “tidak aku harus kuat, inilah yang sedang terjadi, bapak sudah waktunya pergi, dan harus digantikan oleh penerusnya” ucapku dalam hati meyakinkan hati kecilku.
Singkat cerita selesai sudah kita memandikan jenazah bapak, lalu proses selanjutnya adalah mengeringkan tubuh bapak dan menutupinya untuk lalu kemudian dipindahkan kedalam untuk kita kafani jenazahnya.
Sesampainya didalam rumah, meja jenazah yang tadi digunakan untuk meletakan jenazah bapak, sudah siap kain kafan diatasnya, aku dan tetanggaku yang memabantu memandikan dan mengangkat jenazah kemudian meletakan jenazah bapak diatas kain kafan itu, lembar demi lembar kain kafan mulai diselimutkan dan menutupi tubuh bapak, raut mukanya sama sekali tidak menunjukan kalau dia benar benar telah pergi, wajah segar dan bercahayanya masih sangat jelas terpancar, bibirnya tersenyum seolah sedang bermimpi indah.
Aku kemudian meminta ijin kepada orang yang membantuku mengkafani jenazah bapak, supaya ibu dapat melihat wajah bapak untuk terakhirkalinya sebelum kita tutup seluruh tubuhnya dengan kain kafan.
Aku pun beranjak kekamar dimana ibu berada, kulihat tangisnya sudah mulai reda, dan kulihat dirinya sudah mulai tenang.
“bu, bapak sudah mau ditutup kain kafannya, ibu mau melihat bapak dulu untuk terakhir kalinya” tanyaku perlahan kepada ibu,
Ibu yang mendengar aku berkata demikian, langsung menoleh kearahku dan mengarahkan tangannya kepadaku tanda dia minta diantar olehku untuk menemui bapak terakhirkalinya, aku tuntun ibuku perlahan sambil kukatakan ibu untuk sabar dan jangan nangis, biar bapak bisa pergi dengan tenang.
Sampailah didepan jenasah bapak yang sudah terbungkus kain kafan mulai dari kakinya hingga badan, dan hanya menyisakan bagian kepala yang masih terbuka dan masih dapat dilihat jelas.
Ibu mendekat, namun diperingatkan untuk tidak memegang kulit jenazah bapak, ibu merunduk didekat kepala bapak dan terdengar kata “selamat jalan sayang, senang bisa berbagi kisah dengan orang sepertimu, tidak perlu khawatir dengan ku dan anak anak, istirahatlah” ucap ibu terdengar sangat lirih dan bergetar, dan terlihat air mata mulai menetes sedikit deras, tetangga ku pun kemudian mengajak ibu untuk kembali kekamarnya.
Setelah ibu mengutarakan kata perpisahannya pada bapak, aku dibantu tetanggaku kemudian kembali melanjutkan proses pengkafanan, kuambil kapas untuk menutupi seluruh lubang di anggota tubuh bapak yang berada di kepala, seperti telinga hidung dan mata, sebelum akhirnya wajahnya akan ditutup dengan kapas juga.
Dan saat akan menutup kepala bapak dengan kapas, seseorang dibelakang kami yang sedang mengkafani berkata.
“bapak Ryan mau dimakamkan jam berapa pak, liang kubur sudah siap” salah satu tetanggaku berkata demikian
“sudah siap? Cepat sekali, benar benar sudah selesai dan siap” tanya tetangga ku yang lain
“iya pak sudah siap, proses pembuatannya terasa begitu mudah tidak ada halangan sama sekali, batu, kayu atau akar sama sekali tidak ada pak padahal letaknya tepat disebelah pohon besar, bahkan yang menggali pun hanya dua orang dan itu pun tidak bergantian, dan mungkin hanya beberapa menit saja buat liang kuburnya” jelas tetanggku memberi info.
“baik akan saya tanyakan sama Ryan, mau dimakamkan jam berapa dan apakah mau menunggu kakaknya atau tidak”
Belum selesai aku menutup semua bagian kepala bapak dengan kapas, orang itu bertanya padaku dan aku menjawab kalau pemakan paling dilaksanakan setelah mas Bono datang, baru selesai aku mengatakan hal itu pada tetanggaku, tiba tiba kakaku masuk kedalam rumah dan langsung melihat jenazah bapak, tak ada air mata, manum kurasa dia sudah selesai menangis dan mencoba untuk kuat didepan adiknya, karena matanya sudah terlihat sembab.
Aku sebenarnya kaget, kenapa bisa kakaku datang secepat itu, padahal jarak dari rumah hingga Jogja adalah dua jam perjalanan, kalaupun ngebut memerlukan waktu satu setengah jam, namun yang terjadi adalah kakaku sampai dirumah dengan waktu tempuh setengah jam. Entah apa yang terjadi, tapi yang kurasa, meninggalnya bapak ini terlihat dimudahkan untuk semuanya
Belum lagi setelah aku dan kakaku Bono selesai mengafani bapak, jenaza langsung kita bawa ke mushola untuk disholati, saat kita membawa jenazah bapak dengan keranda masuk kedalam mushola, jenazah bapak sama sekali tidak terasa berat bahkan seolah kita hanya mengangkat keranda kosong, dua orang dibelakangku terdengar mengatakan keheranannya karena keranda yang di angkat begitu ringan.
Saat perjalanan menuju mushola, yang membuatku terkejut adalah, orang yang melayat ternyata begitu banyak, halaman rumah penuh sesak, mobil mobil mewah terlihat parkir dipinggir jalan, para pelayat membeludak hingga sepanjang jalan kampung, dan sesampainya mushola saat dilakukan sholat jenazah, mushola langsung penuh sesak seolah semua orang ingin langsung bersama sama menyolati jenazah bapak, bahkan sampai ada inisiatif dari tetangga menggelar karpet di luar mushola, suasananya malah seperti sholat jumat, dimana jemaah yang ikut mensholati sangat banyak.
Singkat cerita sholat jenazah pun selesai dilaksanakan, kyai langsung memulai upacara pemberangkatan jenazah, aku dan kakaku tetap stay mengangkat keranda bapak dibantu dengan dua orang lainya, yang jelas teman dan para tetangga bapak, semua bersaksi kalau bapak adalah orang yang baik, dan kalau dilihat lihat para peziarah bisa dibilang mungkin hampir lebih dari ratusan orang.
Setelah doa yang dibacakan oleh kiyai, jenazahpun mulai diberangkatkan, disaat perjalanan menuju pemakaman kita bergantian mengangkat keranda bapak, beberapa teman dan tetangga bapak ikut bergantian mengangkat jenazahnya, dan kembali hal menakjubkan terjadi, langkah kami terasa begitu ringan dan terasa cepat, hingga sampailah di lokasi pemakaman dengan cepat juga.
Aku bergegas turun keliang lahat bersama kakaku dan satu orang tetangga ku, jenazah bapak kemudian perlahan dituruan dan kita bertigapun menangkapnya, aroma wangi dari tubuh jenazah tercium begitu segar, ini bukan aroma minyak wangi yang tadi diberikan saat sedang dikafani, aroma wangi itu membuat para peziarah yang ikut memakamkan terkejut karena mencium aroma wangi tersebut, ditambah lagi peziarah yang ikut kepemakaman ternyata sangatlah banyak, hal itu baru kusadari saat selesai pemakaman, ternyata seluruh area pemakaman hampir dipenuhi oleh para pelayat entah itu teman, sahabat, rekan kantor, orang dekat bapak yang jelas sangat lah banyak.
Singkat cerita pemakan selesai, para peziarah dan tetangga satu persatu meninggalkan area pemakaman begitujuga dengan aku dan kakaku, disaat kita sedang dalam perjalanan pulang kita mendengar, orang orang berbincang lirih membicarakan tentang pemakaman bapak, semua mengatakan pemakaman orang tua Ryan terlihat seperti dilancarkan, dari penggalian kubur, perjalanan menuju kubur, dan hal hal menakjubkan lain yang juga dirasakan dari setiap mereka yang membantu.
Dilain sedih karena harus merelakan bapak untuk pergi, dilain lagi senang karena pandangan orang terhadap bapak tidak lah buruk, apalagi dibuktikan dengan prosesi pemakamannya yang terlihat begitu dilancarkan.
Dan seperti itulah akhir dari perjalanan bapak ku, selama dalam suasana duka, kita menggelar acara yasinan mengirim doa untuk bapak, hal menakjubkan masih terus terjadi selama empat puluh hari meninggalnya bapak, tamu silih berganti setiap hari selalu ada yang datang melayat, dan kebanyakan dari mereka adalah orang yang tidak kami kenal baik kakak ku ataupun ibu, sepertinya mereka orang yang tidak kami kenal itu adalah masalalu bapak, mereka pasti pernah ada hubungan dengan bapak, dan itu terus terjadi bahkan lebih dari empatpuluh hari kematiannya, rumah kami tidak sepi oleh pelayat.
Dan disetiap malam selama empat puluh hari itu juga aku bermimpi tentangnya, dia masih berada disekitar kita, dia selalu datang dalam tidurku memberi beberapa isyarat isyarat yang harus dilakukan, ya, dia tidak seperti enenk ku yang selalu mengajak ngobrol jika bertemu dalam mimpi, bapak hanya memberi isyarat, entah menanyakan keadaan ibu, keadaanku, atau hanya sekedar berkunjung, tapi setiap kedatangannya itu adalah setiap hari dan kondisinya dalam keadaan senang dan selalu tersenyum menatapku di mimpi
Quote:
*info saja,
- bapak meninggal pada pukul 09.30
- aku memberi kabar kakaku pukul 09.40
- dimandikan pukul 10.05
- para pemggali kubur berangkat pukul 10.00 dan langsung mulai menggali
- selesai memandikan jenazah 10.15
- selesai mengkafani pukul 10.25 dan bertepatan mendapat kabar kuburan sudah selesai diperiapkan
- kakaku datang tepat pukul 10.30 dan berarti hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam
- menyolatkan jenzah pukul 10.31 – 10.40
- jenazah diberangkatkan pukul 10.55 dan sampai di 11.05 jarak dari mushola hingga pemakaman 2 Km
- prosesi pemakaman mulai pukul 11.10 dan selesai pukul 11.20
- total jam adalah sekitar 2jam an
Mungkin seperti itulah urutan prosesi pemakaman bapak, entah menurut kalian itu cepat atau standar, tapi bagiku itu sangat cepat, dan terasa semua dimudahkan tanpa ada hambatan sama sekali, semua dilancarkan dan tidak ada kata miring dari para pelayat
Spoiler for kondisi ketika beliau sakit dan berada di rumah sakit:
Diubah oleh afryan015 12-11-2021 14:29
itkgid dan 38 lainnya memberi reputasi
39