Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ajunan.comAvatar border
TS
ajunan.com
Kala BEM UTM di Cap Banci

Sumber gambar mamikos.com



Ajunan.com-Sebagai mahasiswa yang biasa-biasa saja, apa yang kalian inginkan terhadap ketua Badan Eksekutif Mahasiswa? Menyampaikan keluh keluh kesah agar terdengar sampai pimpinan kampus? Mampu menjadi pioner perubahan dan pergolakan perlawanan atas tuli dan butanya pemerintah? Kita rasa semuanya adalah harapan bersama, selain mahasiswa berprestasi berhasil membumbungkan nama kampus melalui prestasi-prestasinya. Lewat ormawa Badan Eksekutif lah kita berharap agar ada hal yang bisa dibanggakan. Meski secuil.

Katakanlah seperti Univesitas Trisakti, nama besar dan julukan sebagai kampus revolusi kiranya tidak mampu dilepaskan atas beragam kejadian di akhir hayat orde baru. Mahasiswa korban atas bengisnya aparat di Peristiwa Semanggi adalah tolak ukur kampus itu menjadi layak diperhitungkan. Setidaknya namanya mulai diperbincangkan oleh masyarakat luas.

Atau laiknya kejadian menghebohkan di tahun 2018 oleh Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI semasa itu. Pada acara Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia, tanpa rasa takut mengenai siapa yang dihadapinya dan mempertimbangkan sebagai apa Zaadit Taqwa di kampus, langsung saja tanpa segan mengacungkan kartu kuning bak wasit sepakbola kala menemui pelanggaran dari pemain.

Diluar dari Universitas Indonesia yang sudah terkenal, Zaadit Taqwa atas tindakan-tindakanya kian meyakinkan UI sebagai universitas terkemuka. Katakanlah anak-anak SMA akan bilang “Aku pingin kuliah di UI biar kayak Mas Zaadit yang bisa memperjuangkan keadilan”.

Sepanjang tiga tahun terakhir Universitas Trunojoyo Madura tidak ada artinya jika dikomparasikan dengan apa yang telah dilakukan oleh mahasiswa dari kedua kampus diatas. Ketua-ketua ormawa malah menjelma menjadi bagian Humas kampus untuk mengkabarkan hajatan yang akan dihelat oleh kampus itu sendiri. Semacam balas budi kepada pimpinan, semacam jurus ninja agar urusan dipermudah.

Lalu apa yang menjadi prioritas Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura? Tiada jawaban lain kecuali Laporan Pertanggung Jawaban dari Program Kerjanya yang sukses.

Ada stigma untuk mereka yang belajar Ekonomi dan kerabatnya, Teknik Sipil dan kerabatnya, atau apapun itu yang termasuk ilmu baku bahwa orang-orangnya tidak pandai berbicara, kurang kritis dan bla-bla. Walau tidak semua.

Maka tak mengherankan untuk menjadi kelaziman sebab UTM di 2017 dipimpin mahasiswa dari Teknik Industri, 2018 dari Manajemen, 2019 dari Hukum Bisnis Syariah, dan 2020 dari Ilmu Hukum. Kalau permasahan sosial menghinggapi masyarakat Indonesia bukan prioritas utama, karena untuk mencapai sintesis yang terbangun dari tesis dan antithesis harus melewati dialektika dari komunikasi dua arah atas beragam individu.

Akan dapat dirasakan bangunan dasar tesis dan antithesis tidak akan sampai ke sintesis jika perdebatan panjang hanya disangkal oleh jawaban retoris. Yang ada bukanlah kesimpulan berbuah gerakan namun berlanjut ke warung kopi lantas bermain kartu uno.

Keterampilan memanage diskusi dari beragam kepala yang hadir bisa saja tidak dipunyai oleh tiga pucuk ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura dari tahun ke tahun. Dalam benak pikirannya gerakan perlawanan menjadi fardhlu kifayah, artinya permasalahan sosial bukan menjadi sesuatu wajib untuk dipertaruhkan kalau Badan Eksekutif Mahasiswa dari kampus lainnya sudah menjalankannya.

Atau karena tidak mempunyai keterampilan mengorganisir pandangan dari banyak kepala, maka untuk terjun ke jalan harus menanti suruhan terlebih dahulu dari ormawa kampus lainnya, misalnya ada yang bertanya “Mas, kapan kita turun lapang lagi untuk Omnibus Law?” dengan penuh gelisah dan pikir panjang “Bentar belum ada BEM SI belum memerintahkan aksi, sabar, kita tunggu saja” jawabnya.

Nantinya ini akan sama, saat Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trunojoyo diajak konsolidasi bersama BEM Jawa Timur lainnya. Karena cari aman, bisa saja lontaran argument dari pertemuan tersebut hanya normative belaka “Ya, itu permasalahan memang krusial dan wajib untuk kita melawan, tapi bagaimana untuk yang lainnya. Apakah setuju?”

Tanggapan normative akan bisa saja memberi klaim dirinya sendiri sebagai pahlawan, namun untuk beragam sorot mata lainnya yang berada disana itu akan menjadi cap jika Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trunojoyo adalah “banci”.

Semoga saja, kita berharap, entah kapan, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura berasal dari mahasiswa rumpun ilmu sosial, minimal Ilmu Sosiologi agar argumennya tak normative, apa yang dilontarkan menjadi gertakan bagi mahasiswa lainnya untuk terus berjuang, dan semoga BEM UTM tidak dinilai sebagai “banci”.


Artikel ini tayang untuk pertama kalinya di Ajunan.compada 3 Maret 2021
gabutbanget
Michael99842
Michael99842 dan gabutbanget memberi reputasi
2
1.9K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
EducationKASKUS Official
22.5KThread13.6KAnggota
Tampilkan semua post
pembawalapAvatar border
pembawalap
#3
yang di salahkan kok BEM nya ,,, padahal yang milih siapa hehe

lah yang lain juga apatis ,, bem udah capek koar koar kalian cuma suka lihat layar 4 inch dan menyuarakan cuma lewat change .org ,,,




gabutbanget
gabutbanget memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.