- Beranda
- Stories from the Heart
Sekamar Kos Dengan "Dia" 2 ( Pengalaman Tempat Kerja)
...
TS
afryan015
Sekamar Kos Dengan "Dia" 2 ( Pengalaman Tempat Kerja)

Hallooooo agan agan sekalian, masih ingat kan dengan ku Ryan si penakut hehe.......ini adalah cerita ku selanjutnya masih dalam lanjutan cerita yang kemarin hanya saja tempatnya kini sedikit berbeda dari sebelumnya.
Mungkin bisa agan agan yang belun baca thread ane silahkan dibaca dulu thread ane sebelumnya
Quote:
Bagi yang belum kenal dengan ku, kenalin Namaku Ryan dan untuk mengenal ku lebih detail silahkan baca trit ku yang sebelumnya, dan bagi yang sudah mengenalku silahkan saja langsung baca dan selamat menikmati

Oh iya jangan lupa
Quote:
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Diubah oleh afryan015 06-12-2022 11:14
mangawal871948 dan 206 lainnya memberi reputasi
195
231.1K
2.5K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
afryan015
#593
Kegelisahan ku
Satu hari setelah hari itu, aku bersama Via dan ibu membawa bapak ke Ambarawa untuk menjalani pengobatan alternative, sebelum berangkat sembari kita menunggu mobil jemputan dari mbah Margono dan sopir yang biasa mengantar kita, terlihat bapak sedikit ragu untuk berangkat ke Ambarawa, di benar benar seolah menenyerah dengan keadaan yang dialami saat itu, ekspresi bapak terlihat begitu lemas dan enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya.
“pak, bapak kenapa, nggak usah cemas, kita akan coba ikhtiar terus sampai bapak beneran sembuh” ucapku memberi semangat pada bapak
“nggak papa yan, bapak Cuma berfikir aja, seandainya beberapa ini adalah hari terakhir bapak, bapak minta maaf ya kalau bapak banyak salah sama kamu, maafkan bapak jika bapak salah dalam mendidik kamu, dan maafkan bapak kalau selalu merepotkanmu, maaf juga bapak belum bisa menjadi bapak yang baik atau kepala keluarga yang baik untuk kita semua” tanpa sadar bapak mengucapkan kata yang benar benar menurutku itu adalah sebuah kata menyerah, air mata bapak pun pelahan menetes.
Aku pun buru buru untuk mengusap airmata bapak yang menetes itu, dan kubersihkan wajahnya yang tampak begitu lelah menahan rasa sakit itu.
“pak sudah, bapak nggak boleh bicara seperti itu, bapak masih bisa sehat kok, kan bapak ada rencana setelah pensiun besok bapak mau santai dan jalan jalan bareng ibu kan, bapak sehat kok setelah ini, makanya kita habis ini ke Ambarawa semoga bisa menyembuhkan bapak secara total, oh iya tadi malam gimana pak setelah di ritual sama mbah Margono” aku tetap memberikan semangat dan menanyakan hasil dari pengobatan yang dilakukan mbah Margono.
“lumayan yan, ada sedikit berkurang rasa sakit yang bapak rasakan, batu ginjal yang bapak rasakan pun sepertinya tadi mulai keluar saat bapak kencing, memang sakit tapi mungkin itu lah cara penyakit ini keluar” ucap bapak sedikit tersenyum
“nah itu pak tandanya masih ada harapan buat bapak sembuh, tenang aja kita bakal temenin bapak sampai bapak beneran sembuh, yok berangkat, itu mobilnya sudah sampai depan rumah” aku kemudian membantu bapak berdiri dari tempat tidurnya.
Tak berselang lama ibu dan Via menghampiri kita di kamar sambil membawa barang yang akan di bawa ke Ambarawa, aku di bantu Via memapah bapak menuju mobil yang sudah disiapkan, mbah Margono sudah siap mejeng duduk di kursi depan dekat supir, dan saat melihat bapak mulai masuk kedalam mobil, mbah Margono berkata dengan mantabnya “Tenang, pasti sembuh”, melihat kita akan pergi dengan mobil, para tetanggaku yang kebetualn melihatnya kita akan pergi kemudian menghampiri kita, dan memberikan doa pada bapak semoga cepat sembuh.
Pasukan putih yang sedari beberapa hari lalu standby diatas rumah, terlihat mulai mengikuti pergerakan kita, terlihat juga Shinta mulai terlihat akrab dengan Abimantra, malah cenderung sangat dekat, walaupun Abimantra terlihat sedikit menjaga jarak dengan Shinta, tingkah genitnya sangat terlihat seperti yang biasa dia lakukan kepadaku, apakah pikiran Shinta “yah walaupun nggak dapet yang asli, kan ada si Abimantra”, melihat hal itu ada sedikit rasa kecemburuan yang muncul saat itu secara tiba tiba, nafas menjadi sesak seolah menahan amarah karena sesuatu.
Kitapun akhirnya mulai berangkat, rombongan pasukan putih di ikuti dengan Shinta, Adiwilaga, dan juga Abimantra mengikuti kita dari atas, aku merasa sedikit aneh, kenapa bisa Abimantra menaiki salah satu kuda terbang milik pasukan putih, dan bapak pun tidak menanyakan akan keberadaan Abimantra.
Aku sempat menanyakan hal tersebut pada bapak tentang Abimantra, namun bapak nampak tidak terkejut sama sekali, dan seolah memang bapak sering melihat Abimantra, tak berselang lama, Abimantra pun turun dan masuk kedalam mobil yang kebetulan aku duduk sendiri dibagian belakang, Via seolah merasakan kehadiran Abimantra, saat Abimantra masuk dan duduk disebelahku Via terlihat menengok kearah belakang tepatnya di samping tempat duduku yang harusnya tidak ada siapa siapa.
Aku pun menanyakan pada Via kenapa kok menengok kebelakang dengan ekspresi seperti itu, terlihat ekspresi Via bingung dengan apa yang dia rasakan, dan hanya menjawab pertanyaanku dengan menggelengkan kepalanya.
Abimantra pun berkata padaku,
“waktunya akan segera tiba, siap tidak siap kita harus menyerang terlebih dahulu, jangan sampai kita kalah start dari musuh kita” dengan pandangan lurus kedepan Abimantra berkata dengan serius
“insyallah aku siap, kapan kita akan menyerang dengan strategi yang sudah kita rencanakan itu” tanyaku tak kalah serius
“dalam waktu dekat ini, persiapkan semua ajianmu, dan pusakamu, pastikan juga tameng gaibmu sudah siap digunakan kapanpun, aku undur diri dulu, maaf tidak bisa menemani kalian mengantar sampai Ambarawa” dengan sekejab Abimantra berubah menjadi seperti cahaya dan perlahan memudar hingga akhirnya hilang.
Dan disela sela dia menghilang, sempat ada suara darinya yang berkata
“bapakmu sepertinya tidak akan ikut dalam pertempuran ini dan ....” suara itu kudengar samar samar dan bagian akhirnya sama sekali tidak dapat aku dengarkan dengan baik sehingga aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan di bagian akhir sebelum dia benar benar lenyap.
Tunggu apa yang dimaksud oleh Abimantra, apakah bapak tidak bisa ikut pertempuran karena sedang proses penyembuhan atau ada faktor lain, kenapa suaranya tidak begitu jelas, ucapan Abimantra menyimpan banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan padanya, dan kenapa ekspresi dia sangat serius tidak seperti kemarin malam.
Sesampainya dilokasi pengobatan alternatif, kita terpaksa harus menunggu cukup lama, ternyata orangyang berobat disini begitu banyak dan bahkan ada yang sampai menginap, hingga pada akhirnya kita mendapat jatah pemeriksaan jam sebelas siang padahal kita sudah menunggu sejak pagi, aku dan bapak kemudian masuk keruang pemeriksaan, pikirku pemeriksaannya adalah seperti di rumah sakit, namun tidak sama sekali.
Didalam ruangan itu sudah menunggu kami, seorang lelaki paruh baya, dengan mengenakan pakaian layaknya seorang kiyai, jauh dari kesan seorang dokter, dan ku lihat di belakangnya ada sesosok makhluk berjubah putih juga berdiri, aku yakin ini pasti pengobatan tenaga dalam dan juga dibantu oleh makhluk itu, terlihat baik memang aura positif terpancar dari mereka berdua, bapak juga merasakan hal itu.
Pemeriksaan pun dimulai, orang yang seperti kiyai itu, menerawang dengan tangannya mengarahkan telapak tangannya pada punggung bapak, terlihat begitu terkejut juga memang lelaki itu, dan mengatakan pada bapak
“tenang pak, Insyallah ini masih bisa disembuhkan, asal bapak mau telaten untuk berobat kemari, soalnya ini tidak bisa dikeluarkan sekaligus, dan harus satu persatu isi dalam ginjal bapak” kyai itu berkata pada bapak
“sudah pak tidak masalah asalkan bapak saya bisa sehat seperti semula lagi” ucapku menjawab perkataan lelaki itu dan berharap ditindak
“sebenarnya bisa kita lakukan satuhari full, tapi bapak harus menginap, dan itupun kalau bapak berkenan, tanpa ada paksaan dari nak Ryan” ucap kyai itu menawarkan
“mau saja lah pak, yang penting bapak sembuh” desak ku pada bapak
“nggak yan sepertinya bapak tidak bisa, nanti bapak jelaskan” bapak menolak dengan alasan yang belum disebutkan
“ya karena bapak tidak berkenan ya tidak apa apa, tapi kami harap bapak bersedia untuk beberapa hari kemari lagi untuk proses pengambilan selanjutnya” ucap kyai itu
“iya insyallah saya akan kemari lagi” jawab bapak dengan ramah
Kemudian kyai itu pun mulai melakukan proses pengambilan batu ginjal didalam ginjal bapak, sosok yang tadi dibelakang kyai itu pun ikut menolong mengeluarkan batu ginjal itu, bacaan bacaan dzikir mulai terucap dari kyai itu, bbeberapa doa juga di ucapkan sambil memperagakan beberapa gerakan silat, dan setelah doa selesai dibarengi dengan beberapa bacaan tangan kyai itu bersama tangan dari sosok yang berada dibelakangnya kemudian menyentuh tubuh bapak dan seolah menarik sesuatu kemudian melemparkan isi dari ginjal itu ketembok, terlihat ada benda terpental keluar dan membentur tembok.
Aku yang berada disana kemudian diminta untuk mengambil benda itu, benda itu berwujud sebuah benda berwarna hitam sebesar kelereng dan bertekstur lancip dengan bau yang tidak sedap serta berlendir, kalau kiyai itu bilang ini adalah batu ginjal yang sudah diberi ajian ilmu hitam
Namun saat dikeluarkan bapak sama sekali tidak merasa sakit, tapi tetap saja itu baru satu butir didalam ginjal bapak, sedangkan masih ada banyak lagi di dalam dan ukurannya beraneka ragam.
Setelah itu aku disuruh menyimpan benda menjijikan itu, dengan dibungkus selembar tisu yang sudah diberi doa, kiyai itu berkata nanti aku akan memerlukan benda ini, setelah itu kami pun keluar dari ruang pemeriksaan itu, tidak sampai seperempat jam, kita sudah selesai, kurasa tidak sebanding dengan waktu kita menunggu tadi, saat kita keluar dari tempat itu kita juga dibekali beberapa botol besar air mineral yang sudah diberi doa oleh kiyai itu, untuk nantinya dikonsumsi oleh bapak.
Singkat cerita kita pun pulang karena urusan di Ambarawa sudah selesai, didalam perjalanan pulang bapak minta untuk berhenti di tempat pengisian bahan bakar sebentar, karena bapak ingin buang air kecil, sampailah kita disana, bapak meminta ku untuk mengantarkannya ke kamar kecil, dan saat berjalan kesana aku meminta penjelasan kenapa bapak tidak mau menginap saja tadi, dan jawaban bapak adalah, “jika sudah waktunya mau bagaimana, lebih baik dirumah saja”, tambah aneh saat aku mendengar jawaban dari bapak, apa maksudnya ini.
Sesampainya di depan kamar kecil bapak memintaku untuk menunggu di luar, dan saat itu aku karena dari pada diam diri didepan wc, aku putuskan untuk berjalan kedepan sabil berbicara dengan Shinta
“Ta, kenapa aku jadi ada rasa tidak nyaman ya, dengan apa yang dikatakan Abimantra dan bapak tadi, seperti akan terjadi sesuatu” tanyaku pada Shinta
“eee, tidak mungkin itu hanya.... nggak nggak, itu perasaanmu saja kok yan” terlihat Shinta menjawab dengan ragu, aku tau pasti tadi Abimantra sempat mengatakan sesuatu pada Shinta
“kamu kenapa jawabannya ragu gitu” tanyaku heran sambil menganalisa ekspresinya
“ah nggak yan, apa sih kamu, ngliatinnya sampai gitu, udah ah aku kesana dulu” Shinta kemudian pergi begitu saja
Perasaanku semakin berkecamuk tidak karuan, kenapa semuanya seperti menggantung seperti ini, akan ada apa ini sebenarnya, ingin rasanya komplain atas ketidak tahuanku atas apa yang yang akan terjadi, ditambah rasa penasaran namun tidak ada siapapun yang dapat menjawab rasa penasaran ini, pokoknya hati ini penuh dengan rasa negatif saat ini dan disisi lain pikiranku harus tetap positif.
Dan saat aku sedang dilanda pikiran yang tidak jelas, Shinta yang ternyata tadi pergi keatas menemui pasukan putih, tiba tiba melesat kearahku dengan sangat kencang, dan ternyata setelah di perhatikan dengan detail, Shinta mengejar sebuah kilat yang terus menyambar dan mengarah kearaku dan kebetulan lurus dengan Wc yang di pakai oleh bapak, Shinta mengikuti tepat dibelakang kilatan itu sedangkan pasukan putih mencoba mengejar dengan menukik kebawah dari atas.
Saat hampir kilat itu menerjangku, sosok Adiwilaga datang dan mencoba menangkis kilat itu, namun saat kilat mengenai tubuh Adiwilaga, dirinya malah terpental namun berhasil membelokan arah kilatan itu menerjang.
Shinta terus mengejar kilat itu dibantu pasukan putih yang terus menukik tajam kebawah yang juga akan menghalangi kilat itu menuju ke arah dimana bapak berada, jelas bukan aku tujuannya, hanya saja mungkin jackpot jika aku pun terkena kilatan itu, kilatan yang tadinya sudah berbelok arah, dengan sendirinya bisa berbelok lagi menerjang kearah bapak.
Sayang kecepatan Shinta masih kalah dan pasukan putih hampir saja dapat menghalau seandainya kecepatan nya lebih cepat dari tadi, dan akhirnya terlambat dalam menghalau serangan itu, kilatan itu berhasil masuk kedalam Wc yang sedang digunakan oleh bapak, melihat itu, aku langsung berlari kearah dimana bapak berada.
Saat sampai di depan Wc, kebetulan sekali bapak juga membuka pintu itu, dan ekpsresinya seolah tidak terjadi apa apa, hanya tersenyum kecil dan kembali melangkah menuju mobil, namun ada yang berubah dari bapak, jalan nya sedikit sempoyongan dan seolah barusaja mengeluarkan energi yang cukup besar.
Via berlari kearah kita berdua, sambil menanyakan apa yang barusaja terjadi, dan menanyakan keadaan bapak dan aku, apakah tidak terjadi apa apa, sepertinya Via menyadari ada sesuatu yang baru saja menyerang, kepekaan Via memang tidak diragukan hanya saja dia tidak bisa melihat apa yang terjadi.
Aku pun kemudian mengatakan bahwa tidak terjadi apa apa, dan kita pun kembali ke mobil saat itu juga, bapak kembali harus aku tuntun untuk sampai ke mobil, jalan nya yang sempoyongan membuatku khawatir, Shinta, Adiwilaga, dan pasukan putih terlihat cemas menyaksikan bapak seperti itu.
“pak, bapak, tidak apa apa, apa yang barusan terjadi pak” aku tanya berbisik pada bapak, karena Via masih bersama kita saat aku menuntun bapak ke mobil
“tidak ada apa apa, tidak usah khawatir, bapak nggak papa” jawab bapak dengan santai
Tambah lagi pikiranku, itu lah kejelekan bapak, tidak pernah mau menceritakan sesuatu jika itu akan memberatkan atau membuat down keluarganya, dia rela menahannya sendiri yang penting anak istri dan keluarganya aman, singkat cerita kitapun melanjuutkan perjalanan pulang, tadi mbah Margono malah tidak mengecek saat ada serangan, dan saat kutanya ternyata dia tadi ketiduran, pantas saja malah Via yang datang mendekat.
Malam harinya saat dirumah, terlihat Shinta begitu gusar seolah ada yang akan terjadi, Adiwilaga pun berprilaku sama, Shinta keluar masuk memastikan keadaan rumah aman, dan Adiwilaga terus berjaga didepan kamar bapak, kulihat bapak sudah mulai bisa beristirahat, setelah pulang dari Ambarawa, tidak seperti malam malam sebelumnya, setiap malam pasti dia merintih kesakitan dan tak jarang juga menangis karena menahan rasa sakitnya itu, namun malam ini dia bisa beristirahat.
Nenek Lasmi tidak terlihat berjaga didalam rumah, kini malah dia lebih sering berjaga diluar rumah, dan aku belum pernah melihat nenek Lasmi begitu serius seperti itu, dan anehnya lagi postur tubuhnya kini lebih besar dan tinggi dibanding saat biasa aku lihat.
Singkat cerita malam hari itu aku pun juga beristirahat, semua orang mulai tertidur, karena kelelahan perjalanan hari itu, sama sekali tidak ada kejadian apapun saat malam hanya aneh saja melihat kewaspadaan Shinta Adiwilaga, dan nenek Lasmi, tapi semua aman hingga pagi hari.
Aku pun bangun dan biasa menjalankan rutinitasku dipagi hari, mandi, sholat subuh, bantu bersih bersih, setalh semua selesai, baru sarapan dan kemudian berangkat bekerja, kenapa aku memutuskan untuk berangkat bekerja, karena kupikir bapak sudah siap ditinggal lagi, bapak terlihat sudah lebh baik dari sebelunya, tidak ada rintihan atau terlihat merasakan sakit, hanya saja saat aku akan berangkat, bapak bilang kalau dirinya ingin sarapan bubur, aku pun bergegas mencarikannya bubur untuk sarapan, dan singkat cerita aku mendapatkan bubur itu, dan ku letakan di mangkuk lalu kuserahkan pada bapak dan meminta Via untuk membantu menyuapi bapak, dan setelah itu aku berpamitan pada bapak untuk beranjak berangkat bekerja.
Seperti biasa aku selalu berpamitan pada ibu dan bapak ku tak lupa juga aku selalu mencium kedua punggung tangan kedua orang tuaku itu, dan saat aku mencium tangan bapak, bapak tidak seperti biasa, saat aku mencium tangannya, bapak terlihat menahan tanganku cukup lama lalu kemudian mengusap kepalaku perlahan, setelah beberapa detik baru dia lepaskan kembali tanganku dan sambil tersenyum bapak membiarkanku pergi bekerja.
Saat akan mengeluarkan motor dari garasi, tiba tiba Abimantra muncul disampingku dan berkata
“tidak usah berangkat, sebentar lagi akan ada yang pulang” dengan nada serius dia berkata
“siapa yang pulang, kakaku bono?” tanyaku pada Abimantra
Namun saat aku bertanya demikian Abimantra malah menghilang begitusaja, karena tidak ada jawaban ku pikir itu adalah pertana bahwa kakaku bono yang berada di jogja akan pulang, ya kupikir biarkan saja dia pulang lagian dirumah kan ada bapak ibu dan juga Via, lalu aku kembali melanjutkan mengeluarkan motor dan beranjak pergi bekerja.
Sekitar pukul sembilan lebih seperempat, tiba tiba hp ku berdering tanda ada pangilan masuk, padahal pada saat itu aku sedang banyak pekerjaan service komputer dan hanya ada aku di sana, bang Hale sedang keluar mengerjakan service di tempat orang, jadi awalnya ku biarkan dulu hp ku berdering, namun setelah beberapa saat hp itu kembali berdering, panggilan dari ibu, melihat itu dari ibu dengan bergegas aku langsung angkat telfon itu
“halo assalamu’alaikum bu, gimana bu ada apa?” tanyaku melalui telefon
“...........” tidak ada jawaban dari ibu, yang terdengar hanya suara tangin meraung raung, dan terdengar juga suara orang yang berada disana
“halo bu, ada apa bu, halo” dengan suara keras aku mencoba mengulanginya
“mas, pulang mas, buruan pulang, bapak mas” kali ini terdengar suara Via yang menjawab
“ada apa bapak kenapa, iya mas pulang sekarang” tak memperdulikan lagi dengan pekerjaanku aku langsung bangkit dan keluar meninggalkan pekerjaanku
Saat akan keluar aku bertemu dengan pak Alfa, aku meminta ijin padanya untuk pulang karena hal mendesak, untuk pak Alfa langsung mengijinkan, aku langsung tarik gas motorku kuat kuat dan melesat dengan kecepatan penuh, tak peduli lagi dengan keselamatanku, yang ada dipikiranku hanyalah bapak.
Singkat cerita saat aku sudah hampir sampai rumah, aku berpapasan dengan mbah Margono yang kebetulan keluar dari gang dimana rumahku berada, dia melihatku dan aku pun melihat mbah Margono, matanya sudah merah dan terlihat sedikit berair, seolah barusaja menangis, melihat kehadiranku mbah Margono hanya memberi isyarat tangan menunjuk kearah rumah, sambil berkata lirih “bapakmu”, pikiranku sangat tidak karuan, saat sampai di depan rumah ternyata rumahku sudah ramai dengan orang orang, dan aku pun masuk kerumah ternyata.......
itkgid dan 45 lainnya memberi reputasi
46
Tutup