- Beranda
- Stories from the Heart
[1951]Aku Mencintai Sesosok Jin
...
TS
xandler
[1951]Aku Mencintai Sesosok Jin
![[1951]Aku Mencintai Sesosok Jin](https://s.kaskus.id/images/2021/10/12/11108504_202110120937070108.jpg)
Quote:
Chapter 01 - Awal Pertemuan
21 Oktober 1951, Jakarta
Aku sedang berada di dalam kerumunan untuk melihat Pidato Presiden IR Soekarno yang sangat ku kagumi, dalam rangka Pekan olahraga Nasional II. Yang bertempat di stadium ikada, yang nanti pada tahun 1962 akan di ubah nama nya menjadi stadium Gelora Bung Karno. Terlihat muhammad hatta juga berdiri di bekalang pak Soekarno, aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagum ku kepada mereka berdua, senyum di bibir ku pun tidak bisa ku sembunyi kan.
Setelah pidato singkat beliau, PON II pun resmi di buka dan akan di selenggarakan selama 7 hari, aku begitu bersemangat dan tidak sabar untuk mendukung Jakarta Raya, Kota dimana aku di lahirkan dan di besarkan. Banyak atlet dari seluruh indonesia berbaris sekaligus melambaikan tangan kepada kami, kami pun menyambut nya dengan antusias. Event ini akan di selenggarakan selama 7 hari sampai 28 oktober 1951, dan Provinsi Jawa barat yang akhirnya keluar sebagai pemenang dan di ikuti oleh Jakarta di peringkat ke 2 dan Jawa timur di peringkat ke 3. Walaupun Jakarta tidak dapat menjadi juara pertama saat itu, namun aku tetap lah senang. Karna para atlet sudah mengeluarkan segala kemampuan nya dan aku sangat mengapresiasi semangat juang mereka.
Tapi mengetahui Event PON 2 sudah berakhir membuat ku cukup sedih, berarti aku perlu menunggu setahun lagi untuk dapat melihat aksi mereka. Dan aku harus kembali menjalani hari-hari membosankan ku seperti sebelum nya.
Ngomong-ngomong perkenalkan, Nama ku Roberth, aku kini berumur 20 tahun dan sedang mengeyam pendidikan di "Universiteit Indonesia" atau Universitas Indonesia di jakarta. Aku memilih jurusan hukum karna ingin menjadi seperti ayah ku. ibu ku berkebangsaan inggris yang sejak lama sudah mengubah kebangsaan nya menjadi WNI setelah menikahi ayah ku, yang mana beliau adalah orang asli jakarta. Ayah ku kini bekerja di sebuah kantor kejaksaan di jakarta, beliau adalah seorang hakim yang luar biasa, begitu tegas, dan tanpa pandang bulu, sosok yang sangat aku kagumi. Setidak nya itulah yang aku rasakan dulu, sampai dimana aku mulai beranjak dewasa, pandangan ku terhadap dunia pun mulai berubah, terkadang aku berharap untuk tidak perlu bertambah dewasa, hanya karna takut dengan dunia apa yang akan menanti ku di depan nya nanti.
.
.
.
Aku melamun begitu lama sampai-sampai sudah tidak terasa langit mulai gelap dan pukul menunjukan pukul 5:30 Sore, aku pun bergegas untuk pulang dengan menggunakan jasa becak. Butuh kurang lebih 15 menit untuk sampai ke rumah ku dari stadium ikada. Sesampai nya di rumah aku melihat ayah ku yang sedang asyik bermain dengan adik ku di ruang tamu.
"Gimana seru gak acara nya?" Tanya ayah ku sembari menggendong adik yang masih berusia 5 tahun.
"agak kecewa sih jakarta ga juara 1, tapi seru kok" saut ku sembari menaruh tas di sofa.
"Padahal ayah mau ikut tadi, cuma mendadak dapet telfon dari kantor, maaf ya" ucap beliau.
"ia gpp kok, lagi pula ayah jadi punya waktu lebih untuk main sama adik". saut ku.
30 menit kurang lebih ku habis kan untuk berbincang dengan ayah ku, lalu aku yang lelah memutuskan untuk tidur karna sudah sangat lelah, karna besok pagi aku ada kelas di kampus.
Singkat cerita aku pun berangkat ke kampus menggunakan sepada, karna jika harus menunggu oplet akan memakan banyak waktu menunggu karna armada nya yang masih sedikit. lalu 20 menit ku habiskan untuk mengayuh sepeda ku ke kampus, aku pun langsung menyapa teman-teman ku yang sedang berkerumun di taman depan gedung. Setelah berbincang-bincang sebentar aku pun masuk ke dalam kelas ku karna waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi. Pelajaran kulalui seperti biasa nya, sampai pukul 11 siang, kelas pun berakhir. karna aku masih memiliki kelas 2 jam kemudian aku pun memutuskan untuk membaca buku yang ku di belakang gedung, karna tempat nya yang sepi nan asri sangat cocok untuk membaca sekaligus menenangkan diri, dan jarang juga mahasiswa yang lalu lalang di sini, seolah ini adalah tempat pribadi ku.
Namun baru aku membaca buku 10 menitan, aku mendengar seorang wanita memanggilku.
"hai"... panggil seorang wanita sembari menepuk pundak kiri ku.
aku pun sontak kaget dan langsung melihat nya, tapi baru saja aku menoleh melihat nya, seolah paras nya berhasil meng hipnotis ku untuk beberapa saat, aku terdiam sembari memandangi wajah nya. Wajah ayu dengan kepangan di rambut nya, dan dengan kaca mata yang se olah menegaskan ke anggunan nya.
"hai kok diem aja". tanya nya yang bingung.
"ahh... maaf gpp gpp" ucap ku panik sembari berdiri dengan terburu-buru.
aku tidak pernah melihat nya sebelumnya, apakah dia anak baru? atau anak pindahan?, aku bertanya-tanya pada diri ku.
"ada apa? ada perlu dengan ku" tanya ku.
"ah gpp kok, cuma penasaran aja soal nya aku sering ngeliat kamu di sini sendirian" jawab nya dengan senyum manis.
"ohhh emang udah biasa kok disini, nyari ketenangan karna suasananya tenang" balas ku dengan senyum.
"oia kamu sendiri di sini ngapain?" tanya ku kembali.
"sama kaya kamu" jawab nya dengan senyum lebar.
Wanita itu pun ikut duduk di rumput di sebelah ku, lalu mengintip isi buku ku.
"kenapa? mau baca juga?" tanya ku sembari menyodorkan buku ke arah nya.
"hmm engga, cuma pengen tau aja kamu lagi baca apa". jawab nya
"ngomong-ngomong kamu dari fakultas apa? filsafat?" . tanya ku penasaran.
"hmmm engga" jawab nya singkat.
"terus dari kedokteran?" tanya ku lagi dan ia kembali memebrikan jawab nya yang sama.
"loh terus kamu dari fakultas apa?" tanya ku yang semakin penasaran.
"ada deh" ucap nya dengan senyun lebar ke arah ku.
.
.
.
itu lah pertama kali nya aku bertemu dengan nya, wanita pertama yang berhasil mengetuk hati ku, dan juga cinta pertama ku.
Spoiler for Chapter:
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07 : Sahabat Terbaik
Chapter 08 : Desa Ghaib?
Chapter 09 : Ungkapan
Chapter 10 : Aku Pasti Akan Kembali
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07 : Sahabat Terbaik
Chapter 08 : Desa Ghaib?
Chapter 09 : Ungkapan
Chapter 10 : Aku Pasti Akan Kembali
Quote:
Dilarang keras untuk mempublikasikan ke media lain dalam bentuk apa pun untuk tujuan ke untungan pribadi, terkecuali sudah memiliki izin dari penulis "xandler"
Update akan keluar setiap 1-2 hari sekali, semoga kalian terhibur

Jangan lupa untuk Comment dan rate nya

Diubah oleh xandler 30-08-2022 01:47
iwakcetol dan 48 lainnya memberi reputasi
49
14.7K
Kutip
92
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
xandler
#30
Quote:
Chapter 08 : Desa Ghaib?
"oia... jika kamu memang ingin menemui nya, bawalah ini". ucap Aira sembari melemparkan sebuah batu.
Setelah itu ia pun kembali meninggalkan kami untuk menuju mobil nya. Ia memberikan batu berwarna Biru muda, yang begitu cantik ketika terkena pantulan sinar matahari. Entah apa maksud nya memberikab batu ini, tapi kurasa lebih baik untuk menuruti nya.
_._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._._
Ke esokan hari nya, sekitar pukul 9 malam aku berada di depan pintu masuk kampus sembari menunggu kedatangan Edi. Sembari memikirkan alasan apa yang akan aku katakan kepada security untuk mengizinkan ku untuk masuk malam-malam, karna mahasiswa tidak di izinkan berada di dalam lingkungan kampus pada saat malam. Ketika aku sedang bingung memikirkan nya, tiba-tiba edi menepuk pundak ku.
"maaf telat rob" ucap nya mengagetkan ku.
Ia terlihat memakai jaket tebal dan membawa tas ransel yang cukup besar, dengan ciri khas rambut ikel nya yang hampir tidak pernah ia sisir.
"waduh... kamu buat apa bawa ransel segede itu?" tanya ku bingung.
"Abis nya aku bingung harus bawa apa, akhirnya aku bawa makanan ringan sama minum yang banyak hahaha". ucap nya dengan tawa lebar yang sekaligus menenangkan kegugupan ku.
"dasar... oia ini gimana cara nya kita bisa masuk?". tanya ku.
"tenang". jawab nya dengab santai.
Edi menyuruh ku untuk mengikuti nya, entah ide apa yang di pikirkan oleh nya, edi menghampiri seorang security di pos dan seperti memberikan sebuah amplop, lalu security tersebut membiarkan kami masuk.
"heh.. kamu tadi ngasih apa edd?". tanya ku kebingungan.
"santai... udah biasa". ucap nya sembari merangkul ku.
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju gedung fakultas kami, jarak nya cukup jauh, sekitar 500m. Saat itu jumlah lampu jalan masih secukup nya, di tambah beberapa lampu sudah ada yang tidak menyala dan beberapa sudah mulai meredup, seolah seperti menambah kesan horor. Aku dan edi masing-masing membawa lampu senter kami, ya walau pun tidak begitu terang, setidak nya lebih baik dari tidak ada.
Sekitar 15 menitan kami berjalan, kami pun sampai di taman yang berada di depan fakultas kami.
"Beda banget ya edd kalo udah malem gini". ucap ku dengan bulu kuduk sedikit merinding.
"ialah jelas... ngomong-ngomong rob". ucap edi sembari menengok ke kiri dan kanan.
"ngomong-ngomong apaan?" tanya ku.
"Kamu ngerasa ga sih, kalo kita lagi di ikutin". ucap edi dengan wajah serius.
"hah? ngomong apaan sih, jangan nauktin". balas ku dengan wajah panik.
"serius... maka nya dari tadi kita jalan, sesekali aku nengok belakang, cuma aku ga liat apa". ucap edi dengan wajah sedikit panik.
Lalu tidak lama setelah edi mengatakan itu, aku melihat dengan sangat jelas sebuah kain putih seolah muncul dari tanah dan terbang ke atas dengan sangat cepat dari belakang Edi. Di ikuti dengan suara...
"hihihihihi".
suara nya begitu jelas sampai-sampai membuat kami berdua hanya saling melotot satu sama lain dengan tubuh membeku untuk beberapa saat.
"a..apaan itu rob tadi". tanya edi yang masih menatap ku dengan wajah begitu panik.
"e..eng..engga tau". jawab ku yang enggan memberitau nya tentang kain putih yang ku lihat belakang nya tadi.
Dengan saling memberi kode menganggukan kepala, kami pun berjalan cepat meninggalkan taman dan segara menuju ke depan gedung fakultas, karna di sana memiliki lampu lebih banyak. Sesampai nya di depan gedung, kami pun duduk sekedar untuk menenang kan diri, aku melihat ke arah edi, begitu pun edi. Seolah kami saling mengerti untuk tidak membahas tentang kejadian barusan, karna akan mrmbuat kami semakin takut.
Jam di tangan ku sudah menunjukan pukul 9:50.
"Edd.. kamu yakin mau ikut?". tanya ku kembali.
"udah di sini masih aja nanya gitu". ucap edi sembari memakan snack.
"engga.. maksud aku kalo kamu memang mau berubah fikiran sekarang gpp". ucap ku serius.
"kaya gatau aku aja... sekali maju, terus maju". ucap nya dengan senyum lebar.
"tapi kok sama mirna malah mundur". ledek ku tentang wanita yang tidak jadi ia dekati.
"ah.... itu sih udah ketemu tembok". jawab nya dengan tawa lebar.
"yaudah yuk". ajak ku sembari berdiri.
kami pun kembali melanjutkan perjalanan kami menuju ke belakang gedung, tempat dimana lena berjanji pada ku untuk mengungkapkan siapa diri nya sebenarnya. Baru saja kami berbelok ke samping gedung, mental kami seolah kembali jatuh kan, kami lupa bawa lampu di belakang gedung sudah lama mati dan belum juga di perbaiki, membuat kami hampir tidak bisa melihat apa pun, terkecuali pohon-pohon besar dengan ranting yang begoyang, seolah memberitau kami untuk tidak pergi kesana. Dengan mengambil nafas dalam dan terdengar edi menyebut "bissmillah", kami pun kembali melangkah kan kami.
Kami pun sampai di belakang gedung, mencoba untuk melihat sekeliling menggunakan senter namun kami tidak menemukan apa pun.
"ga ada apa-apa rob" ucap edi.
"sekarang sih jam 9:59, coba aja tu---" ucap ku terputus.
Seketika aku merinding hebat, aku melihat nya.... ya... aku melihat lena muncul dari balik pohon, mengenakan dress putih panjang, dengan rambut yang selalu di gerai nya. Terlihat wajah nya begitu sedih saat itu, aku tidak melihat senyum yang biasa ku lihat dari wajah nya, entah mengapa.. hati ku seperti tersayat melihat nya.
"i....i..itu lena Rob?" tanya edi dengan begitu gugup.
"loh.. kamu bisa liat lena sekarang??". tanya ku heran.
"i...ia " ucap nya yang masih mengarahkan senter ke Lena.
Suasana begitu hening beberapa saat, dan di tengah keheningan itu aku sempat berfikir, mengapa edi juga bisa melihat Lena, padahal terkahir kali edi mengatakan ia tidak bisa melihat nya.
"Roberth..". panggil nya dengan suara lirih.
"Lena... aku di sini sesuai janji ku". jawab ku.
"Aku tau.." jawab nya dengan senyum tipis.
Lalu aku melihat lena berbalik dan berjalan meninggalkan kami.
"Len... !! " teriak ku memanggil nya.
"k..kayak nya dia minta kita untuk ikut rob". ucap edi yang masih terbata.
Kampi pun pergi mengikuti lena yang masuk ke dalam kebun, aku masih melihati Lena yang berjalan kaki tanpa alas. Aku mencoba untuk memanggil nya berkali-kali namun ia juga tidak menjawab nya. Edi terlihat memegangi lengan ku, dengan tujuan agar kami tidak terpisah.
Cukup lama kami berjalan, mungkin sekitar 15menitan, Lena masih juga belum mau berhenti atau menjawab panggilan ku.
"Perasaan kebun belakang ga seluas ini Rob". ucap edi yang masih memegangi lengan ku.
Aku pun beru tersadar, "Benar juga"... seharus nya kami sudah bertemu dengan tembok, karna kebun di belakang gedung fakultas kami, paling hanya memiliki luas 300m dan di balik tembok ada sebuah jalan raya. Dengan rasa yang semakin bercampur aduk, akhirnya kami melihat sebuah cahaya merah yang ku rasa itu adalah api obor. Kami pun terus berjalan mendekati cahaya itu.. sampai...
"Di...dimana ini??" ucap ku yang begitu kaget.
Aku melihat pintu masuk ke sebuah pedesaan yang terbuat dari bambu, dengan api obor yang di gantung kan di ujung atas masing-masing pintu. Edi pun terlihat begitu terkejut sampai ia tidak bisa mengatakan apa-apa.
Lalu tidak lama leni pun berhenti berjalan, dan membalikan badan ke arah kami.
"Selamat datang di rumah ku". dengan senyum tipis, kali ini aku melihat sedikit air mata menetes.
iwakcetol dan 36 lainnya memberi reputasi
37
Kutip
Balas
Tutup