Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
Tenung (Based on true story)


Quote:



Quote:



Update santai tiap selasa, jumat dan minggu jam 5 sore..


___________________________________________



Prolog

 Bel panjang pulang sekolah telah membuyarkan lamunan Anggita, Jam pelajaran terakhir telah usai. Dia bergegas membereskan semua alat-alat tulisnya dan memasukkan ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari kelas itu, menyusul teman-temannya yang udah duluan keluar kelas.

 Anggita adalah gadis manis siswi salah satu SMA swasta di kota X. Wajah yang bulat telur, kulit putih bersih, bibir mungil dan mata bulat bening berbulu mata lentik, rambut lurus hitam panjang, dengan tubuh sempurna khas cewek remaja yang sedang mekar-mekarnya, menjadikan dia sebagai salah satu kembang sekolah yang dikagumi, baik di sekolahnya sendiri, ataupun di sekolah lain.

 Saat keluar kelas, Anggita disamperin sama satu cewek yang telah jadi sahabat karibnya sejak dari SMP. Mereka lalu jalan bareng menuju pintu gerbang untuk pulang. Yosi memang sahabat Anggita yang paling dekat, mereka selalu berbagi segala hal, saling menceritakan semua hal tanpa ada yang ditutupi, bahkan termasuk urusan asmara.

Quote:


 Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah, Yosi jalan lurus, dan Anggita belok ke kiri. Rumah mereka emang nggak begitu jauh dari sekolah, jadi mereka cuma jalan kaki ke sekolah. Sepanjang perjalanan pulang itu Gita kembali memikirkan apa yang telah dia lamunkan di kelas tadi, biaya sekolahnya telah menunggak 3 bulan, dia tadi telah dipanggil oleh guru bp terkait dengan masalah itu, dan Gita kembali meminta kompensasi. Tapi sampai kapan?

 Gita merasa sungkan dan nggak enak kalo meminta ayahnya lagi, memang ayahnya, pak Harjanto, cuma berprofesi sebagai buruh dengan gaji pas-pasan. Sedangkan ibunya, bu Ningsih, adalah seorang ibu rumah tangga yang punya kerjaan sambilan menjahit baju di rumah untuk mendukung ekonomi keluarga, tapi sepertinya itu masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. 

 Anggita masih punya seorang kakak laki-laki yang duduk di bangku SMA kelas tiga bernama Anggara, dan sebentar lagi dia akan menghadapi ujian kelulusan. Gita juga masih punya satu adik laki-laki yang menginjak di kelas 2 SMP bernama Anggo. Dua saudaranya itu juga butuh banyak biaya sekolah, dan kakaknya tentu butuh biaya lebih besar untuk ujian.

 Sampailah Gita pada sebuah rumah sederhana yang selama ini dia tinggali bersama orang tua dan kedua saudaranya. Meskipun rumah itu sudah berdinding tembok, tapi banyak cat yang mengelupas, atapnya juga ada yang bolong, jadi kalo hujan, maka rumah itu jadi bocor di beberapa tempat. Dan begitu masuk rumah, Gita menekan keresahan hatinya agar tidak terpancar keluar, biar ibunya nggak tau, ibunya udah banyak menanggung beban, jadi dia nggak akan menambahinya lagi. 'Biarlah nanti aku langsung ngomong sama ayah aja', gitu pikirnya.

 Tepat jam 3 sore, Anggita telah siap berangkat, dia menunggu Yosi sambil duduk di lincak atau kursi panjang dari bambu di depan rumahnya, tepat di bawah jendela. Lima menit kemudian, Yosi pun datang mengendarai motor maticnya. Sore itu mereka akan pergi ke kolam renang umum dimana akan diadakan pengambilan nilai dari sekolah untuk pelajaran olah raga renang.

 Butuh waktu setengah jam untuk sampai di kolam renang umum itu. Suasana sangat ramai karena ternyata sekolah SMA lain yang juga sedang mengadakan pengambilan nilai di situ. Teman-teman satu kelasnya Anggita juga udah pada datang. Anggita langsung merasa nggak nyaman dengan situasi yang ramai itu, dia udah nggak mood lagi untuk mengikuti tes renang itu. Tapi Yosi sahabatnya terus membujuknya hingga akhirnya Anggita luluh juga.

 Dan saat memasuki pintu loket, Anggita tertegun, dia melihat satu cowok yang sedang melihat dia juga. Anggita mengenalinya sebagai cowok yang sedang mengejar-ngejar dia selama beberapa minggu terakhir. Ternyata SMA lain yang sedang penilaian di kolam renang itu adalah sekolahnya cowok yang mengejarnya. Sudah beberapa kali Gita menopak cowok itu, tapi dia masih nekat mengejar. Bukannya Gita membenci, tapi belum kepikiran olehnya untuk menjalin suatu hubungan dengan cowok.

 Suasana kolam renang yang sangat ramai, dan masih ditambah oleh keberadaan cowok itu, membuat Gita merasa semakin nggak nyaman. Maka langsung aja dia balik badan dan melangkah menuju pintu keluar. Tapi langkahnya segera terhenti saat ada satu suara besar dan lembut yang menegurnya.

Quote:


 Yosi menggamit tangan Gita dan mengajaknya menuju ke deretan kursi di pinggir kolam renang. Pak Zaini juga duduk di situ sambil memberi penilaian pada siswa yang lain yang sedang berenang satu persatu. Gita benar-benar nggak jadi renang kali itu. Dan dia ngerasa makin nggak nyaman karena cowok itu terus memperhatikannya dari seberang kolam renang. 

 Anggita berencana untuk menunggu sampai Yosi mendapat nilainya aja, abis itu dia akan langsung pulang. Tapi setelah Yosi selesai, dia malah mengajak Anggita makan di kantin kolam renang dulu sebelum pulang, bahkan Yosi bilang kali dia yang akan membayar semua makanan. Dengan terpaksa akhirnya Anggita mau menurutinya.

 Selesai makan, Gita merogoh saku celananya untuk mengambil duit, dia berniat untuk membayar makanannya sendiri. Gita emang nggak pernah bawa dompet, jadi duit dan kartu pelajar dia bawa di saku celananya. Tapi ternyata Yosi sudah membayar semua makanan itu saat memesan tadi, hingga akhirnya Gita memasukkan lagi duitnya ke dalam saku, tanpa dia sadari kalo kartu pelajarnya juga ikut keluar dan terjatuh ke lantai saat dia tadi mengambil duit dari sakunya. 

 Saat mereka mau beranjak pergi dari kantin itu, seorang karyawan kantin cewek datang menghampiri mereka sambil membawa sebuah kue besar berbentuk bulat, si karyawan meletakkan kue itu di atas meja, tepat didepan Anggita. Di atas kue itu ada dua buah lilin berbentuk angka 16 yang sudah menyala, dan di kue itu ada tulisan 'happy b'day Anggita', itu adalah kue ulang tahun! Gita bahkan sama sekali nggak ingat kalo hari ini adalah ulang tahunnya!

Quote:


 Dua cewek, terbengong keheranan menatap kue ultah itu, siapa yang udah repot-repot ngasih kue ultah kayak gitu? Tapi pertanyaan mereka pun segera terjawab saat ada seseorang berdiri di ambang pintu kantin sambil membawa seikat besar bunga mawar. Dia adalah cowok yang tadi, cowok yang telah mengejar-ngejar Anggita!

 Cowok itu tersenyum sambil melangkah perlahan memasuki kantin. Dan ternyata dibelakangnya ada banyak temen-temen satu SMA dengan cowok itu yang membawa kertas besar bertuliskan 'happy b'day Anggita, will you be my girl?'. Bahkan temen-temen yang satu SMA dengan Anggita pun ikut bergabung dengan mereka. Si cowok yang membawa bunga mendekati Anggita dan berdiri tepat di depannya.

Quote:


 Suasana kantin yang semula sepi itu jadi riuh oleh suara temen-temen si cowok yang meneriakkan kata-kata agar Gita menerima, tapi hal itu tetap nggak membuat Gita bergeming, dalam hatinya membatin, mungkin inilah saat bagiku untuk ngomong jujur, gitu pikirnya.

Quote:


 Anggita bangkit dari tempat duduknya dan langsung beranjak keluar kantin. Yosi pun langsung menyusulnya. Sementara si cowok cuma terdiam menatap nanar pada kue ultah diatas meja. Dadanya bergemuruh, menahan rasa malu yang teramat sangat.

 Apalagi kini teman-temannya pun beranjak pergi dari kantin satu persatu tanpa ngomong apa-apa. mereka bahkan nggak berusaha nyamperin si cowok. Sape akhirnya kantin itupun sepi kembali, cuma beberapa pengunjung yang ikut menyaksikan seluruh adegan drama itu. Drama tentang seorang anak remaja yang telah gagal nembak seorang cewek.

 Si cowok masih berdiri mematung, hatinya serasa hancur, sia-sia sudah semua perjuangannya selama beberapa bulan ini, semua usahanya menyiapkan pesta ultah hari ini ternyata nggak ada gunanya. Dan satu hal yang paling memukul egonya adalah, rasa malu yang teramat sangat, ditolak di depan semua temen-temennya, temen-temen Anggita, dan semua pengunjung kantin.

 Seluruh rasa cintanya pada Anggita telah sirna dengan seketika, berganti oleh suatu perasaan benci dan dendam yang meluap-luap. Lalu tanpa sengaja matanya tertumbuk pada suatu benda yang tergeletak di lantai kantin, tepat di bawah meja. Dia beranjak memungut benda itu yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar. 

 Kartu itu adalah kartu pelajarnya Anggita yang tadi terjatuh tanpa sengaja. Dia memandangi foto wajah cantiknya Anggita di kartu pelajar itu. Setanpun menyelinap di hati dan otaknya, membuat semua rasa malu, sakit hati, amarah dan rasa sedih meluap-luap campur aduk menjadi satu. Mendadak suatu ide gila terlintas begitu saja, ide dari setan yang membisikinya.

Quote:


 Satu tekad bulat terpatri di hati dan pikirannya, dia harus membalas semua yang dia peroleh hari ini. Lalu dengan langkah-langkah lebar, cowok itu beranjak menuju ke pintu kantin, meninggalkan kue ulang tahun di atas meja yang lilinnya masih menyala..



-----<<<{O}>>>-----



 Langit sudah mulai menggelap karena matahari sudah terbenam, ditambah lagi mendung hitam tebal telah menggantung di langit sejak tadi sore, sesekali terlihat kilatan-kilatan petir menerangi alam dalam sekejap, disusul suara menggelegar yang teramat keras sampai mampu menusuk gendang-gendang telinga. 

 Tapi semua pertanda kalo akan terjadi badai itu tak membuat langkah kaki seorang cowok jadi terhenti, dengan mantap dia memasuki sebuah halaman rumah luas yang berpagar bambu. Dia adalah cowok berusia 17 tahun, masih kelas dua SMA, cowok yang telah ditolak cintanya oleh Anggita di depan banyak orang. Dengan nekat dia telah mendatangi rumah ini untuk melaksanakan tekadnya.

 Untuk sejenak cowok itu memandangi keseluruhan rumah itu. Rumah sederhana berdinding papan, dan dia merasa ragu, benarkah ini rumah yang dimaksud? Tapi menurut petunjuk yang dia dapat, memang inilah rumah yang dimaksud. Maka dia pun mulai mengetuk pintu rumah itu dan menunggu.

 Tiga kali mengetuk, dan akhirnya pintu itupun terbuka. Muncullah seorang aki-aki berusia sekitar 50 tahunan, rambut sebagian sudah memutih. Dia memakai hem batik dan sarung. Sekilas penampilannya nggak berbeda dengan penduduk biasa di desa ini, dan itu membuat si cowok kembali ragu.

Quote:


 Si cowok pun mengikuti si aki memasuki ruang tamu rumah itu. Si cowok memandang berkeliling, nggak ada yang aneh, perabotan meja kursi biasa, sangat jauh berbeda dengan yang dia bayangkan sebelumnya. Ruang tamu itu sama kayak ruang tamu di rumah-rumah lain, sama sekali nggak menandakan kalo itu adalah rumah seorang praktisi. Si cowok duduk di kursi berhadapan dengan si aki.

Quote:


 Si pemuda mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah beberapa bundel uang, dia letakkan uang itu di atas meja di depannya. Dan mata si aki membesar melihat tumpukan uang itu, semua rasa ragunya hilang seketika, kepercayaannya timbul perlahan. Cowok itu memang sengaja keluarkan duit buat nunjukin kalo dia nggak main-main.

Quote:


 Hujan telah turun dengan sangat deras saat si cowok keluar dari rumah itu. Angin ribut bertiup sangat kencang disertai gelegar petir tanpa henti. Badai besar telah melanda kawasan desa itu. Tapi si cowok nekat berlari ke arah mobilnya yang terparkir di pinggir jalan depan rumah. 

 Suatu kepuasan terlintas, sebentar lagi dia akan melihat Anggita menderita hingga meminta ampun padanya. Sebuah rencana jahat dan keji telah tersusun dan mulai dijalankan, rencana yang berdasar pada bisikan setan. Mata hati dan pikirannya telah tertutupi oleh sakit hati dan dendam..



Bersambung..



Diubah oleh Mbahjoyo911 10-10-2021 10:11
sampeuk
xue.shan
jondero
jondero dan 257 lainnya memberi reputasi
256
141.7K
3.9K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
Mbahjoyo911Avatar border
TS
Mbahjoyo911 
#150
Pantangan
 Anggita tersadar oleh suara-suara orang bercakap-cakap banyak sekali, seperti sedang ada banyak orang yang ngomong secara bersamaan. Tapi saat Gita membuka mata, suara-suara itu langsung sirna seketika. Yang dilihat pertama kali adalah genteng rumahnya, memang rumahnya itu nggak ada atap eternitnya, jadi dia bisa melihat langsung ke arah genteng rumah.

 Mata Gita memandang berkeliling, dia sedang berada di kamarnya sendiri, rebahan di tempat tidurnya, nggak ada orang sama sekali kecuali ibunya yang sedang tertidur di sebelahnya. Lalu pandangannya beralih ke jam dinding yang menunjuk di angka 9 pagi. Dua jam lebih dia nggak sadarkan diri. Badannya terasa nggak enak, ada rasa sakit menyengat di bagian dada dan perut, tengkuknya masih terasa berat. Entah apa yang terjadi padanya, sampe saat itu dia nggak tau.

 Gita masih saja merasa seperti ada belasan pasang mata yang sedang mengawasinya, kamar itu juga masih terasa penuh sesak dan berhawa panas, membuat dia merasa takut, merinding dan sangat nggak nyaman. Maka diapun beranjak bangun. Tapi gerakannya telah membuat ibunya terbangun juga.

Quote:


 Bu Ningsih pun beranjak keluar kamar. Gita kembali memejamkan mata, tapi mendadak suara-suara banyak orang itu terdengar lagi, dan matanya langsung membelalak terbuka. Gita merasa sangat ketakutan, jadi dia beranjak membuka jendelanya, memandang termenung ke arah pagar tembok rumah tetangga. 

 Sudah dua kali Gita memuntahkan paku yang entah darimana asalnya. Dia ingat betul, tenggorokan dan mulutnya terasa sangat sakit seperti disayat waktu paku itu keluar dari mulutnya. Waktu itu dia juga merasakan tiupan angin dingin itu lagi, tengkuknya jadi terasa makin berat hingga membuatnya kehilangan kesadaran. Dia bener-bener nggak tau apa yang terjadi. 

 Lamunannya buyar saat ibunya masuk ke kamar sambil membawa sepiring bubur ayam. Aroma bubur itu membuat Gita merasa sangat lapar. Tanpa tunggu lagi dia segera memakannya. Tapi sekali lagi, baru satu sendok aja, Gita langsung tersedak dan muntah kembali. Dan kali ini dua buah paku berkarat ikut keluar dari mulutnya lagi. Dan saat itulah Gita nggak ingat apa-apa lagi, rebah pingsan di tempat tidurnya.

 Bu Ningsih diam terpaku memandang pada anak gadisnya yang tak sadarkan diri itu.  Bulu kuduknya meremang, dia juga merasa sangat takut. Tapi ketakutannya itu masih kalah dengan rasa iba, sedih, dan sangat kuatir. Ya Allah.. sebenarnya apa yang terjadi pada anakku.. kenapa dia bisa dapat cobaan seperti ini..?Berbagai keanehan yang nggak masuk akal terus saja terjadi pada anaknya itu. Segala perasaan campur aduk membuncah di dadanya hingga tanpa sadar air matanya mengalir deras membasahi pipi. 

 Bu Ningsih sama sekali nggak habis pikir, bagaimana mungkin Gita bisa memuntahkan paku itu, juga darimana asal paku itu. Dan pasti rasanya sakit sekali ketika paku itu keluar. Tapi kini dia tau kalo nasi lah yang jadi pemicu keluarnya paku itu. Dan mulai sekarang dia akan menjauhkan segala unsur nasi dari anaknya. Bu Ningsih nggak bisa berbuat apa-apa untuk menolong anaknya, tapi setidaknya saat ini, cuma itulah usaha yang bisa dia lakukan agar anaknya nggak memuntahkan paku lagi.

 Dalam seminggu ke depan itu Gita sama sekali nggak makan nasi, dia merasa takut kalo makan nasi akan memuntahkan paku lagi. Gita cuma memakan mie doank, mulai bakmi jawa sampe mie instant. Dan yang paling disukainya adalah mie ayam, sehari tiga kali dia makan mie ayam terus-terusan. Bu Ningsih sendiri juga melarang Gita memakan nasi, dia nggak mau anaknya menderita lagi.

 Dan selama seminggu itu Gita nggak memuntahkan paku lagi. Meskipun dia masih sering pingsan mendadak, tapi setidaknya nggak ada paku lagi. Sesekali dia udah mulai masuk sekolah meskipun nggak full seminggu, karena keadaannya yang gampang pingsan itu. Beruntung guru-guru sekolahnya memaklumi, dan Gita mendapat ijin dari sekolah.

 Keluarganya masih merahasiakan soal keadaan Anggita ini pada siapapun, bahkan bulek Narsih, adiknya pak Harjanto yang rumahnya lumayan deket aja nggak tau soal ini. Bulek Narsih adalah keluarga terdekat mereka. Untuk sementara keluarga pak Harjanto mulai merasa agak tenang, Tapi ternyata ketenangan itu itu nggak bertahan lama.

 Sabtu sore itu Gita di rumah dengan Anggono adiknya. Ibu bapaknya lagi pengajian di rt sebelah, kakaknya entah main kemana. Anggita merasa lapar, karena sejak siang dia memang belum makan sama sekali sejak adanya insiden paku itu, nafsu makannya berkurang jauh. Gita mulai menggerataki lemari dapur untuk mencari mie instan persediaan khusus baginya. 

 Tapi ternyata persediaan mie instan itu telah habis, sedangkan warung mie ayam sangat jauh dari rumah, dan biasanya ayahnya atau Anggara lah yang membelikannya. Jaman segitu belum ada yang namanya online food, hp aja belom ada, apalagi makanan online. emoticon-Hammer

 Gita keluar rumah menuju warung tetangganya. Tapi entah suatu kebetulan atau bagaimana, ternyata persediaan mie instan di warung itu juga habis. Gita balik lagi ke rumah dengan lesu, terpaksa malam ini dia menahan lapar lagi. Ada satu opsi lagi, yaitu membeli bakmi jawa di warung tetangganya, tapi kalo dia kesana sendirian, pasti dia akan merasa seperti diikuti sesuatu lagi,  cuma membayangkan aja dia jadi merasa takut.  Tapi begitu melihat Anggono, Gita jadi punya harapan.

Quote:


 Mereka jalan beriringan menuju ke warung bik Inah, tetangganya sendiri. Bik Inah memang membuka warung bakmi jawa di depan rumahnya, jaraknya sekitar 50 meter dari rumah Gita. Saat berjalan itu, Gita merasa ada yang janggal, dia nggak merasa diikuti seperti yang biasanya dia rasakan, mungkin karena dia lagi sama Anggono, jadi nggak ada yang berani mengikutinya, entahlah.. gitu pikirnya. Sampai saat itu Gita bahkan belum tau apa atau siapa yang sering mengikutinya itu.

 Sampai di warung, ternyata disitu ada bulek Narsih yang sedang membeli bakmi jawa juga. Gita memesan seporsi bakmi jawa dan dua gelas teh anget. Sambil menunggu pesanan, mereka ngobrol dengan buleknya itu. Keluarga bulek Narsih memang sangat dekat dengan keluarganya Gita, mereka sering membantu keluarganya Gita, karena keluarga bulek Narsih ini bisa dikatakan sebagai keluarga yang berada dan serba berkecukupan. Dan bulek Narsih sangat memahami kekurangan ekonomi dalam keluarganya Gita.

Quote:


 Obrolan mereka terhenti saat pesanan datang. Aroma bakmi goreng itu membuat perut Gita makin tambah lapar, tanpa ragu Gita langsung menyantapnya. Satu sendok, dua sendok, masih aman, karena yang dimakan itu cuma mie. Tapi begitu suapan ketiga tertelan, Gita merasakan sakit luar biasa pada perut dan dadanya.

 Anggita langsung tersedak, bakmi yang sempat tertelan itu tersembur keluar lagi, bertebaran di atas meja. Dan diantara bakmi itu ada paku berkarat lagi! Nggak tanggung-tanggung, kali ini lima buah paku keluar dari mulutnya secara bersamaan! Tampak sepercik darah juga ikut keluar dari mulutnya. Bulek Narsih dan bik Inah terpekik kaget.

Quote:


 Nggak ada yang menjawab dua pertanyaan itu. Anggo bergegas memegangi Gita, karena dia hafal, habis memuntahkan paku, biasanya Gita akan langsung pingsan, tapi ternyata Gita masih sadar dan cuma bersandar di kursinya, wajahnya pucat seputih kapas, tenggorokan dan mulutnya terasa sangat sakit, badannya gemetar. Bulek Narsih mendekati Gita dan memeriksa keadaannya, tapi kemudian matanya tertumbuk pada sebatang paku berkarat di atas meja. Paku itu sepanjang 10 senti! Dia juga melihat empat batang paku lagi yang berukuran lebih kecil. Bulek Narsih memungut paku terbesar itu.

Quote:


 Warung itu dilanda kesunyian, bik Inah dan bulek Narsih semakin merasa merinding, seluruh tubuh mereka jadi terasa sangat dingin, suatu ketakutan luarbiasa mulai merayapi mereka, gemetar di tubuh mereka terlihat jelas. Wajah mereka menunjukkan kengerian. Mereka belum pernah mengalami kejadian aneh semacam ini. Tapi Anggo malah cuma diam, nggak mau menjelaskan lebih lanjut.

 Sementara Gita sendiri malah merasa sangat heran, dia cuma makan bakmi, tapi kenapa itu paku masih aja keluar. Maka dengan penasaran dan menahan sakit di mulutnya, dia mengaduk-aduk dan mengamati bakmi itu dengan sendoknya. 

 Dan diantara bakmi itu, dia juga melihat mie bihun yang tercampur jadi satu. Kini Gita jadi tahu, bihun terbuat dari beras juga, dan hal itu sudah menjadi penyebab dia memuntahkan paku lagi! Meskipun Gita nggak tau apa sebabnya, tapi dia juga hafal, kalo segala unsur nasi adalah pantangan baginya.

Quote:


 Bik Inah coba bangkit dengan gemetaran. Sementara bulek Narsih pun berpamitan, dia mendukung Gita keluar warung untuk menuju ke rumah Gita. Bik Inah mulai memasak bakmi jawa lagi, kali ini tanpa campuran bihun. Dia nggak berani nanya apa-apa lagi karena masih dilanda ketakutan hebat. Sementara Anggono masih tak habis pikir, cuma sedikit bihun aja udah bisa membuat mbaknya memuntahkan paku lagi.

 Setelah pesanan selesai di masak, Anggono pun berpamitan, tak lupa dia juga membawa lima buah paku yang dimuntahkan oleh Gita tadi. Saat Anggono sampai di rumah, ibu bapaknya telah ada di rumah juga. Mereka sedang berbincang dengan bulek Narsih, menjelaskan semua keanehan yang terjadi pada diri Anggita. Di ruang tamu itu juga ada Anggara dan Anggita. Anggo pun segera mengambilkan piring dan sendok untuk Gita.

Quote:


 Kini mereka jadi sibuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Ruang tamu jadi terasa hening, dan hawa di dalam rumah itu terasa semakin dingin saja. Pak Harjanto sekeluarga sangat awam dalam hal seperti ini, karena memang dari awal mereka sudah tidak mempercayainya. Dan kini kejadian itu benar-benar menimpa anaknya.

 Pak Harjanto dan bulek Narsih memang bukan berasal dari kota ini, mereka berasal dari sebuah desa yang berjarak 50 kilo dari kota ini. Desa itu memang masih kental dengan dunia magis, masih banyak praktek ilmu gaib disana. Tapi meskipun begitu, pak Harjanto dan bulek Narsih dibesarkan dalam satu keluarga yang sangat taat beribadah, hingga kepercayaan akan hal magis makin meluntur.

 Heningnya ruang tamu itu dihiasi suara sendok beradu piring dari Anggita, dia masih teruskan makan malamnya. Sementara yang lainnya kini malah memperhatikan Anggita yang lagi makan dengan sangat perlahan, sesekali air mata Gita keluar karena menahan sakit di mulutnya, ternyata paku tadi telah menggores bagian dalam mulutnya hingga menimbulkan luka, dan juga rasa perih luar biasa saat Gita mengunyah. Luka itulah yang menyebabkan ada sepercik darah yang ikut keluar saat dia muntah tadi. Tapi Gita masih  memaksakan diri untuk terus makan, karena dia memang lapar.

 Tanpa terasa, air mata bu Ningsih ikut keluar, dia seakan ikut merasakan perih yang dirasakan oleh anaknya itu. Dia merasa miris, segala rasa iba dan sedih seakan merayapi hatinya secara bersamaan. Anggita adalah anak kesayangannya, juga kesayangan seluruh keluarga, karena Anggita adalah cewek satu-satunya. Dan bu Ningsih pun bertekad, bagaimanapun caranya, berapapun biayanya, dia akan menempuh itu, demi kesembuhan anaknya.



Bersambung..


3


fredielogan14
sampeuk
jondero
jondero dan 98 lainnya memberi reputasi
99
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.