- Beranda
- Stories from the Heart
LIMA BELAS MENIT
...
TS
gitartua24
LIMA BELAS MENIT


PROLOG
"Masa SMA adalah masa-masa yang paling ga bisa dilupakan." menurut sebagian orang. Atau paling engga gue anggepnya begitu. Di masa-masa itu gue belajar banyak tentang kehidupan mulai dari persahabatan, bandel-bandel ala remaja, cita-cita, masa depan, sampai menemukan pacar pertama dan terakhir?. Drama? mungkin. pake banget? bisa jadi.
Masa Sma bagi gue adalah tempat dimana gue membentuk jati diri. Terkadang gue bantuin temen yang lagi kena masalah dengan petuah-petuah sok bijak anak umur tujuh belas tahun. Gak jarang juga gue ngerasa labil sama sikap gue sendiri. mau gimana lagi, namanya juga anak muda. Kadang gue suka ketawa-ketawa sendiri dan mengamini betapa bodohnya gue saat itu.
Gue SMA di jaman yang namnya hp B*ackberry lagi booming-boomingnya. Di jaman itu juga yang namanya joget sapel-sapelan lagi hits. Mungkin kalo lo inget pernah masuk atau bahkan bikin squd sendiri terus launching jaket sambil jalan-jalan di mall mungkin lo bakal malu sendiri saat ada temen lo yang ngungkit-ngungkit masa itu. Gue sendiri paling kesel kalo adan orang petantang-petenteng dengan bangganya bilang kalu dia anggota salah satu squad sapel terkenal di ibu kota dan sekitarnya. Secara saat itu gue lebih suka nonton acara metal di Rossi Fatmawati. Playlist lagi gue juga ga jauh-jauh dari aliran metal, punk, hardcore. Mungkin itu yang ngebuat gue ga terlalu suka lagu EDM atau rap yang mumble. Atau bahkan lagu RnB yang sering ada di top 100 Joox dan Spotify. Yaaa meskipun gue sekarang lebih kompromi dengan dengerin lagu apa aja yang gue suka, ga mandang genre.
Oiya, nama gue Atreya xxxxx. Biasa dipanggil Treya, dengan tinggi 182 cm dan berat 75 kg (naik turun tergantung musim). Ganteng dan menawan? relatif. Nama gue mungkin aneh ntuk orang Indonesia. Tapi gue suka dengan nama ini. karena pada dasarnya gue emang gasuka segala sesuatu yang banyak orang lain suka. Gue anak kedua dari dua bersaudara. Gue lahir dan besar di Jakarta, lebih tepatnya Jakarta selatan. Ga tau kenapa ada pride lebih aja Jakarta selatan dibanding bagian Jakarta lainnya, meskipun gue tinggal di Bintaro, hehe. Bokap gue kerja di suatu kantor yang ngurusin seluruh bank yang ada di Indonesia. Meski kerja kantoran tapi bokap gue suka banget yang namanya musik. mungkin darah itu menurun ke gue. Nyokap gue seorang ibu rumah tangga yang ngerangkap jadi pebisnis kecil-kecilah dimana orderan paling ramenya dateng pas bulan puasa. mulai dari makanan kering sampe baju-baju. Kakak gue cewek beda empat tahun. Waktu gue masuk SMA berarti doi baru masuk kuliah. Kakak gue ini orangnya cantik pake banget gan. kembang sekolah gitu dah. Gue bahkan sampe empet kalo ada temen cowoknya yang sok-sok baikin gue.
Lo percaya dengan dunia pararel? Dunia dimana ada diri kita yang lain ngelakuin sesuatu yang beda sama apa yang kita lakuin sekarang. Misalnya lo ada di dua pilihan, dan lo milih pilihan pertama. Untuk beberapa lama setelah lo ngejalanan pilihan lo mungkin lo bakal mukir ""Gue lagi ngapain yaa sekarang kalo milih pilihan yang kedua. mungkin gue lebih bahagi. Atau mungkin lebih sedih." Hal itulah yang ngebuat gue bikin cerita ini.
Ditahun itu gue baru masuk salah satu SMA di Jakarta selatan. Disaat itu juga cerita gue dimulai
INDEX
Part 1 - MOS day
Part 2 - Perkenalan
Part 3 - Peraturan Sekolah
Part 4 - Balik Bareng
Part 5 - Masih MOS Day
part 6 - Terakhir MOS Day
Part 7 - Hujan
Part 8 - Pertemuan
Part 9 - Debat Penting Ga Penting
Part 10 - Atas Nama solidaritas
Part 11 - Rutinitas
Part 12 - Om Galih & Jombang
Part 13 - Gara Gara Cukur Rambut
Part 14 - Rossi Bukan Pembalap
Part 15 - Bertemu Masa Lalu
Part 16 - Menghibur Hati
Part 17 - Ga Makan Ga Minum
Part 18 - SOTR
Part 19 - Tubirmania
Part 20 - Bukber
Part 21 - Masih Bukber
Part 22 - Wakil Ketua Kelas & Wacana
Part 23 - Latihan
Part 24 - The Rock Show
Part 25 - After Show
Part 26 - Anak Kuliahan
Part 27 - Malam Minggu Hacep
Part 28 - Aneh
Part 29 - Kejutan
Part 30 - Dibawah Sinar Warna Warni
Part 31 - Perasaan
Part 32 - Sela & Ramon
Part 33 - HUT
Part 34 - Masuk Angin
part 35 - Kunjungan
Part 36 - Wacana Rico
Part 37 - Atletik
Part 38 - Pengganggu
Part 39 - Nasib jadi Adek
Part 40 - Boys Talk
Part 41 - Taurus
Part 42 - Klise
Part 43 - Eksistensi
Part 44 - Utas VS Aud
Part 45 - Naik Kelas
Part 46 - XI IPA 1
Part 47 - Yang Baru
Part 48 - Lo Pacaran Sama Putri?
Part 49 - Sok Dewasa
Part 50 - Masih Sok Dewasa
Part 51 - Salah Langkah
Part 52 - Penyesalan
Part 53 - Bubur
Part 54 - Bikin Drama
Part 55 - Latihan Drama
Part 56 - Pertunjukan Drama
Part 57 - Coba-Coba
Part 58 - Greet
Part 59 - Sparing
Part 60 - Sedikit Lebih Mengenal
Part 61 - Hal Tidak Terduga
Part 62 - Hal Tidak Terduga Lainnya
Part 63 - Ngedate
Part 64 - Berita Dari Kawan
Part 65 : Second Chance
Part 66 - Maaf Antiklimaks
Part 67 - Bikin Film
Part 68 - Sudden Date
Part 69 - Masih Sudden Date (Lanjut Gak?)
Part 70 - Kok Jadi Gini
Part 71 - Sedikit Penjelasan
Part 72 - Sehari Bersama Manda
Part 73 - Masak Bersama Manda
Part 74 - Malam Bersama Manda
Part 75 - Otw Puncak
Part 76 - Villa & Kebun Teh
Part 77 - Malam Di Puncak
Part 78 - Hari Kedua & Obrolan Malam
Part 79 - Malam Tahun Baru
Part 80 - Shifting
Part 81 - Unclick
Part 82 - Gak Tau Mau Kasih Judul Apa
Part 83 - 17
Part 84 - Hari Yang Aneh
Part 85 - Pertanda Apa
Part 86 - Ups
Part 87 - Menjelang Perpisahan
Part 88 - Cerita Di Bandung
Part 89 - Obrolan Pagi Hari & Pulang
Part 90 - Awal Baru
Part 91 - Agit
Part 92 - Tentang Sahabat
Part 93 - Keberuntungan Atau Kesialan
Part 94 - Memulai Kembali
Part 95 - Belum Ingin Berakhir
Part 96 - Makan Malam
Part 97 - Rutinitas Lama
Part 98 - Sekedar Teman
Part 99 - Bukan Siapa-Siapa
Part 100 - Seperti Dulu
Part 101 - Kue Kering
Part 102 - Perusak Suasana
Part 103 - Cerita Di Warung Pecel
Part 104 - Konfrontasi
Part 105 - Tragedi Puisi
Part 106 - Gak Sengaja Jadian
Part 107 - Day 1
Part 108 - Mengerti
Part 109 - Sisi Lain
Part 110 - Cemburu
Part 111- Cemburu Lagi
Part 112 - Cerita Akhir Tahun
Part 113 - Ketemu Lagi
Part 114 - Malam Panjang
Part 115 - Malam Masih Panjang
Part 116 - Malam Berakhir
Part 117 - Mereka Bertemu
Part 118 - rekonsiliasi
Part 119 - Bicara Masa Depan
Part 120 - Langkah
Part 121 - UN
Part 122 - Pilox & Spidol
Part 123 - Menjelang Prom
Part 124 - Malam Perpisahan
Part 125 - Sebuah Akhir Untuk Awal Baru (TAMAT)
Epilog - Untuk Perempuan Yang Sempat Singgah Di Hati
Terima Kasih, Maaf, & Pengumuman
Special Part : Gadis Manis & Bocah Laki-Laki Di Kursi Depan
MULUSTRASI
Diubah oleh gitartua24 25-04-2022 01:17
JabLai cOY dan 122 lainnya memberi reputasi
119
197.8K
1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
gitartua24
#844
Part 117 - Mereka Bertemu
Tahun berganti seiring hari-hari juga berganti. Nggak kerasa sekarang udah masuk semester terakhir gue bersekolah. Belom lagi semester terakhir cuman berjalan sampe bulan April yang mana bikin makin nggak berasa lagi. Pelajaran udah makin sedikit dan digantiin sama ujian kecil-kecilan dan tryout.
Setelah tahun baruan dan pas masih masa-masa libur pergantian tahun gue sempet ketemu Putri. Waktu itu gue main ke rumahnya. Yaaah namanya kangen, wkwkwk. Gue berangkat naik motor dengan pakaian kasual, malah bisa dibilang terlalu nyantai. Pake sweater dan celana jins pendek, soalnya ga ada wacana mau kemana-mana juga. Tapi tetep mandi kok. Dan gue berangkat rada sorean biar nggak terlalu panas.
Tiba di rumah Putri gue langsung duduk di depan teras rumah dia, setelah salim sama bokap nyokapnya tentunya. kita ngobrolin banyak hal hari itu, lebih utamanya ngobrolin tentang malem tahun baruan kemarin.
Diawali dengan Putri yang bercerita tentang kegiatan yang dia lakukan di rumah saudaranya. Kayak saudara sepupunya yang masih kecil nguasain tv buat main ps dan ngebuat suadara-saudara yang lainnya ikutan main. Bakar-bakaran yang mereka lakukan di malam hari. Dia cerita kalau malem hari itu ga ada minyak tanah buat nyalain arengnya, tapi entah gimana ceritanya salah satu omnya binya nyalain areng tersebut dengan mudah.
“Kalau kita yang nyalain mungkin baru berjam-jam arengnya bisa nyala.” Kata gue berkomentar lalu diiringi dengan tawa Putri.
Terus Putri cerita pas dia nyalain petasan pas malem pergantian tahun sama saudara-saudaranya, dan entah kenapa dia jadi keinget waktu kita kelas sepuluh dulu. Gue juga bilang inget hal yang sama waktu temen-temen gue nyalain petasan tembak tersebut. Gue bilang kalau inget gimana caranya kita bisa deket dulu.
Seketika alur cerita berubah dan sekarang giliran gue yang berbicara. Gue menceritakan ketidak jelasan Rico yang mau ngajak kita kemana. Ngedenger cerita gue yang sambil ngedumel sendiri dia lagi-lagi cuman bisa ketawa. “Aku bisa ngebayangin sih.” Begitu komentarnya. Terus berlanjut ketika gue ke bar di pondok indah. Putri nanya “Ga banyak-banyak kan minumnya?” dengan wajah yang sedikit ditekuk. Terus gue menjelaskan yang seadanya tentang takaran gue minum malem itu. Toh intinya gue nggak kenapa-kenapa.
Sebenrnya saat itu gue pengen ngasih tau kehadiran Manda malem itu. Putri sempet denger nama Manda sekali beberapa waktu lalu dan dia bilang kalau dia percaya sama gue. Tapi entah kenapa saat itu nama Manda sama sekali nggak ada di benak gue. Mungkin bisa dibilang kareng gue nggak menganggap kehadiran Manda malem itu, dan lebih berharap dengan kehadiran Putri di sana pada saat kemarin. Buat gue kehadiran Manda kemarin cuman angin lalu. Cuman orang yang emang nggak sengaja ketemu. Mungkin karena itu gue lupa. Atau mungkin gue sama sekali nggak menganggap kehadiran Manda.
Gue dan Putri terus mengobrol berbagai hal ngalor ngidul di depan rumahnya. Entah udah berapa gelas air putih yang gue habiskan dan berapa jajanan yang udah kita beli. Gue bahkan sampe makan malem berdua sama Putri di sekitaran rumahnya. Sampe akhirnya jam sembilan malam gue pulang.
*****
Malam minggu pertama setelah masuk sekolah di semester terakhir gue habiskan bersama Putri buat sekedar jalan-jalan di PIM. Sumpah referensi gue kurang banget kayaknya. Abis gue ga tau lagi tempat ngedate saat itu. Tapi Putri juga nggak keberatan.
Kalau lagi jalan biasanya kita gantian liat-liat toko dan barang yang menarik bagi kita. Kalau Putri jelas pakaian-pakaian atau aksesoris cewek lainnya. Kalau gue sendiri lebih suka ke toko kaset/cd yang ada. Siapa tau ada rilisan baru. Meskipun social media udah booming, tapi streaming platform belom semasif sekarang. Toko kaset/cd jadi pilihan utama buat dengerin musik secara legal dan buat memilikinya. Kalau mau yang illegal tinggal ke 4shared, wkwkwk.
Gue dengan senang hati menemani Putri melihat pakaian-pakaian atau pernak pernik perempuan yang ada di dalem toko, meskipun terkadang ada sisi tomboy yang terlihat dari pilihan dia melihat baju atau aksesoris. Sementara Putri juga dengan senang hati menemani gue ngeliat-liat kaset/cd atau pernak-pernik anak cowok kaya sepatu jeans dan sebagainya. Meskipun kita berdua kebanyakan liat-liatnya, kagak beli.
Satu toko yang ngebuat kita berdua (setidaknya) antusias adalah gramedia. Kita berdua emang nggak ada yang jadi bookworms banget, tapi entah kenapa enak aja buat ngeliat tumpukan-tumpukan buku yang ada. Sambil ngeliatin sinopsisnya kemudian berpikir mungkin kapan-kapan gue bakal beli ini buku buat dibaca. Itu kalau gue lagi nemenin Putri di rubrik novel, pas giliran gue pindah ke rubrik komik gantian gue yang lebih banyak bercerita. Kebanyakan tentang komik yang berasal dari film kartun (lebih ke anime sih sebenenrya) yang gue tonton waktu masih kecil, sambil cerita sekilas jalan ceritanya.
Di bagian lain gramedia gue lebih suka ngeliat alat-alat musik. Sekedar megang-megang dan bunyiin karena keisengan tangan gue. Sementara Putri lebih suka ke peralatan tulis. Kadang begitu gue ngelewatin rak-rak yang berisikan pulpen pulpen mahal gue berpikir kayaknya keren juga yaaa kalau punya kayak ginian satu aja. Terus ada nama kita di gantungannya. Biar keliatan kayak orang sukses, wkwkwk.
Saat hari makin malem gue dan Putri memutuskan buat pergi ke area foodcourt di pim 2 buat makan. Emang kita lebih sering makan antara di area 51 atau foodcourt pim 2 soalnya harganya lebih terjangkau dan lebih banyak makanan yang kita tau.
Selayaknya main di daerah dimana banyak orang-orang yang kita kenal juga tinggal, maka bukan hal aneh kalau tiba-tiba kita ketemu sama orang yang kita kenal di sini. Bukan sekali dua kali gue ketemu sama temen gue atau bahkan guru. Tapi hari itu gue dan Putri bertemu sama seseorang yang sama sekali nggak gue duga.
Gue dan Putri lagi berjalan beriringan di bagian kiri koridor mall dimana banyak pertokoan. Gue berada di sisi luar sementara Putri berada di sisi dalem. Ketika sebentar lagi sampe di tempat tujuan kita, tiba-tiba ada suara yang memanggil nama gue dari depan. Gue yang sebelumnya lag fokus ke Putri karena kita jalan sambil ngobrol tiba-tiba teralihkan ke arah suara tersebut.
Saat gue menoleh ke arah depan entah dari mana munculnya tiba-tiba udah ada Manda di sana. Seketika gue langsung berhenti di tempat seolah menunggu kedatangan Manda di hadapan gue.
“Hai Tre.” Sapa Manda ketika dia udah berada di hadapan gue. Dari caranya ngomong gue sama sekali nggak ngeliat intensi apapun selain sekedar menyapa kenalan.
“Eh, hai Man.” Balas gue sebiasa mungkin.
Saat itu Manda hanya seorang diri dan gue nggak melihat siapapun di sekitar dia. Mungkin lagi misah sama temennya atau sama orang tuanya. Kita terdiam selama beberapa saat. Kediaman yang cukup membuat suasana jadi canggung. Tiba-tiba Putri melingkarkan tangannya di lengan kiri gue sambil sedikit menarik yang membuat gue tersesadar. Gue harus mengucapkan sesuatu.
“Eh Man, ini kenalin Putri cewek gue. Put ini Manda yang waktu itu pernah gue ceritain.” Kemudian mereka Pun saling bersalaman.
“Ceritain? Ceritain apaan nih?” Tanya Manda sesaat setelah melepaskan jabat tangan.
“Waktu itu temen kita pernah cerita.” Sahut Putri.
“Siapa? Rico?”
“Eh, iya Rico, kamu kenal?”
“Kenal kok, waktu tahun baru kemaren juga ketemu.” Saat itu gue sama sekali nggak merasa ada keanehan karena gue nggak merasa menutupi sesuatu. “Padahal baru kemaren yaa Tre ketemu, sekarang ketemu lagi.”
“Iya.” Jawab gue singkat.
“Yaudah, gue duluan yaa, ga enak udah di tungguin orang.”
Tanpa menunggu balasan dari kita berdua Manda melangkah pergi begitu aja kemudian menghilang dari pandangan gue dan Putri. Lalu kita pun melanjutkan jalan menuju foodcourt dengan keadaan yang masih sama, tangan Putri yang melingkar di lengan gue. Kia berjalan tanpa ada pembicaraan apapun.
Setelah makanan kita pesan kita berdua mencari tempat duduk yang masih kosong, lalu duduk berhadapan.
“Kamu ketemu sama dia waktu tahun baruan kemarin?” Tanya Putri sesaat setelah kita duduk.
“Siapa? Manda?” Putri menjawab dengan sebuah anggukan. “Iya. Emangnya gue belum cerita yaaa?”
“Belom.”
Lalu gue menceritakan kejadian yang gue pikir udah gue ceritakan waktu kemaren ketemu Putri di rumahnya. Sumpah bukannya gue nggak mau nyeritain, tapi gue bener-bener lupa.Gue menceritakan kejadian tersebut apa adanya karena emang nggak ada apa-apa pada kenyataannya.
“Oohh.” Begitu jawaban singkat putri. Nggak lama kemudian Makanan kita dateng.
Menjelang jam sembilan kita berdua memutuskan buat balik. Selama perjalanan balik, mulai dari jalan ke parkiran sampe ke rumahnya Putri sama sekali nggak ada yang kita obrolin. Gue sempet bingung juga kenapa tiba-tiba Putri jadi pendiem. Gue sempet nanya “kenapa Put? Diem aja?” dan Putri cuman bales gapapa. Karena Putri bales gapapa tanpa sadar tiba-tiba gue udah berada di depan rumah gue, tanpa ada satu patah kata pun yang terucap. Ada sih, pas nyampe rumahnya Putri seperti biasa dia bilang dadah dan hati-hati di jalan.
Di dalem kamar gue langsung ngambil hp gue dan menceritakan kejadian yang terjadi pada Rico. Jarang-jarang gue cerita ke orang tentang kegiatan gue, tapi entah kenapa hari itu gue pengen cerita.
“Nyet, tadi gue ketemu sama Manda pas jalan sama Putri.”
nggak lama berselang notif bbm gue pun berbunyi. “Hah? terus gimana?”
Gue menjelaskan kejadian tersebut secara singkat namun jelas. Sampai gue menceritakan kejadian malam tahun baru pada Putri, kemudian juga Putri yang berubah menjadi pendiam. “Gitu dah.”
“Terus Putri bilang apaan?”
“Gapapa.”
“Diih bego, itu berarti tandanya ada apa-apa. Lo lagian ngapain cerita kalau nganterin Manda balik ke rumahnya. Bilang aja cuman sapa-sapaan doang disana. Bego amat lo.”
“Laaah, kan emang kaga ada kejadian apa-apa.”
“Terus Putri percaya?”
“Harusnya gitu sih.” Bales gue bego.
“Terus lo udah ngeyakinin Putri alau dia harus percaya belom?”
“Kan gue udah cerita jujur.”
“Et, dengkul monyet. Jujur doang kurang geblek. Lo harus ngeyakinin dia.”
“Terus gue harus gimana.” Di saat ini gue udah panik dan bingung harus ngapain.
“Telpon Putri lah.”
Tanpa buang-buang waktu dan hanya ngeread pesannya Rico, gue langsung telpon Putri. Dering telpon berbunyi sampai lima kali sebelum telpon gue diangkat.
“Halo, Put.” Ketika Putri menjawab telpon, gue bisa sedengar suara isakan meskipun pelan. “Put, kamu nangis?”
“Enggak kok.” Tapi suaranya geter.
“Boong.”
“Dikit sih, hehe.”
“Put, maaf banget aku baru cerita, tapi kemaren itu bener-bener nggak ada apa-apa. Semuanya sesuai sama yang aku ceritain. Kalau ga percaya tanya aja sama Rico, Bobby, Anda.”
“Iyaaa Tre, aku percaya…..” Nada suaranya menggantung.
“Put….”
“Aku kaget aja nggak denger ceritanya pertama kali nggak dari kamu.”
“Put, maaf yaaa…..” Sebenernya gue mau ngomong kalau gue lupa, kalau gue saat itu sama sekali nggak menganggap keberadaan Manda, malah berharap kehadiran dia. Tapi kayaknya malah kedengeran kaya sebuah alibi. “Aku nggak tau haru ngomong apa selain Minta maaf.” Tanpa sadar gue ngomong nyeret kayak orang mau nangis.
“Iyaa, Treya.”
“Put, aku minta maaf sekali lagi.”
“Iya ih, kamu mah jadi minta maaf mulu.” Kemudian disusul dengan tawa renyah dari Putri, dan itu ngebuat gue sedikit lebih tenang.
“Yaudah, aku tutup yaa.”
“Iya.”
“Night.”
“Night.”
Gue langsung merebahkan badan gue di atas kasur. Siapa yang ngira dalam sebuah hubungan ada saat-saat seperti ini. Paling enggak gue nggak pernah ngira.
Tahun berganti seiring hari-hari juga berganti. Nggak kerasa sekarang udah masuk semester terakhir gue bersekolah. Belom lagi semester terakhir cuman berjalan sampe bulan April yang mana bikin makin nggak berasa lagi. Pelajaran udah makin sedikit dan digantiin sama ujian kecil-kecilan dan tryout.
Setelah tahun baruan dan pas masih masa-masa libur pergantian tahun gue sempet ketemu Putri. Waktu itu gue main ke rumahnya. Yaaah namanya kangen, wkwkwk. Gue berangkat naik motor dengan pakaian kasual, malah bisa dibilang terlalu nyantai. Pake sweater dan celana jins pendek, soalnya ga ada wacana mau kemana-mana juga. Tapi tetep mandi kok. Dan gue berangkat rada sorean biar nggak terlalu panas.
Tiba di rumah Putri gue langsung duduk di depan teras rumah dia, setelah salim sama bokap nyokapnya tentunya. kita ngobrolin banyak hal hari itu, lebih utamanya ngobrolin tentang malem tahun baruan kemarin.
Diawali dengan Putri yang bercerita tentang kegiatan yang dia lakukan di rumah saudaranya. Kayak saudara sepupunya yang masih kecil nguasain tv buat main ps dan ngebuat suadara-saudara yang lainnya ikutan main. Bakar-bakaran yang mereka lakukan di malam hari. Dia cerita kalau malem hari itu ga ada minyak tanah buat nyalain arengnya, tapi entah gimana ceritanya salah satu omnya binya nyalain areng tersebut dengan mudah.
“Kalau kita yang nyalain mungkin baru berjam-jam arengnya bisa nyala.” Kata gue berkomentar lalu diiringi dengan tawa Putri.
Terus Putri cerita pas dia nyalain petasan pas malem pergantian tahun sama saudara-saudaranya, dan entah kenapa dia jadi keinget waktu kita kelas sepuluh dulu. Gue juga bilang inget hal yang sama waktu temen-temen gue nyalain petasan tembak tersebut. Gue bilang kalau inget gimana caranya kita bisa deket dulu.
Seketika alur cerita berubah dan sekarang giliran gue yang berbicara. Gue menceritakan ketidak jelasan Rico yang mau ngajak kita kemana. Ngedenger cerita gue yang sambil ngedumel sendiri dia lagi-lagi cuman bisa ketawa. “Aku bisa ngebayangin sih.” Begitu komentarnya. Terus berlanjut ketika gue ke bar di pondok indah. Putri nanya “Ga banyak-banyak kan minumnya?” dengan wajah yang sedikit ditekuk. Terus gue menjelaskan yang seadanya tentang takaran gue minum malem itu. Toh intinya gue nggak kenapa-kenapa.
Sebenrnya saat itu gue pengen ngasih tau kehadiran Manda malem itu. Putri sempet denger nama Manda sekali beberapa waktu lalu dan dia bilang kalau dia percaya sama gue. Tapi entah kenapa saat itu nama Manda sama sekali nggak ada di benak gue. Mungkin bisa dibilang kareng gue nggak menganggap kehadiran Manda malem itu, dan lebih berharap dengan kehadiran Putri di sana pada saat kemarin. Buat gue kehadiran Manda kemarin cuman angin lalu. Cuman orang yang emang nggak sengaja ketemu. Mungkin karena itu gue lupa. Atau mungkin gue sama sekali nggak menganggap kehadiran Manda.
Gue dan Putri terus mengobrol berbagai hal ngalor ngidul di depan rumahnya. Entah udah berapa gelas air putih yang gue habiskan dan berapa jajanan yang udah kita beli. Gue bahkan sampe makan malem berdua sama Putri di sekitaran rumahnya. Sampe akhirnya jam sembilan malam gue pulang.
*****
Malam minggu pertama setelah masuk sekolah di semester terakhir gue habiskan bersama Putri buat sekedar jalan-jalan di PIM. Sumpah referensi gue kurang banget kayaknya. Abis gue ga tau lagi tempat ngedate saat itu. Tapi Putri juga nggak keberatan.
Kalau lagi jalan biasanya kita gantian liat-liat toko dan barang yang menarik bagi kita. Kalau Putri jelas pakaian-pakaian atau aksesoris cewek lainnya. Kalau gue sendiri lebih suka ke toko kaset/cd yang ada. Siapa tau ada rilisan baru. Meskipun social media udah booming, tapi streaming platform belom semasif sekarang. Toko kaset/cd jadi pilihan utama buat dengerin musik secara legal dan buat memilikinya. Kalau mau yang illegal tinggal ke 4shared, wkwkwk.
Gue dengan senang hati menemani Putri melihat pakaian-pakaian atau pernak pernik perempuan yang ada di dalem toko, meskipun terkadang ada sisi tomboy yang terlihat dari pilihan dia melihat baju atau aksesoris. Sementara Putri juga dengan senang hati menemani gue ngeliat-liat kaset/cd atau pernak-pernik anak cowok kaya sepatu jeans dan sebagainya. Meskipun kita berdua kebanyakan liat-liatnya, kagak beli.
Satu toko yang ngebuat kita berdua (setidaknya) antusias adalah gramedia. Kita berdua emang nggak ada yang jadi bookworms banget, tapi entah kenapa enak aja buat ngeliat tumpukan-tumpukan buku yang ada. Sambil ngeliatin sinopsisnya kemudian berpikir mungkin kapan-kapan gue bakal beli ini buku buat dibaca. Itu kalau gue lagi nemenin Putri di rubrik novel, pas giliran gue pindah ke rubrik komik gantian gue yang lebih banyak bercerita. Kebanyakan tentang komik yang berasal dari film kartun (lebih ke anime sih sebenenrya) yang gue tonton waktu masih kecil, sambil cerita sekilas jalan ceritanya.
Di bagian lain gramedia gue lebih suka ngeliat alat-alat musik. Sekedar megang-megang dan bunyiin karena keisengan tangan gue. Sementara Putri lebih suka ke peralatan tulis. Kadang begitu gue ngelewatin rak-rak yang berisikan pulpen pulpen mahal gue berpikir kayaknya keren juga yaaa kalau punya kayak ginian satu aja. Terus ada nama kita di gantungannya. Biar keliatan kayak orang sukses, wkwkwk.
Saat hari makin malem gue dan Putri memutuskan buat pergi ke area foodcourt di pim 2 buat makan. Emang kita lebih sering makan antara di area 51 atau foodcourt pim 2 soalnya harganya lebih terjangkau dan lebih banyak makanan yang kita tau.
Selayaknya main di daerah dimana banyak orang-orang yang kita kenal juga tinggal, maka bukan hal aneh kalau tiba-tiba kita ketemu sama orang yang kita kenal di sini. Bukan sekali dua kali gue ketemu sama temen gue atau bahkan guru. Tapi hari itu gue dan Putri bertemu sama seseorang yang sama sekali nggak gue duga.
Gue dan Putri lagi berjalan beriringan di bagian kiri koridor mall dimana banyak pertokoan. Gue berada di sisi luar sementara Putri berada di sisi dalem. Ketika sebentar lagi sampe di tempat tujuan kita, tiba-tiba ada suara yang memanggil nama gue dari depan. Gue yang sebelumnya lag fokus ke Putri karena kita jalan sambil ngobrol tiba-tiba teralihkan ke arah suara tersebut.
Saat gue menoleh ke arah depan entah dari mana munculnya tiba-tiba udah ada Manda di sana. Seketika gue langsung berhenti di tempat seolah menunggu kedatangan Manda di hadapan gue.
“Hai Tre.” Sapa Manda ketika dia udah berada di hadapan gue. Dari caranya ngomong gue sama sekali nggak ngeliat intensi apapun selain sekedar menyapa kenalan.
“Eh, hai Man.” Balas gue sebiasa mungkin.
Saat itu Manda hanya seorang diri dan gue nggak melihat siapapun di sekitar dia. Mungkin lagi misah sama temennya atau sama orang tuanya. Kita terdiam selama beberapa saat. Kediaman yang cukup membuat suasana jadi canggung. Tiba-tiba Putri melingkarkan tangannya di lengan kiri gue sambil sedikit menarik yang membuat gue tersesadar. Gue harus mengucapkan sesuatu.
“Eh Man, ini kenalin Putri cewek gue. Put ini Manda yang waktu itu pernah gue ceritain.” Kemudian mereka Pun saling bersalaman.
“Ceritain? Ceritain apaan nih?” Tanya Manda sesaat setelah melepaskan jabat tangan.
“Waktu itu temen kita pernah cerita.” Sahut Putri.
“Siapa? Rico?”
“Eh, iya Rico, kamu kenal?”
“Kenal kok, waktu tahun baru kemaren juga ketemu.” Saat itu gue sama sekali nggak merasa ada keanehan karena gue nggak merasa menutupi sesuatu. “Padahal baru kemaren yaa Tre ketemu, sekarang ketemu lagi.”
“Iya.” Jawab gue singkat.
“Yaudah, gue duluan yaa, ga enak udah di tungguin orang.”
Tanpa menunggu balasan dari kita berdua Manda melangkah pergi begitu aja kemudian menghilang dari pandangan gue dan Putri. Lalu kita pun melanjutkan jalan menuju foodcourt dengan keadaan yang masih sama, tangan Putri yang melingkar di lengan gue. Kia berjalan tanpa ada pembicaraan apapun.
Setelah makanan kita pesan kita berdua mencari tempat duduk yang masih kosong, lalu duduk berhadapan.
“Kamu ketemu sama dia waktu tahun baruan kemarin?” Tanya Putri sesaat setelah kita duduk.
“Siapa? Manda?” Putri menjawab dengan sebuah anggukan. “Iya. Emangnya gue belum cerita yaaa?”
“Belom.”
Lalu gue menceritakan kejadian yang gue pikir udah gue ceritakan waktu kemaren ketemu Putri di rumahnya. Sumpah bukannya gue nggak mau nyeritain, tapi gue bener-bener lupa.Gue menceritakan kejadian tersebut apa adanya karena emang nggak ada apa-apa pada kenyataannya.
“Oohh.” Begitu jawaban singkat putri. Nggak lama kemudian Makanan kita dateng.
Menjelang jam sembilan kita berdua memutuskan buat balik. Selama perjalanan balik, mulai dari jalan ke parkiran sampe ke rumahnya Putri sama sekali nggak ada yang kita obrolin. Gue sempet bingung juga kenapa tiba-tiba Putri jadi pendiem. Gue sempet nanya “kenapa Put? Diem aja?” dan Putri cuman bales gapapa. Karena Putri bales gapapa tanpa sadar tiba-tiba gue udah berada di depan rumah gue, tanpa ada satu patah kata pun yang terucap. Ada sih, pas nyampe rumahnya Putri seperti biasa dia bilang dadah dan hati-hati di jalan.
Di dalem kamar gue langsung ngambil hp gue dan menceritakan kejadian yang terjadi pada Rico. Jarang-jarang gue cerita ke orang tentang kegiatan gue, tapi entah kenapa hari itu gue pengen cerita.
“Nyet, tadi gue ketemu sama Manda pas jalan sama Putri.”
nggak lama berselang notif bbm gue pun berbunyi. “Hah? terus gimana?”
Gue menjelaskan kejadian tersebut secara singkat namun jelas. Sampai gue menceritakan kejadian malam tahun baru pada Putri, kemudian juga Putri yang berubah menjadi pendiam. “Gitu dah.”
“Terus Putri bilang apaan?”
“Gapapa.”
“Diih bego, itu berarti tandanya ada apa-apa. Lo lagian ngapain cerita kalau nganterin Manda balik ke rumahnya. Bilang aja cuman sapa-sapaan doang disana. Bego amat lo.”
“Laaah, kan emang kaga ada kejadian apa-apa.”
“Terus Putri percaya?”
“Harusnya gitu sih.” Bales gue bego.
“Terus lo udah ngeyakinin Putri alau dia harus percaya belom?”
“Kan gue udah cerita jujur.”
“Et, dengkul monyet. Jujur doang kurang geblek. Lo harus ngeyakinin dia.”
“Terus gue harus gimana.” Di saat ini gue udah panik dan bingung harus ngapain.
“Telpon Putri lah.”
Tanpa buang-buang waktu dan hanya ngeread pesannya Rico, gue langsung telpon Putri. Dering telpon berbunyi sampai lima kali sebelum telpon gue diangkat.
“Halo, Put.” Ketika Putri menjawab telpon, gue bisa sedengar suara isakan meskipun pelan. “Put, kamu nangis?”
“Enggak kok.” Tapi suaranya geter.
“Boong.”
“Dikit sih, hehe.”
“Put, maaf banget aku baru cerita, tapi kemaren itu bener-bener nggak ada apa-apa. Semuanya sesuai sama yang aku ceritain. Kalau ga percaya tanya aja sama Rico, Bobby, Anda.”
“Iyaaa Tre, aku percaya…..” Nada suaranya menggantung.
“Put….”
“Aku kaget aja nggak denger ceritanya pertama kali nggak dari kamu.”
“Put, maaf yaaa…..” Sebenernya gue mau ngomong kalau gue lupa, kalau gue saat itu sama sekali nggak menganggap keberadaan Manda, malah berharap kehadiran dia. Tapi kayaknya malah kedengeran kaya sebuah alibi. “Aku nggak tau haru ngomong apa selain Minta maaf.” Tanpa sadar gue ngomong nyeret kayak orang mau nangis.
“Iyaa, Treya.”
“Put, aku minta maaf sekali lagi.”
“Iya ih, kamu mah jadi minta maaf mulu.” Kemudian disusul dengan tawa renyah dari Putri, dan itu ngebuat gue sedikit lebih tenang.
“Yaudah, aku tutup yaa.”
“Iya.”
“Night.”
“Night.”
Gue langsung merebahkan badan gue di atas kasur. Siapa yang ngira dalam sebuah hubungan ada saat-saat seperti ini. Paling enggak gue nggak pernah ngira.
japraha47 dan 20 lainnya memberi reputasi
21