Kaskus

Story

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
REUNI
REUNI


Prolog




Quote:


Daftar isi :


Quote:




Tamat




*
Diubah oleh papahmuda099 17-10-2021 22:28
bebyzhaAvatar border
ferist123Avatar border
slametgudelAvatar border
slametgudel dan 75 lainnya memberi reputasi
70
51.1K
889
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#222
Kolosal?






"Ctak," bapak menjentikkan jarinya.

"Jreng!"

Puluhan, bahkan mungkin ratusan makhluk gaib dengan berbagai macam bentuk dan ukuran tiba-tiba saja berdiri dibelakang bapak. Hawa yang sangat kuat memancar dengan tiba-tiba dan memenuhi tempat itu. Tekanan yang tiba-tiba ini bahkan membuatku terjatuh dari kereta.

"Bagaimana?" Tanya bapak pelan.

"Kami siap mematuhi perintah, Tuan," jawab keduanya sambil sedikit menekuk kaki depannya.


*





Perjalanan kami lanjutkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dan mudah. Mungkin karena kedua siluman kuda berkepala manusia itu sudah tunduk atau takut dengan kesaktian bapak, jadinya perjalanan kami menuju istana milik sang penguasa hutan itu menjadi lancar.

Aku duduk disamping bapak dengan perasaan yang berdebar-debar. Antara tegang dan senang.

Senang, karena aku memiliki sebuah ilmu (yang walaupun hanya sementara) bisa aku gunakan. Tegang, karena menurut bapak, akulah yang nantinya akan menjadi kunci apakah bisa atau tidaknya kami menyelamatkan Yusuf dari genggaman tangan si penguasa hutan itu.

"Apakah aku mampu? Memang apa yang harus aku lakukan?" Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar di otakku ini. Sesekali, aku melirik kearah bapak yang masih tetap tenang. Kadang aku melihat siluman yang saat ini tengah berlari membawa kereta yang kami naiki.

"Tubuhnya kuda, tapi leher dan kepalanya manusia. Mirip-mirip binatang legenda dari Yunani," kataku dalam hati sambil terus menatap kearah kedua siluman itu.

Aku lalu membuang pandangan kearah sampingku. Memandangi pohon-pohon besar yang tumbuh rapat disepanjang jalan. Tiba-tiba, aku kembali teringat dengan harimau sombong yang bapak titipan padaku.

"Apakah dia selamat?"

"Apakah kamu lagi mikirin, Reksodono?" Bapak tiba-tiba saja bertanya. Seolah-olah bapak bisa mendengarkan isi hatiku.

"Iya," jawabku.

"Hehehe...tenang aja, Nang. Bapak bisa jamin. Rekso akan baik-baik saja. Dia itu jin yang kuat lho," kata bapak menenangkan pikiranku.

Jujur, aku sendiri masih heran. Kok bisa aku menghawatirkan harimau sombong yang nyebelin itu.

"Fokuskan pikiranmu dengan apa yang akan kita datangi, Nang," kata bapak mengingatkanku akan tujuan kami sekarang.

Aku mengangguk.

Perjalanan kami lancar. Tak ada gangguan yang terjadi disepanjang perjalanan kami melewati jalan ini. Padahal, aku tadinya berpikir bahwa disepanjang jalan, akan ada siluman dan jin-jin yang akan kami lawan. Tapi nyatanya tak ada satupun diantara mereka yang muncul.

Mungkin, kalau didunia kita, perjalanan yang kami tempuh sekitar setengah jam, sampai kereta yang kami naiki ini sampai disebuah tempat luas. Seperti sebuah sabana luas. Tidak ada apapun disana. Hanya ilalang-ilalang yang melambai-lambai tertiup angin.

"Kami hanya bisa mengantarkan tuan berdua sampai disini. Kami tidak memiliki kemampuan untuk masuk lebih jauh lagi. Karena siluman yang membawa kami tidak ada. Jadinya kami juga tidak bisa masuk," jelas salah satu siluman itu. Entah bohong atau jujur, aku tak tahu. Yang pasti, bapak seperti tidak begitu peduli.

Bapak mengajakku turun dari kereta kuda itu. Kemudian, setelah kami turun, kedua siluman penarik kereta kuda itu putar balik dan kembali masuk kearea hutan.

"Kami jangan jauh-jauh dari bapak, Nang. Bisa-bisa malah tersesat kamu disini. Tujuan kita juga sudah dekat kok," kata bapak sambil berdiri berkacak pinggang. Matanya yang tajam menatap kesebuah arah. Bukan ketengah-tengah Padang ilalang itu. Melainkan kepinggirannya sebelah kiri.

"Kamu bisa lihat nggak apa yang ada di sebelah kiri padang ilalang ini?" Tanya bapak.

Aku mencoba mengarahkan pandanganku ke sebelah kiri. Nihil. Tidak ada apapun di sana kecuali hanya ilalang saja.

"Nggak ada apa-apa di sana, pap," jawabku.

Bapak tertawa.

Beliau lalu memintaku untuk sedikit agak menjauhi dirinya. Aku menurut. Aku berjalan sekitar 5 langkah menjauhi bapak.

Bapak kulihat seperti melakukan gerakan-gerakan silat. Bapak lalu terlihat melompat sedikit keatas dan begitu mendaratkan tubuhnya, tangan kanan bapak langsung menghentak keras di atas tanah.

Tiba-tiba saja seperti ada goyangan yang mirip gempa terjadi di tempat itu. Lalu, hawa dan udara di sekitarku langsung pengap.

Bapak lalu berdiri dan mendekatiku. Entah apa yang dibacakannya, bapak lalu mengusap kedua mataku.

"Sekarang buka mata kamu pelan-pelan, jangan kaget dengan apa yang akan kamu lihat nantinya. Karena apa yang kamu lihat nanti, adalah salah satu keajaiban yang alam gaib berikan," kata bapak.

Sumpah. Mendengar perkataan bapak, seluruh tubuhku langsung merinding. Jantungku berdetak kencang. Nervous. Itulah yang aku rasakan saat ini.

"Kira-kira apa yang akan aku lihat nanti ya?" Tanyaku dalam hati, penuh semangat, tapi ada rasa takut juga.

"Sekarang, buka mata kamu, Nang,"

Aku dengan perlahan membuka mata. Tapi aku masih dalam posisi menunduk. Hatiku masih belum sanggup dengan apa yang mungkin akan aku lihat.

Sebelum mataku ini bisa melihat dengan jelas, indera pendengaranku terlebih dahulu menangkap suara-suara yang tiba-tiba saja berada di sekitarku.

Suara-suara itu tampak seperti hembusan nafas yang sangat berat. Ada juga beberapa suara seperti menggeram. Riuh sekali keadaan di sekitarku.

"Angkat kepalamu sekarang, Nang," kata bapak sambil menepuk-nepuk pundak ku.

Maka, aku melakukan apa yang bapak suruh. Dengan perlahan-lahan aku mulai mengangkat kepalaku.

Dan, akhirnya aku melihat sebuah hal yang sangat mengejutkan!

Di sana, di sebelah kiri padang ilalang yang tadi bapak tunjukkan. Berdiri ribuan makhluk halus dengan tubuh yang bermacam-macam. Ada yang setinggi pohon kelapa, ada yang sebesar rumah, bahkan ada ular dengan sisik hitam dan dan mahkota kecil di kepalanya yang sedang berdiri tegak lurus ke atas. Di bagian depan dari pasukan makhluk halus itu, ada sebuah kereta putih. Yang mungkin saja itu adalah pemimpin atau sang penguasa di tempat itu.

"Kayak mau perang, pap," kataku menoleh ke samping bapak.

Tapi, aku langsung terdekat begitu menoleh ke samping.

Ternyata, di sekeliling kami. Juga sudah berdiri puluhan, tidak, mungkin ratusan makhluk gaib. Bahkan makhluk gaib yang tadi sempat aku lihat saat bapak menunjukkannya didepan kedua siluman kuda itu juga ada.

"Tuan," sebuah sapaan halus terdengar di sebelahku.

Spontan aku menoleh. Aku seperti familiar dengan suara itu.

"Nyai emas...," Kataku saat aku melihat siapa yang memanggilku tadi.

Nyai emas. Jin cantik yang pernah menjadi pelindung ku saat aku berkonflik dengan Sukirman itu juga ternyata datang.

Nyai emas tersenyum sambil sedikit menekuk tubuhnya. Aku melihat kedua tangannya. Ternyata sudah berubah menjadi sepasang pedang yang artinya, ia sudah siap untuk bertarung.

"Nang, fokus," kata bapak mengingatkanku.

Aku buru-buru kembali melihat kedepan.

Kalau dihitung-hitung secara matematis, jumlah pasukan bapak memang kalah jauh dibandingkan dengan mereka.

"Apakah kami bisa menang?" Tanyaku dalam hati.

"Gila. Hanya karena tingkah laku 1 orang. Bisa fatal gini akibatnya," sesalku dalam hatiemoticon-Marah.

Bapak menyuruh salah satu jin bawahannya untuk maju kedepan. Bapak lalu memintanya untuk maju sebagai seorang utusan. Bahwa kedatangan bapak kemari dengan damai (walaupun nyatanya bapak sudah membantai hampir seluruh makhluk gaib divilla sana. Yang notabenenya merupakan sekutu dari sang penguasa hutan ini).

Walaupun pesimis. Tapi aku hanya bisa memperhatikan saja saat jin bawahannya bapak itu berjalan mendekati kearah pasukan diseberang sana.

"Apa dia malah enggak dibantai?" Pikirku.

Dan, apa yang aku takutkan ternyata tidak terjadi. Jin utusan bapak bisa kembali dengan selamat.

Jin itu berkata kepada bapak.

"Tuanku, penguasa wilayah ini tak mau menerima kita. Kita diharapkan untuk pulang. Tapi dengan syarat, setengah dari jumlah pasukan tuan, menjadi bawahannya,"

Susana langsung ramai.

Banyak suara-suara yang terdengar. Berbagai macam suara yang tidak bisa aku artikan satu persatu. Tetapi yang aku rasakan adalah, jin-jin bawahan bapak menolak dengan syarat itu.

Aku dengan tegang melihat wajah bapak. Tapi aku malah heran melihatnya tersenyum.

"Apa bapak setuju dengan syarat itu?" Tanyaku dalam hati.

Bapak menghela nafasnya.

Kemudian bapak berkata.

"Siap-siap untuk perang lagi!"




***
mas444
bohemianflaneur
sulkhan1981
sulkhan1981 dan 34 lainnya memberi reputasi
35
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.