- Beranda
- Stories from the Heart
(HORROR STORY) KAMPUNG SEPUH
...
TS
jurigciwidey
(HORROR STORY) KAMPUNG SEPUH
Sebelumnya banyak yang request untuk kelanjutan cerita di thread saya yang ini dan disarankan sebelum membaca cerita ini, baca dahulu cerita di link ini.. karena ini adalah cerita lanjutan dari thread sebelumnya
namun karena satu dan lain hal ane mempercepat ceritanya sehingga masih banyak misteri yang belum di ungkap
cerita ini mengisahkan tentang lanjutan cerita di atas

INDEX
2-Aki Karma Part 1
3-Aki Karma Part 2
4-Aki Karma Part 3
5-Aki Karma Part 4
6-AUL
7-AUL PART 2
8-AUL PART 3
9-AUL PART 4
10-Menjaga kampung
Thread ane lainya
(HORROR STORY) TUMBAL PABRIK
namun karena satu dan lain hal ane mempercepat ceritanya sehingga masih banyak misteri yang belum di ungkap
cerita ini mengisahkan tentang lanjutan cerita di atas

Spoiler for 1-TUTUPNYA WARUNG:
Pagi itu di kampung sepuh tidak seperti biasanya suara orang-orang berjalan begitu terlihat tergesa-gesa tanpa ada satu orang pun yang berbicara, hening hanya suara langkah mereka yang melangkah ke tujuan yang sama, suasana pun mendadak ramai di salah satu rumah warga, mereka sedang berduka. Karena salah satu warga mereka meninggal di hari ini. Sudah menjadi salah satu tradisi di kampung sepuh, apabila ada yang meninggal, mereka ikut membantu untuk proses pemakamanya.
Para warga sengaja menghentikan aktifitasnya hari itu untuk membantu proses pemakamanya. Terlihat pula isak tangis dari para ibu-ibu yang datang di hari itu.
Kampung sepuh sekali lagi kehilangan salah satu sosok yang menjadi panutan bagi mereka. Setelah suaminya meninggal 4 tahun yang lalu, dan anak semata wayangnya yang pergi meninggalkan kampung sepuh yang tidak pernah kembali lagi setelah anaknya mengalami beberapa kejadian di kampung sepuh ketika pulang untuk membantu ibunya selepas lulus kuliah.
Dan akhirnya sang ibumenghembuskan napas terakhir dalam kesendirian di kampung sepuh.
Banyak sekali warga kampung yang turut membantu, sebagian dari mereka membantu memandikan jenazah, dan sebagianya lagi pergi ke pemakaman umum di kampung sepuh untuk menggali makam tepat di samping makam suaminya.
Proses memandikan dan memakaikan kain kafan kepadanya tidak berlangsung lama. Dan terlihat beberapa rombongan yang saling beriringan menuju ke salah satu pemakaman umum yang ada di kampung sepuh, para warga saling bergantian mengangkat keranda mayat yang penuh dengan kalungan bunga berwarna-warnj dengan ditemani oleh warga yang seakan-akan mengantarkanya ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Orang-orang tampak begitu terpukul suasana begitu duka sehingga di setiap langkah rombongan pengantar jenazah hanya terdengar suara tangis. Tentu saja begitu berat bagi semua orang melepas kepergian orang yang begitu banyak berjasa, orang yang selalu menyapa dengan riang dan selalu siap membantu kapan pun waktu nya jika warga membutuhkan, terutama setelah sangat suami meninggal dan sang anak yang lebih memilih untuk kembali ke kota, ibu selalu mengisi hari-harinya dengan menyibukan diri membantu warga sekitar.
pemakaman umum letaknya di ujung kampung yang bersebelahan dengan sungai yang melewati kampung di sebelah utara. Pemakaman itu awalnya adalah tanah kosong yang hanya rumput-rumputan saja yang tumbuh disana akhirnya dipakai oleh pemakaman oleh masyarakat kampung karena lokasinya pun tidak begitu jauh dari pemukiman warga.
Pemakaman tersebut dipakai dari jaman dulu hingga sekarang, sehingga apabila masyarakat kampung sepuh ke makam di waktu-waktu tertentu seperti ketika di hari raya, atau sebelum melaksanakan pernikahan. Mereka berjiarah kesana mengunjungi makam orangtuanya, juga ke makam kakek nenek hingga leluhurnya. Karena dari jaman dahulu semua masyarakat kampung sepuh yang meninggal pasti dimakamkan disana.
Rombongan itu berjalan menyusuri kampung melewati beberapa rumah warga sepanjang kampung sepuh. lalu kemudian rombongan itu masuk ke salah satu jalan setapak di ujung desa, jalan dengan kontur tanah yang apabila berjalan di jalan itu di malam hari akan terasa becek dan bercampur lumpur.
Jalan setapak itu nampak terjal karena menurun dan kontur tanahnya tidak rata. Di kanan kirinya tumbuh pohon liar yang dibiarkan begitu saja oleh warga kampung dan dedaunanya menghalangi sinar matahari sehingga suasananya terlihat sangat sejuk, terlihat juga beberapa daun yang berjatuhan diterpa angin dan suara-suara serangga yang ada di dahan pohon yang menemani rombongan itu berjalan.
Terlihat disana terlihat gapura yang terlihat usang, gapura pemakaman yang terbuat dari besi berwarna hitam dan plat besi berwarna putih di atasnya yang bertulisan
PEMAKAMAN UMUM KAMPUNG SEPUH
Tiang-tiang gapura itu sudah terlihat usang tiang-tiangnya sudah berkarat, dan tulisan di atasnya sudah tidak jelas terlihat karena cat yang luntur, dan warna putih di atasnya pun sudah terlihat menguning.
Rombongan itu kemudian melewati gapura, dan melihat tanah pemakaman yang membentang luas, disana terlihat banyak makam dari beberapa generasi, terlihat dari jenis makamnya dari yang memakai batu sebagai dinding makam, hingga makam yang sudah dilapisi oleh keramik di sekeliling makamnya.
Hari sudah beranjak siang tapi suasanya sungguh berbeda, hawa sejuk yang kurasa ketika rombongan berjalan tadi perlahan menghilang, digantikan oleh perasaan yang dihiasi rasa takut di sekujur tubuh. Apalagi di tengah-tengah pemakaman itu terdapat satu pohon beringin yang besar yang berdiri kokoh. Saking rindangnya ranting-rantingnya menutupi sinar matahari yang masuk menutupi makam-makam di sekitarnya sehingga tidak tersinari oleh matahari.
Rombongan itu kemudian belok ke salah satu sudut pemakaman itu. Disana terdapat salah satu makam dengan dinding batu dan pohon yang tumbuh di atas makamnya. Terlihat tulisan dengan tanggal lahir dan tanggal meninggal yang terlihat usang dan sedikit muncul lumut di ujungnya. Di sebelahnya ada makam kosong yang sudah digali, untuk tempat peristirahatan ibu yang terakhir.
***
Sore hari di kampung sepuh nampak sibuk, setelah pagi hari membantu proses pemakaman salah satu warganya. Kini para warga kampung sepuh berkumpul di salah satu rumah sesepuh kampung yaitu rumah Aki Karma, salah satu orang yang dituakan di kampung sepuh. mereka terlihat membicarakan salah satu persoalan yang belum di selesaikan, terlihat dari beberapa obrolan yang serius tentang salah satu peninggalan salah seorang warganya yang meninggal di pagi hari tadi.
“Mang Rusdi? Gimana, apakah anaknya sudah bisa di hubungi” Kata Aki karma ke pada salah satu warga yang sedang berkumpul.
“nomornya tidak aktif ki, saya juga tidak tahu sekarang dia tinggal dimana?” jawab mang rusdi dengan nada yang lesu.
Beberapa orang dari mereka terlihat kebingungan, karena anak satu-satunya tidak bisa dihubungi. Mereka ingin menghubunginya dan memberitahukanya bahwa ibunya telah meninggal di hari itu.
Selain itu ada permasalahan lain yang perlu dibahas, yaitu tentang warung dan rumah peninggalan satu satunya yang harus segera di wariskan. yaitu warung yang harus keluarganya jaga selama beberapa generasi dan tidak pernah ditutup satu kalipun, namun kali ini tidak ada yang melanjutkan. Karena anaknya sudah hampir 3 tahun meninggalkan kampung sepuh. Dan tidak pernah kembali lagi ke kampung tersebut
Terjadi perdebatan di antara mereka, beberapa dari mereka menyarankan untuk tetap melanjutkan dengan cara bergiliran setiap malam sambil menunggu anak semata wayangnya pulang dan melanjutkan untuk menjaga warung yang telah diwariskanya turun temurun di keluarganya,dan sebagianya lagi menyarankan untuk menutupnya sambil menunggu anaknya pulang.
Aki karma adalah orang yang paling lantang untuk tetap membuka warung tersebut, dan warga bergiliran untuk berjaga di malam hari sembari menunggu anaknya pulang.
Aki karma beranggapan apabila menutupnya, mereka takut akan kejadian dahulu terulang kembali yang terjadi, sebuah kejadian yang menimpa kampung sepuh ketika 60 tahun yang lalu. Yang mengakibat para makhluk halus di gunung sepuh datang dan mengganggu kampung itu setiap malam.
Hingga akhirnya salah satu warga melakukan perjanjian dengan mereka, dan merelakan tubuhnya serta turunannya untuk melayani mereka dengan membuat warung sebagai batas agar para makhluk tidak datang menganggu warga kampung.
Sehingga para warga kampung pun bisa tidur nyenyak tanpa rasa cemas terganggu oleh para mahluk yang datang setiap malam, meskipun konsekuensinya para warga tidak boleh keluar di malam hari, karena ditakutkan mereka akan datang dan bertemu para makhluk yang datang ke warung.
Namun beberapa warga berpendapat bahwa mereka tidak sanggup apalagi harus menjaga warung itu. mereka pula beralasan bahwa perjanjian itu sudah setengah abad yang lalu, bahkan generasi saat ini banyak yang tidak percaya akan hal itu.
Kebanyakan mereka berpendapat dengan menutup warung itu, tidak akan terjadi apa-apa di kehidupan warga kampung sepuh. Mereka sempat menyinggung anak semata wayangnya yang meninggalkan kampung 3 tahun yang lalu, mereka menganggap anak itu tidak mau menjaga warung itu lagi setelah menerima kejadian yang membuat dia tidak sadarkan diri.
Bahkan dia bercerita dia bertemu dengan Indah anak kang darman di pemakaman itu dan menyuruhnya untuk meninggalkan kampung sepuh dan tidak pernah kembali hingga saat ini.
perdebatan itu berlangsung lama . Para warga saling memberikan pendapat antara satu dan lainya, akhirnya warga pun sepakat melakukan voting untuk keputusan terhadap warung itu, dan akhirnya banyak warga sepakat mengambil keputusan setuju untuk menutup warung itu. Alasanya beragam, namun kebanyakan dari mereka tidak berani apabila harus menjaga warung di malam hari apalagi kalau harus setiap malam berjaga.
Aki karma selaku yang dituakan di kampung itu merasa tidak setuju dengan hasil akhir dari pertemuan itu. Namun dia hanya bisa menerima keputusan dari para warga yang hadir di pertemuan itu.
***
Pukul 17:30 warga akhirnya menutup warung, warung yang selama ini berdiri dan tidak pernah tutup selama hampir setengah abad. Akhirnya terpaksa ditutup oleh warga, banyak memory dan kenangan dari beberapa warga dari kampung itu, karena selain tempat membeli keperluan, warung itu juga menjadi tempat berkumpul para petani di sore hari ketika pulang dari sawah. Mereka sekedar beristirahat dan memesan kopi dan bercengkrama satu sama lain dengan warga yang datang ke warung.
Pukul 18:00 para warga membubarkan diri dan kembali ke rumahnya masing-masing, mereka kembali ke keluarganya untuk makam malam di rumah masing-masing dan berisitrahat seperti biasanya, seperti tidak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya, namun.
Terlihat di seberang warung, beberapa mata yang menatap tajam ke arah warung yang kini sudah tutup itu. Mata yang berwarna merah yang terlihat dari sela-sela dedaunan di seberang jalan. Mereka sepertinya tidak terima dengan ditutupnya warung itu.
Para warga sengaja menghentikan aktifitasnya hari itu untuk membantu proses pemakamanya. Terlihat pula isak tangis dari para ibu-ibu yang datang di hari itu.
Kampung sepuh sekali lagi kehilangan salah satu sosok yang menjadi panutan bagi mereka. Setelah suaminya meninggal 4 tahun yang lalu, dan anak semata wayangnya yang pergi meninggalkan kampung sepuh yang tidak pernah kembali lagi setelah anaknya mengalami beberapa kejadian di kampung sepuh ketika pulang untuk membantu ibunya selepas lulus kuliah.
Dan akhirnya sang ibumenghembuskan napas terakhir dalam kesendirian di kampung sepuh.
Banyak sekali warga kampung yang turut membantu, sebagian dari mereka membantu memandikan jenazah, dan sebagianya lagi pergi ke pemakaman umum di kampung sepuh untuk menggali makam tepat di samping makam suaminya.
Proses memandikan dan memakaikan kain kafan kepadanya tidak berlangsung lama. Dan terlihat beberapa rombongan yang saling beriringan menuju ke salah satu pemakaman umum yang ada di kampung sepuh, para warga saling bergantian mengangkat keranda mayat yang penuh dengan kalungan bunga berwarna-warnj dengan ditemani oleh warga yang seakan-akan mengantarkanya ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Orang-orang tampak begitu terpukul suasana begitu duka sehingga di setiap langkah rombongan pengantar jenazah hanya terdengar suara tangis. Tentu saja begitu berat bagi semua orang melepas kepergian orang yang begitu banyak berjasa, orang yang selalu menyapa dengan riang dan selalu siap membantu kapan pun waktu nya jika warga membutuhkan, terutama setelah sangat suami meninggal dan sang anak yang lebih memilih untuk kembali ke kota, ibu selalu mengisi hari-harinya dengan menyibukan diri membantu warga sekitar.
pemakaman umum letaknya di ujung kampung yang bersebelahan dengan sungai yang melewati kampung di sebelah utara. Pemakaman itu awalnya adalah tanah kosong yang hanya rumput-rumputan saja yang tumbuh disana akhirnya dipakai oleh pemakaman oleh masyarakat kampung karena lokasinya pun tidak begitu jauh dari pemukiman warga.
Pemakaman tersebut dipakai dari jaman dulu hingga sekarang, sehingga apabila masyarakat kampung sepuh ke makam di waktu-waktu tertentu seperti ketika di hari raya, atau sebelum melaksanakan pernikahan. Mereka berjiarah kesana mengunjungi makam orangtuanya, juga ke makam kakek nenek hingga leluhurnya. Karena dari jaman dahulu semua masyarakat kampung sepuh yang meninggal pasti dimakamkan disana.
Rombongan itu berjalan menyusuri kampung melewati beberapa rumah warga sepanjang kampung sepuh. lalu kemudian rombongan itu masuk ke salah satu jalan setapak di ujung desa, jalan dengan kontur tanah yang apabila berjalan di jalan itu di malam hari akan terasa becek dan bercampur lumpur.
Jalan setapak itu nampak terjal karena menurun dan kontur tanahnya tidak rata. Di kanan kirinya tumbuh pohon liar yang dibiarkan begitu saja oleh warga kampung dan dedaunanya menghalangi sinar matahari sehingga suasananya terlihat sangat sejuk, terlihat juga beberapa daun yang berjatuhan diterpa angin dan suara-suara serangga yang ada di dahan pohon yang menemani rombongan itu berjalan.
Terlihat disana terlihat gapura yang terlihat usang, gapura pemakaman yang terbuat dari besi berwarna hitam dan plat besi berwarna putih di atasnya yang bertulisan
PEMAKAMAN UMUM KAMPUNG SEPUH
Tiang-tiang gapura itu sudah terlihat usang tiang-tiangnya sudah berkarat, dan tulisan di atasnya sudah tidak jelas terlihat karena cat yang luntur, dan warna putih di atasnya pun sudah terlihat menguning.
Rombongan itu kemudian melewati gapura, dan melihat tanah pemakaman yang membentang luas, disana terlihat banyak makam dari beberapa generasi, terlihat dari jenis makamnya dari yang memakai batu sebagai dinding makam, hingga makam yang sudah dilapisi oleh keramik di sekeliling makamnya.
Hari sudah beranjak siang tapi suasanya sungguh berbeda, hawa sejuk yang kurasa ketika rombongan berjalan tadi perlahan menghilang, digantikan oleh perasaan yang dihiasi rasa takut di sekujur tubuh. Apalagi di tengah-tengah pemakaman itu terdapat satu pohon beringin yang besar yang berdiri kokoh. Saking rindangnya ranting-rantingnya menutupi sinar matahari yang masuk menutupi makam-makam di sekitarnya sehingga tidak tersinari oleh matahari.
Rombongan itu kemudian belok ke salah satu sudut pemakaman itu. Disana terdapat salah satu makam dengan dinding batu dan pohon yang tumbuh di atas makamnya. Terlihat tulisan dengan tanggal lahir dan tanggal meninggal yang terlihat usang dan sedikit muncul lumut di ujungnya. Di sebelahnya ada makam kosong yang sudah digali, untuk tempat peristirahatan ibu yang terakhir.
***
Sore hari di kampung sepuh nampak sibuk, setelah pagi hari membantu proses pemakaman salah satu warganya. Kini para warga kampung sepuh berkumpul di salah satu rumah sesepuh kampung yaitu rumah Aki Karma, salah satu orang yang dituakan di kampung sepuh. mereka terlihat membicarakan salah satu persoalan yang belum di selesaikan, terlihat dari beberapa obrolan yang serius tentang salah satu peninggalan salah seorang warganya yang meninggal di pagi hari tadi.
“Mang Rusdi? Gimana, apakah anaknya sudah bisa di hubungi” Kata Aki karma ke pada salah satu warga yang sedang berkumpul.
“nomornya tidak aktif ki, saya juga tidak tahu sekarang dia tinggal dimana?” jawab mang rusdi dengan nada yang lesu.
Beberapa orang dari mereka terlihat kebingungan, karena anak satu-satunya tidak bisa dihubungi. Mereka ingin menghubunginya dan memberitahukanya bahwa ibunya telah meninggal di hari itu.
Selain itu ada permasalahan lain yang perlu dibahas, yaitu tentang warung dan rumah peninggalan satu satunya yang harus segera di wariskan. yaitu warung yang harus keluarganya jaga selama beberapa generasi dan tidak pernah ditutup satu kalipun, namun kali ini tidak ada yang melanjutkan. Karena anaknya sudah hampir 3 tahun meninggalkan kampung sepuh. Dan tidak pernah kembali lagi ke kampung tersebut
Terjadi perdebatan di antara mereka, beberapa dari mereka menyarankan untuk tetap melanjutkan dengan cara bergiliran setiap malam sambil menunggu anak semata wayangnya pulang dan melanjutkan untuk menjaga warung yang telah diwariskanya turun temurun di keluarganya,dan sebagianya lagi menyarankan untuk menutupnya sambil menunggu anaknya pulang.
Aki karma adalah orang yang paling lantang untuk tetap membuka warung tersebut, dan warga bergiliran untuk berjaga di malam hari sembari menunggu anaknya pulang.
Aki karma beranggapan apabila menutupnya, mereka takut akan kejadian dahulu terulang kembali yang terjadi, sebuah kejadian yang menimpa kampung sepuh ketika 60 tahun yang lalu. Yang mengakibat para makhluk halus di gunung sepuh datang dan mengganggu kampung itu setiap malam.
Hingga akhirnya salah satu warga melakukan perjanjian dengan mereka, dan merelakan tubuhnya serta turunannya untuk melayani mereka dengan membuat warung sebagai batas agar para makhluk tidak datang menganggu warga kampung.
Sehingga para warga kampung pun bisa tidur nyenyak tanpa rasa cemas terganggu oleh para mahluk yang datang setiap malam, meskipun konsekuensinya para warga tidak boleh keluar di malam hari, karena ditakutkan mereka akan datang dan bertemu para makhluk yang datang ke warung.
Namun beberapa warga berpendapat bahwa mereka tidak sanggup apalagi harus menjaga warung itu. mereka pula beralasan bahwa perjanjian itu sudah setengah abad yang lalu, bahkan generasi saat ini banyak yang tidak percaya akan hal itu.
Kebanyakan mereka berpendapat dengan menutup warung itu, tidak akan terjadi apa-apa di kehidupan warga kampung sepuh. Mereka sempat menyinggung anak semata wayangnya yang meninggalkan kampung 3 tahun yang lalu, mereka menganggap anak itu tidak mau menjaga warung itu lagi setelah menerima kejadian yang membuat dia tidak sadarkan diri.
Bahkan dia bercerita dia bertemu dengan Indah anak kang darman di pemakaman itu dan menyuruhnya untuk meninggalkan kampung sepuh dan tidak pernah kembali hingga saat ini.
perdebatan itu berlangsung lama . Para warga saling memberikan pendapat antara satu dan lainya, akhirnya warga pun sepakat melakukan voting untuk keputusan terhadap warung itu, dan akhirnya banyak warga sepakat mengambil keputusan setuju untuk menutup warung itu. Alasanya beragam, namun kebanyakan dari mereka tidak berani apabila harus menjaga warung di malam hari apalagi kalau harus setiap malam berjaga.
Aki karma selaku yang dituakan di kampung itu merasa tidak setuju dengan hasil akhir dari pertemuan itu. Namun dia hanya bisa menerima keputusan dari para warga yang hadir di pertemuan itu.
***
Pukul 17:30 warga akhirnya menutup warung, warung yang selama ini berdiri dan tidak pernah tutup selama hampir setengah abad. Akhirnya terpaksa ditutup oleh warga, banyak memory dan kenangan dari beberapa warga dari kampung itu, karena selain tempat membeli keperluan, warung itu juga menjadi tempat berkumpul para petani di sore hari ketika pulang dari sawah. Mereka sekedar beristirahat dan memesan kopi dan bercengkrama satu sama lain dengan warga yang datang ke warung.
Pukul 18:00 para warga membubarkan diri dan kembali ke rumahnya masing-masing, mereka kembali ke keluarganya untuk makam malam di rumah masing-masing dan berisitrahat seperti biasanya, seperti tidak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya, namun.
Terlihat di seberang warung, beberapa mata yang menatap tajam ke arah warung yang kini sudah tutup itu. Mata yang berwarna merah yang terlihat dari sela-sela dedaunan di seberang jalan. Mereka sepertinya tidak terima dengan ditutupnya warung itu.
INDEX
2-Aki Karma Part 1
3-Aki Karma Part 2
4-Aki Karma Part 3
5-Aki Karma Part 4
6-AUL
7-AUL PART 2
8-AUL PART 3
9-AUL PART 4
10-Menjaga kampung
Thread ane lainya
(HORROR STORY) TUMBAL PABRIK
Diubah oleh jurigciwidey 23-10-2021 11:40
edam dan 96 lainnya memberi reputasi
89
57.7K
Kutip
348
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jurigciwidey
#25
ok Point of view di cerita ini, bisa jadi menceritakan dari berbagai sudut. dan karena ane rencana membuat cerita ini aga panjang, maka harus ada backstory dari tiap-tiap karakter di cerita ini.
supaya bisa ada gambaran untuk karakter-karakter tersebut
yu lanjut ya
Aki karma sedang duduk di dalam rumahnya sembari menyalakan rokok kretek kesukaanya, rumahnya sangat sederhana. Hanya rumah berukuran 5x10 meter dengan ruang depan tempat Aki karma berkegiatan di malam hari. Satu kamar tidur, dapur dan kamar mandi di belakang. Dindingnya sebagian masih memakai bilik bambu, dan peneranganya pun masih memakai lampu 5 watt yang berwarna kuning.
Aki karma hidup sendiri di kampung sepuh. sudah hampir 20 tahun dia pindah dari Kota Bandung dan menetap di kampung sepuh. ada alasan khusus kenapa dia tinggal di kampung sepuh, kedekatanya dengan Bapak ujang adalah salah satu alasanya. Karena Aki Karma sendiri mempunyai hutang budi yang besar kepada Bapak ujang.
Aki Karma malam ini sangat gelisah, dia tidak akan menyangka warung yang teman dekatnya jaga dari leluhurnya harus di tutup, akibat anak semata wayangnya yang belum kembali setelah kepergian Ibunya di pagi itu. Aki karma menghisap rokok dengan keadaan gelisah, di depanya sudah ada beberapa batang rokok yang sudah dia hisap, yang berserakan di atas asbak di meja tua di depanya.
Namun rokok yang dia hisap tidak bisa mengobati rasa gelisah yang dia rasakan malam ini. seperti akan ada sesuatu yang terjadi kepada kampung sepuh ini.
Kampung sepuh kini nampak lebih sepi, seperti tidak ada kehidupan seperti sebelumnya. Ketika warung itu masih ada, ketika kita ke kampung sepuh di malam hari, kita akan melihat salah satu cahaya terang di ujung kampung. Cahaya terang dari warung yang kadang-kadang menjadi tempat istirahat bagi para pendatang yang ingin ke gunung sepuh.
Namun kali ini kampung Sepuh nampak lebih sepi, yang ada hanya lampu-lampu yang menyala di tiap rumah di sepanjang jalan. Dan warung pun terlihat gelap gulita, seperti tidak ada lagi kehidupan disana.
Waktu semakin berdetak, malam semakin larut. Namun Aki karma belum bisa memejamkan matanya, dia hanya duduk di ruangan tengah dengan rokok di tangan. Sudah lebih dari 1 bungkus dia habiskan malam itu. Karena dirinya terus memikirkan tentang kampung sepuh. kampung yang selama ini menjadi tempat tinggal keduanya setelah dia hidup di Bandung.
Aki karma kemudian melamun, melamunkan hal-hal yang menyenangkan baginya. Dan berharap lamunan itu akan membuatnya tidak gelisah lagi. Akhirnya Aki karma larut dalam lamunan, dia melamun tentang hal-hal yang sempat dia rasakan dulu, ketika dirinya masih bergelimang harta kekayaan dan ketenaran yang akhirnya harus berakhir seketika.
***
Aki Karma mengingat setiap kenangan beberapa puluh tahun yang lalu, ketika dia memimpin salah satu kelompok pagelaran wayang golek di jawa Barat. sebuah kelompok pagelaran wayang golek yang terkenal pada tahun 1970 hingga 1980an. Mereka sangat terkenal di daerah sehingga dalam waktu satu bulan aja mereka bisa dua hingga tiga kali menggelar pagelaran wayang di setiap kampung di area Jawa Barat.
Group wayang yang dipimpin Aki Karma ini pun mempunyai sinden yang cantik jelita namanya Nyi laras, dia adalah primadona dari group wayang tersebut. setiap manggung selain pagelaran wayang nyi laras selalu ditunggu karena dengan nyanyian nya yang merdu dan wajah yang mempesona sehingga dimanapun group wayang laneuh menggelar pagelaran wayang penontonya selalu penuh, tak jarang juga dari kampung tetangga datang untuk menonton.
Tapi waktu terus berjalan. seiring berjalanya waktu pagelaran wayang semakin jarang dari waktu ke waktu. Hiburan tersebut tergantikan oleh dangdut dan organ tunggal. Pagelaran wayang golek sedikit-sedikit mulai tersingkirkan karena dari segi biaya dan panggung dangdut dan organ tunggal bisa lebih hemat. Tak lama group wayang laneuh semakin goyah, sinden andalanya Nyi laras di pinang oleh salah satu juragan kaya ibu kota. Sehingga mau tidak mau nyi laras harus keluar dari group wayang laneuh.
Aki karma melihat group wayangnya yang dia bangun dari dulu perlahan kehilangan sinarnya. Ketenaran yang waktu itu ada perlahan memudar. Perlahan-lahan orang-orang yang tergabung dalam itu satu persatu mencoba peruntungan pada bilang lain untuk menghidupi dirinya dan keluarganya sambil menunggu order pagelawan wayang tiba.
Ketika tidak ada orderan para penabuh gamelan dan dalang menjadi tukang ojeg di sekitar kampungnya. Mencari uang dengan menjadi ojeg dan pengantarkan penumpang di sekitaran kampung. Itupun hasilnya tidak pasti, karena di kampung mereka sudah banyak masyarakat yang mempunyai motor sehingga jarang ada penumpang yang memakai jasanya. Sebagian lagi yang tidak mempunyai kendaraan mencoba peruntungan lain seperti menjadi tukang parkir atau menjadi kuli angkut di pasar.
Sekarang hidup group wayang itu menjadi serba sulit. Tidak seperti dulu ketika masih berjaya. Ketika masih banyak pagelaran wayang hidup penghasilan mereka melimpah ruah, tidak seperti sekarang, ketika tidak ada pagelaran mereka harus hidup dengan bekerja di bidang lain untuk menghidupi anak dan istrinya.
Aki karma pun setiap malam selalu memikirkan nasib group yang dia rintis. Dia selalu berpikir bagaimana caranya group wayangnya bisa kembali dibanjiri pagelaran seperti dulu. Hingga pada suatu hari Aki karma didatangi oleh sahabatnya yang datang dari ibu kota.
Temanya itu menyarankan Aki karma untuk datang ke gunung sepuh untuk bersemedi dan mencoba peruntungan disana, dengan sigap sahabatnya memberitahunya tentang ritual-ritual yang bisa menyelamatkan dia dan groupnya sehingga groupnya akan dibanjiri oleh orderan lagi.
Aki karma akhirnya termakan hasutan dari sahabatnya itu dan memantapkan diri untuk berangkat dengan rombonganya ke gunung sepuh. Diapun meyakinkan para anggota di groupnya untuk jalan yang dia tempuh ini. beberapa dari mereka tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh Aki karma. Karena ada beberapa dari mereka yang mempunyai pondasi agama yang kuat sehingga mereka menolak dan lebih memilih untuk mundur dari group wayang itu daripada harus meminta bantuan dari ritual-ritual yang di anggapnya melenceng dari ajaranya.
Sedangkan sebagian lagi mau tidak mau mengikuti apa yang Aki karma katakan, karena mereka beralasan bahwa apabila ini adalah cara satu-satunya untuk mereka memperoleh ketenaran lagi seperti dulu maka mereka akan rela melakukan apa saja, mengingat ada tanggungan keluarga yang mereka tanggung selama ini.
Dengan berbekal mobil satu-satunya tempat membawa peralatan untuk pagelaran wayang diapun berangkat ke gunung sepuh, tak lupa dia membeli kebutuhan-kebutuhan untuk ritual dan bekal untuk bersemedi disana. Perjalanan yang dilalui nya sungguh melelahkan karena jalan pada waktu itu tidak sebagus sekarang.
Selepas kota ciwidey di selatan kota bandung rombongan itu memasuki hutan dan kebun teh yang begitu luasnya dengan lebatnya hutan kala itu hingga sinar matahari sulit masuk sehingga meskipun di siang hari jalanan terasa gelap. Jalananpun yang tadinya mulus berubah menjadi jalanan yang berbatu yang licin apabila hujan turun. Tak jarang mobil mereka tertahan batu besar sehingga yang duduk di belakang hrus turun dan memindahakan batu yang menghalangi jalan mereka.
Jam 10 malam akhirnya mereka sampai di kampung sepuh, kampung yang asri dan menjadi kampung terakhir sebelum mereka naik ke gunung sepuh. Dan melakukan ritual demi ketenaran group mereka kedepanya, meskipun terlihat wajah-wajah yang terlihat lelah akibat perjalanan yang panjang. Tapi mereka tetap bersemangat, mengingat setelah ini berhasil group mereka akan kembali bersinar dan dibanjiri oleh orderan untuk manggung seperti sedia kala.
Suasana kampung sepuh pada waktu sangat berbeda dengan kampung sepuh yang sekarang, kampung yang sangat terpencil tanpa adanya aktifitas di malam hari. Dan kampung sepuh pada malam itu belum teraliri listrik sama sekali, sebagian rumah yang ada pun masih beratapkan rumbia hanya satu atau dua rumah yang sudah berdinding tembok. Selebihnya hanya berdinding kayu.
Mobil yang ditumpangi oleh Aki karma berjalan pelan di jalanan kampung sepuh, melihat kampung di malam hari dengan diterangi obor dan lampu minyak sebagai penerangnya membuat sebagian penumpang dari mobil itu merinding. Karena mereka terbiasa hidup di kota yang sudah memakai listrik dan jarang melihat rumah yang hanya diterangi oleh lampu minyak.
Tak lama mobil Aki karma berhenti. Tepat di depan warung yang dijaga Bapak pada waktu itu.
Aki karma dan rombonganya pun turun untuk beristirahat sejenak di warung. Mengingat perjalanan itu adalah perjalanan yang melelahkan bagi mereka.
“Bapak-bapak ini mau kemana?”
Bapak secara ramah menanyai rombongan Aki karma.
“Oh ini pak kita mau ke gunung sepuh, ya Bapak tau sendiri lah” jawab Aki karma sambil sesekali tersenyum karena malu.
Bapak hanya tersenyum mendengar jawaban itu dan mempersilahkan mereka untuk duduk dan beristirahat untuk sementara. Beberapa dari mereka memesan kopi dan memesan mie rebus untuk mengisi perut mereka yang kosong selama perjalanan dari kota.
Bapak lalu mengobrol dengan rombongan Aki karma. Bapak juga memberitahukan apa yang seharusnya boleh di lakukan dan tidak boleh di lakukan selama berada di gunung sepuh. Ketika Aki karma tentang ritual itu. Bapak hanya menjawabnya dengan senyuman seakan-akan Bapak tau apa yang dimaksud Aki karma namun Bapak enggan untuk bercerita mengenai itu.
“Pak, karena di ujung sebelah sana adalah ujung jalan kampung. Lebih baik mobilnya di titipin aja disini pak, supaya tidak mengganggu kegiatan warga kampung. Karena ditakutkan apabila parkir disana nanti mengganggu masyarakat ketika datang dan pergi ke gunung untuk mencari madu hutan” ujar Bapak kepada Aki karma.
Aki karma pun mengangguk, kemudian Aki karma menitipkan mobil yang dia miliki satu-satunya itu di dekat warung Bapak.
Aki karma dan rombonganya pun pamit dan berjalan dengan membawa persiapan ritual ke arah gunung dengan berjalan kaki dan kemudian menghilang di gelapnya malam kampung sepuh. Meninggalkan mobil dan Bapak sendirian di warung.
supaya bisa ada gambaran untuk karakter-karakter tersebut
yu lanjut ya
Spoiler for 2- Aki Karma:
Aki karma sedang duduk di dalam rumahnya sembari menyalakan rokok kretek kesukaanya, rumahnya sangat sederhana. Hanya rumah berukuran 5x10 meter dengan ruang depan tempat Aki karma berkegiatan di malam hari. Satu kamar tidur, dapur dan kamar mandi di belakang. Dindingnya sebagian masih memakai bilik bambu, dan peneranganya pun masih memakai lampu 5 watt yang berwarna kuning.
Aki karma hidup sendiri di kampung sepuh. sudah hampir 20 tahun dia pindah dari Kota Bandung dan menetap di kampung sepuh. ada alasan khusus kenapa dia tinggal di kampung sepuh, kedekatanya dengan Bapak ujang adalah salah satu alasanya. Karena Aki Karma sendiri mempunyai hutang budi yang besar kepada Bapak ujang.
Aki Karma malam ini sangat gelisah, dia tidak akan menyangka warung yang teman dekatnya jaga dari leluhurnya harus di tutup, akibat anak semata wayangnya yang belum kembali setelah kepergian Ibunya di pagi itu. Aki karma menghisap rokok dengan keadaan gelisah, di depanya sudah ada beberapa batang rokok yang sudah dia hisap, yang berserakan di atas asbak di meja tua di depanya.
Namun rokok yang dia hisap tidak bisa mengobati rasa gelisah yang dia rasakan malam ini. seperti akan ada sesuatu yang terjadi kepada kampung sepuh ini.
Kampung sepuh kini nampak lebih sepi, seperti tidak ada kehidupan seperti sebelumnya. Ketika warung itu masih ada, ketika kita ke kampung sepuh di malam hari, kita akan melihat salah satu cahaya terang di ujung kampung. Cahaya terang dari warung yang kadang-kadang menjadi tempat istirahat bagi para pendatang yang ingin ke gunung sepuh.
Namun kali ini kampung Sepuh nampak lebih sepi, yang ada hanya lampu-lampu yang menyala di tiap rumah di sepanjang jalan. Dan warung pun terlihat gelap gulita, seperti tidak ada lagi kehidupan disana.
Waktu semakin berdetak, malam semakin larut. Namun Aki karma belum bisa memejamkan matanya, dia hanya duduk di ruangan tengah dengan rokok di tangan. Sudah lebih dari 1 bungkus dia habiskan malam itu. Karena dirinya terus memikirkan tentang kampung sepuh. kampung yang selama ini menjadi tempat tinggal keduanya setelah dia hidup di Bandung.
Aki karma kemudian melamun, melamunkan hal-hal yang menyenangkan baginya. Dan berharap lamunan itu akan membuatnya tidak gelisah lagi. Akhirnya Aki karma larut dalam lamunan, dia melamun tentang hal-hal yang sempat dia rasakan dulu, ketika dirinya masih bergelimang harta kekayaan dan ketenaran yang akhirnya harus berakhir seketika.
***
Torok tok tok tok
Éling-éling mangka éling
rumingkang di bumi alam
darma wawayangan baé
raga taya pangawasa
lamun kasasar lampah
napsu nu matak kaduhung
badan anu katempuhan
Torok tok tok tok
Éling-éling mangka éling
rumingkang di bumi alam
darma wawayangan baé
raga taya pangawasa
lamun kasasar lampah
napsu nu matak kaduhung
badan anu katempuhan
Torok tok tok tok
Aki Karma mengingat setiap kenangan beberapa puluh tahun yang lalu, ketika dia memimpin salah satu kelompok pagelaran wayang golek di jawa Barat. sebuah kelompok pagelaran wayang golek yang terkenal pada tahun 1970 hingga 1980an. Mereka sangat terkenal di daerah sehingga dalam waktu satu bulan aja mereka bisa dua hingga tiga kali menggelar pagelaran wayang di setiap kampung di area Jawa Barat.
Group wayang yang dipimpin Aki Karma ini pun mempunyai sinden yang cantik jelita namanya Nyi laras, dia adalah primadona dari group wayang tersebut. setiap manggung selain pagelaran wayang nyi laras selalu ditunggu karena dengan nyanyian nya yang merdu dan wajah yang mempesona sehingga dimanapun group wayang laneuh menggelar pagelaran wayang penontonya selalu penuh, tak jarang juga dari kampung tetangga datang untuk menonton.
Tapi waktu terus berjalan. seiring berjalanya waktu pagelaran wayang semakin jarang dari waktu ke waktu. Hiburan tersebut tergantikan oleh dangdut dan organ tunggal. Pagelaran wayang golek sedikit-sedikit mulai tersingkirkan karena dari segi biaya dan panggung dangdut dan organ tunggal bisa lebih hemat. Tak lama group wayang laneuh semakin goyah, sinden andalanya Nyi laras di pinang oleh salah satu juragan kaya ibu kota. Sehingga mau tidak mau nyi laras harus keluar dari group wayang laneuh.
Aki karma melihat group wayangnya yang dia bangun dari dulu perlahan kehilangan sinarnya. Ketenaran yang waktu itu ada perlahan memudar. Perlahan-lahan orang-orang yang tergabung dalam itu satu persatu mencoba peruntungan pada bilang lain untuk menghidupi dirinya dan keluarganya sambil menunggu order pagelawan wayang tiba.
Ketika tidak ada orderan para penabuh gamelan dan dalang menjadi tukang ojeg di sekitar kampungnya. Mencari uang dengan menjadi ojeg dan pengantarkan penumpang di sekitaran kampung. Itupun hasilnya tidak pasti, karena di kampung mereka sudah banyak masyarakat yang mempunyai motor sehingga jarang ada penumpang yang memakai jasanya. Sebagian lagi yang tidak mempunyai kendaraan mencoba peruntungan lain seperti menjadi tukang parkir atau menjadi kuli angkut di pasar.
Sekarang hidup group wayang itu menjadi serba sulit. Tidak seperti dulu ketika masih berjaya. Ketika masih banyak pagelaran wayang hidup penghasilan mereka melimpah ruah, tidak seperti sekarang, ketika tidak ada pagelaran mereka harus hidup dengan bekerja di bidang lain untuk menghidupi anak dan istrinya.
Aki karma pun setiap malam selalu memikirkan nasib group yang dia rintis. Dia selalu berpikir bagaimana caranya group wayangnya bisa kembali dibanjiri pagelaran seperti dulu. Hingga pada suatu hari Aki karma didatangi oleh sahabatnya yang datang dari ibu kota.
Temanya itu menyarankan Aki karma untuk datang ke gunung sepuh untuk bersemedi dan mencoba peruntungan disana, dengan sigap sahabatnya memberitahunya tentang ritual-ritual yang bisa menyelamatkan dia dan groupnya sehingga groupnya akan dibanjiri oleh orderan lagi.
Aki karma akhirnya termakan hasutan dari sahabatnya itu dan memantapkan diri untuk berangkat dengan rombonganya ke gunung sepuh. Diapun meyakinkan para anggota di groupnya untuk jalan yang dia tempuh ini. beberapa dari mereka tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan oleh Aki karma. Karena ada beberapa dari mereka yang mempunyai pondasi agama yang kuat sehingga mereka menolak dan lebih memilih untuk mundur dari group wayang itu daripada harus meminta bantuan dari ritual-ritual yang di anggapnya melenceng dari ajaranya.
Sedangkan sebagian lagi mau tidak mau mengikuti apa yang Aki karma katakan, karena mereka beralasan bahwa apabila ini adalah cara satu-satunya untuk mereka memperoleh ketenaran lagi seperti dulu maka mereka akan rela melakukan apa saja, mengingat ada tanggungan keluarga yang mereka tanggung selama ini.
Dengan berbekal mobil satu-satunya tempat membawa peralatan untuk pagelaran wayang diapun berangkat ke gunung sepuh, tak lupa dia membeli kebutuhan-kebutuhan untuk ritual dan bekal untuk bersemedi disana. Perjalanan yang dilalui nya sungguh melelahkan karena jalan pada waktu itu tidak sebagus sekarang.
Selepas kota ciwidey di selatan kota bandung rombongan itu memasuki hutan dan kebun teh yang begitu luasnya dengan lebatnya hutan kala itu hingga sinar matahari sulit masuk sehingga meskipun di siang hari jalanan terasa gelap. Jalananpun yang tadinya mulus berubah menjadi jalanan yang berbatu yang licin apabila hujan turun. Tak jarang mobil mereka tertahan batu besar sehingga yang duduk di belakang hrus turun dan memindahakan batu yang menghalangi jalan mereka.
Jam 10 malam akhirnya mereka sampai di kampung sepuh, kampung yang asri dan menjadi kampung terakhir sebelum mereka naik ke gunung sepuh. Dan melakukan ritual demi ketenaran group mereka kedepanya, meskipun terlihat wajah-wajah yang terlihat lelah akibat perjalanan yang panjang. Tapi mereka tetap bersemangat, mengingat setelah ini berhasil group mereka akan kembali bersinar dan dibanjiri oleh orderan untuk manggung seperti sedia kala.
Suasana kampung sepuh pada waktu sangat berbeda dengan kampung sepuh yang sekarang, kampung yang sangat terpencil tanpa adanya aktifitas di malam hari. Dan kampung sepuh pada malam itu belum teraliri listrik sama sekali, sebagian rumah yang ada pun masih beratapkan rumbia hanya satu atau dua rumah yang sudah berdinding tembok. Selebihnya hanya berdinding kayu.
Mobil yang ditumpangi oleh Aki karma berjalan pelan di jalanan kampung sepuh, melihat kampung di malam hari dengan diterangi obor dan lampu minyak sebagai penerangnya membuat sebagian penumpang dari mobil itu merinding. Karena mereka terbiasa hidup di kota yang sudah memakai listrik dan jarang melihat rumah yang hanya diterangi oleh lampu minyak.
Tak lama mobil Aki karma berhenti. Tepat di depan warung yang dijaga Bapak pada waktu itu.
Aki karma dan rombonganya pun turun untuk beristirahat sejenak di warung. Mengingat perjalanan itu adalah perjalanan yang melelahkan bagi mereka.
“Bapak-bapak ini mau kemana?”
Bapak secara ramah menanyai rombongan Aki karma.
“Oh ini pak kita mau ke gunung sepuh, ya Bapak tau sendiri lah” jawab Aki karma sambil sesekali tersenyum karena malu.
Bapak hanya tersenyum mendengar jawaban itu dan mempersilahkan mereka untuk duduk dan beristirahat untuk sementara. Beberapa dari mereka memesan kopi dan memesan mie rebus untuk mengisi perut mereka yang kosong selama perjalanan dari kota.
Bapak lalu mengobrol dengan rombongan Aki karma. Bapak juga memberitahukan apa yang seharusnya boleh di lakukan dan tidak boleh di lakukan selama berada di gunung sepuh. Ketika Aki karma tentang ritual itu. Bapak hanya menjawabnya dengan senyuman seakan-akan Bapak tau apa yang dimaksud Aki karma namun Bapak enggan untuk bercerita mengenai itu.
“Pak, karena di ujung sebelah sana adalah ujung jalan kampung. Lebih baik mobilnya di titipin aja disini pak, supaya tidak mengganggu kegiatan warga kampung. Karena ditakutkan apabila parkir disana nanti mengganggu masyarakat ketika datang dan pergi ke gunung untuk mencari madu hutan” ujar Bapak kepada Aki karma.
Aki karma pun mengangguk, kemudian Aki karma menitipkan mobil yang dia miliki satu-satunya itu di dekat warung Bapak.
Aki karma dan rombonganya pun pamit dan berjalan dengan membawa persiapan ritual ke arah gunung dengan berjalan kaki dan kemudian menghilang di gelapnya malam kampung sepuh. Meninggalkan mobil dan Bapak sendirian di warung.
User telah dihapus dan 52 lainnya memberi reputasi
53
Kutip
Balas
Tutup