- Beranda
- Stories from the Heart
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish
...
TS
congyang.jus
Ku Kejar Cintamu Sampai Garis Finish

Tuhan tidak selalu memberi kita jalan lurus untuk mencapai suatu tujuan. Terkadang dia memberi kita jalan memutar, bahkan seringkali kita tidak bisa mencapai tujuan yg sudah kita rencanakan diawal. Bukan karena tuhan tidak memberi yg kita inginkan, tetapi untuk memberi kita yg terbaik. Percayalah, rencana Tuhan jauh lebih indah.
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 13 suara
Siapa yang akan menjadi pemaisuri Raja?
Olivia
31%
Bunga
8%
Diana
15%
Zahra
15%
Okta
8%
Shinta
23%
Diubah oleh congyang.jus 04-03-2022 10:27
JabLai cOY dan 37 lainnya memberi reputasi
38
165.6K
793
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
congyang.jus
#590
Part 69
*tiinnnnnnmm
Suara klakson menggelegar dari mobil yang hampir saja menabrak gua dari samping.
Si pengendara mobil berteriak dari jendela kacanya "bodoh"
Paman yang gua boncengin memberikan gestur tangan 'meminta maaf'.
Gua kembali memacu motor gua, membuka jalan bagi mobil belakang yang sedang membawa Mamah menuju rumah sakit bersalin.
Sebelumnya..
Paman membawa ceweknya datang ke rumah gua.
Ia memperkenalkan ceweknya sebagai Nadin.
"Wah, akhirnya Paman punya pacar juga. Padahal gua kira lu tuh homo" ucap gua bersandiwara di hadapan Nadin, bermaksud agar Nadin merasa bahwa ialah satu-satunya cewek yang Paman kenalkan ke sahabatnya.
Kenyataannya berbanding terbalik. Udah ngga kehitung berapa cewek yang dibawa Paman ke tongkrongan.
Sampai, gua harus susah payah mengingat nama ketika Paman sedang curhat.
"Gua mau silaturahmi ja, elu kan udah beberapa hari ngga main ke bengkel" dia beralasan.
Tentu saja itu alasan yang dibuat-buat, sebenarnya dia hanya ingin meminta oleh-oleh dari gua yang baru saja berlibur ke Jogja.
Tiba-tiba Papah keluar rumah, membopong mamah yang kesakitan.
Tanpa pikir panjang, gua dan Paman langsung menyalakan motor, membuka jalan agar Papah tidak mengalami hambatan menuju rumah sakit.
"Kamu di sini dulu sama Zahra" pinta Paman ke Nadin.
Saat di jalan, Paman teringat sebuah bahaya yang mengancam hubungannya dengan Nadin. "Aduh, ntar kalo Nadin ngorek-ngorek info tentang gua dari Zahra gimana ya". Kata Paman yang sempat-sempatnya kepikiran seperti itu, disaat gua sedang panik tentang keselamatan nyokap.
"Sempet-sempetnya mikir gituan man, lagi ngga bisa tenang nih gua. Lagian, Zahra ngga sepolos yang lu pikirin" kata gua.
"Gua mau nyari warkop lah, asem mulut gua." Paman berjalan keluar dari ruang tunggu rumah sakit.
Biasanya, di saat panik seperti ini. Gua bakal menghabiskan banyak batang rokok.
"Udah, tenang ja. Mamah lu bakal baik-baik aja" kata Paman, mencoba menenangkan gua ketika mulutnya penuh dengan gorengan.
Beberapa waktu setelah Paman keluar dari rumah sakit, gua memutuskan untuk menyusulnya.
Daripada gua semakin gelisah, sendirian di ruang tunggu, ngga bisa ngerokok.
Paman excited "Wah, tongkrongan kita bakal punya ponakan"
"Lu gimana sih man, ponakan lu ntar itu anak gua, bukan adik gua"
Paman memutar matanya ke atas, mencoba mencerna kata-kata gua barusan.
"Oh iya, ya" ucapnya kemudian. Dilanjut dengan mencomot kembali gorengan dan sebiji cabai hijau.
Sekitar jam 9 malam, Papah menghubungi gua, mengabari bahwa adik gua sudah lahir.
"Kamu punya adek cewek ja" kata Papah dengan nada gembira.
Segera gua dan Paman kembali ke rumah sakit.
Ketika baru sampai di parkiran, Paman pamit pulang, dia hendak mempulangkan Nadin yang masih bersama Zahra di rumah gua.
"Males gua kalo balikin dia malem-malem, banyak bocah nongkrong di gang. Gua capek nyapa mereka" keluh Paman.
Papah menemui gua di ruang tunggu, wajahnya begitu gembira.
Gua bingung sebenarnya, mau sedih atau ikut gembira?.
Sedih karena adik gua bakal mengambil kembali apa yang memang seharusnya ia milikin, sepenuhnya.
Atau, ikut gembira karena orang tua angkat gua sekarang sudah memiliki anak. Darah daging mereka sendiri tentunya, bukan remaja antah berantah yang kebetulan mirip dengan almarhum anak mereka.
Gua memandang adik gua yang sedang digendong Mamah
"Papah cuma kepikiran nama 'Wulandini', kan cocok tuh lahirnya malem. Tapi nanti panggilannya 'Dini'aja." kata Papah yang masih belum menemukan nama lagi.
Tiba-tiba, teringat sebuah nama yang gua sendiri lupa dimana dan kapan awal mula gua mendengar nama tersebut.
Gua mengusulkan satu kata pelengkap sebagai nama bayi ini. "Tambahin Dahayu"
Mamah dan Papah saling menatap. "Artinya cantik" lanjut gua sebelum mereka sempat bertanya.
"Dahayu Wulandini, cocok ja" Mamah tersenyum bahagia dengan perpaduan nama tersebut
Papah gua pun setuju dengan nama tersebut.
Suara klakson menggelegar dari mobil yang hampir saja menabrak gua dari samping.
Si pengendara mobil berteriak dari jendela kacanya "bodoh"
Paman yang gua boncengin memberikan gestur tangan 'meminta maaf'.
Gua kembali memacu motor gua, membuka jalan bagi mobil belakang yang sedang membawa Mamah menuju rumah sakit bersalin.
Sebelumnya..
Paman membawa ceweknya datang ke rumah gua.
Ia memperkenalkan ceweknya sebagai Nadin.
"Wah, akhirnya Paman punya pacar juga. Padahal gua kira lu tuh homo" ucap gua bersandiwara di hadapan Nadin, bermaksud agar Nadin merasa bahwa ialah satu-satunya cewek yang Paman kenalkan ke sahabatnya.
Kenyataannya berbanding terbalik. Udah ngga kehitung berapa cewek yang dibawa Paman ke tongkrongan.
Sampai, gua harus susah payah mengingat nama ketika Paman sedang curhat.
Quote:
"Gua mau silaturahmi ja, elu kan udah beberapa hari ngga main ke bengkel" dia beralasan.
Tentu saja itu alasan yang dibuat-buat, sebenarnya dia hanya ingin meminta oleh-oleh dari gua yang baru saja berlibur ke Jogja.
Tiba-tiba Papah keluar rumah, membopong mamah yang kesakitan.
Tanpa pikir panjang, gua dan Paman langsung menyalakan motor, membuka jalan agar Papah tidak mengalami hambatan menuju rumah sakit.
"Kamu di sini dulu sama Zahra" pinta Paman ke Nadin.
Saat di jalan, Paman teringat sebuah bahaya yang mengancam hubungannya dengan Nadin. "Aduh, ntar kalo Nadin ngorek-ngorek info tentang gua dari Zahra gimana ya". Kata Paman yang sempat-sempatnya kepikiran seperti itu, disaat gua sedang panik tentang keselamatan nyokap.
"Sempet-sempetnya mikir gituan man, lagi ngga bisa tenang nih gua. Lagian, Zahra ngga sepolos yang lu pikirin" kata gua.
"Gua mau nyari warkop lah, asem mulut gua." Paman berjalan keluar dari ruang tunggu rumah sakit.
Biasanya, di saat panik seperti ini. Gua bakal menghabiskan banyak batang rokok.
"Udah, tenang ja. Mamah lu bakal baik-baik aja" kata Paman, mencoba menenangkan gua ketika mulutnya penuh dengan gorengan.
Beberapa waktu setelah Paman keluar dari rumah sakit, gua memutuskan untuk menyusulnya.
Daripada gua semakin gelisah, sendirian di ruang tunggu, ngga bisa ngerokok.
Paman excited "Wah, tongkrongan kita bakal punya ponakan"
"Lu gimana sih man, ponakan lu ntar itu anak gua, bukan adik gua"
Paman memutar matanya ke atas, mencoba mencerna kata-kata gua barusan.
"Oh iya, ya" ucapnya kemudian. Dilanjut dengan mencomot kembali gorengan dan sebiji cabai hijau.
Sekitar jam 9 malam, Papah menghubungi gua, mengabari bahwa adik gua sudah lahir.
"Kamu punya adek cewek ja" kata Papah dengan nada gembira.
Segera gua dan Paman kembali ke rumah sakit.
Ketika baru sampai di parkiran, Paman pamit pulang, dia hendak mempulangkan Nadin yang masih bersama Zahra di rumah gua.
"Males gua kalo balikin dia malem-malem, banyak bocah nongkrong di gang. Gua capek nyapa mereka" keluh Paman.
Papah menemui gua di ruang tunggu, wajahnya begitu gembira.
Gua bingung sebenarnya, mau sedih atau ikut gembira?.
Sedih karena adik gua bakal mengambil kembali apa yang memang seharusnya ia milikin, sepenuhnya.
Atau, ikut gembira karena orang tua angkat gua sekarang sudah memiliki anak. Darah daging mereka sendiri tentunya, bukan remaja antah berantah yang kebetulan mirip dengan almarhum anak mereka.
*****
Gua memandang adik gua yang sedang digendong Mamah
"Papah cuma kepikiran nama 'Wulandini', kan cocok tuh lahirnya malem. Tapi nanti panggilannya 'Dini'aja." kata Papah yang masih belum menemukan nama lagi.
Tiba-tiba, teringat sebuah nama yang gua sendiri lupa dimana dan kapan awal mula gua mendengar nama tersebut.
Gua mengusulkan satu kata pelengkap sebagai nama bayi ini. "Tambahin Dahayu"
Mamah dan Papah saling menatap. "Artinya cantik" lanjut gua sebelum mereka sempat bertanya.
"Dahayu Wulandini, cocok ja" Mamah tersenyum bahagia dengan perpaduan nama tersebut
Papah gua pun setuju dengan nama tersebut.
mirzazmee dan 12 lainnya memberi reputasi
13