"mmmm..."

"aku tak berniat membicarakan soal karma dan sistem alam semesta, aku melihatmu sekilas saja sudah tahu bahwa kamu orang yang beruntung."

"gak semua orang bisa dapet keistimewaan untuk belajar di ruang kelas offline maupun online."

"ketika kamu mengambil keputusan antara menyakiti dirimu atau temanmu, itu saja sudah membuktikan bahwa kamu kaum cendekia."

"dan," aku berhenti sejenak.

Kadang jeda sunyi itu sangat berharga.

"Aku tahu, kamu pasti menghargai investasi kecerdasan pada dirimu. Usaha yang telah kamu lakukan sejak kecil."

"Kadang, kalau melihat terus ke atas, pundak dan leher akan terasa pegal. Membuat kaki lupa sedang berpijak pada bumi."

"Kalau urusan uang, sudah sifatnya kalau kekayaan itu volatile, kadang menguap begitu saja, kadang datang bak tsunami."

aku berusaha meyakinkan nya dengan pemikiran logis. Aku faham dia orang cerdas. Tetapi pada momen-momen gini, ku ragukan juga kalau pesan logis itu sampai menyentuh perasaan nya.

Dari kabar yang kudengar tentang uang sebagai alat bantu. Memang sebaiknya sangat menghindari memberikan tanggung jawab soal peruangan kepada yang belum terbiasa mengelolanya.

Akupun melanjutkan sesi diam.

To be continue