Ternyata pak manajer telah mengadakan suatu perjanjian rahasia dengan jin yang ada di gudang perusahaan. Dia juga telah memberikan sesajen pada jin itu, bahkan kata Amrita, pak manajer juga menyediakan kebutuhan biologis dari jin berwujud ular itu. Sebagai imbalannya, pak manajer mendapat suatu pengasihan dan kewibawaan.

 Salma telah berhasil menghancurkan gerombolan jin yang membuat koloni di gudang perusahaan, dan dia sendirian saja menghadapi semuanya. Dan saat semua telah usai, kami kembali keluar dari gudang melewati lorong panjang dan berakhir pada sebuah pintu.

 Saat sudah keluar dari pintu lorong, suatu perasaan yang sangat kuat menyuruhku kembali ke ruangan desain. Entah ini kata hati atau apa, biasanya kalo sampe kata hatiku yang menyuruh, maka pasti ada sesuatu yang terjadi. Maka kuturuti aja kata hatiku. Aku jalan kembali menuju ke ruangan desain. Tapi saat lewat di depan kantornya mbak Nining, kudengar suara aneh dari dalam kantor itu, seperti suara desahan perempuan!

 Pintu kantor itu tertutup rapat, tapi karena rasa penasaran, aku jadi ingin tau apa yang terjadi. Sambil menyiapkan kamera hp dan mulai merekam video, aku mengintip dan merekam dari kaca yang gordennya sedikit terbuka. Tapi apa yang kulihat di dalam kantor itu membuat darahku langsung mendidih dan naik ke ubun-ubun!

 Di dalam kantornya mbak Nining itu kulihat tiga sosok berwujud manusia berkepala ular yang memanjang. Tapi bukan itu yang membuat amarahku meledak. Kulihat mbak Nining terbaring di meja, baju bagian dada telah terbuka, dan diatas tubuhnya, si manajer sialan itu sedang menunduk dan menciumi dada mbak Nining! Seluruh tubuh keduanya diliputi suatu energi berwarna merah terang, mbak Nining sedang terpengaruh oleh ilmu dari akik si manajer!

 Tanpa tunggu lebih lama lagi, kuhantam pintu kantor itu hingga jebol, dan masih dengan merekam video, aku menyerbu masuk. Salma dan Amrita langsung memburu tiga makhluk berkepala ular itu. Dan ternyata masih ada sosok keempat, yaitu sosok ular yang berasal dari dalam akik si manajer.



 Buaakk..!

 Sekali lagi bogemanku menghantam hidungnya hingga ngocor. Si manajer berteriak keras, dia terhempas menabrak tembok di belakang meja, dan sosok ular itu langsung berkelebat merasuki tubuh si manajer, dan raganya segera bangkit lagi, sepertinya manajer telah benar-benar dikuasai oleh sosok ular. Dia kirimkan satu jotosan ke arahku. Maka kuadu kepalaku dengan kepalannya, masih kususul dua tendangan ke dada dan perutnya.

 Prak..! Kraak…!

 Jeblaak..! Buaakk..!

 Si manajer terjengkang ke belakang dan menabrak tembok kembali. Bisa kurasakan kalo tulang jari-jarinya sempat patah, tapi dia seperti nggak merasakannya. Dan lagi-lagi dia langsung bangkit dan menyerangku. Mendadak dari kananku melesat bayangan hitam yang langsung menghajar si manajer bertubi-tubi, bayangan hitam itu adalah Salma yang telah mewujud nyata. Suara bak-buk-bak-buk terus terdengar.

 Tapi aku sudah nggak pedulikan lagi karena yang lebih penting adalah keselamatan mbak Nining. Kuhampiri dia yang masih berbaring terlentang di atas meja, pakaian bawah masih lengkap, berarti masih aman. Cuma bagian atas yang terbuka sampai ke dalemannya hingga dua gundukan indah miliknya itu terlihat jelas olehku. Aaahh.. siaaal! Dalam keadaan seperti ini masih mikir kayak gitu! Dasar otak mesum!

 Segera kuucap istighfar dan berusaha untuk nggak melihatnya lagi. Kudekati dia dengan maksud untuk menetralisir pengaruh energi pengasihan itu, tapi mendadak tangan mbak Nining meraih kepalaku dan menenggelamkan wajahku di dadanya, lalu desahan itu kembali terdengar. Mbak Nining masih dalam pengaruh ilmu pengasihan itu!

 Aku jadi gelagapan sendiri. Ini seperti dejavu buatku, aku pernah mengalaminya saat Citradani jadi korban. Dengan panik aku berteriak memanggil Amrita. Untung aja Amrita sigap dan langsung datang memegang dua tangan mbak Nining. Keadaan mbak Nining sungguh menyedihkan, antara sadar dan nggak sadar. Sementara aku coba mengatur napas yang tau-tau aja jadi terasa sesak, badanku terasa gemetar juga.

 Amrita masih berusaha menetralisirnya. Kucoba membenahi bajunya yang terbuka itu, tapi ternyata baju itu telah dirobek sampe ke dalemannya sama si manajer kepar*t itu. Aku jadi nggak bisa menutupinya lagi. Maka kulepas jaketku dan memakaikannya pada mbak Nining.

 Kulihat si manajer terkapar di lantai dengan wajah bersimbah darah, dia nggak sadarkan diri akibat hajaran dari Salma. Lalu mataku tertumbuk pada sebuah gelas berisi jus jeruk yang terletak di atas meja pojokan kantor. Ada semacam energi aneh yang keluar dari jus itu. Aku mau mengambil gelas itu, tapi mendadak kudengar jeritan sangat keras dari mbak Nining, dia telah sadar kembali.

 Bulu kudukku langsung merinding mendengar jeritan itu, sungguh sebuah jeritan mengerikan yang nggak akan kulupakan seumur hidupku. Mbak Nining menjerit-jerit histeris seperti kesurupan. Segera kudekati dia, dan dia memelukku dengan erat, tangisnya meledak dengan keras. Aku bener nggak tega mendengar tangisnya itu. Maka kusalurkan hawa sejuk untuk menenangkannya.

 Lalu datanglah beberapa orang karyawan shift siang, sepertinya mereka mendengar jeritan mbak Nining. Mereka memandangi kami semua bergantian, tampak raut kebingungan di wajah mereka. Maka aku minta tolong pada salah satunya untuk memanggil sekuriti. Aku nggak akan menjelaskan sebelum sekuriti datang.

 Kulihat Salma masih menjaga si manajer yang pingsan itu, dia udah nggak mewujud lagi. Sementara Amrita tampak mendekati gelas berisi jus jeruk tadi, telapak tangannya terbuka dan terarah ke gelas itu. Untuk beberapa saat dia terdiam, lalu dia melayang mendekatiku.



 Ternyata si manajer bener-bener niat banget, sampe memakai ilmu peningkat birahi segala! Aku heran kenapa aku terus aja menghadapi persoalan semacam ini, ilmu pengasihan, penaik hasrat birahi. Kalo aki nggak punya kemampuan ini, tentu aku nggak akan tau soal itu semua.

 Sampe saat itu aku masih mentransfer energi dingin pada mbak Nining. Dia masih terisak-isak sambil membenamkan wajahnya di dadaku, badannya gemetar dengan hebat. Aku nggak tau apa yang dirasakannya hingga aku nggak tau harus ngapain selain terus mentransfer hawa dingin untuk menenangkannya. Tak lama kemudian empat orang sekuriti bertubuh besar datang ke ruang kantor itu. 



 Salah satu sekuriti tampak sedang melakukan panggilan dengan radio, sekuriti yang lain memeriksa keadaan si manajer dan coba untuk menyadarkannya. Sekuriti itu tampak kebingungan. Maka kuberi isyarat pada Salma untuk membantu menyadarkan, dan cuma sekali tiup, si manajer langsung tersadar seperti baru bangun tidur. Para sekuriti menggelandang si manajer menuju ruang sekuriti.

 Mbak Nining masih belum bisa diajak komunikasi, dia cuma menangis terus-terusan. Maka aku bilang ke sekuriti kalo kami akan menyusul mereka ntar. Salah satu karyawan shift siang memberi botol air mineral, dan sebelum kuminumkan pada mbak Nining,air dalam botol itu juga kukubuhi dengan energi dingin untuk menenangkannya. Tapi ternyata mbak Nining nggak mau minum juga. 

 Para karyawan shift siang itu satu persatu mulai meninggalkan ruangan. Kini tinggal aku dan mbak Nining di ruangan itu. Sekuriti tadi bilang kalo direksi harus tau, maka kutelepon aja ayahku karena beliau termasuk dewan direksi juga. Kujelaskan semua yang terjadi di sini. Dan ayah bilang akan ke perusahaan sekarang juga. Kini aku merasa agak tenang karena ada ayahku, aku nggak mungkin mengurusi semua ini sendirian. 

 Salma ikut membantuku mentransfer energinya pada mbak Nining, sementara Amrita melayang kesana kemari sambil terus membolang-balingkan pedangnya, sepertinya dia masih nggak terima dan masih ingin menghajar. Aku jadi teringat masa lalunya, Amrita memang sangat membenci laki-laki macam manajer, karena masa lalu Amrita yang kelam.

 Lalu tanpa sengaja pandangan mataku menumbuk pada suatu tas kresek di pojokan ruangan. Aku ingat tas kresek itu berisi sesajen yang diambil si manajer dari dalam gudang dan telah diganti dengan yang baru. Sesajen itu bisa menjadi barang bukti juga, termasuk gelas berisi jus jeruk tadi.

 Setengah jam kemudian, mbak Nining sudah tenang, tapi rangkulannya belum dilepas, dia mengangkat wajahnya menatapku, pandangan matanya menunjukkan kengerian dan ketakutan. Maka kuminumkan aja air mineral tadi padanya, dia nggak menolak meskipun masih diam seribu bahasa. Tak lama kemudian, ayahku datang bersama tiga orang polisi tanpa seragam, aku ingat dua diantaranya itu adalah anak buah om Wisnu, kami sudah saling kenal karena sama-sama pernah terlibat dalam satu penggerebekan.



 Kuambil hp di kantongku, ternyata dari tadi posisinya masih merekam video, meskipun nggak ada gambarnya, tapi tentunya suara percakapan masih terekam. Dua polisi itu melihat rekaman di hpku, aku juga mengirim video itu ke hp mereka, sementara polisi yang satunya mengambil foto barang bukti.



 Maka kutuntun mbak Nining keluar ruangan itu, bersama ayahku dan juga salah satu polisi. Mbak Nining masih aja merangkulku sambil jalan, sisa sesenggukan itu masih terdengar, aku yakin dia merasa ketakutan dan malu. Aku bukan cewek jadi nggak tau apa yang dirasakan oleh cewek.