NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
30% WNI Terancam Tidak Bernegara
Spoiler for Moeldoko:


Spoiler for Video:



Seorang filsuf dan akademisi yang pernah mengajar di Universitas Indonesia bernama Rocky Gerung identik dengan ucapannya yang mengkritik pemerintah dengan sebutan “dungu”. Banyak orang yang merasa tersinggung dengan ucapannya itu. Namun Rocky menyebut masyarakat acap kali salah memahami pernyataannya. “Dungu” yang ia maksud adalah pernyataan yang tidak logis. “Dungu” untuk menggambarkan seseorang yang menjawab pertanyaan tanpa berpikir sistemis.

Kita telah ketahui bersama bahwa vaksinasi Covid-19 menjadi salah satu cara agar bisa mengendalikan pademi dengan menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Herd immunity itu sendiri tercapai saat 70% penduduk Indonesia sudah disuntik vaksin Covid-19. Sehingga ada sisa 30% penduduk yang tidak akan divaksinasi.

Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Riset dan Teknologi (Ristek/BRIN) Ali Ghufron Mukti mengatakan untuk mencapai target tersebut, 189 juta dari 270 juta penduduk Indonesia harus divaksinasi.

Sumber : Bisnis[Pemerintah Targetkan Herd Immunity Bisa Capai 70 Persen]

Pemerintah yang menargetkan 70 persen penduduk untuk divaksinasi, tentunya akan memberi ruang bagi 30 persen penduduk untuk tidak divaksinasi. Dengan kata lain, ketika herd immunity tercapai, ada 81 juta rakyat Indonesia yang tidak memiliki sertifikat vaksin karena berbagai alasan serta kondisi.

Tapi ternyata pihak pemerintah melakukan suatu “kedunguan”, membuat pernyataan yang tidak logis seperti yang acap kali diucapkan Rocky Gerung. Sebab pemerintah telah melakukan diskriminasi terhadap rakyatnya sendiri dengan tidak akan memberikan pelayanan publik bagi mereka yang tidak melakukan vaksinasi.

Pada 6 Agustus 2021, KSP Moeldoko mengatakan negara tidak mendiskriminasi masyarakat dengan adanya syarat wajib vaksinasi dalam mendapatkan pelayanan publik.

"Enggak ada negara melakukan diskriminasi. Sama sekali enggak ada karena semua warga memiliki hak yang sama," kata Moeldoko.

Moeldoko juga memastikan stok vaksin akan bertambah di saat daerah memiliki kelangkaan vaksin. Ia mengatakan, pemerintah akan mendapatkan vaksin puluhan juta dosis demi memenuhi target vaksinasi nasional.

Diketahui syarat vaksin untuk menerima pelayanan publik digodok sejumlah daerah. Akan tetapi rencana tersebut memicu masalah baru lantaran distribusi vaksin yang belum merata dan tidak semua orang memenuhi syarat mendapatkan vaksin. Itu lah mengapa kebijakan ini dinilai diskriminatif.

Contohnya yang terjadi di Morotai, Provinsi Maluku Utara dimana sejumlah ASN tidak mendapatkan gaji karena belum divaksin. Padahal, mereka bukan tidak mau divaksin tapi karena memang memiliki riwayat penyakit yang dilarang untuk divaksin dengan Sinovac.

Sumber : Tirto [Vaksin Jadi Syarat Dapat Layanan Publik, KSP: Tak Ada Diskriminasi]

Organisasi kesehatan dunia, WHO saja tidak berposisi mendukung kewajiban vaksinasi. WHO menyadari, banyak negara akan mewajibkan vaksin guna meningkatkan tingkat vaksinasi dan mencapai tujuan kesehatan masyarakat. Namun, kebijakan yang mengamanatkan suatu tindakan atau perilaku tentunya mengganggu kebebasan atau otonomi individu, sehingga harus diseimbangkan antara kesejahteraan komunal dengan kebebasan individu.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mendukung sikap WHO tersebut. Menurutnya, ada beberapa alasan kenapa sertifikat vaksin untuk berkegiatan ini tidak direkomendasikan.

Pertama, belum ada bukti kuat vaksin bisa mencegah infeksi.

Masalah kedua adalah terkait stok, suplai, dan akses terhadap vaksin yang belum merata. Ketidakmerataan tersebut mengakibatkan terjadinya diskriminasi, ketidakadilan antar wilayah termasuk penduduk. Dengan jumlah vaksin yang masih sedikit, tak heran jika di banyak daerah banyak orang mengaku sulit mendapat vaksin atau ketika mendaftar kuotanya sudah habis.

Dicky juga mengingatkan kembali, bahwa banyak orang belum divaksin karena beragam alasan. Bukan hanya karena orang tersebut tidak mau divaksin, tapi bisa juga karena persediaan vaksin yang sangat terbatas, sulit mendapat akses ke vaksin, atau karena kondisi tubuh.

Sumber : Kompas [Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Beraktivitas, Ini Kata WHO dan Epidemiolog]

Berdasarkan paparan tersebut maka timbul pertanyaan. Ketika pemerintah tidak mau memberikan pelayanan publik bagi rakyat yang tidak melakukan vaksinasi, lantas bagaimana dengan 30% atau 81 juta rakyat Indonesia yang memang tidak bisa atau mau divaksin karena berbagai faktor?

Apakah 81 juta rakyat Indonesia yang tidak boleh mendapatkan pelayanan publik tersebut bukan WNI?

Atau jangan-jangan pernyataan KSP Moeldoko tersebut menunjukkan bahwa pemerintah kini tengah membiakkan 30% rakyat Indonesia agar menganut paham anarkisme? Sebuah filosofi politik yang menganjurkan masyarakat mengatur diri sendiri, tanpa negara.
Diubah oleh NegaraTerbaru 10-08-2021 18:51
alfidanger
eyefirst2
satyadimitri
satyadimitri dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.1K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.8KAnggota
Tampilkan semua post
yukoaldinoAvatar border
yukoaldino
#3
Sertifikat vaksin = otaknya LBP
Test PCR/ANTIGEN = otaknya Mendag
NegaraTerbaru
NegaraTerbaru memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.