Kaskus

Story

Rebek22Avatar border
TS
Rebek22
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah


Quote:


Quote:


Quote:



1. A story about a farewell sentence



Prolog: Terima kasih jauh lebih menenangkanku dari pada maaf

Kanaria.

Namaku Kanaria, sebuah nama yang di ambil dari bahasa jepang dan memiliki arti kenari. Sampai sekarang aku tidak pernah tau mengapa ibu menamaiku demikian, bagaimanapun kenari terdengar seperti sesuatu yang kurang layak di jadikan nama karena hanya sedikit makna yang dapat muncul dari jenis kacang kesukaan tupai itu.

Ini lah kisahku, dalam mencoba memberikan kesempatan kedua untuk seseorang.

Pagi masih lah berada di permulaan, mentari belum menampakan raganya di ufuk timur, sehingga gelap masih menjadi nuansa dasar dari warna sang langit, bulan pun masih bertenggger di angkasa memamerkan kemilaunya yang perlahan terlihat semakin sayu.

Suara alarm HP yang sangat bising berhasil membangunkanku dari tidur. Walaupun terasa agak berat, aku tetap berusaha membuka kedua mata ini, setelah itu meraih HP yang semalam memang sengaja aku letakan di dekat telinga, lalu mematikan alarm.

Mataku tertuju pada jam yang ada di layar HP. Sekarang masih pukul tiga pagi, waktu yang sangat tidak lumrah bagi seorang gadis SMA untuk bagun. Bayangkan saja, ayam belum berkokok, bulan pun masih terlihat samar di langit, sementara aku sudah bangun dan memulai aktifitas, mendahuli sang penguasa siang yang mungkin baru bersiap-siap untuk memamerkan wujudnya nanti.

Aku bangkit dari kasur menguncir rambut panjang yang masih berantakan ini, dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh muka, berharap rasa kantuk ini bisa sedikit berkurang. Setelah itu aku pun beranjak ke dapur, menyalakan kompor dan mulai memasak sarapan. Air yang tadi membasuh wajah ini sepertinya belum cukup untuk mengusir kantuk yang masih setia menggelantungi mataku, sekuat tenaga aku menahan hasrat untuk kembali berbaring dan memejam mata, karena masih ada tanggung jawab yang harus diri ini tuntaskan terlebih dahulu.

Tanganku mulai Sibuk bekerja memasukan bahan demi bahan ke dalam penggorengan. Menu yang aku masak sangat sederhana, hanya telur dadar, sedikit tumis toge sisa kemarin yang kembali aku hangatkan, lalu tahu. Aku menyajikan semua hidangan tadi di meja kemudian beranjak ke kamar ibu untuk membangunkannya.

Dia harus berangkat kerja sebentar lagi, mengemudikan busway dari halte ke halte demi menafkahiku. Rutinitas di luar kelaziman gadis SMA ini lah yang aku jadikan sebagai balasan dari kerja kerasnya. Memang apa yang aku lakukan tidak akan pernah sebanding dengan yang di berikannya selama ini. Aku hanya bisa mengurangi sedikit beban yang harus di pikul nya seorang diri, dengan menambah satu jam waktu tidurnya, serta jamuan pagi yang mungkin dapat menambah semangatnya saat bekerja nanti.

" Bu, bangun sudah jam setengah empat " Ujarku setelah memasuki kamarnya.

Wanita itu nampak tertidur dengan sangat pulas, sejujurnya aku tidak tega untuk membangunkannya sekarang. Tapi ada hal yang harus dirinya lakukan, jadi mau tidak mau aku harus tetap melakukannya.

" Bu, bangun " Ujarku sekali lagi sambil menggoyang-goyangkan badannya. Usahaku membuahkan hasil, ibu bangun dari tidurnya dan segera duduk.

" Pagi " Ujarnya sambil mengecup dahiku.

" Sarapan sudah siap, mandi lah setelah itu silahkan santap masakanku di dapur "

" Kana, maafkan ibu ya, Kau jadi harus bangun pagi-pagi sekali " Ujarnya sambil mengelus kepalaku.

" Bukan kah sudah berkali-kali aku katakan, hati ini akan jauh lebih senang jika kau mengucapkan Terima kasih dari pada meminta maaf. Aku melakukan semua ini bukan karena paksaan, melainkan balas budi terhadap orang yang begitu aku sayangi "

" Terima kasih Kana "

" Sama-sama " Ujarku sambil mengecup keningnya. Aku melakukan semua ini atas dasar sayang, bukan karena paksaan, Jadi tidak perlu sungkan " Nah, sekarang mandi lah. Aku akan menunggumu di dapur "

" Baik "

" Bu, berhenti lah menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak salah, sebab yang membuatmu harus menanggung beban seberat ini adalah pria tolol itu "

" Kana, jangan begitu. Bagaimana pun dia adalah ayahmu "

" Jika dia ayahku, maka pria itu seharusnya ada di sini mencarikan nafkah untuk kita dan tidak menghilang entah kemana "

" Kana "

" Cukup bu, segera lah mandi. Aku akan membuat kopi di dapur agar rasa kantukmu hilang " Ujarku sambil melangkah keluar kamarnya.

Berapa banyak kenangan indah yang kau miliki bersama ayah? Jika pertanyaan tersebut di ajukan padaku, maka lisan ini akan menjawabnya dengan ucapan " Tidak ada ". Karena Pria brengsek itu hilang begitu saja tujuh tahun yang lalu setelah menoleh kan luka besar ke dalam alur kehidupan kami berdua.

Dalam benakku, tidak ada satupun kenangan indah mengenai dirinya. Dia hanyalah sesosok pria kasar yang bisa dengan begitu ringannya menghantamkan tinju ke wajah ibu, sering mengamuk tidak karuan, dan tega membuat istrinya banting tulang demi menafkahi keluarga padahal hal itu merupakan tugasnya. Oleh karena itu aku sangat membencinya.

Walaupun sering di perlakukan dengan kejam, entah mengapa ibu tetap memilih untuk tetap bersabar. Dia selalu berusaha menenangkan ayah yang sedang mengamuk dengan cara lembut, lisannya pun selalu mengucapkan maaf saat tangan pria brengsek itu menghantam wajahnya tanpa sebab.

Aku tidak paham, mengapa ibu bisa bersikap seperti itu? Kenapa lisannya lah yang harus mengucapkan maaf saat ayah memukulinya. Padahal aku sangat yakin jika tidak ada satu kesalahan pun yang dirinya buat. Mengapa dia bisa begitu lembut ketika menangkan pria itu. Padahal, tindakan ayah sudah sangat layak di anggap sebagai pelanggaran HAM, dan dari semua itu, yang paling tidak aku pahami adalah kenapa ibu bisa tetap mencintai ayah dan mau bertahan dengannya.

Bukan kah yang mencari nafkah adalah ibu? Jika mereka bercerai, aku sangat yakin hidup ibu akan menjadi jauh lebih baik. Bagaimanapun, masalah ekonomi tidak akan pernah menghampirinya, karena sekarangpun dia lah yang mencari uang, bukan ayah.

Aku tidak pernah bisa memahami jalan pikiran ibu, selepas tubuhnya di hajar habis-habisan, dia selalu menghampiriku kemudian memeluk tubuh ini dengan begitu erat sambil berkata " Jangan pernah membenci ayahmu ya, dia sebenarnya adalah orang baik yang tengah berada dalam kebingungan ". Jika sudah seperti itu, aku hanya bisa mengangguk, dan berpura-pura mempercayai ucapannya. walaupun hati ini sebaliknya. Apanya yang baik? Tindakannya bahkan jauh melampaui kekejaman iblis.

Entah ibuku yang terlalu berfikir positif terhadap sikap ayah, atau memang ucapannya merupakan kebenaran. Namun bagiku, kemungkinan pertama lah yang paling rasional untuk di percayai. Sikap ibu terus di manfaatkan oleh ayah agar dirinya bisa berbuat demikian, dan anggapanku tentang hal itu membuat diri ini kian membencinya.

Jika di sangkut pautkan dengan akutansi, pria itu hanyalah akun di bagian beban yang kian membengkak, sehingga kas yang di miliki ibu terus berkurang. Jika di hubungkan dengan Biologi, maka simbiosis yang terjadi antara ibu dan ayah adalah simbiosis parasitisme, salah satu pihak di untungkan sementara yang satunya lagi di rugikan. Jika ini matematika, maka ayah adalah bilangan minus, yang jumlah semakin banyak angkanya bukan bernilai semakin besar, melainkan semakin kecil.

Pria breksek itu hanya lah beban, tidak bekerja, tidak mengurusi rumah, dan tidak melakukan apapun, hanya duduk sambil sambil menghisap rokok sepanjang hari. Sampah masyarakat itu hanyalah parasit, yang terus menyerap kebahagiaan ibu dan menukarnya dengan penderitaan. Ayahku hanya lah bilangan minus yang kian hari semakin membuat ibu rugi.

kenapa orang seperti itu masih harus ibu beri makan dan tempat tinggal? Kenapa ibu tidak mengajukan cerai kepadanya? lalu menguris sampah masyarakat itu keluar dari rumah dan hidup bahagia bersamaku. Benakku terus bertanya-tanya akan hal itu, tanpa pernah berani mengutarakannya pada ibu, karena takut tanda tanya tersebut malah akan melukai hatinya.

Lima tahun yang lalu pria itu tiba-tiba menghilang, entah kemana dia pergi, tapi aku tidak peduli karena hal tersebut justru membuatku sangat senang. Akhirnya manusia tidak berguna itu pergi, andai aku memiliki nomor telepon sang maut, maka aku akan segera menghubunginya agar sosok tak kasat mata itu bisa segera menjemput ayah dan membawanya ke neraka yang paling dalam.

Ibu terlihat biasa-biasa saja saat suaminya itu pergi, dan baguku sikap yang di terapkannya sangat lah wajar, mengingat betapa kejamnya perlakuan si bedebah itu selama ini.

Aku tumbuh dewasa tanpa hadirnya sosok ayah, ibu memainkan peran ganda dalam membesarkanku. Peran ibu sebagai pemberi kasih sayang dan peran ayah sebagai pencari nafkah serta tempat berlindung bagi putrinya. Kehidupanku mulai terasa indah karena mata ini tidak perlu lagi menyaksikan ibu yang menahan rasa sakit saat di pukuli ayah.


Tidak ada lagi amukannya yang merusak rasa makan malam, tidak ada lagi bau asap yang memenuhi rumah saat dirinya sibuk menganggur, dan tidak ada lagi sosok pria yang membuatku selalu ingin menendang kepalanya.

Tujuh tahun berlalu, sekarang aku sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak kekurangan apapun. Meski kami terbilang miskin, aku Tetap bisa bersekolah tanpa tunggakan SPP, tetap menjadi anak yang ceria walaupun secara tidak langsung aku termasuk anak yang mengalami broken home, dan tetap menjadi sosok yang tidak kurang kasih sayang, karena ibu selalu menuangkan kasih sayangnya padaku di sela-sela kesibukannya.

Bulan lalu, entah bagaimana mulanya tiba-tiba ibu mengajukan sebuah pertanyaan padaku, pertanyaan yang membuat lisan ini mengungkapkan tentang betapa bencinya aku pada ayah

" Kana, apa kau merindukan ayahmu? " Ujarnya. Pertanyaan tersebut nyaris membuatku tersedak lauk makan malam yang tengah aku kunyah kalau itu.

" Kenapa tiba-tiba ibu menanyakan hal itu? "

" Haha, ya bagaimana ya.. "

" Aku tidak tau apa kau sudah bercerai dengan pria brengsek itu atau belum. Tapi ada satu hal yang perlu ibu tau, aku tidak akan pernah sudi lagi memanggilnya ayah, dan jika ibu ingin kembali menerimanya di rumah ini, maka aku akan langsung menendang kepalanya, kemudian minggat dari rumah ini " Ujarku yang secara reflek mengutarakan betapa bencinya diri ini kepada ayah.

" Tapi Kana dia ayahmu "

" Apa dia mencarikanku nafkah? Apa dia menjadi tempat bernaung bagi putrinya? Apa dia menulis kan kisah bahagia dalam alur hidupku ini? Aku rasa tidak. Ya, dia memang ayahku, tapi pria itu tidak menjalankan kewajibannya maka dia tidak layak menerima haknya dariku "

" Kana, sebenarnya ayahmu itu.. "

" Cukup " Aku menggebrak meja dengan sangat keras, emosiku begitu meluap karena ibu membahas pria tolol yang begitu aku benci itu " Begini saja, kau adalah kepala keluarga rumah ini, aku tidak punya hak untuk melarangmu membawa laki-laki itu kemari, silahkan ajak ayah tinggal di sini lagi, silahkan rujuk dengannya jika memang kalian bercerai. Tapi, jika kau membawanya ke sini, maka aku lah yang akan pergi. Pilih lah, aku atau dia "

Aku pun bangkit dari duduk dan segera melangkah meninggalkan dapur. Aku tidak percaya jika lisan ini benar-benar membentaknya, sial apa sekarang aku sudah menjadi anak durhaka? Semoga ibu tidak sakit hati dan mengutuk ku jadi batu. Maafkan aku bu, sungguh aku hanya tidak ingin kau kembali menderita.

Setelah itu ibu tidak pernah membahas ayah lagi, aku sempat meminta maaf padanya tapi seperti biasa justru ibu lah yang malah mengaku salah dan meminta maaf jauh kepadaku. Sejak saat itupun Aku memutuskan untuk tidak pernah lagi mengungkit segala sesuatu mengenai pria itu.

Aku merasa sangat bodoh sekarang. Karena ternyata malah diri ini lah yang pertama kali membahasnya kembali. Kakiku melangkah dengan begitu beratnya ke dapur, hatiku tengah berada di dalam kondisi yang sangat tidak karuan, sekali lagi lisan ini membentak wanita baik hati itu.

Aku menunggu ibu di meja makan, setelah sepuluh menit berlalu ibupun muncul dan langsung ikut duduk. Tangannya mulai menyendok nasi dan lauk yang aku hidangkan, kemudian menyantapnya dengan begitu lahap.

" Bu, maafkan aku karena telah membentakmu tadi " Ujarku yang langsung mengutarakan rasa bersalah yang semula begitu nyaman bersarang di dalam hati.

" Terima kasih karena kau mau minta maaf, Kana " Ujarnya sambil tersenyum.

" Bagaimanapun aku tidak bisa memaafkan ayah, karena dulu dia selalu saja menyakiti orang yang begitu aku cintai ini "

" Ya, dia memang kerap kali menyarangkan tinjunya itu kepadaku. Tapi percayalah nak, aku tidak pernah bisa membencinya "

" Kenapa? "

" Akan panjang jika aku menjelaskannya sekarang. Ibu berjanji akan menjelaskannya padamu nanti. Intinya dia adalah pria yang baik baginsudut pandang ibu "

Aku tidak perlu penjelasan apapun, bagiku ibu lah yang terlalu memandang positif sifat ayah sehingga seburuk apapun perbuatannya ibu akan tetap menganggapnya baik. Tapi aku tidak mau mengutarakan pemikiran ini kepadanya. Sekarang aku hanya harus mengangguk tanda jika diri ini mengerti akan ucapannya dan menunggu malam nanti untuk mendengarkan ocehannya tentang ayah.

" Nah, sekarang saatnya bekerja " Ujarnya setelah melahap habis hidangan yang aku buat. " Masakanmu enak sepeti biasanya "

" Terima kasih "

" Oh iya, hari ini sepertinya ibu akan mendapat bonus. Jadi aku akan memberikanmu laptop " Ujarnya.

" Ayo lah bu. Dari pada untuk membeli laptop, lebih baik uang bonus itu ibu gunakan untuk membeli beras. Lagi pula aku tidak membutuhkan benda itu " Ujarku.

" Kana, aku tau kau kesusahan tiap kali mendapat tugas untuk mencari artikel di internet. Apa kau pikir ibu tega membiarkan putri ke sayangannya kesulitan? sementara dirimu terus melayaniku dengan baik? Kita memang tidak kaya, tapi untuk memenuhi kebutuhanmu, aku akan berusaha sebaik mungkin"

" Tapi "

" Mungkin aku hanya bisa memberikanmu laptop bekas. Tapi pergunakanlah benda itu sebaik mungkin, aku berjanji akan membelikannya untukmu sepulang kerja nanti "

" Terima kasih bu "

Sejujurnya hatiku merasa sangat senang, karena pada akhirnya aku tidak perlu lagi menyewa biling di warnet ketika ingin mengerjakan tugas sekolah yang mengharuskanku mencari artikel di internet. Semoga laptop itu tidak membebani nya karena sudah begitu banyak beban yang harus wanita ini tanggung.

" Kalau begitu ibu berangkat dulu " Ujar ibu sambil mulai beranjak dari dapur.

Aku menemaninya keluar rumah, membuka gerbang saat Ibu mulai mengeluarkan motornya dari ruang tamu. Ibu menyalakan motor, memakai helm dan bersiap untuk meluncur ke tempat kerjanya.

" Sampai jumpa lagi "

" Sampai jumpa lagi " Ujarnya sambil menancap gas motor. Wanita itupun pergi meninggalkan rumah.

" Hati-hati di jalan bu "

Di sinilah semua bermula....

Menurutmu, seberapa bermakna kah ucapan " Sampai Jumpa lagi " ? Mungkin bagi sebagian orang kalimat tersebut hanyalah rangkaian kata yang nilainya tidak lebih dari sekedar formalitas. Ucapan yang secara reflek terlontar saat kita mengakhiri kebersamaan, atau sebuah ujaran rutin yang selalu mengiringi perpisahan kita dengan seseorang. Kalimat yang begitu ringan untuk di ucapkan sehingga banyak orang yang tidak menyadari betapa beratnya makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, termasuk diriku

Langit begitu indah sore ini, lembayun merah yang biasa mengiringi terlelapnya Sang mentari sedang terlukis dengan begitu sempurna, sehingga sangat layak untuk di nikmati oleh para manusia yang mulai mengakhiri hari. Namun, apa yang aku alami di sore ini tidak lah sesempurna karya Tuhan yang berjudul kan " Rona sore hari " Itu.

Sialnya keindahan itu berbanding terbalik dengan alur takdirku. Salah satu rahasia langit yang bernama maut baru saja mengunjungi ibuku, sosok tak kasat mata itu menjemput ruh miliknya untuk kembali bersama ke langit dan menemui Sang Pencipta.

Ibuku telah tiada..
Pergi begitu jauh hingga upaya apapun yang diri ini lakukan tidak akan mampu lagi meraihnya.
Diubah oleh Rebek22 27-08-2021 18:58
pangerankodo353Avatar border
irwanh44Avatar border
sisininAvatar border
sisinin dan 26 lainnya memberi reputasi
23
14.6K
147
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
Rebek22Avatar border
TS
Rebek22
#24
1.Bagaimanapun lalat akan lebih menyukai sampah dari pada bunga
Kanaria.

Mata ini masih memandangi dua orang aneh yang entah mengapa malah jadi saling bersitegang di hadapanku. Aku yakin gadis peminjam uang ini mengira jika pak kasir ingin macam-macam denganku, ya itu hal wajar karena bagaimanapun gelagat pria itu memang aneh ( ya walaupun sama anehnya dengan gadis ini)

" Kau mau macam-macam dengan penyelamat jiwaku? " Ujar si gadis peminjam uang dengan nada tinggi yang mungkin bertujuan untuk mengancam lawan.

" Hoi, hoi. Nona bukan kah asal menuduh itu perbuatan yang kurang baik? " Pak kasir ikut-ikutan meninggikan suaranya.

" Aku tidak akan membiarkanmu mendekati kaka ini "

" Aku ada urusan dengan gadis itu, jadi jangan ikut campur "

" Ok cukup " Ujarku sambil menendang pelan kedua bagian belakang lutut si gadis peminjam uang itu. Apa yang baru saja aku lakukan berhasil membuatnya oleng ke belakang, aku segera menangkap tubuhnya kemudian mendekatkan mulut ini ke arah telinganya, dan mulai membisikan sesuatu dengan nada geram "Jangan merusak moodku, paham "

" Ma... Maaf " Gadis itu sepertinya merasakan luapan emosiku dan hal tersebut sukses membuatnya ketakutan. Diapun segera menegakkan badannya kembali, berbalik ke arahku lalu membungkukan badannya tanda jika dirinya meminta maaf kepadaku.

" Terima kasih karena sudah berusaha melindungiku. Kasir itu memang mencurigakan, tapi aku yakin dia tidak memiliki niat jahat. Tadi dia berkata ingin menjadikanku Diva, mungkin dia dari agensi pencarian bakat yang menyamar jadi kasir. Oleh karena itu lebih baik kita dengarkan dulu penjelasannya "

" Ba... Baik "

" Bagus, beri gadis sialan itu pelajaran " Pak kasir nampak senang ketika aku memarahi si gadis peminjam uang.

" Oi paman, gadis ini berusaha melindungiku karena kau nampak seperti predator. Jadi jangan keasikan sendiri, kemarilah dan minta maaf pada gadis ini " Mata ini terus memandangi kasir itu dengan tatapan tajam, hal itu sukses membuatnya diam.

" Baik lah, nona maafkan aku " Ujarnya sambil mendekati gadis peminjam uang, kemudian mengajaknya berjabat tangan.

" Maafkan aku juga karena asal bertindak seenaknya " Si gadis peminjam uang membalas jabatan tangan sangat kasir.

" Baik, sebelum itu ada baunya kita saling berkenalan. Paman, jika memang kau dari agensi pencarian bakat, seharusnya yang dirimu lakukan pertama kali saat ingin mengundang seseorang menjadi bagian dari timmu adalah memperkenalkan diri. Bukan asal todong, wajar saja kau di anggap predator " Aku memberi kasir itu sedikit saran.

" Haha maaf. Nona suaramu begitu merdu dan kebetulan aku memang sedang mencari orang yang layak untuk di jadikan Diva. Maka dari itu aku begitu terburu-buru tadi " Ujar pak kasir.

" Apa kau benar-benar dari agensi pencarian bakat? Kenapa berpakaian seperti kasir?" Tanya gadis peminjam uang.

" Sebab aku memang seorang kasir "

" Eh? " Aku dan gadis peminjam uang kebingungan. Jadi pria ini sebenarnya kasir atau agen pencari bakat? Sungguh hal yang membingungkan.

" Namaku Leonidas, kalian bisa memanggil diri ini Leo " Ujar pak kasir.

" Eh? Namaku Ran " Ujar gadis peminjam uang.

" Namaku Kanaria, panggil saja aku kana "

" Hmmm bagaimana menjelaskannya ya? Ah intinya begini, aku memang seorang kasir namun diri ini memiliki sekolah musik " Ujar pak Leo.

" Pak Leo, Kenapa seorang pemilik sekolah musik sepertimu malah menjadi kasir? " Tanya Ran.

" Haha jika kau menganggap sekolah itu besar, maka itu merupakan hal yang salah besar, dan tolong jangan panggil aku pak. Ayolah usiaku baru dua puluh empat tahun, layak kah aku di panggil pak? " Pak Leo mengakhiri penjelasannya dengan gerutuan.

" Hehe maaf, kalau begitu aku akan memanggilmu kak Leo " Ujar Ran.

" Begitu lebih baik "

" Jadi apakah sekolah musikmu itu kecil? " Tanyaku yang mulai merasa penasaran.

" Sekolah itu di peruntukan untuk anak-anak jalanan "

" Hah? " Jawaban kak Leo jelas membuatku melongo. Sekolah musik untuk anak kurang mampu? Aku baru pertama kali mendengar hal tersebut.

Jika sekolah formal gratis yang di peruntukan bagi anak-anak jalanan atau mereka yang kurang mampu, aku sering mendengarnya. Bagaimana pun masih banyak orang-orang dermawan yang mau mengulurkan tangannya bagi anak-anak yang kurang mampu, agar dapat mengenyam pendidikan. Namun jika sekolah musik?

" Hebat, aku jadi penasaran seperti apa rupa sekolah itu " Ran nampak sangat tertarik dengan sekolah yang di maksud kak Leo.

" Haha sekolah itu tidak sehebat yang kau bayang kan Ran "

" Jadi apa kah mau memintaku untuk jadi salah satu pengajar di sana? " Tanyaku menerka-nerka maksud tawaranya tadi. Mungkinkah menjadi diva itu sama saja dengan menjadi guru?

" Bukan, bukan aku ingin menjadikanmu penyanyi dalam timku "

" Penyanyi? "

" Yup, dalam waktu dekat aku memutuskan untuk mengirim sebuah tim yang berasal dari sekolah tadi untuk mengikuti kompetisi pencarian bakat. Namun kami belum juga menemukan diva yang cocok untuk membawakan lagu. Oleh sebab itu aku ingin menawarkan untuk menempati posisi itu dan bernyanyi di iringi permainan musik orkestra kami "

" Hah? Bukan kah suaraku biasa-biasa saja? " Ujarku kaget.

" Menurutku suaramu sangat merdu dan kau juga memiliki penghayatan yang luar biasa terhadap lagi tadi " Kak Leo ikut-ikutan memujiku juga.

" Benarkah? " Entah mengapa malah Ran yang terlihat berbinar-binar ketika pujian tadi di ajukan kepadaku.

" Tu.. Tunggu dulu jika mendadak begini aku jadi bingung bagaimana harus menjawabnya " Aku semakin gelagapan.

" Aku mohon " Kak Leo sampai membungkukan badannya demi mendapatkan jawaban iya dari lisanku.

" Ah baik lah, tapi sebelum itu aku ingin bertanya beberapa hal kepadamu "

" Apa yang ingin kau tanyakan? " Tanya kak Leo yang sudah memasang raut puas karena mendengar jawababku.

" Mengapa kau mendirikan sekolah musik itu? " Aku mengajukan pertanyaan pertama.

" Haha sudahku duga kau akan penasaran akan hal itu "

" Sejujurnya, baru kali ini aku melihat ada orang yang mendirikan sekolah musik untuk anak-anak jalanan " Aku mengutarakan apa yang sendari tadi ada di dalam benak ini

" Kau tau, kurang lebih satu tahun yang lalu aku menemani seorang teman yang kebetulan melakukan penelitian skripsi di desa pemulung. Setelah melihat keadaan desa itu, hati temanku tergerak dan memutuskan untuk mendirikan sebuah sekolah gratis yang tujuannya adalah menjamin pendidikan mereka " Kak Leo mulai menceritakan awal mula dari sekolah musik itu.

" Temanmu sungguh berhati mulia " Aku memberikan pujian kepada teman kak Leo. Bagaimanapun merasa iba dan prihatin adalah perkara mudah, bagian yang paling sulit adalah setelahnya yaitu mengubah perasaan tadi menjadi sebuah pergerakan nyata.

" Haha ya memang begitulah dirinya, selalu peduli pada apapun yang pada dasarnya bukan ranah tanggung jawabnya. Singkat cerita, akupun ikut membantu keinginan orang itu dan setelah berjuang beberapa bulan, menyebar proposal ke sana kemari, bala bantuan pun mulai berdatangan, di mulai dari Teman-teman kampus kami yang berbondong-bondong menyumbangkan buku hingga peralatan sekolah, kenalan-kenalan kami yang menawarkan diri untuk menjadi relawan guru, beberapa dosen bahkan rektor ikut ambil andil juga dengan cara menyumbangkan meja, dan papn tulis. Hal yang tidak kami sangka-sangka adalah ada seorang pengusaha yang mau begitu saja menyumbangkan sebuah bangunan bekas gudang miliknya, gedung itu kebetulan dekat dengan desa pemulung. Sekolah swadaya itupun akhirnya berdiri dan memulai kegiatan belajar mengajarnya "

" Hebat " Gumam Ran. Gadis itu sepertinya sepemikiran denganku, bagaimanapun mereka yang mau mengolah rasa keprihatinannya menjadi suatu gerakan nyata merupakan orang yang layak di banjiri pujian.

" Namun, setelah sekolah itu berdiri sebuah problematika pun muncul. Awalnya banyak anak jalanan yang mau mengikuti kelas, namun entah mengapa lama kelamaan jumlahnya semakin berkurang. Aku mencari tau penyebabnya, hingga pada akhirnya diri ini mendapati hal yang sebenarnya sangat sepele namun menjadikan mereka enggan masuk kelas lagi "

" Apa itu? " Tanyaku penasaran.

" Persepsi " Jawab kak Leo pendek.

" Persepsi? " Aku dan Ran sama-sama kebingungan dengan jawaban kak Leo.

" Apa kalian pernah mendengar pepatah seperti ini? Sulit meyakinkan seekor lalat jika bunga jauh lebih baik dari pada sampah? "

" Ya aku pernah mendengarnya "

" Sulit meyakin kan anak-anak itu jika pendidikan jauh lebih penting dari pada mengamen. Mereka enggan masuk ke kelas karena tau, belajar tidak akan membuat mereka mendapatkan uang. Kebanyakan anak-anak itu jauh lebih memilih untuk mengamen karena hasil yang di dapatkan nyata, hanya sebagian kecil yang percaya jika pendidikan merupakan investasi untuk masa depan "

" Jadi begitu "

" Namun temanku menolak untuk menyerah, berulang kali dia meyakin kan anak-anak itu jika pendidikan merupakan hal penting. Namun hasil yang dirinya dapatkan nihil, hal itu wajar karena bermimpi menjadi sukses bahkan merupakan sesuatu yang termasuk mewah bagi mereka. Kenyataan mendorong anak-anak itu meyakini jika menyerah terhadap pendidikan adalah hal terbaik karena sebagai mana yang kita ketahui, pendidikan tidak bersifat instan dan untuk terus melanjutkannya mereka membutuhkan biaya yang cukup besar "

Ucapan kak Leo benar, pendidikan merupakan investasi dan bukan sesuatu yang akan langsung membuat seseorang mendapatkan keuntungan. Selain itu, tingginya jenjang pendidikan yang seseorang jalani tidak akan menjamin karir yang akan di dapatkan. Bermimpi merupakan hal mewah, Kata-kata itu membuatku merasa prihatin dengan mereka karena bagaimanapun bermimpi adalah hal yang gratis. Bayangkan saja, hal yang gratis masih terlalu mewah untuk mereka bukan kah itu amat menyesakkan?

" Lalu bagaimana awal mulanya tempat itu menjadi sekolah musik? " Ran menanyakan pertanyaan yang baru saja ingin lisan ini ajukan.

" Haha kalian tau, aku adalah type orang yang berusaha kerja secara cerdas bukan keras. Aku mengamati anak-anak itu, lalu sebuah hipotesis pun muncul, mereka membutuhkan ilmu, namun ilmu yang dapat membuat mereka mendapatkan keuntungan instan. Menurut kalian ilmu apakah itu? "

" Hmmmm copet? " Jawaban asal Ran jelas membuatku tertawa.

" Haha aku lupan menambahkan ini, keuntungan instan secara halal. Menurutmu ilmuan seperti apa itu kana? "

" Hmmmm ilmu bermusik " Jawabku.

" Mengapa demikian? "

" Karena itu bisa membantu mereka ketika mengamen di jalanan "

" Kau benar, aku memutuskan untuk membuat sekolah itu memiliki ekstrakulikuler berupa musik. Akhirnya aku membuat sebuah proposal yang berisikan permohonan sumbangan alat musik bekas dan mulai menyebarnya. Temanku setuju atas ide itu dan ikut membantu menyebar proposal tersebut. Apa yang kami kerjakan merupakan hal gila, karena bagaimanapun alat musik merupakan barang mewah yang tetap bernilai walaupun bekas. Aku lah yang menyumbangkan alat musik pertama kali, yaitu gitar tua yang diri ini beli saat SMA. Singkat cerita kami berhasil mengumpulkan satu set alat musik band, drum, gitar, dan keyboard semuanya bekas namun anak-anak antusias untuk memainkannya dan belajar musik " Kak Leo menceritakan fase peralihan yang di alami sekolah itu.

" Mereka menggunakan alat itu untuk mengamen? " Tanya Ran.

" Haha begitulah, hebat bukan? Mereka menggotong alat band itu ke lampu merah, menyetel ya kemudian mulai membawakan lagu. Karena penampilan mereka menarik, secara otomatis orang yang mau memberikan uang bertambah. Hal itu membuat banyak anak jalanan mau ke sekolah dan ikut eksuk musik. Namun kami memberi syarat, jika mau mengikuti ekstul maka mereka harus sekolah dan mendapatkan nilai tinggi saat ada ulangan "

" Haha cara yang cerdik, lantas siapa yang mengajari mereka musik? " Tanya Ran.

" Tentu saja aku " Jawab kak Leo sambil kembali membakar sebatang rokok " Aku cukup ahli dalam musik, dan kebetulan jurusan kuliahku adalah musik "

" Pantas saja permainan biolamu sangat bagus " Lisanku kembali memuji permainan kak Leo.

" Suatu hari, pengusaha yang waktu itu memberikan kami bangunan untuk sekolah datang. Tanpa di duga orang itu menyumbangkan paket lengkap alat musik marching band, gilanya lagi trumpet, marimba, flute dan lain sebagainya masih lah baru. Lalu dia memintaku mengupgrade anak-anak jalanan itu menjadi pemusik handal dan mendirikan tim orkestra yang layak mengikuti kompetisi pencarian bakat. Bukan lagi menjadi musik jalanan, melainkan tim orkestra yang mendunia "

" Hoi orang gila macam apa yang mau menyumbangkan hal tersebut? " Ujarku kaget.

Dari yang aku tau, harga satu buah trumpet kurang lebih belasan juta rupiah. Sekaya apa orang itu hingga mau menyumbangkan satu set alat marching band kepada sekelompok anak jalanan?

" Haha mana aku tahu, namun ada satu hal yang pasti. Aku akan menuruti permintaanya, memoles para lumur jalanan itu dan mengubahnya menjadi emas yang akan di perhatikan dunia. Oleh karena itu konsep sekolah tersebut kamu ubah, menjadi tujuh puluh persen pelajaran musik dan sisanya pelajaran umum. Tidak ada yang keberatan akan hal itu karena pada dasarnya fokus di satu bidang jauh lebih baik dari pada mempelajari banyak pelajaran namun tidak di pakai sama sekali di kemudian hari "

" Jadi tim tersebut berhasil kau bentuk? Dan yang kau perlukan saat ini adalah seorang penyanyi? " Tanyaku.

" Kau benar, maka dari itu aku memintamu untuk menjadi diva dalam tim tersebut "
" Baik kah aku setuju "

" Syukurlah jika demikian "

" Kau tau, aku bahkan tidak pernah sadar jika suara ini merdu. Kau lah orang pertama yang mengatakannya, jadi jika kedepannya diri ini tidak sesuai dengan ekspetasimu maka jangan salahkan aku "

" Sepakat "


" Huh siapa yang menyangka jika malam ini aku akan di angkat menjadi diva " Ujarku sambil mulai memereskan sampah sisa kopi yang ada di meja.

Saatnya pulang, sepertinya tidak buruk juga jika aku keluyuran malam-malam, sebab diri ini di pertemukan dengan orang hebat yang mau merekrut ku untuk masuk ke tim luar biasanya oleh sang takdir.

" Aku akan menghubungimu, jadi berikan kontakmu " Kak Leo nampak mengeluarkan HPnya dan bersiap memasukan nomorku ke dalam daftar kontaknya. Aku pun menyebutkan nomor ponselku, setelah itu dia segera mengirim chat agar diri ini bisa menyimpan nomornya juga.

" Tolong hubungi aku siang hari, karena diri ini pasti akan tertidur cukup lama "
" Siap bos "

" Kalau begitu aku pulang dulu. Serius mataku terasa sangat perih karena bergadang hingga pagi " Aku mulai bangkit dari posisi duduk.

" Kalau begitu aku kembali kedalam dulu " Kak Leo pun beranjak kembali ke dalam mini market.

" Ran apa rencanamu setelah ini? " Tanyaku pada Ran.

" Bo... Bolehkah aku menginap di rumahmu? " Ujar Ran
Diubah oleh Rebek22 07-08-2021 22:16
jiyanq
pangerankodo353
pangerankodo353 dan jiyanq memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.