Seumpama agan sista sedang terbang di ketinggian 1.000 meter dari atas permukaan laut, sembari ongkang-ongkang kaki di pinggir pintu menikmati pemandangan bumi dari atas angkasa. Sekonyong-konyong seorang penumpang lain menjerumuskan agan sista dari keasyikan itu, membuat terlempar mengarungi awan putih tanpa seutas tali apalagi parasut.

Menurut teori fisika, gaya gravitasi akan menarik agan sista terhempas ke bumi, hancur berkeping-keping, dan umumnya, kehilangan nyawa. Tak perduli kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, besar kemungkinan akan mati.

Nah yang mau ane tanyain: "apa yang sebaiknya agan sista lakukan menghadapi situasi tersebut?" Ntar dijawabnya, ane mau cerita ini dulu.

Seorang teman wanita mencurahkan isi hati tentang keadaan suaminya. Isi keluhannya klasik, banyak terjadi masalah dalam dinamika kehidupan berumahtangga yang bikin ane tak enak hati. Berbahaya ini, bisa menimbulkan hal-hal yang sama-sama diinginkan!

Terinformasi, menurut buku "Cara Menjadi Playboy", manakala istri seorang pria berkeluh-kesah kepada lelaki lain, maka tinggal selangkah menuju ranjangnya (haddeuh, penulis ini ngarang. Mana ada buku kayak gitu...!).

Berkeluh-kesah tentang masalah kehidupan rumahtangga, kesulitan yang melingkari, dan segala macam penderitaan sering kita dengar. Keluhan demi keluhan semacam itu mudah ditemui di sekitar kehidupan sehari-hari dan di medsos.

Menyikapi keluhan tersebut, ane bilang, hidup itu seperti orang yang didorong dari pesawat di ketinggian, tanpa persiapan apapun. Itu perumpamaan dari kelahiran dan kematian manusia.

Kita tidak pernah akan tahu, dimana dilahirkan? Di pelosok atau kota besar? Di Indonesia atau Afrika bahkan Antartika? Dalam keluarga kaya atau jelata? Berkulit putih atau berwarna? Dan kita tidak akan pernah bisa memilih dimana kelahiran yang paling menguntungkan.

Jatuh dari pesawat, melayang, membentur tanah lalu mati, merupakan simbolisasi dari kehidupan dengan hasil paling final adalah kematian. Setiap mahluk hidup secara alamiah pasti mati.



Kaidah, metode, siasat, dan macam-macam cara menghadapi kehidupan sangatlah banyak diajarkan hingga tidak muat jika dibahas di sini. Kemudian yang menjadi perhatian adalah tentang mengeluh. Sebagian orang, seperti ilustrasi di atas, mengisi dan menghabiskan waktunya dengan berkeluh-kesah.


Jika dituruti, maka keinginan untuk mengeluh tidak akan pernah ada habisnya. Mengeluh adalah perbuatan emosional yang paling mudah dilakukan dan menyia-nyiakan waktu hidup yang sangat berharga.




Jadi untuk apa mengeluh, menangisi nasib, merasa marah saat jatuh dari ketinggian dimana pasti mati ketika menyentuh tanah,  lebih baik bergembira dan berseru, "

"
Tinggal memilih, mau mengeluh saja atau melakukan hal positif bagi hidup? Terserah pilihan agan sista!


"YOUR LIFE IS UP TO YOU"
(#CP10)