- Beranda
- Stories from the Heart
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah
...
TS
Rebek22
Aku Dan Bajingan Yang Berlagak Seperti Ayah

Quote:
Quote:
Quote:
1. A story about a farewell sentence
Prolog: Terima kasih jauh lebih menenangkanku dari pada maaf
Kanaria.
Namaku Kanaria, sebuah nama yang di ambil dari bahasa jepang dan memiliki arti kenari. Sampai sekarang aku tidak pernah tau mengapa ibu menamaiku demikian, bagaimanapun kenari terdengar seperti sesuatu yang kurang layak di jadikan nama karena hanya sedikit makna yang dapat muncul dari jenis kacang kesukaan tupai itu.
Ini lah kisahku, dalam mencoba memberikan kesempatan kedua untuk seseorang.
Pagi masih lah berada di permulaan, mentari belum menampakan raganya di ufuk timur, sehingga gelap masih menjadi nuansa dasar dari warna sang langit, bulan pun masih bertenggger di angkasa memamerkan kemilaunya yang perlahan terlihat semakin sayu.
Suara alarm HP yang sangat bising berhasil membangunkanku dari tidur. Walaupun terasa agak berat, aku tetap berusaha membuka kedua mata ini, setelah itu meraih HP yang semalam memang sengaja aku letakan di dekat telinga, lalu mematikan alarm.
Mataku tertuju pada jam yang ada di layar HP. Sekarang masih pukul tiga pagi, waktu yang sangat tidak lumrah bagi seorang gadis SMA untuk bagun. Bayangkan saja, ayam belum berkokok, bulan pun masih terlihat samar di langit, sementara aku sudah bangun dan memulai aktifitas, mendahuli sang penguasa siang yang mungkin baru bersiap-siap untuk memamerkan wujudnya nanti.
Aku bangkit dari kasur menguncir rambut panjang yang masih berantakan ini, dan segera menuju kamar mandi untuk membasuh muka, berharap rasa kantuk ini bisa sedikit berkurang. Setelah itu aku pun beranjak ke dapur, menyalakan kompor dan mulai memasak sarapan. Air yang tadi membasuh wajah ini sepertinya belum cukup untuk mengusir kantuk yang masih setia menggelantungi mataku, sekuat tenaga aku menahan hasrat untuk kembali berbaring dan memejam mata, karena masih ada tanggung jawab yang harus diri ini tuntaskan terlebih dahulu.
Tanganku mulai Sibuk bekerja memasukan bahan demi bahan ke dalam penggorengan. Menu yang aku masak sangat sederhana, hanya telur dadar, sedikit tumis toge sisa kemarin yang kembali aku hangatkan, lalu tahu. Aku menyajikan semua hidangan tadi di meja kemudian beranjak ke kamar ibu untuk membangunkannya.
Dia harus berangkat kerja sebentar lagi, mengemudikan busway dari halte ke halte demi menafkahiku. Rutinitas di luar kelaziman gadis SMA ini lah yang aku jadikan sebagai balasan dari kerja kerasnya. Memang apa yang aku lakukan tidak akan pernah sebanding dengan yang di berikannya selama ini. Aku hanya bisa mengurangi sedikit beban yang harus di pikul nya seorang diri, dengan menambah satu jam waktu tidurnya, serta jamuan pagi yang mungkin dapat menambah semangatnya saat bekerja nanti.
" Bu, bangun sudah jam setengah empat " Ujarku setelah memasuki kamarnya.
Wanita itu nampak tertidur dengan sangat pulas, sejujurnya aku tidak tega untuk membangunkannya sekarang. Tapi ada hal yang harus dirinya lakukan, jadi mau tidak mau aku harus tetap melakukannya.
" Bu, bangun " Ujarku sekali lagi sambil menggoyang-goyangkan badannya. Usahaku membuahkan hasil, ibu bangun dari tidurnya dan segera duduk.
" Pagi " Ujarnya sambil mengecup dahiku.
" Sarapan sudah siap, mandi lah setelah itu silahkan santap masakanku di dapur "
" Kana, maafkan ibu ya, Kau jadi harus bangun pagi-pagi sekali " Ujarnya sambil mengelus kepalaku.
" Bukan kah sudah berkali-kali aku katakan, hati ini akan jauh lebih senang jika kau mengucapkan Terima kasih dari pada meminta maaf. Aku melakukan semua ini bukan karena paksaan, melainkan balas budi terhadap orang yang begitu aku sayangi "
" Terima kasih Kana "
" Sama-sama " Ujarku sambil mengecup keningnya. Aku melakukan semua ini atas dasar sayang, bukan karena paksaan, Jadi tidak perlu sungkan " Nah, sekarang mandi lah. Aku akan menunggumu di dapur "
" Baik "
" Bu, berhenti lah menyalahkan dirimu sendiri. Kau tidak salah, sebab yang membuatmu harus menanggung beban seberat ini adalah pria tolol itu "
" Kana, jangan begitu. Bagaimana pun dia adalah ayahmu "
" Jika dia ayahku, maka pria itu seharusnya ada di sini mencarikan nafkah untuk kita dan tidak menghilang entah kemana "
" Kana "
" Cukup bu, segera lah mandi. Aku akan membuat kopi di dapur agar rasa kantukmu hilang " Ujarku sambil melangkah keluar kamarnya.
Berapa banyak kenangan indah yang kau miliki bersama ayah? Jika pertanyaan tersebut di ajukan padaku, maka lisan ini akan menjawabnya dengan ucapan " Tidak ada ". Karena Pria brengsek itu hilang begitu saja tujuh tahun yang lalu setelah menoleh kan luka besar ke dalam alur kehidupan kami berdua.
Dalam benakku, tidak ada satupun kenangan indah mengenai dirinya. Dia hanyalah sesosok pria kasar yang bisa dengan begitu ringannya menghantamkan tinju ke wajah ibu, sering mengamuk tidak karuan, dan tega membuat istrinya banting tulang demi menafkahi keluarga padahal hal itu merupakan tugasnya. Oleh karena itu aku sangat membencinya.
Walaupun sering di perlakukan dengan kejam, entah mengapa ibu tetap memilih untuk tetap bersabar. Dia selalu berusaha menenangkan ayah yang sedang mengamuk dengan cara lembut, lisannya pun selalu mengucapkan maaf saat tangan pria brengsek itu menghantam wajahnya tanpa sebab.
Aku tidak paham, mengapa ibu bisa bersikap seperti itu? Kenapa lisannya lah yang harus mengucapkan maaf saat ayah memukulinya. Padahal aku sangat yakin jika tidak ada satu kesalahan pun yang dirinya buat. Mengapa dia bisa begitu lembut ketika menangkan pria itu. Padahal, tindakan ayah sudah sangat layak di anggap sebagai pelanggaran HAM, dan dari semua itu, yang paling tidak aku pahami adalah kenapa ibu bisa tetap mencintai ayah dan mau bertahan dengannya.
Bukan kah yang mencari nafkah adalah ibu? Jika mereka bercerai, aku sangat yakin hidup ibu akan menjadi jauh lebih baik. Bagaimanapun, masalah ekonomi tidak akan pernah menghampirinya, karena sekarangpun dia lah yang mencari uang, bukan ayah.
Aku tidak pernah bisa memahami jalan pikiran ibu, selepas tubuhnya di hajar habis-habisan, dia selalu menghampiriku kemudian memeluk tubuh ini dengan begitu erat sambil berkata " Jangan pernah membenci ayahmu ya, dia sebenarnya adalah orang baik yang tengah berada dalam kebingungan ". Jika sudah seperti itu, aku hanya bisa mengangguk, dan berpura-pura mempercayai ucapannya. walaupun hati ini sebaliknya. Apanya yang baik? Tindakannya bahkan jauh melampaui kekejaman iblis.
Entah ibuku yang terlalu berfikir positif terhadap sikap ayah, atau memang ucapannya merupakan kebenaran. Namun bagiku, kemungkinan pertama lah yang paling rasional untuk di percayai. Sikap ibu terus di manfaatkan oleh ayah agar dirinya bisa berbuat demikian, dan anggapanku tentang hal itu membuat diri ini kian membencinya.
Jika di sangkut pautkan dengan akutansi, pria itu hanyalah akun di bagian beban yang kian membengkak, sehingga kas yang di miliki ibu terus berkurang. Jika di hubungkan dengan Biologi, maka simbiosis yang terjadi antara ibu dan ayah adalah simbiosis parasitisme, salah satu pihak di untungkan sementara yang satunya lagi di rugikan. Jika ini matematika, maka ayah adalah bilangan minus, yang jumlah semakin banyak angkanya bukan bernilai semakin besar, melainkan semakin kecil.
Pria breksek itu hanya lah beban, tidak bekerja, tidak mengurusi rumah, dan tidak melakukan apapun, hanya duduk sambil sambil menghisap rokok sepanjang hari. Sampah masyarakat itu hanyalah parasit, yang terus menyerap kebahagiaan ibu dan menukarnya dengan penderitaan. Ayahku hanya lah bilangan minus yang kian hari semakin membuat ibu rugi.
kenapa orang seperti itu masih harus ibu beri makan dan tempat tinggal? Kenapa ibu tidak mengajukan cerai kepadanya? lalu menguris sampah masyarakat itu keluar dari rumah dan hidup bahagia bersamaku. Benakku terus bertanya-tanya akan hal itu, tanpa pernah berani mengutarakannya pada ibu, karena takut tanda tanya tersebut malah akan melukai hatinya.
Lima tahun yang lalu pria itu tiba-tiba menghilang, entah kemana dia pergi, tapi aku tidak peduli karena hal tersebut justru membuatku sangat senang. Akhirnya manusia tidak berguna itu pergi, andai aku memiliki nomor telepon sang maut, maka aku akan segera menghubunginya agar sosok tak kasat mata itu bisa segera menjemput ayah dan membawanya ke neraka yang paling dalam.
Ibu terlihat biasa-biasa saja saat suaminya itu pergi, dan baguku sikap yang di terapkannya sangat lah wajar, mengingat betapa kejamnya perlakuan si bedebah itu selama ini.
Aku tumbuh dewasa tanpa hadirnya sosok ayah, ibu memainkan peran ganda dalam membesarkanku. Peran ibu sebagai pemberi kasih sayang dan peran ayah sebagai pencari nafkah serta tempat berlindung bagi putrinya. Kehidupanku mulai terasa indah karena mata ini tidak perlu lagi menyaksikan ibu yang menahan rasa sakit saat di pukuli ayah.
Tidak ada lagi amukannya yang merusak rasa makan malam, tidak ada lagi bau asap yang memenuhi rumah saat dirinya sibuk menganggur, dan tidak ada lagi sosok pria yang membuatku selalu ingin menendang kepalanya.
Tujuh tahun berlalu, sekarang aku sudah tumbuh menjadi gadis remaja yang tidak kekurangan apapun. Meski kami terbilang miskin, aku Tetap bisa bersekolah tanpa tunggakan SPP, tetap menjadi anak yang ceria walaupun secara tidak langsung aku termasuk anak yang mengalami broken home, dan tetap menjadi sosok yang tidak kurang kasih sayang, karena ibu selalu menuangkan kasih sayangnya padaku di sela-sela kesibukannya.
Bulan lalu, entah bagaimana mulanya tiba-tiba ibu mengajukan sebuah pertanyaan padaku, pertanyaan yang membuat lisan ini mengungkapkan tentang betapa bencinya aku pada ayah
" Kana, apa kau merindukan ayahmu? " Ujarnya. Pertanyaan tersebut nyaris membuatku tersedak lauk makan malam yang tengah aku kunyah kalau itu.
" Kenapa tiba-tiba ibu menanyakan hal itu? "
" Haha, ya bagaimana ya.. "
" Aku tidak tau apa kau sudah bercerai dengan pria brengsek itu atau belum. Tapi ada satu hal yang perlu ibu tau, aku tidak akan pernah sudi lagi memanggilnya ayah, dan jika ibu ingin kembali menerimanya di rumah ini, maka aku akan langsung menendang kepalanya, kemudian minggat dari rumah ini " Ujarku yang secara reflek mengutarakan betapa bencinya diri ini kepada ayah.
" Tapi Kana dia ayahmu "
" Apa dia mencarikanku nafkah? Apa dia menjadi tempat bernaung bagi putrinya? Apa dia menulis kan kisah bahagia dalam alur hidupku ini? Aku rasa tidak. Ya, dia memang ayahku, tapi pria itu tidak menjalankan kewajibannya maka dia tidak layak menerima haknya dariku "
" Kana, sebenarnya ayahmu itu.. "
" Cukup " Aku menggebrak meja dengan sangat keras, emosiku begitu meluap karena ibu membahas pria tolol yang begitu aku benci itu " Begini saja, kau adalah kepala keluarga rumah ini, aku tidak punya hak untuk melarangmu membawa laki-laki itu kemari, silahkan ajak ayah tinggal di sini lagi, silahkan rujuk dengannya jika memang kalian bercerai. Tapi, jika kau membawanya ke sini, maka aku lah yang akan pergi. Pilih lah, aku atau dia "
Aku pun bangkit dari duduk dan segera melangkah meninggalkan dapur. Aku tidak percaya jika lisan ini benar-benar membentaknya, sial apa sekarang aku sudah menjadi anak durhaka? Semoga ibu tidak sakit hati dan mengutuk ku jadi batu. Maafkan aku bu, sungguh aku hanya tidak ingin kau kembali menderita.
Setelah itu ibu tidak pernah membahas ayah lagi, aku sempat meminta maaf padanya tapi seperti biasa justru ibu lah yang malah mengaku salah dan meminta maaf jauh kepadaku. Sejak saat itupun Aku memutuskan untuk tidak pernah lagi mengungkit segala sesuatu mengenai pria itu.
Aku merasa sangat bodoh sekarang. Karena ternyata malah diri ini lah yang pertama kali membahasnya kembali. Kakiku melangkah dengan begitu beratnya ke dapur, hatiku tengah berada di dalam kondisi yang sangat tidak karuan, sekali lagi lisan ini membentak wanita baik hati itu.
Aku menunggu ibu di meja makan, setelah sepuluh menit berlalu ibupun muncul dan langsung ikut duduk. Tangannya mulai menyendok nasi dan lauk yang aku hidangkan, kemudian menyantapnya dengan begitu lahap.
" Bu, maafkan aku karena telah membentakmu tadi " Ujarku yang langsung mengutarakan rasa bersalah yang semula begitu nyaman bersarang di dalam hati.
" Terima kasih karena kau mau minta maaf, Kana " Ujarnya sambil tersenyum.
" Bagaimanapun aku tidak bisa memaafkan ayah, karena dulu dia selalu saja menyakiti orang yang begitu aku cintai ini "
" Ya, dia memang kerap kali menyarangkan tinjunya itu kepadaku. Tapi percayalah nak, aku tidak pernah bisa membencinya "
" Kenapa? "
" Akan panjang jika aku menjelaskannya sekarang. Ibu berjanji akan menjelaskannya padamu nanti. Intinya dia adalah pria yang baik baginsudut pandang ibu "
Aku tidak perlu penjelasan apapun, bagiku ibu lah yang terlalu memandang positif sifat ayah sehingga seburuk apapun perbuatannya ibu akan tetap menganggapnya baik. Tapi aku tidak mau mengutarakan pemikiran ini kepadanya. Sekarang aku hanya harus mengangguk tanda jika diri ini mengerti akan ucapannya dan menunggu malam nanti untuk mendengarkan ocehannya tentang ayah.
" Nah, sekarang saatnya bekerja " Ujarnya setelah melahap habis hidangan yang aku buat. " Masakanmu enak sepeti biasanya "
" Terima kasih "
" Oh iya, hari ini sepertinya ibu akan mendapat bonus. Jadi aku akan memberikanmu laptop " Ujarnya.
" Ayo lah bu. Dari pada untuk membeli laptop, lebih baik uang bonus itu ibu gunakan untuk membeli beras. Lagi pula aku tidak membutuhkan benda itu " Ujarku.
" Kana, aku tau kau kesusahan tiap kali mendapat tugas untuk mencari artikel di internet. Apa kau pikir ibu tega membiarkan putri ke sayangannya kesulitan? sementara dirimu terus melayaniku dengan baik? Kita memang tidak kaya, tapi untuk memenuhi kebutuhanmu, aku akan berusaha sebaik mungkin"
" Tapi "
" Mungkin aku hanya bisa memberikanmu laptop bekas. Tapi pergunakanlah benda itu sebaik mungkin, aku berjanji akan membelikannya untukmu sepulang kerja nanti "
" Terima kasih bu "
Sejujurnya hatiku merasa sangat senang, karena pada akhirnya aku tidak perlu lagi menyewa biling di warnet ketika ingin mengerjakan tugas sekolah yang mengharuskanku mencari artikel di internet. Semoga laptop itu tidak membebani nya karena sudah begitu banyak beban yang harus wanita ini tanggung.
" Kalau begitu ibu berangkat dulu " Ujar ibu sambil mulai beranjak dari dapur.
Aku menemaninya keluar rumah, membuka gerbang saat Ibu mulai mengeluarkan motornya dari ruang tamu. Ibu menyalakan motor, memakai helm dan bersiap untuk meluncur ke tempat kerjanya.
" Sampai jumpa lagi "
" Sampai jumpa lagi " Ujarnya sambil menancap gas motor. Wanita itupun pergi meninggalkan rumah.
" Hati-hati di jalan bu "
Di sinilah semua bermula....
Menurutmu, seberapa bermakna kah ucapan " Sampai Jumpa lagi " ? Mungkin bagi sebagian orang kalimat tersebut hanyalah rangkaian kata yang nilainya tidak lebih dari sekedar formalitas. Ucapan yang secara reflek terlontar saat kita mengakhiri kebersamaan, atau sebuah ujaran rutin yang selalu mengiringi perpisahan kita dengan seseorang. Kalimat yang begitu ringan untuk di ucapkan sehingga banyak orang yang tidak menyadari betapa beratnya makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, termasuk diriku
Langit begitu indah sore ini, lembayun merah yang biasa mengiringi terlelapnya Sang mentari sedang terlukis dengan begitu sempurna, sehingga sangat layak untuk di nikmati oleh para manusia yang mulai mengakhiri hari. Namun, apa yang aku alami di sore ini tidak lah sesempurna karya Tuhan yang berjudul kan " Rona sore hari " Itu.
Sialnya keindahan itu berbanding terbalik dengan alur takdirku. Salah satu rahasia langit yang bernama maut baru saja mengunjungi ibuku, sosok tak kasat mata itu menjemput ruh miliknya untuk kembali bersama ke langit dan menemui Sang Pencipta.
Ibuku telah tiada..
Pergi begitu jauh hingga upaya apapun yang diri ini lakukan tidak akan mampu lagi meraihnya.
Diubah oleh Rebek22 27-08-2021 18:58
sisinin dan 26 lainnya memberi reputasi
23
14.6K
147
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
Rebek22
#20
Epilog : Hero
Hestia
Malam ini bulan menampakan wujud terindahnya, yaitu purnama. Saat ini Sang penguasa malam nampak asik bertengger di puncak langit sembari memantau kami, para korban selamat dari amukan sahabatnya yaitu bumi. Kemilau sang rembulan yang selalu mampu menenangkan hati itu, terlihat jauh lebih terang dari biasanya, mungkin karena daratan di bawahnya gelap gulita, atau mungkin dirinya memang sengaja memperindah diri agar dapat menghibur para manusia yang kelelahan setelah seharian berjibaku dengan maut.
" Indahnya " Gumamku saat mata ini asik memandangi lukisan Tuhan berjudul langit malam itu.
" Aku setuju denganmu, Tia " Ujar Dokter Fara.
Saat ini kami sedang berjalan kembali ke kamp pegungsian setelah berhasil menemukan alat lukis yang tertimbun puing-puing bagunan bekas rumahku. Pak Rai dan Pak Rangga membuatku bisa menemukan kotak berisikan alat lukis itu dengan sangat cepat.
Mereka memang pasangan emas, kinerja keduanya sangat efisien dan kompak. Sehingga hanya dengan dua orang saja reruntuhan yang semula berserakan di kamarku bisa di singkirkan dalam kurun waktu yang terbilang singkat.
Sekarang aku bisa membuat sesuatu untuk mengenang Zahra dan membuatnya kembali hidup dalam benak banyak orang. Aku jadi tidak sabar ingin segera sampai di kamp dan mulai mengubah Tahta Sang Dementer.
" Aku lapar " Ujar Pak Rai sambil memegangi perutnya.
" Aku pun demikian " Ujar Aka ikut-ikutan.
" Kau baru saja makan bodoh " Aku mencubit pipi Aka dengan gemas.
" Hei, semua ini membuatku kembali lapar " Protes Aka.
" Haha baik lah kita akan makan setibanya di camp " Ujar Pak Rai dengan penuh semangat.
" Apa kau yakin di dapur umum masih ada makanan? Bagaimanapun suplie kita belum datang " Pak Rangga mengatakan sesuatu yang langsung membuat Aka lemas.
" Tenang saja, jika dapur kosong kita tinggal meminta Ana membuatkan sesuatu untuk kita " Pak Rai pun tertawa setelah mengucapkan hal tadi.
" Hoi kau pikir adikmu itu pembantu? " Dokter Fara mencubit pipi pak Rai.
" Adik? " Aku dan Aka jelas kaget setelah mengetahui fakta bahwa Ana adalah adik dari Sang Kapten.
" Ada apa? " Tanya ketiganya dengan ekspresi bigung.
" Kau kakanya Athena? " Ujarku.
" Ah, kalian mengenal Ana ya "
" Jadi kau adalah tim SAR yang meneruskan hak asuh Ana "
" Yup Kau benar " Pak Rai mengacungkan jempolnya ke arahku.
" Tidak biasanya anak itu mau membahas masa lalu " Dokter Fara memberikan komentar.
" Sepertinya kedua bocah ini sudah Ana anggap sebagai teman " Ujar Pak Rai sambil mengelus kepalaku dan Aka " Terima kasih karena sudah mau berteman dengannya "
" Aku semakin mengidolakanmu kapten " Ujar Aka.
" Mengidolakan ku? " Pak Rai nampak senang ketika Aka mengungkapkan hal tersebut.
" Kau adalah pahlawan di dunia nyata, menyelamatkan orang yang terdampak bencan dan berhati sangat mulia karena mau mengasuh Ana yang bukan siapa-siapanya dirimu"
" Haha kau berlebihan "
" Tidak, sungguh bagiku kau sangat layak di anggap sebagai pahlawan. Bagaimanapun orang-orang biasanya menjauhi masalah seperti bencana, namun kau malah menghampirinya.
" Hoi itu memang tugasku sebagai tim SAR "
" Kau juga berhati mulia, bagaimanapun juga Ana hanyalah orang asing bagimu, walau demikian kau tetap mau merawatnya. Menahan langit yang runtuh dalam alur hidup Ana, menarik hadis itu dari jurang ke putus asaan, membuka kembali jalan menuju masa depannya. Jika bukan pahlawan lantas julukan apa kau layak di sematkan kepada dirimu? " Mata Aka nampak berbinar-binar ketika mengatakan hal tersebut.
Kurang lebih aku paham mengapa dia menganggap pak Rai sebagai sosok yang luar biasa. Pak Rai terlihat seperti ayah angkatnya, sosok yang mau merawat Aka walaupun tidak ada hubungan apapun antara mereka. Sepertinya aku mulai menaruh rasa hormat terhadap pak Rai. Aka benar, jika bukan pahlawan lantas julukan apa lagi yang layak di sematkan kepada dirinya.
" Haha baik lah aku Terima gelar pahlawan itu " Ujar pak Rai sambil meninju pelan dada Aka. " Berjanjilah padaku, jika suatu saat nanti kau bertemu seseorang yang bernasip sama seperti Ana. Kau lah orang pertama yang akan mengulurkan pertolongan kepadanya "
" Aku berjanji " Aka mengacungkan jempolnya ke arah pak Rai, dan momen tersebut berhasil membuatku merasa sedikit terharu. Sial, keren sekali pacarku....
Aku yakin Aka akan menepati janji itu, mengulurkan tangannya kepada siapa saja yang jatuh di jurang keputus asaan, menahan runtuhnya langit yang hendak terjun bebas menghantam alur hidup seseorang, serta kembali membukakan jalan menuju masa depannya.
Sial, aku tidak sabar melihatnya melakukan hal tersebut. Apa kah takdir akan menetapkan kami sebagai jodoh, sehingga diri ini dapat terus bersamanya hingga dewasa nanti? Semoga saja iya, karena si tuan tanpa ekspresi ini telah mencuri hatiku dan membuat diri ini begitu mencintainya.
Setelah momen tadi kami kembali melanjutkan perjalanan, sebentar lagi kami akan segera tiba di camp pengungsian. Aku memeluk tangan Aka sepanjang perjalanan, entah mengapa diri ini jadi ingin terus menempel kepadanya. Si tuan tanpa ekspresi itu juga sepertinya tidak keberatankeberatan, dia malah sesekali mengelus kepalaku dengan begitu lembut.
Jarak antara kami dengan Kamp pengungsian hanya tinggal hitungan meter lagi, dari kejauhan tiba-tiba aku melihat sesosok gadis yang begitu Familiar di mata ini. Gadis itu adalah Ana, dia nampak berlari ke arah kami dengan raut wajah kes. Ah sial, saat kabur aku benar-benar lupa memberi tahunya, mungkinkah dia marah karena tidak di ajak?
" Hai Ana " Ujarku saat Ana sempurna berdiri di hadapan diri ini.
" Bodoh kemana saja kau, aku sangat mengkhawatirkanmu " Ana memeluk tubuhku dengan begitu erat.
" Haha ada sesuatu yang harus aku ambil di rumah " Aku menjabarkan alasan mengapa diri ini menghilang kepada Ana.
" Kau tidak apa-apakan? Apa kedua predator itu macam-macam denganmu? " Tanya Ana sambil melepas pelukannya.
" Siapa yang kau maksud predator? " Pak Rai dan Pak Rangga menggerutu secara bersamaan.
" Tia " Suara yang sangat tidak asing di telingaku terdengar, aku menoleh ke arah belakang punggung Ana dan mendapati kedua orang tuaku tengah berlari mendekati kami.
" Mamah, papah " Ujarku senang karena akhirnya mereka tiba
" Syukurlah kamu baik-baik saja " Papah memeluk tubuhku dengan sangat erat, begitu juga mamah.
" Kapan kalian sampai? " Tanyaku.
" Kami menumpang di mobil seseorang yang hendak pergi ke sini. Bandara sepertinya hancur maka dari itu tidak ada penerbangan ke Yogyakarta " Jelas Mamah.
" Syukurlah anda sekalian berhasil bertemu dengan nona kecil ini " Ujar seorang Pria kekar yang entah mengapa langsung mengingatkanku kepada Aka, wajahnya datar dan sama sekali tidak menunjukan ekspresi.
" Terima kasih pak Itsuki berkatmu kami bisa tiba di sini " Papah mengucapkan Terima kasih kepada pria itu.
" Hoah... Kau sudah sampai " Aka terlihat kaget ketika melihat pria bernama Itsuki itu.
" Apa itu sikap yang tepat ketika bertemu ayahmu " Pak Itsuki mendekati Aka, kemudian menjewer telinganya anak itu dengan cukup kencang.
Ayah? Ah jadi dia pria yang tadi berbicara dengan Aka di telepon. Kebetulan yang unik, karena orang tuaku dan Aka bisa tiba bersamaan. Mungkinkah ini bukti jika kami berdua merupakan jodoh?
" Ampun " Ucapan Aka langsung membuat kami semua tertawa.
" Syukurlah kau tidak apa-apa. Nah sekarang, ayo kita kembali ke jakarta " Ujar pak Itsuki.
" Hoi kenapa buru-buru sekali " Gerutu Aka.
" Aku meninggalkan Ran sendirian di rumah, tanpa meninggalkan nya uang dan kabar. Apa kau mau melihat adikmu mati kelaparan? Dia mungkin mengkhawatirkanmu juga karena tau jika yogya terkena gempa " Ujar pak Itsuki.
" Apa kau tidak lelah? " Tanya papah.
" Lelah itu pasti ada kawan, namun aku tidak mau membiarkan putri tercinta ku kesusahan. Maka dari itu lelah hanyalah hal spele "
" Kau memang keren kawan " Ujar papah sambil menepuk bahunya.
" Haha sama-sama kawan " Pak Itsuki melakukan hal yang sama dengan papah. Aku merasa agak kaget karena Mereka terlihat sangat akrab, mungkinkah keduanya sudah lama saling kenal?
" Mah, apa kedua pria itu sudah berteman sejak lama? " Tanyaku dengan berbisik kepada mamah.
" Tidak keduanya naru bertemu tadi siang. Namun papah mu sepertinya cocok dengan pak Itsuki " Ujar mamah.
" Baik lah ayo kita pergi nak " Pak Itsuki pun kembali mengajak Aka untuk segera beranjak dari tempat pengungsian ini.
" Aka " Ujarku sedih karena tau akan segera berpisah dengan dirinya. Entah mengapa hal ini baru terpikirkan olehku sekarang, bagaimana hubungan kami jika Aka kembali ke jakarta? Apakah berakhir? Atau LDR? Atau apa?
" Ada apa Tia? " Tanya papah.
" Pak Itsuki, bukan kah program pertukaran Aka baru akan berakhir tiga bulan lagi? Mengapa kau buru-buru mengajaknya pulang " Ujarku.
" Jika kondisinya seperti ini, bukan kah wajar jika aku mengajaknya kembali ke jakarta " Ujar pak itu aku yang Sialnya terdengar sangat logis. Orang tua mana yang mau membiarkan anaknya tetap tinggal di kota yang habis terkena bencana?
" Ta.. Tapi " Aku bigung harus mengatakan apa lagi.
" Tuan, perkenalkan namaku Akashia. Kekasih putrimu " Ujar Aka yang langsung menghampiri papah.
" Kekasihmu? " Tanya papah sambil menatapku.
" Yah begitulah " Ujarku malu
" Huh, akhirnya ada yang mau dengan putriku juga " Ucapan papah jelas membuatku kesal, maka dari itu akun mencubit lengan pria itu dengan sangat kecang.
" Aku sebenarnya ingin tetap tinggal setidaknya sampai program pertukaran pelajar ku selesai. Namun hal itu akan membuat ayahku khawatir dan diri ini tidak mau hal itu terjadi. Maafkan aku karena menyatakan cinta kepada putrimu, sementara di hari yang sama diri ini juga harus pergi jauh darinya. Tapi aku mohon, percaya lah padaku jika dalam waktu cepat diri ini akan kembali dan menemui putri anda dan melamarnya " Ucapan Aka langsung membuat papah, mamah, aku bahkan semua orang yang ada di situ tercengang.
" Wow " Gumam Ana.
" Kau keren nak " Ujar pak Rai.
Wajahku jelas memerah ketika mendengar ucapan Aka, Melamar ku? Hoi dia serius kan mengatakan hal tersebut. Aku belum pernah melihat wajahnya mengukir raut seserius itu, maka dari itu akan sangat tidak sopan jika ada yang menganggapnya tidak serius.
Aku melirik ke arah papah guna memastikan reaksinya. Aku merasa sangat terkejut ketika tau jika papah malah terlihat sedang mengukir sebuah senyuman di wajahnya. Senyuman yang entah mengapa membuatku berfikir jika dia sangat puas dengan ucapan Aka.
" Hahah " Papah tertawa sangat keras. Dia menghampiri Aka kemudian mengacak-acak rambut si tuan tanpa ekspresi itu " Pak Itsuki, anakmu sungguh menarik "
" Yah begitulah "
" Aku akan mempercayai ucapanmu nak, maka dari itu diri ini akan memberimu sebuah hadiah " Ujar Papah.
" Hadiah? " Tanya Aka bigung.
" Yup, kau akan tau bentuk hadiah ku nanti. Sekarang ikut lah dengan ayahmu, percayakan Tia kepadaku. Bagaimanapun caranya aku akan menjaga dirinya dari laki-laki lain sekalinya dirimu "
" Terima kasih banyak " Aka terlihat sangat senang.
" Aka, aku akan memberimu waktu sepuluh menit untuk memberikan salam perpisahan pada gadis itu. Kebetulan aku ingin kw toilet " Ujar pak Itsuki sambil beranjak pergi.
" Pak Itsuki, ada yang ingin aku bicarakan denganmu " Pak Rai nampak mengikuti pak Itsuki.
Akupun segera menarik tangan Aka dan mengajaknya mencari ayah zahra. Sebelum kami berpisah, si tuan tanpa ekspresi ini harus bisa menyaksikan maha karyaku. Kami pun berhasil bertemu dengan ayah Zahra kemudian memohon agar lukisan tahta Sang Dementer di berikan kepadaku.
Untungnya tanpa banyak bertanya, ayah zahra mau menyerahkan lukisan itu. Aku pun segera bekerja, membuat sebuah maha karya dengan menggunakan lukisan yang diri ini hadiahi kepada Zahra sebagai tanda pertemanan.
Aku menghapus lukisan seorang gadis bertopi yang semula ada di tengah taman bunga itu. kemudian menggantinya dengan lukisan sesosok perempuan yang tengah terbujur kaku di atas padang bunga. Pakaian yang di kenakannya serba putih, lalu wajahnya di tutupi sebuah kain tanda jika nyawa sudah tidak lagi melekat dalam raga tersebut.
Aku mengubah latar dari lukisan itu dari yang awalnya pagi hari, menjadi malam lengkap dengan hamparan bintang dan wujud Sang bulan dalam bentuk purnama. Semua perasaan tentang Zahra aku tuangkan pada lukisan itu, sedih, bersalah, rindu dan lain sebagainya seolah menjadi energi bagi tanganku yang masih asik menari di atas kamfas.
Pada akhirnya lukisan pun selesai, entah bagaimana caranya semua itu rampung dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Mata ayah Zahra seketika meneteskan air mata, sepertinya aura lukisanku sampai kepada pria itu. Dia seakan menyaksikan putrinya yang tengah si semayam kan di atas hamparan bunga.
" Pak, aku kembalikan lukisan ini " Ujarku kepada ayah Zahra.
" Tidak, Tia simpan lah lukisan ini " Keningku berkerut ketika mendengar ucapan pria itu.
" Aku mempersembahkan lukisan ini kepada mendiang putrimu "
" Tidak, jika lukisan itu ada padaku. Maka selamanya diri ini tidak akan mampu melangkah kedepan? "
" Apa maksudmu? "
" Aku berhasil merasakan aura kesedihan yang kau tuangkan pada lukisan indah ini. Sangat terasa bahkan mampu membuatku langsung ingin menangis, karena mata ini seakan-akan menyaksikan langsunh sosok Zahra yang tengah di kebumikan oleh bunga-bunga "
" Apakah lukisanku berhasil menghidupkan Zahra dalam benakmu? "
" Ya, maka dari itu kau lah yang lebih layak menyimpan lukisan tersebut "
" Mengapa? "
" Karena kau pelukis, suatu saat nanti lukisan itu akan jadi salah satu karya yang kau pajang. Harapanku ada orang yang melihat lukisan itu, dan langsung mampu membayangkan seperti apa sosok Zahra sehingga putriku bisa hidup dalam benak banyak orang "
" Terima kasih "
" Tidak aku kah yang seharusnya mengucapkan Terima kasih "
Aku pun segera menutup kembali lukisan tadi dengan kain, menudian meminta Aka untuk membawanya. Aku pamit kepada ayahnya Zahra kemudian melangkah bersama Aka menuju tempat ayahnya.
" Sudah selesai? " Tanya pria itu ketika kami sampai.
" Eh, sebenarnya belum " Ujar Aka.
" Kalau begitu silahkan lanjutkan, kita masih harus menunggu gadis bernama Athena "
" Athena? "
" Ya, kapten meminta kita membawanya juga karena adiknya sakit di rumah "
" Baik lah " Aka melangkah menjauhi ayahnya sambil menarik tanganku. Setelah cukup jauh diapun langsung memelukku dengan sangat erat.
" Kau percaya padaku kan? " Tanyanya.
" Tentu saja, maka dari itu jangan membuatku menunggu terlalu lama "
" Tentu saja "
" Jangan main mata dengan Ana "
" Siap bos "
" Berjanjilah kau akan menghubungiku segera " Ujarku yang entah mengapa mulai meneteskan air mata.
" Siap "
" Aku mohon, segera temui aku "
Malam ini bulan menampakan wujud terindahnya, yaitu purnama. Saat ini Sang penguasa malam nampak asik bertengger di puncak langit sembari memantau kami, para korban selamat dari amukan sahabatnya yaitu bumi. Kemilau sang rembulan yang selalu mampu menenangkan hati itu, terlihat jauh lebih terang dari biasanya, mungkin karena daratan di bawahnya gelap gulita, atau mungkin dirinya memang sengaja memperindah diri agar dapat menghibur para manusia yang kelelahan setelah seharian berjibaku dengan maut.
" Indahnya " Gumamku saat mata ini asik memandangi lukisan Tuhan berjudul langit malam itu.
" Aku setuju denganmu, Tia " Ujar Dokter Fara.
Saat ini kami sedang berjalan kembali ke kamp pegungsian setelah berhasil menemukan alat lukis yang tertimbun puing-puing bagunan bekas rumahku. Pak Rai dan Pak Rangga membuatku bisa menemukan kotak berisikan alat lukis itu dengan sangat cepat.
Mereka memang pasangan emas, kinerja keduanya sangat efisien dan kompak. Sehingga hanya dengan dua orang saja reruntuhan yang semula berserakan di kamarku bisa di singkirkan dalam kurun waktu yang terbilang singkat.
Sekarang aku bisa membuat sesuatu untuk mengenang Zahra dan membuatnya kembali hidup dalam benak banyak orang. Aku jadi tidak sabar ingin segera sampai di kamp dan mulai mengubah Tahta Sang Dementer.
" Aku lapar " Ujar Pak Rai sambil memegangi perutnya.
" Aku pun demikian " Ujar Aka ikut-ikutan.
" Kau baru saja makan bodoh " Aku mencubit pipi Aka dengan gemas.
" Hei, semua ini membuatku kembali lapar " Protes Aka.
" Haha baik lah kita akan makan setibanya di camp " Ujar Pak Rai dengan penuh semangat.
" Apa kau yakin di dapur umum masih ada makanan? Bagaimanapun suplie kita belum datang " Pak Rangga mengatakan sesuatu yang langsung membuat Aka lemas.
" Tenang saja, jika dapur kosong kita tinggal meminta Ana membuatkan sesuatu untuk kita " Pak Rai pun tertawa setelah mengucapkan hal tadi.
" Hoi kau pikir adikmu itu pembantu? " Dokter Fara mencubit pipi pak Rai.
" Adik? " Aku dan Aka jelas kaget setelah mengetahui fakta bahwa Ana adalah adik dari Sang Kapten.
" Ada apa? " Tanya ketiganya dengan ekspresi bigung.
" Kau kakanya Athena? " Ujarku.
" Ah, kalian mengenal Ana ya "
" Jadi kau adalah tim SAR yang meneruskan hak asuh Ana "
" Yup Kau benar " Pak Rai mengacungkan jempolnya ke arahku.
" Tidak biasanya anak itu mau membahas masa lalu " Dokter Fara memberikan komentar.
" Sepertinya kedua bocah ini sudah Ana anggap sebagai teman " Ujar Pak Rai sambil mengelus kepalaku dan Aka " Terima kasih karena sudah mau berteman dengannya "
" Aku semakin mengidolakanmu kapten " Ujar Aka.
" Mengidolakan ku? " Pak Rai nampak senang ketika Aka mengungkapkan hal tersebut.
" Kau adalah pahlawan di dunia nyata, menyelamatkan orang yang terdampak bencan dan berhati sangat mulia karena mau mengasuh Ana yang bukan siapa-siapanya dirimu"
" Haha kau berlebihan "
" Tidak, sungguh bagiku kau sangat layak di anggap sebagai pahlawan. Bagaimanapun orang-orang biasanya menjauhi masalah seperti bencana, namun kau malah menghampirinya.
" Hoi itu memang tugasku sebagai tim SAR "
" Kau juga berhati mulia, bagaimanapun juga Ana hanyalah orang asing bagimu, walau demikian kau tetap mau merawatnya. Menahan langit yang runtuh dalam alur hidup Ana, menarik hadis itu dari jurang ke putus asaan, membuka kembali jalan menuju masa depannya. Jika bukan pahlawan lantas julukan apa kau layak di sematkan kepada dirimu? " Mata Aka nampak berbinar-binar ketika mengatakan hal tersebut.
Kurang lebih aku paham mengapa dia menganggap pak Rai sebagai sosok yang luar biasa. Pak Rai terlihat seperti ayah angkatnya, sosok yang mau merawat Aka walaupun tidak ada hubungan apapun antara mereka. Sepertinya aku mulai menaruh rasa hormat terhadap pak Rai. Aka benar, jika bukan pahlawan lantas julukan apa lagi yang layak di sematkan kepada dirinya.
" Haha baik lah aku Terima gelar pahlawan itu " Ujar pak Rai sambil meninju pelan dada Aka. " Berjanjilah padaku, jika suatu saat nanti kau bertemu seseorang yang bernasip sama seperti Ana. Kau lah orang pertama yang akan mengulurkan pertolongan kepadanya "
" Aku berjanji " Aka mengacungkan jempolnya ke arah pak Rai, dan momen tersebut berhasil membuatku merasa sedikit terharu. Sial, keren sekali pacarku....
Aku yakin Aka akan menepati janji itu, mengulurkan tangannya kepada siapa saja yang jatuh di jurang keputus asaan, menahan runtuhnya langit yang hendak terjun bebas menghantam alur hidup seseorang, serta kembali membukakan jalan menuju masa depannya.
Sial, aku tidak sabar melihatnya melakukan hal tersebut. Apa kah takdir akan menetapkan kami sebagai jodoh, sehingga diri ini dapat terus bersamanya hingga dewasa nanti? Semoga saja iya, karena si tuan tanpa ekspresi ini telah mencuri hatiku dan membuat diri ini begitu mencintainya.
Setelah momen tadi kami kembali melanjutkan perjalanan, sebentar lagi kami akan segera tiba di camp pengungsian. Aku memeluk tangan Aka sepanjang perjalanan, entah mengapa diri ini jadi ingin terus menempel kepadanya. Si tuan tanpa ekspresi itu juga sepertinya tidak keberatankeberatan, dia malah sesekali mengelus kepalaku dengan begitu lembut.
Jarak antara kami dengan Kamp pengungsian hanya tinggal hitungan meter lagi, dari kejauhan tiba-tiba aku melihat sesosok gadis yang begitu Familiar di mata ini. Gadis itu adalah Ana, dia nampak berlari ke arah kami dengan raut wajah kes. Ah sial, saat kabur aku benar-benar lupa memberi tahunya, mungkinkah dia marah karena tidak di ajak?
" Hai Ana " Ujarku saat Ana sempurna berdiri di hadapan diri ini.
" Bodoh kemana saja kau, aku sangat mengkhawatirkanmu " Ana memeluk tubuhku dengan begitu erat.
" Haha ada sesuatu yang harus aku ambil di rumah " Aku menjabarkan alasan mengapa diri ini menghilang kepada Ana.
" Kau tidak apa-apakan? Apa kedua predator itu macam-macam denganmu? " Tanya Ana sambil melepas pelukannya.
" Siapa yang kau maksud predator? " Pak Rai dan Pak Rangga menggerutu secara bersamaan.
" Tia " Suara yang sangat tidak asing di telingaku terdengar, aku menoleh ke arah belakang punggung Ana dan mendapati kedua orang tuaku tengah berlari mendekati kami.
" Mamah, papah " Ujarku senang karena akhirnya mereka tiba
" Syukurlah kamu baik-baik saja " Papah memeluk tubuhku dengan sangat erat, begitu juga mamah.
" Kapan kalian sampai? " Tanyaku.
" Kami menumpang di mobil seseorang yang hendak pergi ke sini. Bandara sepertinya hancur maka dari itu tidak ada penerbangan ke Yogyakarta " Jelas Mamah.
" Syukurlah anda sekalian berhasil bertemu dengan nona kecil ini " Ujar seorang Pria kekar yang entah mengapa langsung mengingatkanku kepada Aka, wajahnya datar dan sama sekali tidak menunjukan ekspresi.
" Terima kasih pak Itsuki berkatmu kami bisa tiba di sini " Papah mengucapkan Terima kasih kepada pria itu.
" Hoah... Kau sudah sampai " Aka terlihat kaget ketika melihat pria bernama Itsuki itu.
" Apa itu sikap yang tepat ketika bertemu ayahmu " Pak Itsuki mendekati Aka, kemudian menjewer telinganya anak itu dengan cukup kencang.
Ayah? Ah jadi dia pria yang tadi berbicara dengan Aka di telepon. Kebetulan yang unik, karena orang tuaku dan Aka bisa tiba bersamaan. Mungkinkah ini bukti jika kami berdua merupakan jodoh?
" Ampun " Ucapan Aka langsung membuat kami semua tertawa.
" Syukurlah kau tidak apa-apa. Nah sekarang, ayo kita kembali ke jakarta " Ujar pak Itsuki.
" Hoi kenapa buru-buru sekali " Gerutu Aka.
" Aku meninggalkan Ran sendirian di rumah, tanpa meninggalkan nya uang dan kabar. Apa kau mau melihat adikmu mati kelaparan? Dia mungkin mengkhawatirkanmu juga karena tau jika yogya terkena gempa " Ujar pak Itsuki.
" Apa kau tidak lelah? " Tanya papah.
" Lelah itu pasti ada kawan, namun aku tidak mau membiarkan putri tercinta ku kesusahan. Maka dari itu lelah hanyalah hal spele "
" Kau memang keren kawan " Ujar papah sambil menepuk bahunya.
" Haha sama-sama kawan " Pak Itsuki melakukan hal yang sama dengan papah. Aku merasa agak kaget karena Mereka terlihat sangat akrab, mungkinkah keduanya sudah lama saling kenal?
" Mah, apa kedua pria itu sudah berteman sejak lama? " Tanyaku dengan berbisik kepada mamah.
" Tidak keduanya naru bertemu tadi siang. Namun papah mu sepertinya cocok dengan pak Itsuki " Ujar mamah.
" Baik lah ayo kita pergi nak " Pak Itsuki pun kembali mengajak Aka untuk segera beranjak dari tempat pengungsian ini.
" Aka " Ujarku sedih karena tau akan segera berpisah dengan dirinya. Entah mengapa hal ini baru terpikirkan olehku sekarang, bagaimana hubungan kami jika Aka kembali ke jakarta? Apakah berakhir? Atau LDR? Atau apa?
" Ada apa Tia? " Tanya papah.
" Pak Itsuki, bukan kah program pertukaran Aka baru akan berakhir tiga bulan lagi? Mengapa kau buru-buru mengajaknya pulang " Ujarku.
" Jika kondisinya seperti ini, bukan kah wajar jika aku mengajaknya kembali ke jakarta " Ujar pak itu aku yang Sialnya terdengar sangat logis. Orang tua mana yang mau membiarkan anaknya tetap tinggal di kota yang habis terkena bencana?
" Ta.. Tapi " Aku bigung harus mengatakan apa lagi.
" Tuan, perkenalkan namaku Akashia. Kekasih putrimu " Ujar Aka yang langsung menghampiri papah.
" Kekasihmu? " Tanya papah sambil menatapku.
" Yah begitulah " Ujarku malu
" Huh, akhirnya ada yang mau dengan putriku juga " Ucapan papah jelas membuatku kesal, maka dari itu akun mencubit lengan pria itu dengan sangat kecang.
" Aku sebenarnya ingin tetap tinggal setidaknya sampai program pertukaran pelajar ku selesai. Namun hal itu akan membuat ayahku khawatir dan diri ini tidak mau hal itu terjadi. Maafkan aku karena menyatakan cinta kepada putrimu, sementara di hari yang sama diri ini juga harus pergi jauh darinya. Tapi aku mohon, percaya lah padaku jika dalam waktu cepat diri ini akan kembali dan menemui putri anda dan melamarnya " Ucapan Aka langsung membuat papah, mamah, aku bahkan semua orang yang ada di situ tercengang.
" Wow " Gumam Ana.
" Kau keren nak " Ujar pak Rai.
Wajahku jelas memerah ketika mendengar ucapan Aka, Melamar ku? Hoi dia serius kan mengatakan hal tersebut. Aku belum pernah melihat wajahnya mengukir raut seserius itu, maka dari itu akan sangat tidak sopan jika ada yang menganggapnya tidak serius.
Aku melirik ke arah papah guna memastikan reaksinya. Aku merasa sangat terkejut ketika tau jika papah malah terlihat sedang mengukir sebuah senyuman di wajahnya. Senyuman yang entah mengapa membuatku berfikir jika dia sangat puas dengan ucapan Aka.
" Hahah " Papah tertawa sangat keras. Dia menghampiri Aka kemudian mengacak-acak rambut si tuan tanpa ekspresi itu " Pak Itsuki, anakmu sungguh menarik "
" Yah begitulah "
" Aku akan mempercayai ucapanmu nak, maka dari itu diri ini akan memberimu sebuah hadiah " Ujar Papah.
" Hadiah? " Tanya Aka bigung.
" Yup, kau akan tau bentuk hadiah ku nanti. Sekarang ikut lah dengan ayahmu, percayakan Tia kepadaku. Bagaimanapun caranya aku akan menjaga dirinya dari laki-laki lain sekalinya dirimu "
" Terima kasih banyak " Aka terlihat sangat senang.
" Aka, aku akan memberimu waktu sepuluh menit untuk memberikan salam perpisahan pada gadis itu. Kebetulan aku ingin kw toilet " Ujar pak Itsuki sambil beranjak pergi.
" Pak Itsuki, ada yang ingin aku bicarakan denganmu " Pak Rai nampak mengikuti pak Itsuki.
Akupun segera menarik tangan Aka dan mengajaknya mencari ayah zahra. Sebelum kami berpisah, si tuan tanpa ekspresi ini harus bisa menyaksikan maha karyaku. Kami pun berhasil bertemu dengan ayah Zahra kemudian memohon agar lukisan tahta Sang Dementer di berikan kepadaku.
Untungnya tanpa banyak bertanya, ayah zahra mau menyerahkan lukisan itu. Aku pun segera bekerja, membuat sebuah maha karya dengan menggunakan lukisan yang diri ini hadiahi kepada Zahra sebagai tanda pertemanan.
Aku menghapus lukisan seorang gadis bertopi yang semula ada di tengah taman bunga itu. kemudian menggantinya dengan lukisan sesosok perempuan yang tengah terbujur kaku di atas padang bunga. Pakaian yang di kenakannya serba putih, lalu wajahnya di tutupi sebuah kain tanda jika nyawa sudah tidak lagi melekat dalam raga tersebut.
Aku mengubah latar dari lukisan itu dari yang awalnya pagi hari, menjadi malam lengkap dengan hamparan bintang dan wujud Sang bulan dalam bentuk purnama. Semua perasaan tentang Zahra aku tuangkan pada lukisan itu, sedih, bersalah, rindu dan lain sebagainya seolah menjadi energi bagi tanganku yang masih asik menari di atas kamfas.
Pada akhirnya lukisan pun selesai, entah bagaimana caranya semua itu rampung dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Mata ayah Zahra seketika meneteskan air mata, sepertinya aura lukisanku sampai kepada pria itu. Dia seakan menyaksikan putrinya yang tengah si semayam kan di atas hamparan bunga.
" Pak, aku kembalikan lukisan ini " Ujarku kepada ayah Zahra.
" Tidak, Tia simpan lah lukisan ini " Keningku berkerut ketika mendengar ucapan pria itu.
" Aku mempersembahkan lukisan ini kepada mendiang putrimu "
" Tidak, jika lukisan itu ada padaku. Maka selamanya diri ini tidak akan mampu melangkah kedepan? "
" Apa maksudmu? "
" Aku berhasil merasakan aura kesedihan yang kau tuangkan pada lukisan indah ini. Sangat terasa bahkan mampu membuatku langsung ingin menangis, karena mata ini seakan-akan menyaksikan langsunh sosok Zahra yang tengah di kebumikan oleh bunga-bunga "
" Apakah lukisanku berhasil menghidupkan Zahra dalam benakmu? "
" Ya, maka dari itu kau lah yang lebih layak menyimpan lukisan tersebut "
" Mengapa? "
" Karena kau pelukis, suatu saat nanti lukisan itu akan jadi salah satu karya yang kau pajang. Harapanku ada orang yang melihat lukisan itu, dan langsung mampu membayangkan seperti apa sosok Zahra sehingga putriku bisa hidup dalam benak banyak orang "
" Terima kasih "
" Tidak aku kah yang seharusnya mengucapkan Terima kasih "
Aku pun segera menutup kembali lukisan tadi dengan kain, menudian meminta Aka untuk membawanya. Aku pamit kepada ayahnya Zahra kemudian melangkah bersama Aka menuju tempat ayahnya.
" Sudah selesai? " Tanya pria itu ketika kami sampai.
" Eh, sebenarnya belum " Ujar Aka.
" Kalau begitu silahkan lanjutkan, kita masih harus menunggu gadis bernama Athena "
" Athena? "
" Ya, kapten meminta kita membawanya juga karena adiknya sakit di rumah "
" Baik lah " Aka melangkah menjauhi ayahnya sambil menarik tanganku. Setelah cukup jauh diapun langsung memelukku dengan sangat erat.
" Kau percaya padaku kan? " Tanyanya.
" Tentu saja, maka dari itu jangan membuatku menunggu terlalu lama "
" Tentu saja "
" Jangan main mata dengan Ana "
" Siap bos "
" Berjanjilah kau akan menghubungiku segera " Ujarku yang entah mengapa mulai meneteskan air mata.
" Siap "
" Aku mohon, segera temui aku "
Quote:
pulaukapok dan oceu memberi reputasi
2