- Beranda
- Stories from the Heart
REUNI
...
TS
papahmuda099
REUNI

Prolog
Quote:
Daftar isi :
Quote:
Tamat
*
Diubah oleh papahmuda099 17-10-2021 22:28
slametgudel dan 75 lainnya memberi reputasi
70
51.1K
889
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#200
Sedulur Papat

Sebelumnya di Reuni...
Dalam rangka menyelamatkan Yusuf yang ditahan oleh bangsa gaib. Sukmaku, bapak, serta kyai Rekso, harus memasuki alam gaib milik penguasa yang menahan ruh dari Yusuf. Di tengah perjalanan kami dihadang oleh sekelompok prajurit berbadan manusia dengan wajah hewan. Dan tak lama berselang, muncul pula sebuah kereta yang ditarik oleh kuda berkepala manusia dengan disaisi oleh seorang manusia berwajah kuda.
"Dunia di alam gaib memang aneh,"
Dalam rangka menyelamatkan Yusuf yang ditahan oleh bangsa gaib. Sukmaku, bapak, serta kyai Rekso, harus memasuki alam gaib milik penguasa yang menahan ruh dari Yusuf. Di tengah perjalanan kami dihadang oleh sekelompok prajurit berbadan manusia dengan wajah hewan. Dan tak lama berselang, muncul pula sebuah kereta yang ditarik oleh kuda berkepala manusia dengan disaisi oleh seorang manusia berwajah kuda.
"Dunia di alam gaib memang aneh,"
*
Aku, bapak, dan juga kyai Rekso, masih berada di tengah-tengah lingkaran para siluman itu, saat kereta kuda itu berhenti.
Lalu...
"Krek...,"
Sais kereta itu turun. Dari kedua tangannya, tiba-tiba saja muncul dua buah kantong kain hitam yang kemudian ia pakaikan untuk menutupi kepala dua ekor kuda berkepala manusia itu. Dan untuk selanjutnya, ia berjalan kearah kami. Para siluman yang tengah mengepung kami membuat jalan, agar sosok manusia berkepala kuda itu bisa lewat dan mendekati kami.
"Apakah ini pemimpinnya?"Tanyaku dalam hati. Aku melirik ke arah bapak, beliau kulihat sudah tidak komat-kamit lagi. Wajahnya sudah santai. Bahkan terkesan tenang dan berwibawa.
"Keren juga ini orang tua. Kayaknya bapak yakin bisa ngalahin siluman ini," ucapku dalam hati sambil melihat siluman kuda itu yang berjalan dengan langkah tenang.
"Apa dia masih belum sadar, kalau ada bang jago disini," senyum sinisku mulia mengembang. Karena aku kini sudah mulai yakin, bahwa bapakku pasti bisa mengalahkannya.
Dan...
"Klek...,"
Siluman kuda itu kini sudah berdiri persis di hadapan kami. Tubuhnya sangat tinggi. Karena kepalaku saja hanya sebatas dadanya.
Tiba-tiba...
"ROARRR...!"
"Kontoooo****!"
Kyai Rekso tiba-tiba saja mengaum dengan keras. Disusul oleh bapak yang keluar latah joroknya.
Siluman kuda yang tadinya berdiri gagah di hadapan kami, tubuh tingginya terpental ke belakang. Pun begitu dengan para prajurit siluman itu. Mereka langsung berloncatan mundur dengan meningkatkan kewaspadaan penuh. Semua senjata kembali teracung kepada kami.
"Kampret!"
"Plak!"
Bapak yang kaget langsung memukul kepala kyai Rekso. Sedangkan aku sendiri hanya bisa berdiri mematung sambil memegangi dadaku yang berdetak kencang karena kaget.
"Jangan bikin kaget orang!" Bentak bapak marah ( sekaligus malu ).

Kyai Rekso hanya menundukkan kepalanya saja.

Oh ya, kalian tentunya masih ingat kalau aku dan juga bapak masih dalam bentuk Sukma bukan?
Nah, ternyata bapak mengambil keputusan cepat.
Bapak langsung meraih tanganku, dan "wusss...," Dalam sekejap kami berdua telah berdiri diatas kereta kuda itu. Para siluman itu masih belum sadar kalau kami berdua sudah berada diatas kereta. Hanya kyai Rekso sajalah yang tertinggal disana.
"Duduk, Nang," kata bapak pelan.
Aku duduk.
Dan apa yang kuduga ternyata benar. Bapak berniat untuk mencuri kereta ini. Itu terbukti saat bapak dengan cepat meraih tali kekang kereta, dan mulai menggerakkannya.
Ternyata bapak mahir dalam mengendalikan kereta kuda itu. Ditambah lagi, karena kepala kedua kuda itu telah ditutupi oleh sebuah kantong kain yang membuat mereka tidak bisa melihat, siapa orang yang memberikan perintah ini.
Si siluman kuda itu kulihat yang pertama kali menyadari bahwa kami berdua telah berada dan berniat mencuri kereta kudanya. Tapi, kyai Rekso yang "sengaja" bapak tinggal disana tidak tinggal diam.
Tubuh kyai Rekso langsung berubah menjadi wujud manusianya, yang pernah aku lihat di mimpiku. Seorang laki-laki paruh baya dengan tubuh kekar.
Kyai Rekso mengamuk.
Yang pertama ia incar adalah siluman kuda yang berniat untuk mengejar kami. Hanya dalam sekali lompatan, ayunan tangannya langsung menghajar kepala dari siluman kuda itu.
"Prak!"
Kepalanya langsung pecah berantakan. Tak ada suara cara yang keluar dari mulut siluman kuda itu. Jujur aku tidak tahu, apakah ia memang beneran mati atau tidak.
Kanjut...
Aku yang saat itu duduk disamping pak kusir alias bapak, bertanya.
"Pap, kalau kita bisa kaya tadi kenapa gak dilakuin dari awal?"
"Kaya tadi gimana?" Tanya balik bapak.
"Ya itu, yang "Syuuut" terbang cepet gitu," kataku.
"Oh, itu," kata bapak lalu tertawa.
"Kan dulu udah pernah bapak bilang, ngapain cepet-cepet kalau biasa aja. Mendingan kaya gini. Kerenkan kaya di film-film kolosal. Ada seninya, hahahaha...," Kata bapak lagi.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala saja dengan sifat bapak ini.
"Tapi, apakah kyai Rekso bisa menang melawan mereka?" Tanyaku.
"Insyaallah, Nang. Usianya lebih tua dibandingkan para siluman itu. Jadi tingkat kesaktiannya juga lebih tinggi dari mereka," jawab bapak dengan yakin.
"Aamiin...,"
Aku lalu memperhatikan keadaan dikiri dan kananku. Semuanya masih saja berbentuk hutan lebat. Tapi, ada semacam Aura yang pekat mulai kurasakan. Aku kemudian refleks memegang dadaku. Karena rasanya, dibagian situlah yang mulai terasa sesak.
Bapak menyadari hal ini.
"Kamu merasa sakit didada?" Tanyanya.
Aku mengangguk. Aku tak bisa menjawab pertanyaan bapak karena jantungku semakin lama semakin sakit. Seperti ditusuk-tusuk jarum saja rasanya.
Bapak menarik tali kekang kudanya. Kedua siluman itu sedikit melonjak karena bapak menghentikan dengan paksa laju keretanya.
"Hadap bapak," kata bapak cepat.
Aku menuruti perkataannya. Aku kemudian duduk menghadap beliau.
"Angkat tangan kamu sejajar dengan tangan bapak,"
Aku menurutinya.
"Tahan ya, Nang. Paling cuman semenit kok," kata bapak lagi.
Aku mulai curiga. Tapi, semuanya sudah terlambat.
Bapak menekan telapak tanganku dibagian tengahnya dengan ibu jari. Aku langsung menjerit kesakitan. Karena ada sesuatu yang menjalar dan secara paksa masuk kedalam tubuhku melalui kedua telapak tanganku. Aku merasakan sesuatu itu merobek-robek urat nadi dikedua tanganku ini. Panas dan sakit sekali.
Tak selang berapa lama, hawa panas itu berganti menjadi hawa dingin. Dan rasanya...beuh, parah. Kalau mau dibayangkan, itu kaya kalian kehausan, terus minum air putih dingin dari botolnya langsung. Pasti kalian gak sabar sampai ada bunyi, "gluk...gluk...gluk-nya". Nah seperti itulah yang tanganku rasakan. Gelombang demi gelombang hawa dingin itu tanpa bisa kucegah. Entah sudah berapa kali aku berusaha untuk melepaskan diri dari jempol bapak. Tapi, tanganku seperti sudah dikasih lem super dengan jempol bapak. Sehingga rasanya sulit sekali. Hingga akhirnya, aku memasarahkan diri saja.
Dan suara jeritanku sepertinya mengagetkan kedua kuda berkepala manusia itu. Keduanya sontak melonjakkan kaki-kaki mereka. Sepertinya kedua siluman itu sadar, bahwa yang menaiki kereta itu bukanlah tuannya.
Tapi bapak tak acuh. Ia masih saja terus menekan telapak tanganku. Padahal anak pertamanya ini sudah berteriak-teriak syahdu plus manja. Bagaikan suara jeritan Aimi yoshikawa.
Hingga akhirnya, satu menit yang paling menyakitkan didunia itu berakhir.
Aku langsung bersender dikereta. Lemes. Capek.
Bapak sendiri langsung bersikap seperti orang bersemedi. Bapak tampak mengatur nafasnya yang juga memburu.
Aku menengadahkan kepalaku keatas.
Mataku melotot demi melihat apa yang ada diatas sana. Aku bukan ketakutan, hanya terkejut dengan pemandangan ini.
Diatasku, hanya berjarak 2 meter. Tengah melayang sosok yang sama persis sepertiku. Bahkan pakaiannya juga sama dengan yang saat ini kukenakan.
Ingat akan sesuatu, aku langsung menoleh kearah kiri.
Ada! Disebelah kiriku juga ada sosok yang menyerupai ku. Ia berdiri sambil senyum-senyum plus berkacak pinggang.
"Jangan-jangan...," Aku menoleh kearah kanan.
Dan benar seperti dugaanku. Disana juga ada sosok yang juga sama sepertiku. Ia berdiri sambil menepuk-nepuk tubuh siluman kuda itu.
"Kalau ini beneran, pasti ada satu lagi," kataku dalam hati.
Aku melihat ke sekeliling ku. Mencari, apakah masih ada satu sosok lagi yang mirip denganku. Nihil. Tidak ada lagi. Bahkan aku sampai turun dari kereta kuda dan melihat ke kolongnya. Tetep gak ada juga.
"Lah, masa cuman 3? Bukannya sedulur papat itu artinya ada empat ya," tanyaku dalam hati.
"Kamu nyari kembaranmu yang satu lagi, Nang?" Tanya bapak. Kulihat beliau sudah membuka matanya kembali.
Aku mengangguk.
"Kan ada disini," kata bapak sambil menunjuk perutnya.
"Oh," kataku yang langsung ingat dengan perkataan bapak, bahwa ari-ari bayiku telah bapak makan sesaat setelah aku lahir.
"Karena kamu masih belum punya cukup kekuatan, apa kamu masih belum bisa memanggil yang satu ini," kata bapak.
Aku mengangguk paham.
"Terus yang tadi bapak lakuin itu apa?" Tanyaku mengingatkan bapak akan kejadian barusan.
"Bapak hanya memasukkan sedikit kemampuan bapak. Untuk memaksa bangun ilmu sedulur papat yang saat ini sedang kami amalkan. Sebenarnya dalam tahapan kamu yang sekarang ini, kamu hanya baru bisa merasakan saja. Belum bisa melihat maupun berkomunikasi secara langsung dengar saudara-saudara gaibmu ini," jawab bapak.
"Jadi ini hanya sementara?" Tanyaku.
Bapak mengiyakan.
"Ketiga saudara gaib mu ini sekarang bisa kamu suruh melakukan apapun. Bahkan kalau bapak boleh bilang, masing-masing dari mereka itu setara dengan si Reksodono."
"Woahhh...keren," kataku berdecak kagum.
"Tapi ingat, karena kemampuan ini dipaksa bangunkan sebelum waktunya. Maka kamu masih belum bisa menggunakannya dengan leluasa. Kamu juga harus menghemat energimu. Jadi, panggilan mereka hanya saat dibutuhkan saja. Tidak perlu tiga-tiganya, cukup satu saja. Tergantung situasi dan kondisi keadaan nantinya," kata bapak panjang lebar.
"Terus cara buat manggil mereka gimana?"
"Kamu sudah hafal, semua amalan yang pernah bapak berikan tentang ilmu sedulur papat inikan?" Tanya bapak balik.
"Iya, hapal,"
"Nah, kamu cukup baca permulaannya saja. Ditambah kalimat hadir. Udah gitu aja,"
"Terus kalau buat ngilanginnya lagi, gimana?"
"Kamu cukup bilang, terima kasih dan kembalilah, udah gitu aja," jawab bapak.
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Langsung praktek ah...," Kataku dalam hati.
Lalu, dengan hati yang berdebar-debar. Aku lalu memulai percobaanku.
"Terima kasih sudah datang. Kini, kalian kembalilah," kataku pelan.
"Wushh...," Hanya dalam sekejapan mata, ketiga sosok kembaranku itu lenyap masuk kedalam tubuhku. Hanya meninggalkan sedikit jejak asap kebiruan dibelakangnya.
"Sekarang coba kamu panggil, Nang," kata bapak.
Aku pun lalu berkonsentrasi. Dengan mengucap bismillah Aku kemudian mengucapkan kalimat pemanggilan.
"Bismillahirrahmanirrahim...,Qun...kata Allah, Fayaqun...kata Nabi besar Muhammad Saw, Robbukum...kata para malaikat, ......(sensor), yaiku sang ratu kopcok, sang ratu herang putih. Kula njaluk tulung, ka anak batin ka dulur batin. Hadir!"
"Wusss...," Kembali, sebuah angin lembut tiba-tiba saja keluar dari tubuhku dan...ya, ketiga sosok gaib kembaranku kembali muncul.
"Subhanallah...," Gumamku senang.
"Lumayan ganteng juga ternyata aku ini," kataku lagi sambil senyum-senyum.
"Udah belajarnya? Hemat energimu, Nang. Sekarang kamu masukan lagi mereka ketubuhmu. Panggil lagi saat kamu membutuhkan bantuan mereka," kata bapak.
"Oke...oke," lalu aku memanggil pulang mereka kembali.
Setelah dirasa cukup. Bapak berniat untuk melanjutkan perjalanan kembali. Namun, kedua siluman kuda berkepala manusia itu ternyata enggan untuk diajak bekerja sama.
Dan keduanya ternyata dapat berbicara layaknya manusia normal pada umumnya.
"Kami berdua lebih baik mati. Daripada menuruti perintah manusia hina macam kalian!" Kata salah satu dari kedua siluman itu tegas.
"Oh,"
Bapak lalu dengan santai turun dari kereta itu. Kemudian dengan santainya bapak membuka kain penutup kepala mereka.
"Manusia hina!" Ejek salah satu dari kedua siluman kuda itu saat ia melihat bapak yang berdiri didepan mereka.
Tanpa banyak bicara lagi, bapak segera menjentikkan jarinya.
"Ctak,"
"Jreng!"
Puluhan, bahkan mungkin ratusan makhluk gaib dengan berbagai macam bentuk dan ukuran tiba-tiba saja berdiri dibelakang bapak. Hawa yang sangat kuat memancar dengan tiba-tiba dan memenuhi tempat itu. Tekanan yang tiba-tiba ini bahkan membuatku terjatuh dari kereta.
"Bagaimana?" Tanya bapak

"Kami siap mematuhi perintah, Tuan," jawab keduanya sambil sedikit menekuk kaki depannya.

***
bohemianflaneur dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup
.