Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nanitrianiAvatar border
TS
nanitriani
DUSTA [Chapter 1]
  DUSTA [Chapter 1]         
        “Aku menyayangimu," satu kalimat meluncur tanpa aba-aba. Desah angin menelisik senja yang kian menjingga, menerpa sepasang mata yang sedang beradu tatap. Bangku taman dengan cat berwarna putih, terpaku di bawah pohon yang daunnya kian mengering dan gugur tersapu angin. Dan kami, aku dan Joe, memilih untuk tidak mendudukinya, berdiri dengan ribuan sumpah serapah yang tertahan di dalam kepala dan perih yang menguliti permukaan hati.
      Aku hanya bisa menatapnya, mendesah tertahan. Lantas, apa yang harus aku lakukan, selain membalas perasaanya? Mulutku yang kaku perlahan terbuka, "Tapi, kau sudah bersama dia, kau ingat?"

"Kau salah paham, Rein, sungguh," napas Joe tertahan sepersekian detik. "Aku dan dia tidak seperti apa yang kau bayangkan. Aku serius," ucapnya seolah meyakinkan.

       Sekali lagi, apa yang harus aku lakukan selain membalas perasaannya? Aku tidak bisa menyangkal bahwa hatiku juga merasakan perasaan yang sama. Ah, benar, apakah sebentuk rasa yang dikatakannya benar adanya? Entahlah.

         “Reina? Kenapa kau diam?” Tatap Joe menyelidik.

        Kegelapan seolah tak sabar menggelitik langit yang hampir kehilangan sinar jingga sang mentari, hari pun merangkak menuju malam. “Sepertinya hari mulai gelap, Joe, kita bertemu lagi besok, ya?”

           “Tapi bukan ini tujuan kita bertemu. Ada yang harus kita tuntaskan. Kau bahkan diam. Ya, diam. Bahkan menatap mataku pun sepertinya kau enggan.” Untaian kalimat keluar dari mulut Joe dengan wajah yang tampak merah padam.

        “Tuntaskan? Apa yang harus kita tuntaskan, Joe?” Aku terdiam sejenak, menahan butiran air mata yang sepertinya tak tahan untuk segera mengalir di pipi. “Kita ... Ah ... Ya, kau ingat?”

           “Apa maksudmu, Rein? Katakan dengan jelas.”

           “Tidak ada yang perlu dituntaskan di antara kita. Apa maksudmu? Tuntaskan?” Seulas tawa berhasil kupaksakan menggurat di wajahku.

     “Kau kenapa, Rein?” Tanya Joe yang kian tampak pasrah dengan keadaan yang disuguhkan.

          “Tuntaskan? Kita ... sudah selesai. Tidak ada yang belum tuntas di antara kita.”

          Joe tertunduk menatap rumput yang hijaunya kian tertelan gelapnya hari yang beranjak malam. Dengan ragu, perlahan Joe menatap wajahku, “Kau sudah tidak mencintaiku. Perasaanmu sudah hilang, benar?”

        Aku tertegun. Mana mungkin perasaanku sudah hilang. Aku bahkan terlanjur menikmati sakit yang dia hempaskan tanpa ampun. “Joe, hari sudah gelap, masih ada hari esok. Mari kita lanjutkan pembicaraan ini esok siang.” Tanpa meminta persetujuan darinya, aku mebalikkan punggungku dan perlahan pergi, meninggalkan sosok Joe yang tampaknya diam mematung dengan alunan kata yang terpaksa ia bungkam.

         Aku menelusuri jalanan yang mulai menyuguhkan deretan cahaya lampu. Kota ini, kota kecil dengan keindahan yang sederhana, menjadi saksi manis tentang ribuan kata penuh amarah yang kumuntahkan dalam bisik. Aku mendongak ke atas, langit sempurna menggelap. Perasaanku kian berkecamuk tak menentu. Angin malam mulai menyapu setiap jengkal kulitku, dingin. Jarak dari rumahku ke taman kota memang terbilang dekat, dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju rumah dengan air mata yang mendingin menyelimuti pipi.

         Tentang sebuah perasaan yang baru saja diungkapkan Joe, apa benar dia selalu menyayangiku? Dan perempuan itu, di antara mereka tidak terjadi apa-apa? Sebatas teman? Sungguh? Ah, entahlah. Aku ... ya, aku ... hanya bisa menerimanya, lagi dan lagi.


*Bersambung*


Sumber Gambar (Cover)

DUSTA [Chapter 2]
DUSTA [Chapter 3]
DUSTA [Chapter 4]
DUSTA [Chapter 5]
DUSTA [Chapter 6/TAMAT]
Diubah oleh nanitriani 07-07-2021 10:18
wanitatangguh93
anton2019827
Rohmatullah212
Rohmatullah212 dan 9 lainnya memberi reputasi
8
2.4K
71
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
nanitrianiAvatar border
TS
nanitriani
#7
DUSTA [Chapter 6/TAMAT]
DUSTA [Chapter 1]
Selama hampir satu tahun kami menjalani hubungan dengan jarak sebagai pemisah di antara aku dan Joe. Tak hanya itu, seperti yang sudah dikatakan Joe, komunikasi kami pun sangat terbatas. Walaupun begitu, di sela-sela kesibukannya, dia selalu menyempatkan untuk sekadar menelepon atau mengirimiku pesan. Sampai saat ini, tak pernah ada masalah serius yang menerpa kami. Kami hampir tak pernah berseteru apalagi sampai mengucapkan kata perpisahan. Karena kami tahu, di antara aku dan Joe, ada tujuan yang harus dicapai, ada janji yang harus ditepati, dan ada rindu yang harus ditemu.

Selepas lulus kuliah, setiap hari terasa sama saja bagiku. Aku hanya mengurung diri di kamar dan hampir tidak ada kegiatan lain yang berarti selain menulis, kegiatan yang paling menyenangkan bagiku. Hari ini adalah hari minggu, hari dimana Joe sedang bebas dari pekerjaannya. Sudah pukul 10, hari mulai menuju siang. Namun, belum juga ada kabar dari Joe, entah pesan atau panggilan telepon. Aku memutuskan untuk membaringkan kembali tubuhku ke atas tempat tidurku. Setelah itu, ponselku mulai berdering tanda panggilan masuk dari Joe. Tanpa menunggu lama, spontan kuraih ponselku dengan senyum mengembang.

“Rein, apa kabar?” Ucap Joe di seberang sana.

“Joe! Aku sudah menunggumu sejak tadi,” ucapku antusias.

Kudengar dia menghela napas, mungkin dia sedang tersenyum manis, “Apa kabar, Rein?” Tanyanya sekali lagi.

“Aku baik, Joe. Bagaimana denganmu?”

“Baik,” jawabnya tenang.

Hening ... tak tahu harus membahas apa lagi. Ketika sedang tidak berkomunikasi dengannya, rasanya banyak sekali hal-hal yang ingin ditanyakan. Namun, ketika sudah ada kesempatan berbicara, rasanya sirna sudah, hening.

“Rein,” Panggilnya dengan nada bicara yang semakin tenang. Atau ... sedih?

“emm ... ya?”

“Kau sudah mandi?” Tanyanya seolah hal tersebut penting untuk dijadikan topik pembicaraan.

“Ya, sudah, tadi pagi. Kenapa?”

“Tidak,” jawabnya singkat.

Keadaan kembali senyap untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia berinisiatif memulai pembicaraan yang lebih serius, “Rein, kau tidak ada kegiatan?”

“Tidak, ada apa?”

“Ada hal yang harus aku bicarakan,” ujarnya dengan nada bicara yang sulit kutebak.

“Ada apa? Katakan,” ungkapku penuh tanya.

“Emm ... besok ...” ucapnya terbata.

“Kau kenapa, Joe? Kau boleh menceritakan semuanya,” aku menghela napas sejenak, “Kau pun tahu bahwa aku selalu mendengarkanmu apapun yang terjadi. Bicaralah,” ujarku menenangkan.

Untuk beberapa saat tak terdengar jawaban dari Joe. “Besok ... aku mau pulang," satu kalimat mengejutkan akhirnya meluncur dari mulutnya.

Aku tersentak. Senyumku tak bisa tertahan untuk merekah. Sebuah kalimat yang selalu ingin kudengar selama setahun terakhir ini. Mungkin Joe tak pernah memahami betapa sesaknya jiwaku menampung rindu. Mungkin, rinduku akan sirna hanya dibayar dengan segores senyuman darinya. “Sungguh?!” Tanyaku seolah tak mampu menyembunyikan perasaaan bahagia.

“Ya, aku akan pulang,” jawabnya dengan nada bicara seolah tak senang.

“Kau kenapa, Joe? Bukan kah seharusnya kau senang? Kita akan segera bertemu, bukan?”

“Ah ... betul, maafkan aku, Rein, aku hanya lelah. Besok ... ya, besok kita akan segera bertemu. Aku sangat merindukanmu, Rein. Sungguh.” Nada bicaranya kembali seperti semula.Terdengar sekilas tawa di sela kata-kata yang diucapkan Joe.

Aku tersenyum lega, kukira sesuatu yang buruk sedang menimpa Joe. “Aku sangat bahagia, Joe.”

“Aku pun. Sampai bertemu besok, ya. Aku akan segera ke rumahmu begitu aku sampai.”
***


Sudah pukul 4 sore, sinar mentari yang cerah kini berubah sendu, menjingga. Angin sore mulai berhembus, menelisik relung hati dengan rasa yang membuncah. Aku hanya duduk termangu di depan rumah, tak sabar menunggu kedatangan Joe. Dia berjanji akan segera datang ke rumahku setelah dia sampai di rumahnya dan beristirahat sejenak.

Tak henti-hentinya senyumku mengembang. Telapak tanganku dibanjiri keringat dingin, jantungku mulai berdegup tak terkendali, sedangkan kakiku tak henti-hentinya dihentakkan ke lantai tak teratur. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap tenang saat mengetahui aku akan segera bertemu dengan Joe, laki-laki pujaanku yang tak pernah kujamah selama satu tahun terakhir.

“Rein,” sapa Joe sembari berjalan menghampiriku.

Aku tersenyum, tak bisa menyembunyikan raut bahagia dari wajahku. Kini, rinduku sudah terbalaskan. Lengkungan senyumnya yang selama ini hilang, kini ada di depan mataku. Wangi tubuhnya bahkan masih sama seperti saat terakhir kami bertemu. Aku, sungguh merindukannya. Tak terasa, air mata mengalir tanpa arahan. Aku bahkan tak memahami perbedaan makna sedih dan bahagia untuk saat ini. Aku hanya menangis tersedu-sedu tanpa alasan yang jelas.

“Rein, kenapa kau menangis?” Tanya Joe dengan raut wajah penuh simpati.

Aku menarik napas sejenak, aku terlalu terisak untuk sekadar menjawab pertanyaannya. Kuraih tangannya, “Aku ... sungguh merindukanmu, Joe.”

Tatapannya menerawang, tak terlihat bahagia atau pun sedih, “Ada yang harus aku bicarakan kepadamu,” ungkapnya sembari mengehembuskan napas secara perlahan.

Aku melihat tangan kirinya menggenggam sesuatu, seolah disembunyikan dari pandanganku, “Itu apa, Joe?” Tanyaku seolah sesuatu itu lebih penting dari yang akan dibahas olehnya.

Diatampak kebingungan, “Ya? Apa?”

“Yang ada di tanganmu?”

Ada rasa gugup yang tergores di raut wajahnya, “Oh ... ya, ini ...” Dia menarik napas lalu mengehmbuskannya dengan berat, “Ini ... yang ingin aku bicarakan denganmu.”

Aku tertegun, berusaha menebak apa yang sedang digenggam Joe, secarik kertas berwarna biru muda, “Apa itu, Joe?” Tanyaku penasaran.

“Rein, ini kartu undangan pernikahanku,” ucapnya sembari memberikan amplop undangan berwarna biru yang sedari tadi digenggamnya. Di sana tertulis dua nama yang saling bertautan, tulisan indah berwarna gold yang terhampar di permukaan kertas berwarna biru yang menawan, “Joe dan Riri.”

TAMAT


Sumber Gambar (Cover)
Diubah oleh nanitriani 07-07-2021 10:19
mr..dr
mr..dr memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.