Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

serdadu.kpkAvatar border
TS
serdadu.kpk
Panas! Ketua HMI Pidato Di Depan Menteri, Lontarkan Kritik Bermata Dua kepada Jokowi
Panas! Ketua HMI Pidato Di Depan Menteri, Lontarkan Kritik Bermata Dua kepada Jokowi

Wakil Ketua PMII Kota Bandung Acep Jamaludin mengeluarkan pernyataan terkait dengan kritik Ketua PB HMI Arya Kharisma Hardy terhadap rezim Jokowi yang disampaikan pada perayaan Diesnatalis HMI yang ke-74, tepatnya bulan Februari. Acep menilai kritik dari Arya terlalu subjektif dan sangat rentan menimbulkan perpecahan yang pada titik ekstremnya bisa memancing aksi terorisme.

Pada perayaan Diesnatalis HMI yang turut dihadiri Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan beberapa menteri, Arya Kharisma Hardy selaku ketua PB HMI menyampaikan pidato yang turut membahas soal pandangnya dan tokoh-tokoh intelektual HMI yang menjabat di berbagai organisasi dan lembaga negara terhadap situasi nasional yang tengah berlangsung.

Dalam pidato itu, Arya sempat menyampaikan pernyataan yang berbunyi:

“Fenomena politik hari ini tak banyak berbeda dengan fakta sejarah skema demokrasi era orde lama, yang terobsesi dengan sistem demokrasi terpimpin, situasi geo politik semacam itu membikin ketegangan ideologi berubah pada peristiwa berdarah di banyak pesantren hingga masjid yang justru melibatkan oknum-oknum di sekitar kekuasaan.”

Pernyataan itulah yang ditandai oleh Acep sebagai kritik bermata dua. Menurut Acep, kritik Arya yang cenderung membuka-buka luka lama tidak akan menggiring masyarakat Indonesia ke arah yang positif. Sebaliknya, Acep menilai pernyataan itu dapat memecah-belah persatuan yang seharusnya dibangun demi kemajuan negeri.

Selain pernyataan di atas, setidaknya ada lima poin yang ditandai oleh Acep dari keseluruhan pidato Arya sebagai pernyataan yang cenderung subjektif dan beresiko:

1. Romantisme demokrasi terpimpin.

2. Radikalisme menjadi isu yang efektif yang dimainkan oleh ideologi kiri dan Komunis.

3. Politik adu domba yang masih menjadi cara sebagian elit politik.

4. Ormas Islam tidak mampu merajut persatuan.

5. Komitmen kepemimpinan nasional yang menyudutkan ormas islam.

Bicara soal demokrasi terpimpin yang disebut-sebut Arya, Acep menilai pernyataan itu sebagai romantisasi masa lalu. Apa yang dinyatakan Arya itu dinilai oleh Acep tidak sesuai realitas demokrasi yang berlangsung pada masa sekarang.

Sementara itu, radikalisme yang dikaitkan dengan komunis atau gerakan kiri ditengggarai oleh Acep sebagai pernyataan yang tidak berdasar karena tidak ada bukti yang jelas mengenai kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Menurut Acep, kata radikalisme itu sendiri sebenarnya memiliki multitafsir.

Di satu sisi, pikiran yang berkembang dan mengakar sebagai asas dari radikalisme itu sendiri memang dapat menyebabkan kerugian, misalnya radikalisme yang berujung kepada terorisme di Makassar dan Mabes Polri. Di sisi lain, radikalisme disoroti oleh Acep sebagai paham yang bisa berkontribusi terhadap kemajuan Indonesia jika ditinjau dari sisi positif.

“Seharusnya dalam pemahaman radikalisme ini kita harus bisa mengubah paham tersebut menjadi paham yang lebih sejuk yang lebih dapat berkontribusi terhadap kemajuan Indonesia dibandingkan jika kita hanya saling menuduh kelompok mana yang salah dan kelompok mana yang benar,” ungkap Acep dalam pernyataan tertulisnya.

Kemudian, Acep juga mempermasalahkan soal pernyataan Arya mengenai ormas Islam yang tidak mampu merajut persatuan. Di mata Acep, pernyataan itu terkesan menghilangkan perjuangan ormas-ormas Islam yang berupaya mewujudkan persatuan Indonesia sejak masa lampau.

“Salah satu contohnya organisasi Nahdlatul ulama yang dari dulu aktif dalam memperjuangkan NKRI serta membangun negeri salah satunya dalam bidang pendidikan yang membangun pesantren pesantren di daerah pedesaan itu merupakan sumbangsih yang diberikan salah satu organisasi masyarakat yang berbasis Islam untuk menjaga kesatuan Indonesia,” sambungAcep.

Menurut Acep, pidato Arya yang disampaikan di ranah publik berpotensi menjadi pemicu gerakan-gerakan tidak terduga dengan penerimaan setiap orang yang berbeda-beda. Misalnya aksi pengeboman di Makassar dan penembakan di Mabes Polri yang disebut-sebut sebagai aksi individu yang beraksi sendiri di luar kelompok atau lone wolf. Bagi Acep, seharusnya Arya bisa menyampaikan itikadnya tanpa harus memperkeruh suasana dengan membuka luka lama dan melawan suatu isu dengan membangun  isu baru yang tidak berdasar.

https://www.google.com/amp/s/amp.ayo...-kepada-jokowi
syech.pudji
nomorelies
reid2
reid2 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.5K
37
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
getthebugAvatar border
getthebug
#7
Sejak turunan nabi jadi napi
Bem ui dan sejenisnya berulah
emoticon-cystg
37sanchi
akumidtorc
galuhsuda
galuhsuda dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.