watcheatnsleepAvatar border
TS
watcheatnsleep
Awakening (Supranatural & Romance)


Ini merupakan thread pertama TS jadi mohon maaf kalau penulisannya masih agak berantakan dan kurang menarik.
Kalau ada kekurangan atau kesalahan kiranya bisa comment di thread ini buat pembelajaran sendiri bagi TS kedepannya.
Semoga ceritanya dapat dinikmati agan-agan sekalian, Thank you ^^.


INTRO

"Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan sejenisnya, sejak dahulu kala eksistensi mereka selalu memicu suatu perdebatan. Begitu juga dengan Rama, seorang mahasiswa yang awalnya tak begitu percaya akan adanya keberadaan mereka, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, bahwa ternyata eksistensi “Mereka” benar adanya.

Semua itu bermula dari pertemuannya dengan Adellia. Seorang wanita misterius yang menyimpan segudang rahasia di balik figurnya. Tanpa disadari Rama, benih-benih cinta telah timbul pada pandangan yang pertama. Sebuah rasa yang muncul untuk pertama kali dalam hidupnya.

Wanita demi wanita muncul mewarnai hidup Rama, bersamaan dengan setumpuk masalah yang mereka emban. Di sisi lain, bangkitnya indra keenam Rama seakan menuntunnya kepada sebuah perjalanan panjang untuk mencari jati dirinya.

Akankah Rama berhasil menemukan jati dirinya?


INDEKS
SEASON 1 : SIXTH SENSE
1. Sebuah Awal
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

AWAKENING SEASON 2 : AMURTI
Link : https://kask.us/iOTnR

Wattpad : @vikrama_nirwasita
Karyakarsa : vikrama
Instagram : @vikrama_nirwasita


Terimakasih emoticon-Big Grin

Diubah oleh watcheatnsleep 03-04-2023 17:03
efti108
khodzimzz
madezero
madezero dan 86 lainnya memberi reputasi
85
125K
1.3K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
watcheatnsleepAvatar border
TS
watcheatnsleep
#431
Chapter 54 Drama
Nadia pun seketika memelototi Yudha, sepertinya dia tau bahwa Yudha sedang berbohong, dan anehnya lagi, Yudha juga ketakutan saat Nadia memelototinya.

“Jangan sampe aku marah loh, Kak,” ancam Nadia.

“Iya ... iya ...,” balas Yudha dengan lesu lalu pergi meninggalkan kami berdua di ruang tamu.

“Kamu diancam sama kakak aku ya, Ram?” tanya Nadia dengan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa bersalah.

Nadia menghela nafasnya lalu lanjut berkata, “Sorry ya, Ram. Kakakku emang orangnya gitu, dia over protective banget. Soalnya asal ada cowok yang deket sama aku, pasti digangguin sama dia.”

“Oh gitu,” ucapku sambil mengangguk. “Omong-omong, bokap nyokap lo kok ga keliatan Nad?” tanyaku penasaran.

Nadia diam sejenak, lalu menjawab pelan, “Bokap nyokap gue udah ga ada Ram.”

“Sorry banget, Nad,” ucapku pelan, berusaha meminta maaf.

“Gapapa kok, Ram,” balas Nadia pelan. “Sebenarnya bokap nyokap gue, tiga tahun lalu meninggal karena kecelakaan. Makanya semenjak itu kakak gue jadi over protective banget. Mungkin karena cuma gue satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang.”

Aku tertegun mendengar cerita dari Nadia, sebab aku tak menyangka bahwa dia dan Yudha berada pada situasi ini. Aku mulai menjadi bingung, kenapa Yudha tega merusak hidup wanita lain, padahal dia juga memiliki adik yang juga seorang wanita. Apa dia tidak takut bila hal yang sama akan terjadi pada adiknya sendiri?

“Sorry Nad, jadi ngungkit ingatan buruk lo lagi,” ucapku merasa bersalah.

“Iya gua maafin, deh. Biar ga ngomong sorry-sorry mulu,” balas Nadia sambil tersenyum.

“Omong-omong, lo udah punya pacar belom, Ram?” tanya Nadia sambil menatapku serius.

“Belom punya.” jawabku singkat. “Emangnya kenapa? Jangan-jangan lo naksir sama gw?” tanyaku dengan niat bercanda.

“Yaelah, ge-er banget sih lo,” balas Nadia dengan kesal.

“Hahaha.” Aku hanya tertawa melihat responnya. Entah kenapa, aku merasa sudah dekat dan nyaman dengannya, seperti teman yang sudah lama akrab.

Setelah itu, kami melanjutkan obrolan santai membahas topik yang belum selesai saat di cafe tadi. Hingga tak lama kemudian, aku pun pamit untuk pulang karena takut kemalaman.

“Gua balik dulu ya, Nad.” Aku lalu melambaikan tangan.

“Hati-hati di jalan, ya. Jangan lupa, nanti kalo udah sampe kos, kabarin lewat chat, ok?” balasnya sambil tersenyum manis.

“Oke,” balasku singkat lalu pergi pulang menuju kosku.

Sesampainya di kos, aku hanya mengirimkan satu pesan ke David, yang akan menentukan berhasil atau tidaknya rencanaku selanjutnya.

22.10 - Rama : Pastikan lokasi dan jam nongkrongnya Dipa.
22.20 - David : Siap laksanakan!

<><><>

“Kenapa harus jauh-jauh kesini sih, Ram?” tanya Nadia dengan bingung.

“Mau ngetes aja, Nad. Soalnya kata temen gua, makanan di sini pada enak-enak,” jawabku dengan santai.

Dua hari telah berlalu semenjak terakhir kali aku bertemu dengan Nadia. Dalam dua hari itu, kami jadi semakin intens dalam berkomunikasi. Aku mencoba untuk menggali informasi dan mengenali dirinya lebih dalam. Walau sebenarnya aku merasa bersalah mendekatinya karena tujuan itu.

Kemarin malam, aku sudah berjanji untuk menjemputnya untuk pergi ke cafe tempat yang sering ditongkrongi Dipa. Aku berniat untuk memperbaiki hubunganku dengan Dipa terlebih dahulu, agar aku bisa mencari celah untuk dimasuki.

Sesaat kami memasuki cafe, ternyata Dipa sudah berada di sana. Namun aku melihat seorang wanita yang tampak tak asing bagiku, sedang duduk di sampingnya. Ternyata wanita itu adalah Rara, aku sungguh tak menyangka akan bertemu dengannya dalam situasi seperti ini.

Dari kejauhan saja aku bisa melihat wajahnya yang tampak lesu dan penuh kekhawatiran. Sedangkan di sisi lain, Dipa tampak ceria dan bahagia saat berbicara dengan sepasang pria dan wanita yang berada di depannya.

“Duduk di sebelah sana yuk, Nad,” ajakku sambil menunjuk ke arah yang bersebelahan dengan Dipa.

Nadia mengangguk lalu mengikutiku yang sedang berjalan ke bangku itu.

Tetapi belum saja sempat duduk di bangku itu, Dipa sudah menyeletuk duluan, “Eh ada Nadia, lagi bareng siapa, nih?” tanyanya dengan senyuman yang tampak palsu.

Nadia pun tampak terkejut saat bertemu dengan Dipa, “Lagi bareng temen, Kak.”

Dipa pun menatapku sambil mengernyitkan dahinya lalu berkata, “Hmmm ... elo kan—”

“Rama.” potongku sambil menjulurkan tangan kearahnya.

Dipa pun mulai menatapku dengan heran lalu perlahan membalas uluran tanganku. Sepertinya dia bingung, kenapa aku bersikap friendly terhadapnya. Tidak seperti terakhir kali kami bertemu, di mana aku sedang mempermalukannya di depan umum.

Sementara itu, Rara pun tampak panik saat menatapku. Sepertinya dia juga tak menyangka bahwa aku akan muncul di tempat ini. Aku pun memutuskan untuk berpura-pura tidak mengenalnya, agar Dipa tidak merasa curiga.

Setelah duduk dan memesan makanan, aku pun perlahan menyadari bahwa Dipa tak pernah melepaskan pandangannya dari sosok Nadia. Saat Nadia tak sengaja menoleh, Dipa hanya membalas tatapan Nadia dengan senyuman yang penuh kepalsuan saja. Sebab aku sadar, saat Nadia tak memperhatikannya, Dipa akan menatap figurnya dengan tatapan yang penuh nafsu.

Melihat tingkah dari Dipa ternyata dapat memberiku ide baru untuk menjalankan rencanaku lebih cepat dari perkiraanku yang sebelumnya. Di saat Dipa sedang sibuk memerhatikan figur Nadia, aku juga mulai sibuk untuk menatap figur Rara yang ada di sebelahnya.

“Lo kenapa liatin cewek itu mulu sih, Ram?” tanya Nadia dengan nada kesal. “Dari tadi omongan gue pasti gak didengerin kan.”

“Eh ... sorry ... sorry, Nad,” ucapku sambil menggaruk rambutku.

Nadia diam sejenak, hanya memberiku sebuah tatapan tajam. Aku melirik ke arah Dipa, dan melihatnya sedang tersenyum lebar saat Nadia sedang tampak kesal kepadaku.

“Gw ke toilet bentar, ya,” ucapku permisi.

“Iya,” balas Nadia singkat.

Aku pun mulai melangkah menuju toilet sambil sesekali menoleh dan melirik ke arah Dipa dan Rara. Setelah sampai di toilet, tak lama kemudian Dipa pun tiba-tiba datang menyusulku.

Dia berdiri disampingku lalu bertanya, “Bro, lo pacarnya Nadia, ya?”

“Nggak kok, kita cuma temenan aja,” jawabku seramah mungkin.

“Ah masa, sih? Kok lo bisa jalan bareng dia?” tanya Dipa layaknya tak percaya. “Setau gua, Nadia itu ga pernah jalan sama cowok lain selain sama kakaknya sendiri.”

Aku pun berpura-pura terkejut saat mendengar ucapan Dipa.

“Emang lo tau dari mana, bro?” tanyaku.

“Gua temenan sama kakak dia soalnya,” jawab Dipa.

“Oh .…” gumamku pelan.

“Omong-omong, lo naksir sama Rara ya bro?” tanya Dipa tiba-tiba.

“Rara? siapa tuh?” tanyaku dengan raut wajah bingung.

“Cewek yang duduk di sebelah gua, bro.” jawab Dipa sambil tersenyum. “Lo belom kenal sama dia ya?”

“Iya ... gua baru pertama kali ketemu sama dia, sih,” balasku sambil mengangguk.

“Lo mau dikenalin sama dia gak, bro?” tanya Dipa sambil menatapku dengan senyuman penuh arti.

“Tapi bukannya dia pacar lo, bro?” tanyaku balik.

“Nggaklah, cuman temen deket doang kok,” jawab Dipa dengan santainya. “Jadi mau dikenalin gak, nih?”

“Boleh, asal dia gak risih aja,” ucapku sambil tersenyum.

“Yaudah, gua tungguin di sana,” balas Dipa lalu pergi keluar dari toilet.

Sebelum kembali ke sana, aku pun mengirimkan pesan terlebih dahulu ke Rara. Setelah itu aku langsung bergegas menuju ke tempat dudukku semula.

“Ra, temen gua mau kenalan sama lo,” ucap Dipa sambil melirik dan mengedipkan matanya kearahku.

“Oh iya, nama gue Rara,” balas Rara dengan canggung, lalu dia mengulurkan tangannya ke arahku.

Aku hanya mengangguk lalu membalas salaman tangannya dengan erat. Kugenggam tangannya dalam beberapa detik, hingga kusadari bahwa Nadia sedang memelototiku dengan tatapan yang tajam.

Perlahan aku melepas tangannya, lalu kuperhatikan ekspresi wajah Dipa yang tampak tersenyum ceria. Sedangkan Rara malah tampak semakin canggung setelah berkenalan denganku.

“Sorry, gua gak nyadar,” ucapku dengan senyuman yang palsu.

“Santai aja kali, bro. Rara juga ngerasa biasa aja, kok. Iya kan, Ra?” balas Dipa sambil mengangkat sebelah alisnya saat menatap Rara.

“Kita berdua boleh ikut duduk di sana gak?” tanya Dipa tiba-tiba.

“Ta—”

“Boleh kok,” ucapku memotong omongan Nadia.

Dipa pun tanpa basa-basi langsung berpindah duduk ke sampingku. Begitu juga dengan Rara yang dengan was-was duduk di sebelah Nadia. Tak berhenti di situ saja, Dipa bahkan menyuruh kedua temannya yang lain untuk pulang duluan.

Suasana pun terasa sangat canggung seketika. Nadia jelas-jelas menunjukkan ekspresi wajah yang kesal dan tidak nyaman. Sedangkan Rara hanya bisa diam membisu dengan wajah yang lesu dan pucat.

“Gimana kabarnya, Nad? Kita udah lama gak ketemuan, nih,” ucap Dipa berusaha tampak seakrab mungkin.

“Baik-baik aja, Kak,” balas Nadia dengan singkat dan datar.

“Oh, belakangan ini kesibukannya ngapain aja, nih?” tanya Dipa berusaha mencari topik pembicaraan.

“Cuma di rumah doang, kok,” jawab Nadia dengan nada dan ekspresi yang tak tertarik sama sekali.

Sedangkan di sisi lain, Aku sengaja menatap sekujur tubuh Rara. Dipa dan Nadia pun menyadari akan apa yang sedang kulakukan.

“Lo lagi kenapa sih, Ram?” tanya Nadia dengan kesal.

Aku pun berpura-pura terkejut saat mendengar ucapan darinya. “Eh, ada apa, Nad?”

Nadia hanya diam, lalu pergi ke dalam toilet tanpa berkata apa-apa.

“Lo naksir sama Nadia ya?” bisikku di telinga Dipa.

Dipa pun langsung menatapku dengan heran lalu bertanya, “Keliatan banget ya?”

Aku mengangguk pelan lalu menunjukkan senyuman penuh makna ke arahnya. Dipa pun membalasku dengan senyuman mesum di wajahnya.

“Lo mau ke hotel bareng Rara gak?” bisik Dipa tiba-tiba.

“Ha? Maksud lo?” tanyaku pura-pura terkejut.

“Ga usah pura-pura deh, bro. Gua tau kok, dari tadi mata lo udah liat kemana-mana aja,” bisiknya pelan. “Kita satu spesies kok, jadi ga usah pura-pura di depan gua.”

Dipa lalu mengeluarkan sebuah pil lalu memberinya kepada Rara. Setelah Rara menerima pil itu, Dipa memberikan kode kepada Rara dengan cara melirik ke arah minuman Nadia. Sambil menoleh ke kiri dan kanan, Rara pun dengan sigap memasukkan pil itu ke dalam minuman Nadia.

“Lo ngerti kan maksud gua,” bisik Dipa.

Aku mengangguk lalu berusaha menunjukkan senyuman terjahat yang pernah kumiliki. Walau sebenarnya aku tau, apa yang dilakukan Dipa sekarang sebenarnya sudah sesuai dengan ekspektasiku. Karena bahkan sebelum mengajak Nadia ketemuan, aku sudah mengirim pasukan jinku kepada Dipa. Tujuanku adalah untuk membuat dia terobsesi dengan Nadia.

Jadi, mulai dari bangun tidur hingga sampai dia berada di alam mimpi, Dipa akan selalu terbayang-bayang akan figur Nadia. Walau sebenarnya itu hanyalah tipu daya dan bisikan dari para bangsa jin. Tiba-tiba ponselku berbunyi, tanda ada notifikasi pesan yang masuk.

16.50 - Nadia : Kita pulang aja yuk, Ram.
16.51 - Rama : Iya, Nad. Tapi kita basa-basi dulu sama Dipa, habis itu baru kita langsung pulang, ok?

“Siapa, Ram?” tanya Dipa penasaran.

“Chat dari temen doang,” jawabku.

“Oh ….” Dipa langsung memalingkan wajahnya menuju arah toilet. Berusaha untuk mencari keberadaan Nadia.

Tak lama kemudian, Nadia pun akhirnya muncul dan kembali dari toilet. Setelah itu, kami hanya ngobrol basa-basi untuk menghabiskan waktu. Nadia pun sesekali menghisap minuman yang ada di depannya.

“Ram, gua pusing nih, pulang aja, yuk,” bisik Nadia dengan lesu.

Aku dan Dipa pun menyadari bahwa efek obatnya telah bekerja. Dipa pun tersenyum lebar saat memandang figur Nadia, bagaikan seorang hewan yang sedang menatap mangsanya.

“Ayo,” balasku singkat. “Gua balik duluan ya, bro.”

Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Nadia terjatuh dengan lemas. Untungnya aku langsung refleks menangkapnya sebelum sempat mendarat ke lantai.

Perasaan yang bercampur aduk pun timbul di hatiku, karena aku sadar, bahwa apa yang kulakukan kepada Nadia saat ini adalah salah. Namun demi keberhasilan rencanaku, aku siap untuk menerima konsekuensinya nanti.

Dipa pun langsung berpura-pura panik dan berusaha membantuku memapah Nadia ke dalam mobilnya. Begitu juga Rara yang hanya diam membisu sambil mengikuti kami dari belakang.

Setelah sampai di mobil, Dipa pun langsung memberitahuku untuk mengikuti mobilnya dari belakang. Aku pun menyetujuinya tanpa banyak tanya.

Hingga beberapa saat kemudian, sampailah kami di sebuah jalan yang sangat sepi, yang tampaknya jarang dilewati oleh orang lain. Lewat jendela mobilnya, Dipa pun langsung menyuruhku masuk ke dalam mobil.

“Nih,” ucap Dipa sambil memberiku sebuah kotak kecil yang berisikan kondom.

“Apa gak ada tempat laen, bro?” tanyaku berusaha untuk mengulur waktu.

“Lo nyuruh gua bawa cewek pingsan terang-terang gini ke hotel, lo kira gua gila?” jawab Dipa sambil tertawa kecil.

“Kenapa kagak di rumah lo aja?” tanyaku lagi.

“Gua juga masih ngotak kali, bro. Bokap nyokap gua lagi ada di rumah soalnya,” jawab Dipa.

Aku lalu melirik Rara sambil bergumam, “Terus, Rara .…”

“Pake sesuka lo aja, dia bakal nurut kok,” ucap Dipa dengan santainya. “Iya gak, Ra?”

Rara pun memejamkan matanya sambil mengangguk pelan. Dia benar-benar tampak sangat tak berdaya di hadapan Dipa.

Melihat Rara yang tak memberi perlawanan sama sekali, Dipa pun tertawa dengan puas. Dia mulai memandangi wajah Nadia, sambil menjilat-jilat bibirnya sendiri. Sepertinya dia tak bisa lagi menahan nafsu yang sudah menggebu-gebu di dalam dirinya.

Dipa pun mulai membelai rambut Nadia, lalu mencium aroma tubuhnya. Perlahan-lahan dia mulai mencoba melepaskan kancing baju dari Nadia. Saat dia ingin menyentuh lebih jauh, aku pun langsung mengambil foto nya secara blak-blakan.

“Eh, kenapa lo pake foto segala, bro!” ucap Dipa dengan heran sambil berusaha meraih ponselku.

Aku langsung sigap menghindarinya dan membuka pintu mobil secara tiba-tiba. Dipa pun spontan mengikutiku keluar dari mobil dan berusaha untuk mengejarku.

“Lo mau ngejebak gua ya!” bentak Dipa sambil memelototiku.

“Kok lo takut di foto, sih? takut kesebar di sosmed, ya?” tanyaku dengan senyuman jahil.

“Hapus gak!” bentaknya lagi.

“Ambil sendiri, nih. Kalau lo berani,” ejekku sambil tersenyum sinis.

Dipa pun langsung menerjangku dengan tendangannya. Tapi aku dapat dengan mudah menghindarinya, lalu aku langsung membalasnya dengan tinjuan tepat di tengah wajahnya. Dia langsung terjatuh ke tanah sambil meraung kesakitan.

“Arghhhh! baik!” teriaknya histeris.

Tapi tak berhenti di situ saja, aku langsung memijak-mijak tubuhnya untuk melampiaskan amarahku yang selama ini kupendam.

“Gara-gara lo! Banyak anak orang yang hidupnya jadi hancur baik!” teriakku sambil memijak-mijak perutnya.’

Dipa hanya bisa tergeletak tak berdaya, tanpa bisa melakukan perlawanan sama sekali. Aku sebenarnya tak menyangka bahwa dia akan selemah ini. Ternyata kemampuannya tak sebesar omongannya.

Aku lalu menduduki dadanya, lalu menjambak rambutnya. “Sakit yang lo rasain sekarang, ga sebanding sama rasa sakit yang mereka rasain baik!”

Tiba-tiba muncul sebuah motor yang mulai menghampiri posisi kami. Ternyata, orang yang muncul adalah orang yang sudah kutunggu-tunggu sejak tadi.

“Lo apain temen gua baik!” teriak Yudha sambil berlari ke arahku.

Aku hanya tersenyum, lalu berkata dalam hati, “Waktunya drama dimulai.”

Bersambung ...
Diubah oleh watcheatnsleep 02-04-2023 15:17
simounlebon
pintokowindardi
khodzimzz
khodzimzz dan 39 lainnya memberi reputasi
40
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.