Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

banyakmikirAvatar border
TS
banyakmikir
Ironi Kebijakan Pajak Era Jokowi: Bebani yang Miskin, Ringankan yang Kaya
Jakarta, KOMPAS.com - Pemerintah rencananya akan memasang tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang kebutuhan pokok alias sembako.

Wacana itu tertuang dalam rancangan draf revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Adapun sembako yang bakal dikenakan PPN adalah seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

Baca juga: Seputar Pajak Sembako, Kekesalan Pedagang, dan Pembelaan Pemerintah

Semula, barang-barang itu dikecualikan dalam PPN yang diatur dalam aturan turunan, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017. Sedangkan dalam draft RUU pasal 4A, sembako dihapus dalam kelompok barang yang tak dikenai PPN.

Selain sembako, RUU KUP juga menghapus beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN.

Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batubara.

Kemudian, pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.

Tak ketinggalan jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.


Baca juga: Wacana Pajak Sembako Dinilai Langgar Sila Kelima Pancasila

Protes soal pajak baru

Wacana itu pun langsung mendapat berbagai respons dari khalayak luas. Ada yang setuju, tetapi juga banyak yang menolak. Bahkan pelaku usaha geram dan tak habis pikir terkait wacana itu.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) termasuk salah satu yang melayangkan protes.

Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri meminta pemerintah menghentikan wacana ini. Mereka menilai, pengenaan PPN untuk barang pokok akan membebani masyarakat.

Baca juga: Sembako Bakal Kena Pajak, Pedagang: Pemerintah Coba Turun ke Pasar

Saat ini saja, pedagang pasar kesulitan karena mengalami penurunan omzet sekitar 50 persen. Pemerintah pun dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan dalam beberapa bulan terakhir.

Dia mengambil contoh beberapa bahan pangan, seperti cabai dan daging sapi. Belakangan, harga cabai naik mencapai Rp 100.000.

"Mau dibebani PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar," kata dia.


Ketidakadilan

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa sembako yang dijadikan obyek pajak baru akan mengikis daya beli masyarakat. Bagaimana tidak? Masyarakat begitu tergantung dengan sembako setiap hari.

Wakil Ketua MPR Arsul Sani pun angkat bicara. Ia menilai ini sebuah ketidakadilan.

Pasalnya, beberapa waktu lalu, pemerintah melakukan penyesuain pajak seperti memberikan relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPN-BM) untuk kendaraan bermotor.

Baca juga: Soal Rencana Pajak Sembako, Nasdem Ingatkan Dampak Sosial Ekonomi

Pemerintah juga merelaksasi pajak properti, hingga tax amnesty (pengampunan pajak) dan beberapa insentif pajak lain dengan alasan meringankan beban masyarakat di tengah pandemi.

Padahal, menurut Arsul, hanya sebagian kecil rakyat Indonesia saja yang diuntungkan dari kebijakan tersebut.

"Khususnya mereka yang berstatus kelas menengah ke atas yang memiliki kemampuan dan daya beli atas mobil yang mendapatkan keringanan PPN-BM," kata dia.


"Ini artinya, pemerintah rela kehilangan salah satu sumber pendapatan fiskalnya," ucap dia.

Arsul menilai, apabila kemudian untuk menutup kehilangan sumber fiskal, pemerintah mengganti dengan menambah beban pajak pada barang kebutuhan pokok yang menjadi hajat hidup seluruh rakyat, maka patut dipertanyakan.

Baca juga: Pajak Sembako, YLKI: Kebijakan yang Tidak Manusiawi

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menilai wacana ini tidak manusiawi.

YLKI menilai pengenaan PPN ke bahan pangan hanya akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, berupa kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi jika ada distorsi pasar, maka kenaikannya akan semakin tinggi.

"Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis," kata Ketua YLKI Tulus Abadi, Kamis (10/6/2021).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira juga menilai pemberlakukan PPN ini berisiko akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi bisa kembali menurun serta meningkatkan angka kemiskinan.

"Perluasan objek PPN ke bahan pangan akan berisiko terjadinya kenaikan harga pada barang kebutuhan pokok mendorong inflasi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Imbasnya bukan saja pertumbuhan ekonomi bisa kembali menurun tapi juga naiknya angka kemiskinan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (10/6/2021).

Menurut Bhima, ada sebanyak 73 persen kontributor garis kemiskinan berasal dari bahan makanan. Artinya sedikit saja harga pangan naik, jumlah penduduk miskin akan bertambah.

Dikenakannya PPN ini, kata Bhima, juga berisiko akan memicu munculnya barang ilegal. Sebagai perbandingan, kasus kenaikan cukai rokok tahun 2020 yang mengakibatkan peredaran rokok ilegal naik.

Apalagi sembako, sulit mengendalikan pengawasan pajaknya. Belum lagi kata dia, data pangan masih bermasalah terlihat dari sengkarut impor berbagai jenis pangan mulai dari beras, jagung sampai daging sapi.

Baca juga: Wacana Pajak Karbon, Gaikindo Siap Sambut Skema Baru PPnBM

Untungnya sembako dipajaki

Beberapa pihak menilai, pemajakan sembako memiliki keuntungan. Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam mengatakan, salah satu keuntungannya adalah menurunnya belanja pajak (tax expenditure).

Berdasarkan laporan belanja pajak yang dirilis tahun 2020 lalu, belanja pajak dari kebijakan pengecualian PPN mencapai Rp 73,4 triliun (2019), atau sekitar 29 persen dari seluruh total belanja pajak Indonesia.

Lebih rinci, jumlah belanja pajak dari pengecualian PPN atas barang kebutuhan pokok adalah yang terbesar yakni sebesar Rp 29 triliun. Artinya, penghapusan pengecualian tarif PPN untuk barang tertentu termasuk sembako mampu menurunkan belanja pajak nasional.

https://nasional.kompas.com/read/202...-kaya?page=all


Petugas partai wong tjilik alias partai ceban bansos..sungguh pro rakyat emoticon-Ultah
Diubah oleh banyakmikir 10-06-2021 12:05
reid2
nomorelies
bhoedy
bhoedy dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.4K
35
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Tampilkan semua post

Post telah dihapus KS06

Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.