Kaskus

Story

gitartua24Avatar border
TS
gitartua24
LIMA BELAS MENIT
LIMA BELAS MENIT



LIMA BELAS MENIT



PROLOG

"Masa SMA adalah masa-masa yang paling ga bisa dilupakan." menurut sebagian orang. Atau paling engga gue anggepnya begitu. Di masa-masa itu gue belajar banyak tentang kehidupan mulai dari persahabatan, bandel-bandel ala remaja, cita-cita, masa depan, sampai menemukan pacar pertama dan terakhir?. Drama? mungkin. pake banget? bisa jadi.


Masa Sma bagi gue adalah tempat dimana gue membentuk jati diri. Terkadang gue bantuin temen yang lagi kena masalah dengan petuah-petuah sok bijak anak umur tujuh belas tahun. Gak jarang juga gue ngerasa labil sama sikap gue sendiri. mau gimana lagi, namanya juga anak muda. Kadang gue suka ketawa-ketawa sendiri dan mengamini betapa bodohnya gue saat itu.


Gue SMA di jaman yang namnya hp B*ackberry lagi booming-boomingnya. Di jaman itu juga yang namanya joget sapel-sapelan lagi hits. Mungkin kalo lo inget pernah masuk atau bahkan bikin squd sendiri terus launching jaket sambil jalan-jalan di mall mungkin lo bakal malu sendiri saat ada temen lo yang ngungkit-ngungkit masa itu. Gue sendiri paling kesel kalo adan orang petantang-petenteng dengan bangganya bilang kalu dia anggota salah satu squad sapel terkenal di ibu kota dan sekitarnya. Secara saat itu gue lebih suka nonton acara metal di Rossi Fatmawati. Playlist lagi gue juga ga jauh-jauh dari aliran metal, punk, hardcore. Mungkin itu yang ngebuat gue ga terlalu suka lagu EDM atau rap yang mumble. Atau bahkan lagu RnB yang sering ada di top 100 Joox dan Spotify. Yaaa meskipun gue sekarang lebih kompromi dengan dengerin lagu apa aja yang gue suka, ga mandang genre.



Oiya, nama gue Atreya xxxxx. Biasa dipanggil Treya, dengan tinggi 182 cm dan berat 75 kg (naik turun tergantung musim). Ganteng dan menawan? relatif. Nama gue mungkin aneh ntuk orang Indonesia. Tapi gue suka dengan nama ini. karena pada dasarnya gue emang gasuka segala sesuatu yang banyak orang lain suka. Gue anak kedua dari dua bersaudara. Gue lahir dan besar di Jakarta, lebih tepatnya Jakarta selatan. Ga tau kenapa ada pride lebih aja Jakarta selatan dibanding bagian Jakarta lainnya, meskipun gue tinggal di Bintaro, hehe. Bokap gue kerja di suatu kantor yang ngurusin seluruh bank yang ada di Indonesia. Meski kerja kantoran tapi bokap gue suka banget yang namanya musik. mungkin darah itu menurun ke gue. Nyokap gue seorang ibu rumah tangga yang ngerangkap jadi pebisnis kecil-kecilah dimana orderan paling ramenya dateng pas bulan puasa. mulai dari makanan kering sampe baju-baju. Kakak gue cewek beda empat tahun. Waktu gue masuk SMA berarti doi baru masuk kuliah. Kakak gue ini orangnya cantik pake banget gan. kembang sekolah gitu dah. Gue bahkan sampe empet kalo ada temen cowoknya yang sok-sok baikin gue.


Lo percaya dengan dunia pararel? Dunia dimana ada diri kita yang lain ngelakuin sesuatu yang beda sama apa yang kita lakuin sekarang. Misalnya lo ada di dua pilihan, dan lo milih pilihan pertama. Untuk beberapa lama setelah lo ngejalanan pilihan lo mungkin lo bakal mukir ""Gue lagi ngapain yaa sekarang kalo milih pilihan yang kedua. mungkin gue lebih bahagi. Atau mungkin lebih sedih." Hal itulah yang ngebuat gue bikin cerita ini.


Ditahun itu gue baru masuk salah satu SMA di Jakarta selatan. Disaat itu juga cerita gue dimulai






INDEX

Part 1 - MOS day
Part 2 - Perkenalan
Part 3 - Peraturan Sekolah
Part 4 - Balik Bareng
Part 5 - Masih MOS Day
part 6 - Terakhir MOS Day
Part 7 - Hujan
Part 8 - Pertemuan
Part 9 - Debat Penting Ga Penting
Part 10 - Atas Nama solidaritas
Part 11 - Rutinitas
Part 12 - Om Galih & Jombang
Part 13 - Gara Gara Cukur Rambut
Part 14 - Rossi Bukan Pembalap
Part 15 - Bertemu Masa Lalu
Part 16 - Menghibur Hati
Part 17 - Ga Makan Ga Minum
Part 18 - SOTR
Part 19 - Tubirmania
Part 20 - Bukber
Part 21 - Masih Bukber
Part 22 - Wakil Ketua Kelas & Wacana
Part 23 - Latihan
Part 24 - The Rock Show
Part 25 - After Show
Part 26 - Anak Kuliahan
Part 27 - Malam Minggu Hacep
Part 28 - Aneh
Part 29 - Kejutan
Part 30 - Dibawah Sinar Warna Warni
Part 31 - Perasaan
Part 32 - Sela & Ramon
Part 33 - HUT
Part 34 - Masuk Angin
part 35 - Kunjungan
Part 36 - Wacana Rico
Part 37 - Atletik
Part 38 - Pengganggu
Part 39 - Nasib jadi Adek
Part 40 - Boys Talk
Part 41 - Taurus
Part 42 - Klise
Part 43 - Eksistensi
Part 44 - Utas VS Aud
Part 45 - Naik Kelas
Part 46 - XI IPA 1
Part 47 - Yang Baru
Part 48 - Lo Pacaran Sama Putri?
Part 49 - Sok Dewasa
Part 50 - Masih Sok Dewasa
Part 51 - Salah Langkah
Part 52 - Penyesalan
Part 53 - Bubur
Part 54 - Bikin Drama
Part 55 - Latihan Drama
Part 56 - Pertunjukan Drama
Part 57 - Coba-Coba
Part 58 - Greet
Part 59 - Sparing
Part 60 - Sedikit Lebih Mengenal
Part 61 - Hal Tidak Terduga
Part 62 - Hal Tidak Terduga Lainnya
Part 63 - Ngedate
Part 64 - Berita Dari Kawan
Part 65 : Second Chance
Part 66 - Maaf Antiklimaks
Part 67 - Bikin Film
Part 68 - Sudden Date
Part 69 - Masih Sudden Date (Lanjut Gak?)
Part 70 - Kok Jadi Gini
Part 71 - Sedikit Penjelasan
Part 72 - Sehari Bersama Manda
Part 73 - Masak Bersama Manda
Part 74 - Malam Bersama Manda
Part 75 - Otw Puncak
Part 76 - Villa & Kebun Teh
Part 77 - Malam Di Puncak
Part 78 - Hari Kedua & Obrolan Malam
Part 79 - Malam Tahun Baru
Part 80 - Shifting
Part 81 - Unclick
Part 82 - Gak Tau Mau Kasih Judul Apa
Part 83 - 17
Part 84 - Hari Yang Aneh
Part 85 - Pertanda Apa
Part 86 - Ups
Part 87 - Menjelang Perpisahan
Part 88 - Cerita Di Bandung
Part 89 - Obrolan Pagi Hari & Pulang
Part 90 - Awal Baru
Part 91 - Agit
Part 92 - Tentang Sahabat
Part 93 - Keberuntungan Atau Kesialan
Part 94 - Memulai Kembali
Part 95 - Belum Ingin Berakhir
Part 96 - Makan Malam
Part 97 - Rutinitas Lama
Part 98 - Sekedar Teman
Part 99 - Bukan Siapa-Siapa
Part 100 - Seperti Dulu
Part 101 - Kue Kering
Part 102 - Perusak Suasana
Part 103 - Cerita Di Warung Pecel
Part 104 - Konfrontasi
Part 105 - Tragedi Puisi
Part 106 - Gak Sengaja Jadian
Part 107 - Day 1
Part 108 - Mengerti
Part 109 - Sisi Lain
Part 110 - Cemburu
Part 111- Cemburu Lagi
Part 112 - Cerita Akhir Tahun
Part 113 - Ketemu Lagi
Part 114 - Malam Panjang
Part 115 - Malam Masih Panjang
Part 116 - Malam Berakhir
Part 117 - Mereka Bertemu
Part 118 - rekonsiliasi
Part 119 - Bicara Masa Depan
Part 120 - Langkah
Part 121 - UN
Part 122 - Pilox & Spidol
Part 123 - Menjelang Prom
Part 124 - Malam Perpisahan
Part 125 - Sebuah Akhir Untuk Awal Baru (TAMAT)
Epilog - Untuk Perempuan Yang Sempat Singgah Di Hati

Terima Kasih, Maaf, & Pengumuman

Special Part : Gadis Manis & Bocah Laki-Laki Di Kursi Depan

MULUSTRASI

Diubah oleh gitartua24 25-04-2022 01:17
muhammadabiyyuAvatar border
fhy544Avatar border
JabLai cOYAvatar border
JabLai cOY dan 122 lainnya memberi reputasi
119
197.8K
1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
gitartua24Avatar border
TS
gitartua24
#774
Part 106 - Gak Sengaja Jadian

“Tadi puisinya buat siapa Tre?” Tanya Putri tiba-tiba.

Deg, jantung gue terasa seolah berhenti buat sejenak. Gue harus jawab apa iniiiii. Gue cuman punya dua pilihan. Satu, tinggal jawab bukan buat siapa-siapa maka masalah kelar. Hubungan gue sama Putri akan berjalan seperti biasanya. Atau bahkan malah ga akan beranjak kemana-mana.

Dua, gue bisa jawab ‘buat elo lah Put’, dan ini juga akan bercabang menjadi dua kemungkinan. Pertama hubungan kita bakalan berubah jadi canggung karena pernyataan perasaan gue dan yang lebih buruknya Putri menjauh dari gue, dan gue ga punya muka buat deketin dia lagi.

Kedua, hubungan kita berubah menjadi sesuatu yang lebih serius. Ga seserius pernikahan maksudnya, paling nggak jadi ada ikatan. Tapi itu juga kayaknya juga agak sedikit berlebihan. Paling banter Putri jadi tau perasaan gue yang sebenernya secara langsung dan hubungan akan berjalan seperti biasa, dan kayaknya itu udah lebih dari cukup buat gue, Putri tau perasaan gue yang sebenernya dan ga ada yang berubah dari hubungan kita berdua.

Dalam hitungan sepersekian detik otak gue langsung memikirkan kemungkinan-kemungkinan tersebut, yang ujung-ujungnya ngebuat pikiran gue jadi buntu. Gue memikirkan apakah ini waktu yang tepat atau bukan, tapi semakin gue cari-cari waktu yang tepat, malah kaga dateng. Jadi gue memutuskan untuk membuat ‘waktu’ itu sendiri.

“Buat lo lah Put.” Dengan seluruh keberanian dan pertimbangan yang dibuat secara singkat, akhirnya keluar juga kalimat tersebut dari mulut gue. Saat itu gue sama sekali ga berani buat natap matanya Putri.

“Terus?” Katanya Putri.

Lah, terus apaan? terus apaaaaaaan. Terus apa lagi. Gue ga tau. Lo pernah ngerjain soal matematika pilihan ganda, masukin angka ke dalam rumus segala macem. Awalnya lo bingung mau pake rumus yang mana, akhirnya lo nentuin rumus yang mau dipake. Setelah yakin dan ngitung sekian lama hasilnya ternyata ga ada di pilihan ganda tersebut. Itu yang gue rasain. Gue harus gimana lagi ini.

Perasaan gue lagi kaga mau parkir malah disuruh terus-terus aja. Eh gue lagi parkir deh, parkir di hati seseorang, wkwkwkwk. Sumpah jijik gue nulisnya, wkwkwk. Disaat yang bersamaan otak gue terus berpikir tentang kata-kata apa yang akan gue ucapkan selanjutnya.

“Iya itu puisinya gue bikin tentang perasaan gue ke lo.” Kata gue masih ga berani natap Putri, sambil tangan gue memainkan sedotan yang ada di es teh manis gue, sementara roti bakar yang kita pesen sepertinya sudah mulai mendingin.

“Maksudnya?” Sumpah ngedenger Putri nanya terus lama-lama gue jadi gedek sendiri. Masa iya dia kaga ngerti-ngerti, perasaan dia kaga bloon-bloon amat. Atau dia sebenernya lagi ngerjain gue, atau semua cewek kaya begini.

“Maksudnya gue suka sama lo, Putri.” Akhirnya keluar juga pernyataan yang selama ini ingin gue ungkapkan, pernyataan tentang perasaan yang selama ini terpendam.

Dengan sekuat tenaga gue berusaha mengangkat pandangan gue untuk menatap Putri. Rasanya berat banget, kaya ada yang naro batu bata di leher gue. Sampai akhirnya gue bisa melihat wajah Putri yang sedikit terkejut, kemudian perlahan menjadi tersenyum dengan mata yang sedikit berkaca.

“Butuh waktu berapa lama Tre, buat ngomong kaya gitu.” Kata Putri.

“Maaf Put.” Gue ga bisa berkata-kata lagi. Yang tadinya gue rada kesel karena seolah diisengin sama Putri tiba-tiba aja luntur.

“Gue nungguin lo ngomong kaya gitu dari dulu Tre.”

“Yaaa gimana, gue ga tau harus ngapain, lo tau gue belom pernah pacaran sebelumnya. Dan…..”

“Dan apa?”

“Gue takut kita berdua malah ngejauh.”

“Tapi kan lo ga tau sebelum lo coba.”
Lagi-lagi omongan Putri membuat gue terdiam. Emang bener apa kata Putri, kalau gue cuman diem aja, gue ga akan tau apa yang akan menanti gue kedepannya. Dan gue sadar bagian terburuknya bukan ketika gue terpaksa jatuh, tapi ketika gue terlalu takut beranjak karena takut ngerasa sakit ketika terjatuh.

Selama beberapa saat gue dan Putri terjebak dalam keheningan di antara keramaian. Gue bisa mendengar suara orang berbicara, suara abang warung yang nawarin jajanannya di meja lain, di saat yang bersamaan, gue seolah tidak bisa mendengar apa-apa.

Sesekali gue mencoba menatap wajah Putri, tapi begitu Putri melihat ke arah gue, gue malah membuang muka, begitu juga sebaliknya. Entah kejadian itu terjadi berapa kali dalam waktu yang singkat.

“Udah, itu aja yang mau lo bilang?” Tanya Putri tiba-tiba.

“Maksudnya?” Dengan tampang bloon gue malah balik nanya.

“Itu aja yang mau lo sampein?”

“Yaaa emangnya lo mau jadi pacar gue?” Secara spontan kata-kata tersebut keluar begitu aja dari mulut gue. Gue ngerasa kalau gue udah ga bisa mundur lagi. Ibaratnya main texas hold’em poker, gue udah all in.

“Lo aja ga minta.”

“Laaaah itu tadi gue udah ngomong.”

“Apaan, lo mah ga ada romantis-romantisnya.” Buset dah, temben banget ini orang ngeselin. Pengen banget gue jitak, tapi sayang, wkwkwk.

Akhirnya gue menarik nafas dalam-dalam, kemudian gue menggenggam tangan kanan Putri yang ada di atas meja dengan tangan kiri gue. Gue seolah udah tidak mempedulikan apa yang ada di sekitar gue. Dengan satu tarikan nafas, akhirnya keluar juga sebuah pertanyaan yang selalu menghantui gue selama beberapa waktu terakhir. “Put, lo mau jadi pacar gue?”

Putri ga mengucapkan kalimat yang ingin gue dengar. Tapi gue sama sekali ga merasa khawatir, karena dengan cepat Putri menjawabnya dengan sebuah anggukan. Hati gue terasa langsung plong, seolah-olah beban yang ada di badan gue tiba-tiba menghilang.

Langkah selanjutnya yang gue lakukan adalah mengambil garpu yang ada di depan gue, kemudian mencomot roti bakar yang udah dingin lalu memasukkannya ke dalam mulut gue. Hambar, rasanya bener-bener hambar. Mungkin efek terlalu seneng sama kaya terlalu sedih.

“Tuh kan, lo mah jadi cowok kaga ada romantis-romantisnya. Abis ngomong kaya gitu masa langsung makan.”

Lah emangnya gue harus ngapain-_-. “Laper gue Put, Sayang kan rotinya ga dimakan. Lagian gue dari tadi kebanyakan mikir, jadinya laper.” Ucap gue sambil ngunyah roti bakar. Emang sengaja gue menyisakan tangan kanan gue ga megang tangannya Putri yang satu lagi, biar gampang kalo mau makan, wkwkwk.

Putri terlihat sedikit cemberut, tapi itu yang malah ngebuat gue pengen ketawa. Sambil melepaskan tangan kanannya kemudian Putri ikut makan roti bakar yang udah dingin.

“Makasih yaaa Put.” Kata gue.

“Makasih buat?”

“Makasih udah mau jadi pacar gue.” Ucapan gue barusan berhasil membuat Putri tersenyum dan pipinya merona. Dan gue juga alah jadi malu sendiri abis ngomong kaya gitu.

Setelah roti bakar dan minuman kita abis, dan jam juga udah menunjukkan sebentar lagi pukul lima, gue dan Putri memutuskan buat cabut. Makanan dan minuman udah gue bayar sebelumnya, gue dan Putri juga udah berdiri dari meja. Jelas gue langsung begitu aja jalan meninggalkan meja. Tapi gue baru jalan beberapa langkah dan sadar Putri ga ngikutin. Gue balik badan dan ternyata dia masih berdiri di tempat yang sama. Buru-buru gue samperin lagi, takut barangnya ada yang ilang.

“Ada apaan?” Tanya gue.

“Ninggalin.” Sahut Putri dengan nada cemberut yang dibuat-buat.

“Laaaah.” Ini bocah ngapa dah, biasanya juga langsung cabut. Tiba-tiba Putri mengulurkan tangan kanannya.

Oke, sorry, sorry. Gue ga tau. Mohon maap, kayanya gue harus magang dulu dua bulan biar ngerti. Buru-buru gue raih tangannya Putri dan pergi dari tempat itu, soalnya gue udah merasakan beberapa tatap mata yang ngeliatin kita, gue jadi malu sendiri.

Setelah nganterin Putri buru-buru gue cabut ke rumah Bobby. Tapi sesampainya disana gue malah lebih sering diem. Gue ga menceritakan hubungan gue dengan Putri sekarang. Bukannya gak mau, tapi gue males ditanya-tanyain. Lagian cepat atau lambat mereka juga akan tau.

Disaat gue termenung, gue terus bertanya-tanya. Pakah ini sesuatu yang tepat? Kalau ditanya gue seneng apa engga, jelas gue sangat seneng. Apa yang ngebuat gue seneng? Gue juga kurang yakin.

Karena ada status ntara hubungan gue dan Putri? Jujur, sebenernya gue ga terlalu mikirin banget status. Dengan Putri tau gue suka sama dia dan dia juga merasakan yang sama, kayaknya itu udah cukup buat gue.

Kalau dipikir-pikir lagi, aneh juga yaa cara jadian gue sama Putri. Entah kaya udah bener-bener direncanakan atau bener-bener gak sengaja. Buru-buru gue ngambil hp gue di dalem kantong buat ngeliat tanggal, kemudian mencatannya di lokasi khusus yang ada di otak gue, yang ga mungkin gue lupain. Tanggal 22 pertengahan semester pertama di kelas tiga tahun dua ribu sekian, gue jadian sama Putri.
khodzimzz
efti108
japraha47
japraha47 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.