- Beranda
- Stories from the Heart
It's My (Our) Life
...
TS
akmal162
It's My (Our) Life

Prolog
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Spoiler for Part 1:
TRIPLE KILL
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Spoiler for Index:
Diubah oleh akmal162 26-05-2021 17:11
khalidki dan 13 lainnya memberi reputasi
14
3.2K
Kutip
15
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
akmal162
#4
Spoiler for PART 5:
KENA MARAH
Jam tangan digital yang melingkat di tangan ku sudah menunjukan angka 5, sedangkan aku baru saja selesai berkutat dengan kegiatan pengambilan data di plant, sebenarnya bel pulang sudah berbunyi 45 menit yang lalu, tapi karena pekerjaan ku dan teman-teman belum selesai, mau tidak mau kami harus menunda waktu pulang kami terlebih dahulu.
Sebenarnya pulang lewat dari waktu yang sudah ditentukan bukan lagi merupakan hal yang tabu bagi seorang karyawan pabrik, tapi tetap saja aku selalu merasa berat jati setiap kali harus melakukan hal itu.
Dengan langkah cepat dan perasaan yang sedikit lega aku menyusuru garis hijau di lantai pabrik untuk menuju ke office agar aku dapat membereskan barang-barang ku dan segera pulang ke kos.
Sebelum membuka pintu office aku menyempatkan diri untuk menyalakan HP ku terlebih dahulu, siapa tahu ada pesan berisi request makan malam dari risa yang biasa dia kirimkan pada saat jam-jam pulang kerja.
"Sore pacar aku yang paling baik dan murah hati, titip sate padang yang kayak biasa ya, ehehehe"
"Love u"
Dan benar saja ternyata dugaan ku, aku berhasil dibuat terkekeh kecil dan senyum-senyum sendiri setelah melihat isi chat yang dikirimkan oleh risa. Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengetikan sesuatu untuk meembalas pesan risa.
"Titip doang nih, upahnya gak ada?"
Ting....
"Ada kok"
"Mana?"
Ting....
Risa membalas pesan terakhir ku dengan sebuah sticker bergambar beruang dengan bibir monyong. Sticker yang dikirimkan risa kembali berhasil membuat ku terkekeh kecil dan senyum-senyum sendiri, Sambil mulai membuka pintu ruangan ku dan berjalan masuk ke dalam, aku tetap melanjutkan chatingan ku dengan risa.
Ting....
"Yaudah, pokoknya aku tunggu"
"Siap bu bos"
Aku memilih untuk mematikan layar HP ku dan meletakannua di atas meja agar aku dapat segera membereskan barang-barang ku.
Ting....
Suara notifikasi kembali berbunyi, namun aku memilih untuk menyelesaikan kegiatan berberes ku terlebih dahulu sebelum membaca dan membalas pesan yang baru masuk dari risa.
Setelah semua barang ku sudah benar-benar masuk ke dalam tas, aku pun menggendong tas itu dengan sebelah tangan ku. Sebelum keluar dari ruangan, aku kembali mengambil HP ku, menyalakannya, menekan pesn yang baru saja masuk di lock screen ku tanpa memperhatikannya terlebih dahulu.
Dan ternyata....
"Saya tunggu di ruangan saya sekarang"
Aku hanya bisa menghela nafas panjang setelah mengetahui siapa pengirim dan isi pesan yang baru saja masuk ke dalam HP ku.
"Haduh.... Mana udah kebaca lagi, pasti udah centang biru disana" Gumam ku dalam hati.
Dengan berat hati aku pun kembali menurunkan tas ku dan meletakannya di atas kursi, memakai helm ku, dan berjalan cepat untuk keluar dari ruangan ku menuju ruangan pak rizky yang terletak di office atas.
Sesampainya di depan ruangan pak rizky aku memutuskan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam.
"Masuk" Jawab pak rizky dengan suara lantang.
Karena tidak ingin mau membuang waktu aku pun langsung membua pintu ruangan pak rizky dan masuk ke dalamnya.
"Duduk" Ujar pak rizky dengan nada datar tanpa sama sekali menatap ke arah ku. Tanpa pikir panjang aku pun menuru perintahnya untuk duduk.
"Kenapa kamu cuman bikin PPT buat yang maintenance rutin? Kenapa yang prediktif maintenance enggak? Kamu tau gak kalau PPT itu buat saya presentasi" Tembak pak rizky tanpa basa basi.
Ternyata dugaan ku benar, aku sudah menebak bahwa masalah ini lah yang membuat pak rizky memanggil ku sore ini.
"Maaf pak, saya bikin sesuai permintaan bapak" Jawab ku dengan tegas.
Sontak jawaban ku berhasil membuat pak rizky melirik tajam ke arah ku.
"Kamu ini pura-pura bodoh atau emang bodoh ya? Kan gak cuman sekali dua kali saya nyuruh kamu bikin PPT saya buat maju pak eko" Balas pak rudi dengan nada yang mulai meninggi.
"Iya pak, maaf, tapi mulai dari minggu lalu bapak minta, sama pas kemaren bapak ngingetin saya, bapak cuman minta saya buat bikin perencanaan rutin" Jawab ku dengan nada santai.
"Ya tapi harusnya kamu mikir dong, setiap 3 bulan saya harus presentasi perencanaan rutin sama prediktif juga ke pak eko"
"Maaf pak, saya lupa"
"Apa?! Lupa?!"
Pak rizky langsung menghela nafas dalam-dalam setelah mendengar jawaban ku.
BRAAAAKKKK....
"Terus kenapa mulai dari saya suruh kamu bikin presentasi minggu lalu sampai tadi pagi kamu gak ada nanya ke saya?! Hah?!"
"Soalnya instruksi yang bapak berikan minggu lalu sudah cukup jelas pak" Jawab ku sembari mulai membalas tatapan tajam beliau.
Sontak saja jawaban yang ku lontarkan berhasil membuat pak rizky kembali menghela nafas dalam-dalam.
"Terus, kenapa kamu baru ngasih ke saya tadi siang?! Hah? Saya kan sudah suruh kamu bikin dari 1 minggu yang lalu?!"
"Kalau kamu ngasih ke saya dari kemaren-kemaren kan saya bisa cek dulu"
"Maaf pak, tapi saya sudah ngasih PPT itu tepat waktu, sesuai sama deadline yang bapak perintahkan diawal" Kilah ku tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Wajah pak rizky semakin merah setelah mendengar jawaban ku yang terkesan menyalahkannya.
"Heh! Denger ya! Bukan berarti karena deadlinenya hari ini kamu kasih ke sayanya hari ini juga!"
"Mikir nggak kamu?! Hah?! Gara-gara kamu saya dimarah-marahin sama pak eko tadi?!"
Bla bla bla bla bla bla bla bla bla bla bla....
Yap, aku akui aku memang salah, tapi aku tidak mau mengakui kalau pak rizky sama sekali tidak ikut andil dalam masalah yang menimpanya kali ini.
Sebenarnya ada lebih banyak lagi sangkalan yang dapat ku utarakan saat ini juga di depan wajahnya. Tapi apa daya, aku juga belum terlalu siap jika harus kehilangan pekerjaan ku saat ini.
"Keluar sana!" Usir pak rizky di akhir omelannya.
Tanpa basa basi aku pun langsung berdiri dan berjalan meninggalkan pak rizky di dalam ruangannya tanpa sepatah kata pun. Aku berjalan dengan cepat menuju ruangan ku dengan perasaan dongkol.
"Eh, dit, gimana, kerjaan gua yang kemaren gua kirim ke lu aman kan?" Sambut aldo sesaat setelah aku memasuki ruang kerja ku.
"Kagak, kurang yang prediktif do" Jawab ku sembari memasukan HP ku ke dalam tas.
Keadaan sempat hening beberapa saat ketika aldo sedang mencoba mencerna jawaban yang baru saja ku lontarkan.
"Loh, perencanaan rutin yang kemaren lu minta itu buat presentasinya pak rizky ke pak eko?" Tanya aldo dengan wajah yang agak sedikit terkejut.
"Kok lu gak bilang sih? Aduh, bisa ikut kena semprot nih gua kalau begini" Lanjut aldo dengan nada suara yang mulai panik.
"Ya kan gua minta ke lu sesuai apa yang dibilang pak rizky doang do, dia cuman minta yang rutin doang, ya jadi gua cuman minta yang rutin doang ke lu" Jawab ku dengan nada santai.
"Masa lu gak ngeh sih? Kan biasanya lu yang bikin...."
"Emang lu ngeh gua minta hasil perencanaan rutin maintenance lini 2 ke lu kemaren buat apaan?" Potong ku dengan nada sinis
"Ya enggak lah, tapi kan tiap 3 bulan sekali lu...."
"Kan biasanya tiap 3 bulan gua juga minta kerjaan lu itu buat garap PPTnya pak rizky?" Potong ku lagi sembari melontarkan sebuah senyuman sinis kepada aldo.
Tanpa menunggu aldo menjawab pertanyaan ku, aku pun langsung meninggalkannya dengan perasaan dongkol karena kejadian hari ini.
***
"Sayang.... sate padang" Ujar risa dengan nada manja sesaat setelah dia membuka pintu kamar ku.
"Tuh" Jawab ku singkat sembari terus fokus dengan games yang sedang aku mainkan di HP ku.
"Dih, jutek banget sih" Balas risa dengan nada kesal sembari menutup pintu kamar ku, lalu berjalan ke arah dua buan bungkusan plastik yang terletak di atas meja ku.
"Sate padangnya yang mana?" Tanya risa sesaat setelah dia sampai di hadapan kedua bungkusan plastik tersebut.
"Garis-garis" Jawab ku singkat.
Risa pun langsung memanyunkan bibirnya karena kesal dengan jawaban singkat yang sedari tadi ku lontarkan atas pertanyaannya sembari mengambil piring dan sebuah bungkusan yang berisi sate padang miliknya.
"Kamu gak makan sekarang?"
"Entar dulu deh"
Lagi-lagi aku menjawab pertanyaan risa dengan jawaban sigkat sambil terus fokus dengan games yang sedang ku mainkan. Hal itu pun berhasil membuat risa menghela nafas panjang.
"Kamu kenapa sih yang?" Tanya risa sembari meletakan bungkusan sate padang dan piring yang ada di tangannya ke atas lantai.
Setelah itu dia berjalan mendekat ke arah ku yang sedang rebahan di atas kasur, lalu mengambil posisi untuk duduk lesehan di lantai tepat di samping tempat tidur ku.
"Habis diomelin lagi?" Lanjut risa sembari mengusap bahu ku dengan lembut.
Sontak saja fokus ku langsung teralihkan setelah mendengar pertanyaan dan mendapat perlakuan seperti itu dari risa. Aku pun langsung meletakan HP ku, bangkit dari rebahan ku, lalu berjalan ke arah meja untuk mengambil bungkusan yang berisi makanan ku.
"Enggak kok, eh.... Kita makan yuk" Jawab ku sembari meletakan bungkusan yang ada di tangan ku ke atas lantai untuk mengalihkan perhatiannya. Lalu aku pun langsung mengambil posisi untuk duduk lesehan di atas sembari membuka bungkusan lalapan ku.
"Sayang...." Panggil risa dengan nada manja.
"Hm?"
"Kalau kamu emang lagi masalah, kamu bisa kok cerita ke aku" Ujar risa yang mulai mengubah posisi duduknya ke arah ku.
"Kalo aku habis kena marah sama bu dian kan aku pasti cerita sama kamu, malah kadang sampe nangis-nangis gak jelas" Lanjut risa sembari membuka bungkusan sate padang miliknya.
"Nah, aku pengen kamu juga kayak gitu yang"
"Kayak gitu gimana? Cerita ke kamu kalau aku habis diomelin pak rizky sambil nangis-nangis gak jelas?" Ujar ku dengan sebuah kekehan kecil di akhir kalimat.
"Ih.... Bukan gitu, maksud ku, aku juga mau jadi tempat kamu buat cerita, kalau kamu emang lagi ngerasa kesel, kamu bisa cerita ke aku, biar gak kamu pendem sendiri, tapi ya gak perlu sampe nangis-nangis juga"
"Ya kalau gak ada masalah dan gak lagi kesel aku harus cerita apa yang?" Ujar ku sembari menuangkan sambal di atas kertas nasi.
"Gak usah bohong deh, aku hapal banget kamu kalau lagi bete itu gimana, apalagi kalau habis dimarahin sama pak rizky"
Aku hanya terkekeh kecil setelah mendengar pernyataan yang baru saja keluar dari mulut risa.
"Lagian kamu kalo gak aku paksa buat cerita gak pernah mau cerita duluan, aku ini kan pacar kamu yang"
Keadaan sempat hening beberapa saat setelah kalimat terakhir yang keluar dari mulut risa. Aku lebih memilih untuk memasukan satu suapan nasi ke dalam mulut ku terlebih dahulu.
"Iya iya... Aku cerita nih, jadi kan kemaren malem aku ngerjain PPT tuh, nah itu sebenarnya PPT buat pak rizky presentasi ke GM tiap 3 bulan sekali, tapi dia minta tolong aku buat bikinin PPTnya" Ujar ku sesaat setelah berhasil menelan makanan yang ada di mulut ku.
"Oh.... Terus terus?" Ujar risa yang mulai memasang wajah antusias sembari membuka bungkusan sate padang miliknya.
"Nah, waktu pak rizky ngasih aku tugas buat bikin PPT itu dia sama sekali gak bilang kalau PPT itu buat dibawa maju ke GM, dia juga cuman bilang kalau dia minta yang perencanaan perawatan rutin, sama sekali gak ada minta yang perencanaan prediktif"
"Loh... Terus gimana dong? Oh.... Kamunya juga gak ngeh ya? " Tanya risa sembari menusuk lontok yang ada di hadapannya dengn tusuk sate.
"Ya sebenarnya aku ngeh sih yang, kan tiap 3 bulan sekali pasti dia minta aku buat ngerjain itu" Jawab ku yang diakhiri dengan sebuah kekehan di akhir kalimat.
"Lah, terus?"
"Tapi tetep aja aku bikin PPTnya sesuai sama yang dia perintahin, jadi pak rizky kena semprot deh waktu bawa PPT itu buat maju ke GM" Lanjut ku dengan santai sembari kembali memasukan sesuap nasi ke dalam mulut ku.
"Ih.... Kok kamu gitu sih? Kenapa?" Ujar risa sesaat sebelum dia memasukan lontong yang baru saja dia tusuk ke dalam mulutnya.
"Ya daripada kerjaan ku tambah banyak kan? Berhubung dia mintanya dikit ya aku kasih aja yang dikit" Jawab ku setelah berhasil menelan makanan yang ada di dalam mulut ku sembari terkekeh kecil.
"Ya tapi kan gak boleh gitu juga dong sayang, kan kamu sebenernya udah tau" Balas risa sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
"Kenapa gak boleh? Kan sebenernya itu kerjaannya dia yang, kenapa aku juga harus dituntut buat peduli sama kerjaan yang bukan tangung jawab aku, harusnya kan aku cuman nyetor perencanaan perawatan di lini ku ke dia, dia yang harusnya ngolah sama gabungin kerjaan ku sama lininya si aldo buat jadi PPT"
"Oke lah.... Sebenarnya aku gak terlalu masalah kalau dia minta tolong aku buat bantuin dia, tapi seenggaknya kan dia juga tetep harus care sama kerjaannya sendiri"
"Ya kan kalau dia minta tolong ke kamu bukan berarti dia gak care sama kerjaannya dia yang" Timpal risa dengan nada lembut.
"Kalau dia emang care harusnya dia ngasih instruksi yang lengkap dong, jangan semuanya bener-bener dipasrahin ke aku, seolah-olah aku itu harus bener-bener tau semua isi pikiran sama kebutuhan dia. Kan yang manajer dia, bukan aku"
"Udah gitu pake ngomel-ngomel segala lagi, seenggaknya ngaku kek kalau dia juga salah pas ngasih instruksi ke aku buat bikin PPT itu, anjing emang tuh orang!"
Aku menutup cerita ku dengan nafas yang terdengar agak sedikit memburu karena perasaan dongkol ku yang kembali muncul setelah teringat kembali dengan peristiwa tadi siang.
"Heh! Sayang.... Mulutnya itu loh.... Kok kasar banget sih"
"Ya abis, ngeselin banget"
"Nih nih nih.... Minum dulu" Ujar risa sembari menyodorkan sebotol air putih yang baru saja dia ambil dari dalam tas nya.
Aku pun langsung menyambut air putih yang disodorkan oleh risa, lalu meminumnya untuk meredakan rasa dongkol ku yang kembali menggebu-gebu.
"Gimana ya yang? Ya emang agak ngeselin sih, kadang itu atasan sering banget nyuruh anak buahnya ngerjain kerjaan yang seharusnya jadi tangung jawab dia, tapi kalau giliran ada yang salah anak buahnya yang kena marah abis-abisan, dianya gak mau instropeksi diri"
"Ya gitu lah yang" Ujar ku yang mulai mencoba untuk mengalihkan kembali fokus ku kepada lalapan yang tersaji di hadapan ku.
"Ada juga kok beberapa departemen di kantor aku yang manajernya suka kayak gitu"
"Hm" Gumam ku sembari mengangguk kecil untuk menanggapi kalimat yang baru saja keluar dari mulut risa.
"Yaudah lah yang, biarin aja, jangan terlalu dimasukin ke hati, yang penting sih kalau kita udah tau itu salah, jangan sampai kita gituin anak buah kita juga"
Karena mulut ku sedang penuh oleh nasi, lagi-lagi aku hanya menanggapi risa dengan sebuah anggukan kecil.
"Nih, aaaa.... Cobain yang" Ujar risa sembari menyodorkan sate dan lontong ke arah ku.
"Enggak ah, aku gak suka" Ujar ku sembari menghindari suapan dari risa.
"Ih.... Aneh banget, kok kamu gak suka sate padang sih? Enak tau"
Aku tidak memperdulikan protes dari risa karena masih asyik mrngunyah makanan yang ada di dalam mulut ku. Sementara itu risa pun memilih menyuap lontong dan sate yang tadi dia sodorkan ke arah ku.
"Enak apanya? Kuahnya aja kayak lendir begitu" Jawab ku setelah menelan makanann yang ada di dalam mulut ku dengan santai.
Sontak saja risa langsung melempar tatapan tajam ke arah ku dengan gerakan cepat, perlahan-lahan kunyahannya mulai melambat.
"Ih.... Jorok! Aku kan masih makan adit!"
Jam tangan digital yang melingkat di tangan ku sudah menunjukan angka 5, sedangkan aku baru saja selesai berkutat dengan kegiatan pengambilan data di plant, sebenarnya bel pulang sudah berbunyi 45 menit yang lalu, tapi karena pekerjaan ku dan teman-teman belum selesai, mau tidak mau kami harus menunda waktu pulang kami terlebih dahulu.
Sebenarnya pulang lewat dari waktu yang sudah ditentukan bukan lagi merupakan hal yang tabu bagi seorang karyawan pabrik, tapi tetap saja aku selalu merasa berat jati setiap kali harus melakukan hal itu.
Dengan langkah cepat dan perasaan yang sedikit lega aku menyusuru garis hijau di lantai pabrik untuk menuju ke office agar aku dapat membereskan barang-barang ku dan segera pulang ke kos.
Sebelum membuka pintu office aku menyempatkan diri untuk menyalakan HP ku terlebih dahulu, siapa tahu ada pesan berisi request makan malam dari risa yang biasa dia kirimkan pada saat jam-jam pulang kerja.
"Sore pacar aku yang paling baik dan murah hati, titip sate padang yang kayak biasa ya, ehehehe"
"Love u"
Dan benar saja ternyata dugaan ku, aku berhasil dibuat terkekeh kecil dan senyum-senyum sendiri setelah melihat isi chat yang dikirimkan oleh risa. Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengetikan sesuatu untuk meembalas pesan risa.
"Titip doang nih, upahnya gak ada?"
Ting....
"Ada kok"
"Mana?"
Ting....
Risa membalas pesan terakhir ku dengan sebuah sticker bergambar beruang dengan bibir monyong. Sticker yang dikirimkan risa kembali berhasil membuat ku terkekeh kecil dan senyum-senyum sendiri, Sambil mulai membuka pintu ruangan ku dan berjalan masuk ke dalam, aku tetap melanjutkan chatingan ku dengan risa.
Ting....
"Yaudah, pokoknya aku tunggu"
"Siap bu bos"
Aku memilih untuk mematikan layar HP ku dan meletakannua di atas meja agar aku dapat segera membereskan barang-barang ku.
Ting....
Suara notifikasi kembali berbunyi, namun aku memilih untuk menyelesaikan kegiatan berberes ku terlebih dahulu sebelum membaca dan membalas pesan yang baru masuk dari risa.
Setelah semua barang ku sudah benar-benar masuk ke dalam tas, aku pun menggendong tas itu dengan sebelah tangan ku. Sebelum keluar dari ruangan, aku kembali mengambil HP ku, menyalakannya, menekan pesn yang baru saja masuk di lock screen ku tanpa memperhatikannya terlebih dahulu.
Dan ternyata....
"Saya tunggu di ruangan saya sekarang"
Aku hanya bisa menghela nafas panjang setelah mengetahui siapa pengirim dan isi pesan yang baru saja masuk ke dalam HP ku.
"Haduh.... Mana udah kebaca lagi, pasti udah centang biru disana" Gumam ku dalam hati.
Dengan berat hati aku pun kembali menurunkan tas ku dan meletakannya di atas kursi, memakai helm ku, dan berjalan cepat untuk keluar dari ruangan ku menuju ruangan pak rizky yang terletak di office atas.
Sesampainya di depan ruangan pak rizky aku memutuskan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam.
"Masuk" Jawab pak rizky dengan suara lantang.
Karena tidak ingin mau membuang waktu aku pun langsung membua pintu ruangan pak rizky dan masuk ke dalamnya.
"Duduk" Ujar pak rizky dengan nada datar tanpa sama sekali menatap ke arah ku. Tanpa pikir panjang aku pun menuru perintahnya untuk duduk.
"Kenapa kamu cuman bikin PPT buat yang maintenance rutin? Kenapa yang prediktif maintenance enggak? Kamu tau gak kalau PPT itu buat saya presentasi" Tembak pak rizky tanpa basa basi.
Ternyata dugaan ku benar, aku sudah menebak bahwa masalah ini lah yang membuat pak rizky memanggil ku sore ini.
"Maaf pak, saya bikin sesuai permintaan bapak" Jawab ku dengan tegas.
Sontak jawaban ku berhasil membuat pak rizky melirik tajam ke arah ku.
"Kamu ini pura-pura bodoh atau emang bodoh ya? Kan gak cuman sekali dua kali saya nyuruh kamu bikin PPT saya buat maju pak eko" Balas pak rudi dengan nada yang mulai meninggi.
"Iya pak, maaf, tapi mulai dari minggu lalu bapak minta, sama pas kemaren bapak ngingetin saya, bapak cuman minta saya buat bikin perencanaan rutin" Jawab ku dengan nada santai.
"Ya tapi harusnya kamu mikir dong, setiap 3 bulan saya harus presentasi perencanaan rutin sama prediktif juga ke pak eko"
"Maaf pak, saya lupa"
"Apa?! Lupa?!"
Pak rizky langsung menghela nafas dalam-dalam setelah mendengar jawaban ku.
BRAAAAKKKK....
"Terus kenapa mulai dari saya suruh kamu bikin presentasi minggu lalu sampai tadi pagi kamu gak ada nanya ke saya?! Hah?!"
"Soalnya instruksi yang bapak berikan minggu lalu sudah cukup jelas pak" Jawab ku sembari mulai membalas tatapan tajam beliau.
Sontak saja jawaban yang ku lontarkan berhasil membuat pak rizky kembali menghela nafas dalam-dalam.
"Terus, kenapa kamu baru ngasih ke saya tadi siang?! Hah? Saya kan sudah suruh kamu bikin dari 1 minggu yang lalu?!"
"Kalau kamu ngasih ke saya dari kemaren-kemaren kan saya bisa cek dulu"
"Maaf pak, tapi saya sudah ngasih PPT itu tepat waktu, sesuai sama deadline yang bapak perintahkan diawal" Kilah ku tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Wajah pak rizky semakin merah setelah mendengar jawaban ku yang terkesan menyalahkannya.
"Heh! Denger ya! Bukan berarti karena deadlinenya hari ini kamu kasih ke sayanya hari ini juga!"
"Mikir nggak kamu?! Hah?! Gara-gara kamu saya dimarah-marahin sama pak eko tadi?!"
Bla bla bla bla bla bla bla bla bla bla bla....
Yap, aku akui aku memang salah, tapi aku tidak mau mengakui kalau pak rizky sama sekali tidak ikut andil dalam masalah yang menimpanya kali ini.
Sebenarnya ada lebih banyak lagi sangkalan yang dapat ku utarakan saat ini juga di depan wajahnya. Tapi apa daya, aku juga belum terlalu siap jika harus kehilangan pekerjaan ku saat ini.
"Keluar sana!" Usir pak rizky di akhir omelannya.
Tanpa basa basi aku pun langsung berdiri dan berjalan meninggalkan pak rizky di dalam ruangannya tanpa sepatah kata pun. Aku berjalan dengan cepat menuju ruangan ku dengan perasaan dongkol.
"Eh, dit, gimana, kerjaan gua yang kemaren gua kirim ke lu aman kan?" Sambut aldo sesaat setelah aku memasuki ruang kerja ku.
"Kagak, kurang yang prediktif do" Jawab ku sembari memasukan HP ku ke dalam tas.
Keadaan sempat hening beberapa saat ketika aldo sedang mencoba mencerna jawaban yang baru saja ku lontarkan.
"Loh, perencanaan rutin yang kemaren lu minta itu buat presentasinya pak rizky ke pak eko?" Tanya aldo dengan wajah yang agak sedikit terkejut.
"Kok lu gak bilang sih? Aduh, bisa ikut kena semprot nih gua kalau begini" Lanjut aldo dengan nada suara yang mulai panik.
"Ya kan gua minta ke lu sesuai apa yang dibilang pak rizky doang do, dia cuman minta yang rutin doang, ya jadi gua cuman minta yang rutin doang ke lu" Jawab ku dengan nada santai.
"Masa lu gak ngeh sih? Kan biasanya lu yang bikin...."
"Emang lu ngeh gua minta hasil perencanaan rutin maintenance lini 2 ke lu kemaren buat apaan?" Potong ku dengan nada sinis
"Ya enggak lah, tapi kan tiap 3 bulan sekali lu...."
"Kan biasanya tiap 3 bulan gua juga minta kerjaan lu itu buat garap PPTnya pak rizky?" Potong ku lagi sembari melontarkan sebuah senyuman sinis kepada aldo.
Tanpa menunggu aldo menjawab pertanyaan ku, aku pun langsung meninggalkannya dengan perasaan dongkol karena kejadian hari ini.
***
"Sayang.... sate padang" Ujar risa dengan nada manja sesaat setelah dia membuka pintu kamar ku.
"Tuh" Jawab ku singkat sembari terus fokus dengan games yang sedang aku mainkan di HP ku.
"Dih, jutek banget sih" Balas risa dengan nada kesal sembari menutup pintu kamar ku, lalu berjalan ke arah dua buan bungkusan plastik yang terletak di atas meja ku.
"Sate padangnya yang mana?" Tanya risa sesaat setelah dia sampai di hadapan kedua bungkusan plastik tersebut.
"Garis-garis" Jawab ku singkat.
Risa pun langsung memanyunkan bibirnya karena kesal dengan jawaban singkat yang sedari tadi ku lontarkan atas pertanyaannya sembari mengambil piring dan sebuah bungkusan yang berisi sate padang miliknya.
"Kamu gak makan sekarang?"
"Entar dulu deh"
Lagi-lagi aku menjawab pertanyaan risa dengan jawaban sigkat sambil terus fokus dengan games yang sedang ku mainkan. Hal itu pun berhasil membuat risa menghela nafas panjang.
"Kamu kenapa sih yang?" Tanya risa sembari meletakan bungkusan sate padang dan piring yang ada di tangannya ke atas lantai.
Setelah itu dia berjalan mendekat ke arah ku yang sedang rebahan di atas kasur, lalu mengambil posisi untuk duduk lesehan di lantai tepat di samping tempat tidur ku.
"Habis diomelin lagi?" Lanjut risa sembari mengusap bahu ku dengan lembut.
Sontak saja fokus ku langsung teralihkan setelah mendengar pertanyaan dan mendapat perlakuan seperti itu dari risa. Aku pun langsung meletakan HP ku, bangkit dari rebahan ku, lalu berjalan ke arah meja untuk mengambil bungkusan yang berisi makanan ku.
"Enggak kok, eh.... Kita makan yuk" Jawab ku sembari meletakan bungkusan yang ada di tangan ku ke atas lantai untuk mengalihkan perhatiannya. Lalu aku pun langsung mengambil posisi untuk duduk lesehan di atas sembari membuka bungkusan lalapan ku.
"Sayang...." Panggil risa dengan nada manja.
"Hm?"
"Kalau kamu emang lagi masalah, kamu bisa kok cerita ke aku" Ujar risa yang mulai mengubah posisi duduknya ke arah ku.
"Kalo aku habis kena marah sama bu dian kan aku pasti cerita sama kamu, malah kadang sampe nangis-nangis gak jelas" Lanjut risa sembari membuka bungkusan sate padang miliknya.
"Nah, aku pengen kamu juga kayak gitu yang"
"Kayak gitu gimana? Cerita ke kamu kalau aku habis diomelin pak rizky sambil nangis-nangis gak jelas?" Ujar ku dengan sebuah kekehan kecil di akhir kalimat.
"Ih.... Bukan gitu, maksud ku, aku juga mau jadi tempat kamu buat cerita, kalau kamu emang lagi ngerasa kesel, kamu bisa cerita ke aku, biar gak kamu pendem sendiri, tapi ya gak perlu sampe nangis-nangis juga"
"Ya kalau gak ada masalah dan gak lagi kesel aku harus cerita apa yang?" Ujar ku sembari menuangkan sambal di atas kertas nasi.
"Gak usah bohong deh, aku hapal banget kamu kalau lagi bete itu gimana, apalagi kalau habis dimarahin sama pak rizky"
Aku hanya terkekeh kecil setelah mendengar pernyataan yang baru saja keluar dari mulut risa.
"Lagian kamu kalo gak aku paksa buat cerita gak pernah mau cerita duluan, aku ini kan pacar kamu yang"
Keadaan sempat hening beberapa saat setelah kalimat terakhir yang keluar dari mulut risa. Aku lebih memilih untuk memasukan satu suapan nasi ke dalam mulut ku terlebih dahulu.
"Iya iya... Aku cerita nih, jadi kan kemaren malem aku ngerjain PPT tuh, nah itu sebenarnya PPT buat pak rizky presentasi ke GM tiap 3 bulan sekali, tapi dia minta tolong aku buat bikinin PPTnya" Ujar ku sesaat setelah berhasil menelan makanan yang ada di mulut ku.
"Oh.... Terus terus?" Ujar risa yang mulai memasang wajah antusias sembari membuka bungkusan sate padang miliknya.
"Nah, waktu pak rizky ngasih aku tugas buat bikin PPT itu dia sama sekali gak bilang kalau PPT itu buat dibawa maju ke GM, dia juga cuman bilang kalau dia minta yang perencanaan perawatan rutin, sama sekali gak ada minta yang perencanaan prediktif"
"Loh... Terus gimana dong? Oh.... Kamunya juga gak ngeh ya? " Tanya risa sembari menusuk lontok yang ada di hadapannya dengn tusuk sate.
"Ya sebenarnya aku ngeh sih yang, kan tiap 3 bulan sekali pasti dia minta aku buat ngerjain itu" Jawab ku yang diakhiri dengan sebuah kekehan di akhir kalimat.
"Lah, terus?"
"Tapi tetep aja aku bikin PPTnya sesuai sama yang dia perintahin, jadi pak rizky kena semprot deh waktu bawa PPT itu buat maju ke GM" Lanjut ku dengan santai sembari kembali memasukan sesuap nasi ke dalam mulut ku.
"Ih.... Kok kamu gitu sih? Kenapa?" Ujar risa sesaat sebelum dia memasukan lontong yang baru saja dia tusuk ke dalam mulutnya.
"Ya daripada kerjaan ku tambah banyak kan? Berhubung dia mintanya dikit ya aku kasih aja yang dikit" Jawab ku setelah berhasil menelan makanan yang ada di dalam mulut ku sembari terkekeh kecil.
"Ya tapi kan gak boleh gitu juga dong sayang, kan kamu sebenernya udah tau" Balas risa sembari mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
"Kenapa gak boleh? Kan sebenernya itu kerjaannya dia yang, kenapa aku juga harus dituntut buat peduli sama kerjaan yang bukan tangung jawab aku, harusnya kan aku cuman nyetor perencanaan perawatan di lini ku ke dia, dia yang harusnya ngolah sama gabungin kerjaan ku sama lininya si aldo buat jadi PPT"
"Oke lah.... Sebenarnya aku gak terlalu masalah kalau dia minta tolong aku buat bantuin dia, tapi seenggaknya kan dia juga tetep harus care sama kerjaannya sendiri"
"Ya kan kalau dia minta tolong ke kamu bukan berarti dia gak care sama kerjaannya dia yang" Timpal risa dengan nada lembut.
"Kalau dia emang care harusnya dia ngasih instruksi yang lengkap dong, jangan semuanya bener-bener dipasrahin ke aku, seolah-olah aku itu harus bener-bener tau semua isi pikiran sama kebutuhan dia. Kan yang manajer dia, bukan aku"
"Udah gitu pake ngomel-ngomel segala lagi, seenggaknya ngaku kek kalau dia juga salah pas ngasih instruksi ke aku buat bikin PPT itu, anjing emang tuh orang!"
Aku menutup cerita ku dengan nafas yang terdengar agak sedikit memburu karena perasaan dongkol ku yang kembali muncul setelah teringat kembali dengan peristiwa tadi siang.
"Heh! Sayang.... Mulutnya itu loh.... Kok kasar banget sih"
"Ya abis, ngeselin banget"
"Nih nih nih.... Minum dulu" Ujar risa sembari menyodorkan sebotol air putih yang baru saja dia ambil dari dalam tas nya.
Aku pun langsung menyambut air putih yang disodorkan oleh risa, lalu meminumnya untuk meredakan rasa dongkol ku yang kembali menggebu-gebu.
"Gimana ya yang? Ya emang agak ngeselin sih, kadang itu atasan sering banget nyuruh anak buahnya ngerjain kerjaan yang seharusnya jadi tangung jawab dia, tapi kalau giliran ada yang salah anak buahnya yang kena marah abis-abisan, dianya gak mau instropeksi diri"
"Ya gitu lah yang" Ujar ku yang mulai mencoba untuk mengalihkan kembali fokus ku kepada lalapan yang tersaji di hadapan ku.
"Ada juga kok beberapa departemen di kantor aku yang manajernya suka kayak gitu"
"Hm" Gumam ku sembari mengangguk kecil untuk menanggapi kalimat yang baru saja keluar dari mulut risa.
"Yaudah lah yang, biarin aja, jangan terlalu dimasukin ke hati, yang penting sih kalau kita udah tau itu salah, jangan sampai kita gituin anak buah kita juga"
Karena mulut ku sedang penuh oleh nasi, lagi-lagi aku hanya menanggapi risa dengan sebuah anggukan kecil.
"Nih, aaaa.... Cobain yang" Ujar risa sembari menyodorkan sate dan lontong ke arah ku.
"Enggak ah, aku gak suka" Ujar ku sembari menghindari suapan dari risa.
"Ih.... Aneh banget, kok kamu gak suka sate padang sih? Enak tau"
Aku tidak memperdulikan protes dari risa karena masih asyik mrngunyah makanan yang ada di dalam mulut ku. Sementara itu risa pun memilih menyuap lontong dan sate yang tadi dia sodorkan ke arah ku.
"Enak apanya? Kuahnya aja kayak lendir begitu" Jawab ku setelah menelan makanann yang ada di dalam mulut ku dengan santai.
Sontak saja risa langsung melempar tatapan tajam ke arah ku dengan gerakan cepat, perlahan-lahan kunyahannya mulai melambat.
"Ih.... Jorok! Aku kan masih makan adit!"
phiedut dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas