- Beranda
- Stories from the Heart
It's My (Our) Life
...
TS
akmal162
It's My (Our) Life

Prolog
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Life is a choice.
Hidup itu sebenarnya sangat sederhana, tinggal bagaimana kita memilih dan lalu menjalani pilihan tersebut, setidaknya begitulah makna yang ku tangkap dari kata-kata bijak berbahasa inggris yang entah dipopulerkan oleh siapa itu.
Tapi kesederhanaan itu akan sirna dalam sekejap mata ketika kita berhadapan dengan sebuah pilihan, pasalnya dibalik sebuah keputusan yang harus kita pilih, akan ada banyak pertimbangan-pertimbangan akan dampak lain yang akan bermunculan dibalik masing-masing pilihan.
Sederhanya, akan selalu ada resiko yang harus kita terima dari setiap pilihan yang kita ambil, dan tidak heran jika ada banyak sekali manusia yang berhasil dibuat ragu-ragu oleh sebuah resiko.
Dan itu yang terjadi pada ku saat ini, bimbang, ragu-ragu, takut, semua rasa itu benar-benar teraduk-aduk menjadi satu di dalam pikiran dan hati ku.
Tapi aku memiliki keyakinan, sebagai seorang laki-laki yang bertangung jawab, aku tidak akan membiarkan orang-orang disekitar ku terkena dampak dari resiko atas pilihan yang ku ambil, apalagi sampai ikut merasakan semua perasaan itu.
Biar aku saja yang merasakan kebimbangan itu, biar aku saja yang merasakan keraguan itu, biar aku saja yang merasakan ketakutan itu, biar aku saja yang menghadapi semuanya. Aku hanya ingin mereka tahu bahwa keputusan yang sudah ku ambil adalah keputusan yang tepat, sudah, itu saja, TITIK!
Yap, intinya aku akan menyimpan semuanya sendiri, dan aku juga yang akan menyelesaikan semuanya seorang diri, karena aku ini seorang laki-laki.
Spoiler for Part 1:
TRIPLE KILL
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Jingganya sinar matahari mulai mengganggu perhatian ku terhadap kendaraan yang berseliweran di depan ku.
Sontak saja kelopak mataku berhasil dibuat agak sedikit menyipit olehnya, ditambah lagi asap yang bersumber dari rokok yang terselip di antara jari tengah dan telunjuk ku, yang juga membuat kedua mata ku semakin perih.
Oleh karena itu akupun mulai kembali tersadar dari lamunan ku, kini perhatian ku tertuju kepada sebatang rokok yang sudah hampir 5 menit tidak menyentuh bibir ku sama sekali. Sambil menarik nafas dalam-dalam, aku pun langsung menjatuhkan tumpukan abu yang masih bertengger dengan santainya di rokok ku.
Karena tidak ingin uang yang terbuang sia-sia semakin banyak, aku pun memutuskan untuk segera menghisapnya. Sambil menghembuskan asap rokok dengan santai, aku mengangkat sebelah tangan ku untuk melihat jam tangan yang melingkar di atasnya.
Jarum pendek yang sudah menunjuk ke arah angka 4 berhasil membuat ku menghembuskan nafas sekasar-kasarnya, aku pun kembali menghisap rokok ku sembari menekan touchpad laptop ku, dan pemandangan yang tersaji di laptop ku kali ini berhasil membuat ku berdecak kesal.
"Hadeeeh.... Dari jam 12 nongkrong disini cuman dapet 2 adegan" Batin ku sembari mengusap-usap rambut ku dengan kasar.
Stuck, entah kenapa semakin kesini ide-ide yang biasanya mengalir begitu saja dari kepala ku semakin sedikit. Padahal pada saat awal aku memulai tulisan ini semua cerita seolah-olah sudah benar-benar tergambar dengan jelas mulai awal hingga akhir.
Mungkin ini memang salah ku yang menganggap ide-ide itu akan terus menempel di kepala, ditambah lagi dengan mood ku yang sedang buruk karena harus datang ke pabrik hari sabtu kemaren, sehingga satu hari yang menjadi kesempatan ku untuk melanjutkan project pribadi ku ini hilang.
Memang sih aku mendapatkan bayaran untuk itu, tapi aku tetap merasa bahwa hari libur dan waktu luang ku lebih berharga jika dibandingkan dengan uang 450 ribu yang ku dapat.
Setelah menghembuskan nafas panjang, aku kembali menghisap rokok ku untuk meminimalisir perasaan kesal yang menyeruak di kepala ku saat ini. Setelah menghembuskan asap rokok, aku memgambil segelas kopi yang terletak di samping laptop ku, lalu meminum kopi yang tersisa sampai benar-benar habis bis bis.
Agar perasaan ku lebih tenang lagi, aku pun memutuskan untuk menyenderkan tubuh ku di dinding kursi sembari menghabiskan rokok ku yang filternya sudah hampir tersentuh oleh api sembari menikmati angin sore yang kini sudah mulai menerpa tubuh ku.
Ting
Baru saja beberapa menit, santai ku sudah terganggu lagi dengan suara notif WA yang berasal dari HP ku, karena ada sedikit rasa penasaran, tangan ku pun mulai bergerak meraih HP yang tergeletak di samping laptop untuk melihat siapa yang baru saja mengirim pesan kepada ku.
Dan ternyata aku baru saja mengambil keputusan yang salah.
"Adit, kirimin PPT perencanaan routine maintenence yang saya tugasin ke kamu minggu lalu"
Yap, double kill, hari minggu hampir berakhir, hari senin pun sudah menanti, perasaan kesal ini belum beberakhir, sudah datang masalah baru lagi.
Sontak saja pesan itu berhasil membuat ku geram segeram-geramnya, setelah menekan puntung rokok kencang-kencang ke dalam asbak, aku langsung berteriak kecil sembari menutupi wajah ku dengan kedua tangan, tidak lupa aku menggerakan kaki ku untuk menendang kaki meja yang berada di depan ku berkali-kali.
Suara nafas memburu yang masih memenuhi telinga ku membuat ku tidak lagi fokus dengan keadaan sekitar, aku pun mulai menurunkan kedua tangan ku dari wajah ku secara perlahan.
Deg....
Seketika saja aku langsung tersadar setelah mendapati pemandangan kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapan ku. Dengan gerakan yang agak sedikit hati-hati, mata ku mulai melirik ke arah kanan dan ke arah belakang.
Dan ternyata dugaan ku benar, kini seluruh pengunjung cafe mulai melemparkan tatapan aneh mereka ke arah ku.
"Ekhem.... Ekhem...."
Sontak saja aku langsung berdehem sekencang-kencangnya sembari memasang wajah sok cool untuk menyembunyikan perasaan malu yang mulai menguasai diri ku.
Karena masih penasaran dengan reaksi mereka, aku mulai kembali curi-curi pandang ke arah pengunjung cafe yang lain, aku perhatikan ke arah kanan, sekumpulan anak muda itu mulai kembali asyik dengan obrolannya, begitu juga dengan ciwi-ciwi yang duduk di belakang ku.
Dan saat bola mata ku mulai bergerak ke arah kiri, aku melihat seseorang yang sedang berdiri di dekat ku. Karena aku sedang duduk, aku hanya bisa melihat kaki jenjangnya yang dilapisi oleh celana panjang hitam saja, sepertinya dia seorang perempuan. Bola mata ku pun mulai bergerak ke arah atas untuk mengetahui siapa orang itu dan apa maksud kehadirannya di dekat ku.
Saat bola mata ku bergerak semakin ke atas, pandangan ku mulai melihat kedua tangan putih mulus yang sedang memegang sebuah nampan. Dan, saat aku baru akan mendongakan lagi kepala ku ke atas....
"Kak adit...."
"Weh...."
"Aaaaaaaaaa...."
PRAAAAAAAANNNNNNNNGGGGGGG
Yap, triple kill
Sontak saja nampan yang dibawa oleh perempuan itu terjatuh ke lantai dan membuat gelas-gelas kaca yang ada di atasnya pecah berkeping-keping.
Bukannya bertambah baik, keadaan malah semakin terasa akward karena aku berhasil membuat perhatian seluruh pengunjung cafe tertuju kembali ke arah ku.
Tapi aku tidak ambil pusing dengan itu, kini aku lebih fokus untuk membantu caca membereskan pecahan gelas-gelas yang dijatuhkannya ke atas nampan.
Perasaan tidak enak yang mulai muncul membuat mataku bergerak untuk mencuri pandang ke arah caca yang sedang mengambil serpihan-serpihan gelas pecah itu dengan wajah panik. Sesekali iya menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga untuk memudahkan pengerjaannya.
Tidak membutuhkan waktu lama, serpihan gelas kaca tersebut sudah hampir seluruhnya terkumpul di atas nampan, karena tidak ingin membuang-buang waktu, caca mengangkat dan meletakan nampan tersebut ke atas meja dengan gerakan cepat.
"E e eh.... Ca...."
Belum sempat aku menyelesaikan kalimat ku, caca langsung berlalu dari hadapan ku untuk masuk ke dalam cafe. Tidak lama setelah caca masuk, dia kembali menghampiri ku dengan sebatang sapu dan sebuah serok yang berada di kedua tangannya.
Dengan gerakan cepat dia mulai menyapu serpihan-serpihan kaca yang masih tersisa ke daam serok.
"Ca.... Gua...."
Lagi-lagi, belum sempat aku mengucapkan permintaan maaf chacha kembali berlalu dengan langkah cepat menuju ke arah tong sampah yang berada di ujung ruangan, lalu menuangkan seluruh isi serok yang ada di tangannya ke dalam tong tersebut.
Setelah itu caca kembali memasuki ruangan cafe. Entah apa yang dia lakukan, yang jelas dia kembali lagi ke arah meja ku dengan gerakan cepat.
Selama caca melangkah ke arah ku, entah kenapa dia sama sekali tidak mau membalas tatapan ku.
Hal itu membuat rasa bersalah ku semakin besar, apalagi setelah melihat bulir air yang mengumpul di kedua kelopak matanya.
Sadar dengan hal itu, dia langsung cepat-cepat mengusap kedua matanya dengan dengan punggung tangan sesampainya di meja ku, lalu mengmbil nampan yang berisi gelas-gelas pecah tersebut untuk masuk ke dalam cafe bersamanya.
Aku hanya bisa meneguk ludah setelah melihat kondisi caca tadi, apa lagi setelah aku melihat arman yang sudah siap-siap menyambut chcha dengan wajah gusar di balik meja kasir dari jendela cafe.
Tanpa membuang-buang waktu, aku langsung mengikuti caca masuk ke dalam cafe dengan gerakan cepat. Caca yang sudah menyadari keberadaan Arman langsung memelankan langkah kakinya sembari menundukan wajahnya.
"Ca... Udah berapa kali...." Ucap arman dengan nada yang agak sedikit tinggi.
"Man, santai man santai" Sela ku sebelum arman melanjutkan kalimatnya.
"Eh.... Dit, sorry ya, padahal nih anak udah...."
"Enggak kok man, gua yang bikin caca jatohin gelas tadi, dia nggak salah kok"
"Tapi dit, dia udah berapa kali kayak...."
"Kagak man, serius, tadi emang salah gua, dia tadi kaget gara-gara gua"
"Tapi dit...."
"Udah lah man, santai, gua ganti kok, tenang aja"
"Bukan masalah itu dit, tapi...."
"Eeeee...., st st st st...." Aku kembali memotong kalimat arman untuk yang kesekian kalinya sembari merogoh dompet ku untuk mengambil 2 lembar uang 100 ribuan di dalamnya, lalu menarik tangan arman dan meletakan uang tersebut di atasnya.
"Eh...., enggak dit, gak usah, nyante aja kali, kayak sama siapa aja lu"
"Udah man.... Emang tadi itu yang salah gua man, biar gimana pun tetep wajib gua ganti lah"
"Yaelah dit.... Jadi gak enak gua"
"Yeeee.... Lu yang bilang kayak sama siapa aja tadi, lu sendiri juga, kayak sama siapa aja, udah, terima aja, hak lu itu"
"Iya dit iya, thank you ya, sorry banget nih, dari kemaren emang agak aneh...."
"Eh, shiftnya caca udah selesai kan man?" Untuk kesekian kalinya aku memotong kalimat yang keluar dari mulut arman sembari menunjukan jam tangan yang melingkar di tanagan ku.
"Iya sih dit...., itu si ayu juga udah dateng"
"Yaudah kalo gitu, ca.... Ambil tas sana, balik bareng gua aja"
Caca hanya mengangguk kecil dengan wajah yang sedari tadi belum terangkat sembari melangkah ke dalam sebuah ruangan kecil yang berada di belakang meja kasir.
Sambil menunggu caca kembali, aku langsung bergegas membereskan barang-barang yang masih berada di meja tempat aku duduk tadi, lalu kembali menghampiri arman untuk mengajaknya berbincang-bincang agar pikirannya dapat teralih dari kejadian tadi.
Tidak lama setelah itu, caca yang saat ini sudah melapisi seragamnya dengan cardigan hijau kembali menuju ke arah kami dengan langkah pelan dan kepala yang terus ditundukan.
"Nah.... Udah balik tuh anaknya, gua balik dulu ya man, minggu depan gua kesini lagi, kayak biasa"
Aku sengaja mengucapkan kalimat tersebut agar aku dapat segera membawa chcha segera keluar dari cafe ini dan terhindar dari amukan bosnya.
Bukan apa-apa, pasalnya beberapa minggu ini aku sering kali melihat caca melakukan berbagai macam kesalahan, lupa ngasih struk lah, lupa setel musik lah, salah bikin pesanan lah. Aku hanya khawatir akan terjadi apa-apa dengan pekerjaannya setelah kejadian tadi, kalau tidak bekerja di tempat ini, chacha pasti akan sangat kebingungan untuk membayar uang kuliahnya.
Sambil berjalan menuju ke arah motor ku, aku mulai mencuri-curi pandang ke arah caca yang masih saja diam sembari menundukan kepalanya, perasaan bersalah kembali menyeruak di kepala ku setelah melihat wajah sedihnya.
Entah lah, aku juga tidak tahu apa yang sedang dia alami saat ini sehingga membuat pekerjaannya agak berantakan.
"Eng.... Ca.... Sorry ya"
Dia langsung menarik nafas panjang setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ku, lalu menghembuskannya secara perlahan sembari membalas tatapan ku. Seutas senyuman mulai menghiasi wajahnya.
"Yaudah kak, lupain aja, sorry juga buat yang tadi"
"Lah, kok jadi lu yang minta maaf cha?"
"Ehehe.... Enggak papa kok kak, udah lah, lupain aja" Balas nya sembari membuang pandangannya dari wajah ku tanpa menurunkan kedua sudut bibirnya. Tapi masih dengan tatapan mata yang agak sedikit kosong.
"Btw lu kayaknya lagi banyak pikiran akhir-akhir ini ca, ada masalah apa sih?" Tanya ku yang masih penasaran dengan apa yang terjadi pada caca.
Caca kembali menoleh ke arah ku dengan gerakan cepat sembari melemparkan tatapan aneh.
"Dih... Gak kebalik kak? Harusnya gua yang nanya gitu ke kakak, kenapa coba tadi kakak marah-marah sendiri sampe nendang-nendang meja begitu? Udah kayak orang setress aja!" Ujar caca dengan nada yang agak sedikit nge-gas.
"Ehehehe.... Kalau masalah ku sih udah jelas ca, besok kan udah senin lagi"
"Yaelah.... Cuman begitu doang, kirain apaan" Ujar chacha sembari mengerling malas dan membuang pandangannya dari wajah ku.
Sementara itu aku hanya membalasnya dengan sebuah kekehan kecil. Tidak lama setelah itu aku dan caca sudah berada di dekat motor ku yang sedang terparkir.
Tanpa banyak bicara lagi aku langsung menunggangi motor ku, menyelipkan helm yang awalnya tergantung di kaca sepion ke bawah jok sepeda motor bagian depan ku, lalu memundurkan motor ku dengan kaki.
"Ayo naik ca" Perintah ku tanpa menoleh ke arahnya.
Tanpa basa-basi dia pun langsung naik ke atas jok motor ku. Setelah merasa caca sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku pun langsung melajukan motor ku untuk pergi meninggalkan cafe ini.
Spoiler for Index:
Diubah oleh akmal162 26-05-2021 17:11
khalidki dan 13 lainnya memberi reputasi
14
3.2K
Kutip
15
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
akmal162
#3
Spoiler for Part 4:
POLITIK PABRIK
Ting tung ting tung....
Perasaan lega langsung menyelimuti pikiran ku saat mendengar bel istirahat berbunyi, mulutku yang sudah terasa asam menuntun ku bergegas beranjak dari meja kerja ku untuk menuju tempat yang biasanya digunakan oleh karyawan di pabrik ini untuk menghirup udara segar.
Hehehe.
Suara berisik dari mesin-mesin pabrik yang awalnya terdengar samar-samar langsung terdengar dengan jelas saat aku keluar dari ruangan kerja ku.
"Siang pak"
"Iya pak, siang"
"Mari pak"
"Iya pak"
Beberapa kali aku berpapasan dan bertegur sapa dengan beberapa karyawan lain sembari terus berjalan menyusuri garis hijau selebar 0,5 meter ini.
Beberapa kali juga langkah ku sempat terhenti untuk memberi jalan kepada forklift yang masih saja asyik berlalu lalang di jam istirahat seperti ini.
Dan akhirnya aku sampai juga di tempat tujuan ku, sekumpulan gazebo kotak beekuran 6 x 6 meter dengan suasana yang masih sepi.
"Woy.... Dit.... Sini lu"
Sesampainya disana aku langsung disambut oleh sapaan dari bang jack, seorang team leader senior dari departemen ku. Tanpa pikir panjang aku pun langsung menghampiri bang jack, lalu duduk di kursi kosong yang berada di sebelahnya.
"Gua kira gak masuk lu hari ini, gak keliatan sama sekali di plant dari tadi pagi"
"Sorry bang, dari tadi gua di office, nyelesain tugas dari si bos, gak kelar-kelar kemaren malem" Jawab ku sembari mengambil kotak rokok dan korek dari dalam kantong kemeja ku.
"Tugas apaan emang?"
"Biasa bang, presentasinya si bos, buat maju ke GM entar siang"
"Yaelah.... Mau-mau aja sih lu disuruh-suruh ama si bos, itu kan emang presentasi rutinnya dia, kenapa malah jadi lu yang disuruh ngerjain"
"Ye.... Kan dulu lu juga gitu bang, kerjaan TL lu kasih ke gua" Ujar ku sembari mrngambil sebatang rokok dari kotaknya.
"Itu kan dulu dit, pas lu masih baru, emang harus gua tatar dikit-dikit, sekarang kan udah jarang, kagak pernah malah"
"Ya tapi kan beda bang, pak rizky itu atasan gua"
"Terus, kalo kerjaan dia lu yang ngerjain, kerjaan dia apa?"
"Iya juga ya bang" Gumam ku sembari memikirkan sejenak kalimat yang baru saja keluar dari mulut bang jack.
"Yaudah bang, biarin aja lah, lagi males ribet gua" Sambung ku yang mmulai mengalihkan fokus ku untuk menyalakan rokok yang baru saja ku ambil dari dalam kotaknya tadi.
"Males ribet apa takut nama lu makin kalah sama si aldo?" Tanya bang jack dengan nada mengejek.
Sontak saja aku kembali dibuat mendongak keatas untuk memikirkan pertanyaan sekaligus ledekan yang baru saja dilontarkan oleh bang jack
"Bisa jadi sih bang" Ujar ku sembari menghembuskan gumpalan asap.
"Yaelah, santai aja sih dit, kan lu udah diangkat jadi kartap bulan lalu, masih aja galau kayak karyawan kontrak lu, udah gak mungkin dipecat lu" Ujar bang jack sembari menepuk bahu ku.
"Ya bukan masalah kartap apa kagaknya doang bang"
"Terus?"
"Aduh, gimana ya jelasinnya bang, lu tau sendiri kan bos rizky kalo ke gua itu begimana? Coba lu bandingan sama bos rizky kalo lagi ke aldo"
"Ceileh.... Pas lagi disini aja berani lu ngomong bos rizky bos rizky" Potong bang jack sambil tertawa cekikikan.
"Kan lu yang ngajarin gua bang"
"Bisa aja lu, pake bawa-bawa gua segala lagi" Kilah bang jack sembari kembali menghisap rokok yang ada di tangannya.
Percakapan ku dan bang jack sempat terhenti beberapa detik setelah kilahan yang dia lontarkan.
"Emang sih dit, kayaknya si aldo emang anak emasnya pak rizky, gimana enggak? Udah si aldo bocahnya pinter, bisa banget baik-baikin si bos, ditambah lagi elunya yang rada-rada bego, apalagi pas awal-awal masuk, gua inget banget tuh" Ujar bang jack sambil menatap ke arah atap gazebo untuk mengumpulkan kembali ingatannya sembari terus terkekeh kecil.
Aku hanya bisa ikut tertawa dan mengangguk-angguk kecil untuk mengiyakan kata-kata bang jack yang memang sesuai dengan realita sembari terus menghisap rokok yang ada di tangan ku.
"Tapi lu tenang aja dit, anak-anak masih tetep bakal ada dipihak lu kok, secara mereka juga agak gak suka sama si aldo, apalagi sama si bos" Ujar bang jack dengan volume suara yang agak diturunkan
"Ya kan sebenarnya gua sama aja kayak si aldo bang, tapi bedanya kalo aldo ngejilat si bos, gua ngejilat lu" Balas ku dengan volume suara yang juga sedikit ku turunkan
Sontak saja bang jack langsung tertawa terbahak-bahak setelah mendengar jawaban ku.
"Dasar anak anjing lu" Ujar bang jack disela-sela tawanya.
"Haduh.... Dan sekarang lu mau mulai ngejilat si bos juga?" Tanya bang jack setelah dia puas dengan tawanya.
"Ya kagak juga bang, seenggaknya hubungan gua sama si bos rizky gak jelek-jelek amat lah, makanya gua mau bantuin dia dikit-dikit, ya meskipun itu bukan kerjaan gua"
"Kan kalo hubungan gua ama si bos gak jelek-jelek amat gua bisa lebih gampang kalau mau nego-nego, kan entar lu sama anak-anak juga yang enak" Sambung ku sebelum bang jack menanggapi kalimat ku sebelumnya.
Lagi-lagi bang jack berhasil dibuat tertawa oleh kalimat ku, tapi tawanya kali ini tidak sekencang sebelumnya.
"Halah.... Bisa aja lu dit, biadap lu emang, kayaknya kalo lu nyalon jadi lurah atau camat bisa kepilih dit" Balas bang jack di akhir tawanya.
Aku hanya menanggapi kalimat bang jack dengan sebuah kekehan getir. Yap, memang begitulah adanya, selain sibuk bekerja, semua orang ditempat ini juga sibuk mencari pengakuan, kalau gagal mendapatkan pengakuan di tempat 1, masing-masing orang akan mencoba untuk mencari pengakuan di tempat 2.
Pokoknya jilat sana jilat sini lah, kalau udah gak bisa lagi jilat yang atas, ya jilat yang bawah, kalau udah gak bisa lagi jilat yang kanan, ya jilat yang kiri.
Sama persis dengan apa yang aku lakukan selama ini, karena aku tidak cukup lihai dan pintar di dalam pekerjaan ku untuk menjilat golongan manajemen, aku memilih untuk menjilat golongan serikat agar aku dapat mendapat pengakuan dari mereka.
Dengan posisi ku sebagai supervisor yang perannya adalah untuk menjadi penghubung antara manajamen dan serikat, aku seringkali vokal dalam menyampaikan keberatan ku atas tidak masuk akalnya jam kerja dan bayaran lembur yang tentu saja memberatkan golongan serikat.
Karena aku yang memang tidak terlalu pintar di bidang pekerjaan yang sedang kugeluti saat ini, ditambah lagi aku yang juga sering bertentangan dengan pak rizky dan beberapa orang dipihak manajemen lainnya, nama baik ku di mata mereka sudah hampir pasti tidak ada lagi, dan mungkin hal itu akan menghambat karir ku kedepannya.
Tapi aku masa bodoh dengan hal itu, selain karir dan uang, aku juga butuh pengakuan, aku juga butuh circle, dan aku juga butuh teman, setidaknya pilihan yang ku ambil ini membuat ku tidak terlihat seperti introvert akut ketika berada di pabrik.
Lagipula entah kenapa pemikiran dan jiwa ku selalu lebih condong ke arah bang jack dan kawan-kawan. Jika ada banyak orang yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, aku merasa bahwa aku harus memiliki prinsip yang berlawanan dari mayoritas orang-orang itu, jadi hal itu sama sekali bukan masalah besar bagi ku.
Tapi, meskipun begitu pemikiran ku dan golongan serikat tidak selalu sejalan setiap saat, di beberapa kesempatan aku sempat merasa bahwa hak-hak yang dituntut oleh bang jack dan kawan-kawan terlalu berlebihan, tapi demi sebuah pengakuan aku tetap memposisikan diri seolah-olah aku berada di kubu mereka.
Meskipun aku senang karena berhasil mendapatkan pengakuan sekaligus memuaskan hasrat pribadiku, tapi idealiame ku tetap menentun ku untuk membenci diriku yang senang dengan pengakuan itu.
Rumit kan? Iya, memang rumit, tapi bukan politik namanya kalau tidak rumit.
"Woy dit...."
Aku yang baru saja tersadar dari lamunan ku langsung menoleh ke arah sumber panggilan itu, ternyata sudah ada beberapa teman-teman lain yang sudah berkumpul di dekat kami.
"Ye.... Hobi ngelamun lu emang gak pernah ilang ya"
Aku yang tertangkap basah sedang melamun hanya bisa terkekeh kecil.
"Kenapa bang?"
"Ini nih, si anto, coba lu dengerin dulu dah" Jawab bang jack sembari melirik sinis ke arah grup leader bernama anto yang ternyata juga sudah berada disini.
"Eh, kenapa to?" Ujar ku sesaat setelah mengalihkan pandangan ku ke aeah anto.
"Ini dit, jam 3 nanti kan ada pengambilan data di mesin painting, tapi gua baru inget kalau si cecep izin cuti kimpoi, jadi posisi barometer 1 kosong nih, gimana ya?"
"Tuh dit, kelakuan nih bocah gak pernah berubah dari dulu, udah berapa kali nih kejadian kayak gini" Timpal bang jack sembari berdecak kesal sesekali.
"Lah, emang mau kimpoi kapan si cecep? Kok gua gak tau" Tanya ku yang memang tidak tahu menahu sama sekali tentang kabar yang baru saja ku dengar dari anto.
"Jumat entar dit, kemaren sore dia udah balik ke majalengka"
"Lah, kok gua gak dapet kabar sih to?" Tanya ku yang juga mulai merasa kesal dengan kabar barusan.
"Ya gitu dit, ke gua aja dia lupa ngabarin" Sahut bang jack untuk membuat posisi anto semakin tersudut.
"Ya maap bang, lupa" Jawab anto sembari menyengir melas.
"Haduh.... Kalo lu ngabarinnya baru sekarang gua udah gak bakal bisa ngajuin anak-anak shift 2 buat OT"
"Ya terus gimana dit?" Tanya anto dengan wajah bingung.
Tuh kan....
Sontak aku langsung menghela nafas sejenak setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh anto.
"Yaudahlah to, gini aja, lu gantiin posisi si cecep, posisi lu entar digantiin sama bang jack"
"Lah, kalo gua gantiin si anto kerjaan gua gimana dit?"
"Udah bang, aman, gua yang handle"
"Wah.... Gila..... Emang lu bos gua yang paling mantep dit" Ujar anto yang mulai dapat kembali tersenyum lega karena masalahnya sudah menemui titik terang.
"Ye.... Mantep mantep, pala lu tuh mantep, udah begini aja baru lu mau muji-muji gua"
Anto hanya bisa terkekeh konyol setelah mendengar kalimat yang baru saja ku lontarkan.
"Eh dit, kapan lu nyusul si cecep, kan udah diangkat jadi kartap lu bulan lalu?" Sahut bejo dengan logat jawanya yang kental.
"Iya dit, emang belom kepikiran kimpoi lu? Cuman lu doang nih yang masih jomblo disini" Timpal bang jack dengan pertanyaan yang sama.
"Ceileh, bahasa lu udah kayak anak ABG aja bang" Sahut bejo setelah mendengar kata jomblo keluar dari mulut bang jack.
Aku pun langsung terkekeh kecil setelah mendengar pertanyaan itu dari mulut mereka.
"Entar-entar aja lah bang"
"Lah, kok jadi entar-entar sih dit, kalau gak salah lu udah ounya cewek kan?" Timpal anto yang kini juga mulai ikut-ikutan menjadi kompor.
Aku hanya mengangguk sembari menghembuskan asap rokok ku dengan kasar untuk menjawab pertanyaan mereka.
"Kagak ada modal gua"
"Jiah.... Modal, bisa-bisanya modal jadi alesan supervisor buat nikah dit, gaji lu aja udah hampir dua digit kan habis jadi kartap kemaren" Sahut salah satu orang lain yang bernama kipli.
"Ya kalo modal kimpoi 20 30 juta mah gua mau mau aja kimpoi besok, udah gitu belom lagi biaya rumah tangganya entar"
"Dengerin tuh pli, jo, to, ceweknya dia gak mungkin murah-murah, beda sama bini-bini kita dulu" Timpal bang jack kepada kipli, bejo, dan anto.
"Lah, tapi gua juga gak yakin kalau bokap nyokap lu gak bisa ikut bantu modalin lu dit" Sahut anto yang masih belum bisa terima dengan alasan ku.
"Kagak lah to, salah satu cita-cita gua, gua gak mau kimpoi kalo gak pake duit sendiri"
Sontak saja berbagai macam pendapat mereka tentang jawaban ku tadi langsung saling bersahut-sahutan. Namun anehnya bang jack hanya tertawa kecil tanpa mengomentari jawaban ku sama sekali.
"Persis banget sama gua dulu"
Kipli, anto, dan bejo pun langsung terdiam setelah mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh bang jack di ujung tawanya.
"Lah, kok bisa bang?"
"Iya, kok bisa bang? Bukannya enak ya kalo bokap nyokap masih bisa bantu"
"Kalau gua sih gara-gara dulu gua bandel, jadi gua gak terlalu akrab aja sama orang tua gua, jadi gua gengsi kalo harus minta modal kimpoi ke bonyok, tapi gua gak tau nih kalo si alesannya si adit" Ujar bang jack sembari menepuk pundak ku.
"Ya gakpapa bang, kalau gua sih ngerasa acara pernikahan gua itu ya acara gua sama bini gua nanti, dan gua cowoknya, jadi gua harus biyayain acara itu sendiri sepenuhnya"
Pendapat tidak setuju yang keluar dari mulut kipli, bejo, dan anto kembali saling sahut menyahut.
"Tapi dulu sih akhirnya gua nyerah, gara-gara udah kebelet kimpoi, akhirnya minta modal juga, ampe bonyok gua dulu jual sawah 2 hektar"
Sontak saja suara sorakan mulai keluar dari mulut mereka bertiga setelah mengetahui kelanjutan dan ending dari kisah bang jack.
"Tapi gakpapa dit, lu masih muda, harus berani punya prinsip" Ujar bang jack sembari merangkul pundak ku.
"Tapi kita liat aja nih, sekuat apa sih prinsip yang dia punya tadi" Lanjut bang jack sembari menatap ke arah kipli, bejo, dan anto.
Sontak saja suasana kembali ramai dengan perdebatan mereka tentang seberapa lama aku dapat memegang kalimat ku sebelumnya, mulai dari kipli yang berpendapat aku hanya akan tahan sampai tahun depan, sampai bejo yang berpendapat bahwa aku hanya akan tahan sampai bulan depan.
Sementara itu aku hanya bisa tertawa-tawa sembari mendengar alasan-alasan konyol yang keluar dari mulut mereka untuk mendukung pendapatnya masing-masing.
Ting tung ting tung....
Perasaan lega langsung menyelimuti pikiran ku saat mendengar bel istirahat berbunyi, mulutku yang sudah terasa asam menuntun ku bergegas beranjak dari meja kerja ku untuk menuju tempat yang biasanya digunakan oleh karyawan di pabrik ini untuk menghirup udara segar.
Hehehe.
Suara berisik dari mesin-mesin pabrik yang awalnya terdengar samar-samar langsung terdengar dengan jelas saat aku keluar dari ruangan kerja ku.
"Siang pak"
"Iya pak, siang"
"Mari pak"
"Iya pak"
Beberapa kali aku berpapasan dan bertegur sapa dengan beberapa karyawan lain sembari terus berjalan menyusuri garis hijau selebar 0,5 meter ini.
Beberapa kali juga langkah ku sempat terhenti untuk memberi jalan kepada forklift yang masih saja asyik berlalu lalang di jam istirahat seperti ini.
Dan akhirnya aku sampai juga di tempat tujuan ku, sekumpulan gazebo kotak beekuran 6 x 6 meter dengan suasana yang masih sepi.
"Woy.... Dit.... Sini lu"
Sesampainya disana aku langsung disambut oleh sapaan dari bang jack, seorang team leader senior dari departemen ku. Tanpa pikir panjang aku pun langsung menghampiri bang jack, lalu duduk di kursi kosong yang berada di sebelahnya.
"Gua kira gak masuk lu hari ini, gak keliatan sama sekali di plant dari tadi pagi"
"Sorry bang, dari tadi gua di office, nyelesain tugas dari si bos, gak kelar-kelar kemaren malem" Jawab ku sembari mengambil kotak rokok dan korek dari dalam kantong kemeja ku.
"Tugas apaan emang?"
"Biasa bang, presentasinya si bos, buat maju ke GM entar siang"
"Yaelah.... Mau-mau aja sih lu disuruh-suruh ama si bos, itu kan emang presentasi rutinnya dia, kenapa malah jadi lu yang disuruh ngerjain"
"Ye.... Kan dulu lu juga gitu bang, kerjaan TL lu kasih ke gua" Ujar ku sembari mrngambil sebatang rokok dari kotaknya.
"Itu kan dulu dit, pas lu masih baru, emang harus gua tatar dikit-dikit, sekarang kan udah jarang, kagak pernah malah"
"Ya tapi kan beda bang, pak rizky itu atasan gua"
"Terus, kalo kerjaan dia lu yang ngerjain, kerjaan dia apa?"
"Iya juga ya bang" Gumam ku sembari memikirkan sejenak kalimat yang baru saja keluar dari mulut bang jack.
"Yaudah bang, biarin aja lah, lagi males ribet gua" Sambung ku yang mmulai mengalihkan fokus ku untuk menyalakan rokok yang baru saja ku ambil dari dalam kotaknya tadi.
"Males ribet apa takut nama lu makin kalah sama si aldo?" Tanya bang jack dengan nada mengejek.
Sontak saja aku kembali dibuat mendongak keatas untuk memikirkan pertanyaan sekaligus ledekan yang baru saja dilontarkan oleh bang jack
"Bisa jadi sih bang" Ujar ku sembari menghembuskan gumpalan asap.
"Yaelah, santai aja sih dit, kan lu udah diangkat jadi kartap bulan lalu, masih aja galau kayak karyawan kontrak lu, udah gak mungkin dipecat lu" Ujar bang jack sembari menepuk bahu ku.
"Ya bukan masalah kartap apa kagaknya doang bang"
"Terus?"
"Aduh, gimana ya jelasinnya bang, lu tau sendiri kan bos rizky kalo ke gua itu begimana? Coba lu bandingan sama bos rizky kalo lagi ke aldo"
"Ceileh.... Pas lagi disini aja berani lu ngomong bos rizky bos rizky" Potong bang jack sambil tertawa cekikikan.
"Kan lu yang ngajarin gua bang"
"Bisa aja lu, pake bawa-bawa gua segala lagi" Kilah bang jack sembari kembali menghisap rokok yang ada di tangannya.
Percakapan ku dan bang jack sempat terhenti beberapa detik setelah kilahan yang dia lontarkan.
"Emang sih dit, kayaknya si aldo emang anak emasnya pak rizky, gimana enggak? Udah si aldo bocahnya pinter, bisa banget baik-baikin si bos, ditambah lagi elunya yang rada-rada bego, apalagi pas awal-awal masuk, gua inget banget tuh" Ujar bang jack sambil menatap ke arah atap gazebo untuk mengumpulkan kembali ingatannya sembari terus terkekeh kecil.
Aku hanya bisa ikut tertawa dan mengangguk-angguk kecil untuk mengiyakan kata-kata bang jack yang memang sesuai dengan realita sembari terus menghisap rokok yang ada di tangan ku.
"Tapi lu tenang aja dit, anak-anak masih tetep bakal ada dipihak lu kok, secara mereka juga agak gak suka sama si aldo, apalagi sama si bos" Ujar bang jack dengan volume suara yang agak diturunkan
"Ya kan sebenarnya gua sama aja kayak si aldo bang, tapi bedanya kalo aldo ngejilat si bos, gua ngejilat lu" Balas ku dengan volume suara yang juga sedikit ku turunkan
Sontak saja bang jack langsung tertawa terbahak-bahak setelah mendengar jawaban ku.
"Dasar anak anjing lu" Ujar bang jack disela-sela tawanya.
"Haduh.... Dan sekarang lu mau mulai ngejilat si bos juga?" Tanya bang jack setelah dia puas dengan tawanya.
"Ya kagak juga bang, seenggaknya hubungan gua sama si bos rizky gak jelek-jelek amat lah, makanya gua mau bantuin dia dikit-dikit, ya meskipun itu bukan kerjaan gua"
"Kan kalo hubungan gua ama si bos gak jelek-jelek amat gua bisa lebih gampang kalau mau nego-nego, kan entar lu sama anak-anak juga yang enak" Sambung ku sebelum bang jack menanggapi kalimat ku sebelumnya.
Lagi-lagi bang jack berhasil dibuat tertawa oleh kalimat ku, tapi tawanya kali ini tidak sekencang sebelumnya.
"Halah.... Bisa aja lu dit, biadap lu emang, kayaknya kalo lu nyalon jadi lurah atau camat bisa kepilih dit" Balas bang jack di akhir tawanya.
Aku hanya menanggapi kalimat bang jack dengan sebuah kekehan getir. Yap, memang begitulah adanya, selain sibuk bekerja, semua orang ditempat ini juga sibuk mencari pengakuan, kalau gagal mendapatkan pengakuan di tempat 1, masing-masing orang akan mencoba untuk mencari pengakuan di tempat 2.
Pokoknya jilat sana jilat sini lah, kalau udah gak bisa lagi jilat yang atas, ya jilat yang bawah, kalau udah gak bisa lagi jilat yang kanan, ya jilat yang kiri.
Sama persis dengan apa yang aku lakukan selama ini, karena aku tidak cukup lihai dan pintar di dalam pekerjaan ku untuk menjilat golongan manajemen, aku memilih untuk menjilat golongan serikat agar aku dapat mendapat pengakuan dari mereka.
Dengan posisi ku sebagai supervisor yang perannya adalah untuk menjadi penghubung antara manajamen dan serikat, aku seringkali vokal dalam menyampaikan keberatan ku atas tidak masuk akalnya jam kerja dan bayaran lembur yang tentu saja memberatkan golongan serikat.
Karena aku yang memang tidak terlalu pintar di bidang pekerjaan yang sedang kugeluti saat ini, ditambah lagi aku yang juga sering bertentangan dengan pak rizky dan beberapa orang dipihak manajemen lainnya, nama baik ku di mata mereka sudah hampir pasti tidak ada lagi, dan mungkin hal itu akan menghambat karir ku kedepannya.
Tapi aku masa bodoh dengan hal itu, selain karir dan uang, aku juga butuh pengakuan, aku juga butuh circle, dan aku juga butuh teman, setidaknya pilihan yang ku ambil ini membuat ku tidak terlihat seperti introvert akut ketika berada di pabrik.
Lagipula entah kenapa pemikiran dan jiwa ku selalu lebih condong ke arah bang jack dan kawan-kawan. Jika ada banyak orang yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, aku merasa bahwa aku harus memiliki prinsip yang berlawanan dari mayoritas orang-orang itu, jadi hal itu sama sekali bukan masalah besar bagi ku.
Tapi, meskipun begitu pemikiran ku dan golongan serikat tidak selalu sejalan setiap saat, di beberapa kesempatan aku sempat merasa bahwa hak-hak yang dituntut oleh bang jack dan kawan-kawan terlalu berlebihan, tapi demi sebuah pengakuan aku tetap memposisikan diri seolah-olah aku berada di kubu mereka.
Meskipun aku senang karena berhasil mendapatkan pengakuan sekaligus memuaskan hasrat pribadiku, tapi idealiame ku tetap menentun ku untuk membenci diriku yang senang dengan pengakuan itu.
Rumit kan? Iya, memang rumit, tapi bukan politik namanya kalau tidak rumit.
"Woy dit...."
Aku yang baru saja tersadar dari lamunan ku langsung menoleh ke arah sumber panggilan itu, ternyata sudah ada beberapa teman-teman lain yang sudah berkumpul di dekat kami.
"Ye.... Hobi ngelamun lu emang gak pernah ilang ya"
Aku yang tertangkap basah sedang melamun hanya bisa terkekeh kecil.
"Kenapa bang?"
"Ini nih, si anto, coba lu dengerin dulu dah" Jawab bang jack sembari melirik sinis ke arah grup leader bernama anto yang ternyata juga sudah berada disini.
"Eh, kenapa to?" Ujar ku sesaat setelah mengalihkan pandangan ku ke aeah anto.
"Ini dit, jam 3 nanti kan ada pengambilan data di mesin painting, tapi gua baru inget kalau si cecep izin cuti kimpoi, jadi posisi barometer 1 kosong nih, gimana ya?"
"Tuh dit, kelakuan nih bocah gak pernah berubah dari dulu, udah berapa kali nih kejadian kayak gini" Timpal bang jack sembari berdecak kesal sesekali.
"Lah, emang mau kimpoi kapan si cecep? Kok gua gak tau" Tanya ku yang memang tidak tahu menahu sama sekali tentang kabar yang baru saja ku dengar dari anto.
"Jumat entar dit, kemaren sore dia udah balik ke majalengka"
"Lah, kok gua gak dapet kabar sih to?" Tanya ku yang juga mulai merasa kesal dengan kabar barusan.
"Ya gitu dit, ke gua aja dia lupa ngabarin" Sahut bang jack untuk membuat posisi anto semakin tersudut.
"Ya maap bang, lupa" Jawab anto sembari menyengir melas.
"Haduh.... Kalo lu ngabarinnya baru sekarang gua udah gak bakal bisa ngajuin anak-anak shift 2 buat OT"
"Ya terus gimana dit?" Tanya anto dengan wajah bingung.
Tuh kan....
Sontak aku langsung menghela nafas sejenak setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh anto.
"Yaudahlah to, gini aja, lu gantiin posisi si cecep, posisi lu entar digantiin sama bang jack"
"Lah, kalo gua gantiin si anto kerjaan gua gimana dit?"
"Udah bang, aman, gua yang handle"
"Wah.... Gila..... Emang lu bos gua yang paling mantep dit" Ujar anto yang mulai dapat kembali tersenyum lega karena masalahnya sudah menemui titik terang.
"Ye.... Mantep mantep, pala lu tuh mantep, udah begini aja baru lu mau muji-muji gua"
Anto hanya bisa terkekeh konyol setelah mendengar kalimat yang baru saja ku lontarkan.
"Eh dit, kapan lu nyusul si cecep, kan udah diangkat jadi kartap lu bulan lalu?" Sahut bejo dengan logat jawanya yang kental.
"Iya dit, emang belom kepikiran kimpoi lu? Cuman lu doang nih yang masih jomblo disini" Timpal bang jack dengan pertanyaan yang sama.
"Ceileh, bahasa lu udah kayak anak ABG aja bang" Sahut bejo setelah mendengar kata jomblo keluar dari mulut bang jack.
Aku pun langsung terkekeh kecil setelah mendengar pertanyaan itu dari mulut mereka.
"Entar-entar aja lah bang"
"Lah, kok jadi entar-entar sih dit, kalau gak salah lu udah ounya cewek kan?" Timpal anto yang kini juga mulai ikut-ikutan menjadi kompor.
Aku hanya mengangguk sembari menghembuskan asap rokok ku dengan kasar untuk menjawab pertanyaan mereka.
"Kagak ada modal gua"
"Jiah.... Modal, bisa-bisanya modal jadi alesan supervisor buat nikah dit, gaji lu aja udah hampir dua digit kan habis jadi kartap kemaren" Sahut salah satu orang lain yang bernama kipli.
"Ya kalo modal kimpoi 20 30 juta mah gua mau mau aja kimpoi besok, udah gitu belom lagi biaya rumah tangganya entar"
"Dengerin tuh pli, jo, to, ceweknya dia gak mungkin murah-murah, beda sama bini-bini kita dulu" Timpal bang jack kepada kipli, bejo, dan anto.
"Lah, tapi gua juga gak yakin kalau bokap nyokap lu gak bisa ikut bantu modalin lu dit" Sahut anto yang masih belum bisa terima dengan alasan ku.
"Kagak lah to, salah satu cita-cita gua, gua gak mau kimpoi kalo gak pake duit sendiri"
Sontak saja berbagai macam pendapat mereka tentang jawaban ku tadi langsung saling bersahut-sahutan. Namun anehnya bang jack hanya tertawa kecil tanpa mengomentari jawaban ku sama sekali.
"Persis banget sama gua dulu"
Kipli, anto, dan bejo pun langsung terdiam setelah mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh bang jack di ujung tawanya.
"Lah, kok bisa bang?"
"Iya, kok bisa bang? Bukannya enak ya kalo bokap nyokap masih bisa bantu"
"Kalau gua sih gara-gara dulu gua bandel, jadi gua gak terlalu akrab aja sama orang tua gua, jadi gua gengsi kalo harus minta modal kimpoi ke bonyok, tapi gua gak tau nih kalo si alesannya si adit" Ujar bang jack sembari menepuk pundak ku.
"Ya gakpapa bang, kalau gua sih ngerasa acara pernikahan gua itu ya acara gua sama bini gua nanti, dan gua cowoknya, jadi gua harus biyayain acara itu sendiri sepenuhnya"
Pendapat tidak setuju yang keluar dari mulut kipli, bejo, dan anto kembali saling sahut menyahut.
"Tapi dulu sih akhirnya gua nyerah, gara-gara udah kebelet kimpoi, akhirnya minta modal juga, ampe bonyok gua dulu jual sawah 2 hektar"
Sontak saja suara sorakan mulai keluar dari mulut mereka bertiga setelah mengetahui kelanjutan dan ending dari kisah bang jack.
"Tapi gakpapa dit, lu masih muda, harus berani punya prinsip" Ujar bang jack sembari merangkul pundak ku.
"Tapi kita liat aja nih, sekuat apa sih prinsip yang dia punya tadi" Lanjut bang jack sembari menatap ke arah kipli, bejo, dan anto.
Sontak saja suasana kembali ramai dengan perdebatan mereka tentang seberapa lama aku dapat memegang kalimat ku sebelumnya, mulai dari kipli yang berpendapat aku hanya akan tahan sampai tahun depan, sampai bejo yang berpendapat bahwa aku hanya akan tahan sampai bulan depan.
Sementara itu aku hanya bisa tertawa-tawa sembari mendengar alasan-alasan konyol yang keluar dari mulut mereka untuk mendukung pendapatnya masing-masing.
Diubah oleh akmal162 13-05-2021 23:26
phiedut dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas