(Cerbung oleh : SheelRa )

EPISODE 1

MUNIR. Berasal dari kata 'nur' yang berarti cahaya, Munir berarti penerang atau cahaya terang. Seperti saat pertama kali aku melihatmu, ada seberkas cahaya terang menyinari hati ini, dan memberi senyum di bibir ini. Terus terang, aku jatuh cinta, Kak.

❤️Hadija

“HAYO!” kejut seorang perempuan berhijab dari belakang Hadija. “Nulis surat cinta lagi buat kakak kelas gantengmu itu.” Kayana menilik tulisan tangan adiknya. Hadija sama sekali tidak keberatan tulisannya dibaca, karena sejak dulu Kayana sudah mengetahui kebiasaannya itu.

“Ya Allah, Dek, masa dari jaman kakak SMA sampai sekarang udah mau lahiran gini masih aja bucin sama si menir.” Heran Kayana.

“Ih, bukan menir, Munir! M-U-N-I-R.” Hadija mengeja nama Munir di udara kosong

“Terserah, mau sampai kapan jadi bucin?”

“Sampai ke surga.” Jawab Hadija sambil meringis.

PLAK!

Tangan Kayana mendarat bebas di jidat Hadija, membuat Hadija mengaduh kencang. Kayana juga menyuruh adiknya itu agar beristighfar. “Kamu tuh perempuan, berjilbab, jangan genit-genit ngapa?”

“Aku tuh bukannya genit, Kak. Memang sudah
fitrahnya begini. Definisi nama Hadija menurut sejarah adalah wanita yang datang menyatakan cinta.” Papar Hadija.

Ingin rasanya Kayana menepuk jidatnya sendiri. Tapi tidak. Ia lebih memilih mengusap perutnya. 'Amit-amit jabang bayi. Jangan sampai menular pada anaknya.’

“Lagian apa salahnya aku berjilbab dan aku jatuh cinta. Dija sama aja kaya perempuan yang ngga berjilbab. Sama-sama punya hati dan perasaan. Mudah mengagumi dan menginginkan. Dija hanya menutup aurat, bukan menutup hati, Kak.”

“Dija, perempuan yang berjilbab itu istimewa, Sayang. Berapa banyak muslimah yang belum mampu berjilbab bukan karena takut kegerahan atau apa, tapi karena beban moral dari hijab itu. Akhlak mereka dituntut lebih mulia, ibadah dan ilmu agama dituntut lebih banyak. Jadi, karena Dija berhijab, Dija juga harus lebih dari mereka yang belum. Ingat! Hijab bukan hanya pakaian sebagai identitas muslimah, melainkan sebuah perintah untuk memuliakan perempuan.”

“Iya, Kak. Dija tahu. Tapi selama ini Dija ngga pernah melakukan hal-hal yang tidak bermoral. Buktinya setiap kali Dija ketemu atau kirim surat ke Kak Munir selalu Dija dahului dengan salam.” Hadija lantas mempraktikkan bagaimana cara ia mengucap salam, seakan Munir ada di depannya.

“Hadija juga ngga ngajak Kak Munir pacaran kayak yang lain. Hadija bahkan ngajak Kak Munir menikah seperti Khadijah Binti Khuwailid kepada Rasulullah.” Tandas Hadija.

Kayana lagi-lagi dipaksa untuk beristighfar. Mau seribu kali ditabok jidatnya atau diruqyah sekali pun, Hadija tidak akan sembuh. Soal Hadija melamar Munir kakak kelasnya itu memang benar, gadis mungil itu mengungkapkannya lewat sepucuk surat dan berakhir konyol.

“Dek, Khadijah Binti Khuwailid memang lebih dahulu menyatakan perasaannya pada Rasulullah. Tapi, bukan karena itu kamu diberi nama Hadija. Saking cintanya Khadijah pada Rasul, ia juga mencintai Allah, sehingga ia rela mengorbankan seluruh hartanya untuk menegakkan agama Allah. Di situlah letak kemuliaan Khadijah.”

“Iya, Dija tahu. Tapi itu bukan berarti Dija salah kan mencintai Kak Munir?”
Ya Allah, cukup! Kayana tidak mau bicara lebih lama lagi dengan adiknya atau ia akan melahirkan detik ini juga.

~TBC