fallen.sakuraAvatar border
TS
fallen.sakura
Bukan Dia Tapi Kamu

Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh fallen.sakura 07-05-2021 02:58
SupermanBalap
yusuffajar123
nyamuk.kebon
nyamuk.kebon dan 17 lainnya memberi reputasi
16
38.3K
208
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Tampilkan semua post
fallen.sakuraAvatar border
TS
fallen.sakura
#162
Part 15
"Oke Man, makasih juga infonya. " jawab gue lalu mematikan panggilan telpon.

Gue lalu bergegas kembali ke dalam resto, tapi tentu saja dengan berbagai pertanyaan memenuhi pikiran gue. Terutama soal sikap Riska yang ternyata berbeda 180 derajat saat bersama Herman. Saat gue mau duduk, sang ibu manajer langsung menatap gue dengan penuh arti.

"Herman ngapain Fer ? " tanya Riska lalu menyedot ice tea-nya.

"Ohh, anu mbak... dia nanya tanggal perpanjangan STNK mobil. " jawab gue, dan mendengar jawaban gue Riska cuma mengangguk.

"Nah itu juga salah satu tugas kamu juga Fer. "

"Sebagai driver selain ngecek perawatan mobil, kamu juga harus ngecek tanggal STNK-nya. Jangan sampai telat, ngerti kan ? " tanya Riska.

"Iya ngerti mbak. " jawab gue cepat.

"Kapan telatnya ? "

"Besok mbak. " jawab gue.

"Tuh kan udah mepet. " cetus Riska sembari menuding gue.

"Untung kita perginya cuma sehari, coba kalo tiga hari gimana ? Sayang kan dendanya, lumayan kan bisa buat jajan. " pungkas Riska tersenyum.

"Iya mbak, iya. " jawab gue mengangguk.

"Ayo dimakan. Aku udah hampir habis lho. " kata Riska.

Kami berdua lalu melahap hidangan kami masing-masing. Dan karena di depan gue duduk seorang cewek cantik, jadinya gue bisa bebas curi-curi pandang ke Riska. Sekali lagi gue akui, Riska emang cantik. Apalagi dia pake baju blazer warna krem, klop banget penampilannya. Udah jabatannya manajer cantik pula, bener-bener sosok wanita karir idaman semua pria.

Setelah sarapan kami berdua lalu meneruskan perjalanan. Sepanjang perjalanan kami banyak ngobrol meski Riska yang lebih mendominasi percakapan. Dia banyak cerita soal pekerjaan dan kondisi kantor dan selain itu, penyakit keponya mulai kumat. Selain nanya-nanya soal pekerjaan gue sebelumnya, dia juga nanya keluarga gue, bahkan nanya gue pernah pacaran belum.

Entah apakah dia juga ngelakuin hal yang sama saat bersama Herman. Tapi kalo berdasar cerita Herman tadi, kok kayaknya ga mungkin. Makanya hal itulah jadi sejak tadi mengganjal di pikiran gue. Kenapa Riska sikapnya berbeda sama gue ? Kenapa dia sedemikian keponya sama kehidupan gue ? Bahkan dia dengan entengnya ngaku pacar gue di depan Tiara meski itu jelas cuma bercanda. Sempet sih terbersit kalo Riska sebenarnya naksir gue, haha... konyol amat mimpi lu Fer...

Sekitar jam sebelas kurang akhirnya kami tiba di gedung kantor pusat. Kata Riska meeting para boss rencananya dimulai jam sebelas siang. Makanya setelah gue parkir mobil dia buru-buru turun sembari menenteng tas dan laptopnya. Dan gue pun juga ada urusan yang gak kalah urgent, apalagi selain menelpon balik sang tuan putri Tiara. Hal yang sepertinya mustahil jika bersama Riska.

"Dah ya Fer. " kata Riska.

"Iya mbak. " jawab gue sembari menghidupkan alarm mobil.

"Kamu nunggu di lobby aja. Kalo diluar kan panas. "

"Oke mbak. "

"Oh iya Fer. "

"Kenapa mbak ? " tanya gue.

"Aku tau kok habis ini kamu mau ngapain. " kata Riska tersenyum penuh arti.

"Maksud mbak ? "

"Nelpon Tiara, bener nggak ? " tanya Riska sembari menuding gue, dan gue pun cuma tersenyum kecut.

Gue menatap Riska yang berlari kecil masuk ke dalam gedung. Setelah memastikan sang ibu manajer udah gak ada, gue buru-buru menuju bawah pohon yang ada di pojokan parkiran mobil. Dalam hitungan detik, HP gue udah menempel di telinga. Tapi entah kenapa lama diangkatnya dan hanya nada tunggu yang gue denger. Duh, jangan-jangan Tiara marah dan gak mau ngangkat.

emoticon-phone "Halo mas. " akhirnya terdengar suara cewek yang bikin gue lega.

emoticon-phone "Halo Ra. " jawab gue.

emoticon-phone "Sorry ya Ra, soal si Riska tadi... "

emoticon-phone "Ga papa mas. " jawab Tiara pelan, dan tentu saja gapapa versi cewek berlaku hukum kebalikan, apalagi dari nada bicara Tiara gue bisa ngerasain jelas ada sesuatu yang salah.

emoticon-phone "Kamu gak marah kan ? " tanya gue memastikan.

emoticon-phone "Dikit. " jawab Tiara.

emoticon-phone "Yaah kok dikit. Terus gimana dong biar dikitnya itu bisa ilang ? " tanya gue berseloroh.

emoticon-phone "Biarin aja mas nanti juga ilang sendiri. " jawab Tiara.

emoticon-phone "Tapi aku yakin kamu sekarang pasti lagi seneng. " timpal Tiara.

emoticon-phone "Seneng gimana ? "

emoticon-phone "Ya seneng kan, kamu bisa seharian sama cewek pujaan kamu yang paling cantik itu. " kata Tiara dengan nada ketus. Tuh kan, kayaknya Tiara beneran marah.

emoticon-phone "Eh... ya nggak gitu Ra. " jawab gue dan Tiara nggak menjawab.

emoticon-phone "Riska itu kan bossku dan aku sebagai driver udah jadi kewajibanku buat nganter dia. Jadi mau gak mau aku ya hari ini harus dampingi dia kemanapun. "

emoticon-phone "Tapi tetep aja kamu pasti seneng bisa deket-deket Mbak Riska. " kata Tiara.

emoticon-phone "Ya ampun kok kamu bilang gitu sih ? Ra, aku kasih tau ya, sebenarnya tadi aku udah coba ijin sama Riska biar bukan aku yang nganter, tapi dia tetep nggak ngijinin. Kalopun disuruh milih, aku lebih seneng gak keluar kota dan ntar sore bisa jemput kamu. " timpal gue, tapi lagi-lagi Tiara cuma diem.

emoticon-phone "Ra, percaya dong sama aku. " gue gak nyerah membujuk Tiara.

emoticon-phone "Iya aku percaya mas. " jawab Tiara setelah dia diem agak lama. Tapi tetep aja dari nada suaranya rada gimana gitu.

emoticon-phone "Emang ada apa Ra, kamu tadi telpon aku ? " tanya gue berusaha mengalihkan pembicaraan.

emoticon-phone "Aku cuma mau bilang mas, kamu ntar malem gak usah ke rumahku. Kamu dari luar kota pasti pulangnya malem kan ? Ntar kamu kecapekan. " jawab Tiara.

emoticon-phone "Nggak masalah Ra, mau capek kayak apa, kalo ketemu kamu capeknya langsung ilang. " kata gue bercanda.

emoticon-phone "Idih gombal mulu kamu mas. " jawab Tiara dengan nada sewot dan gue cuma ketawa mendengar sang tuan putri uring-uringan.

emoticon-phone "Lho aku ngomong jujur kok dibilang gombal sih ? "

emoticon-phone "Emang kamu sukanya nggombal. " jawab Tiara ketus, dan lagi-lagi gue ketawa, meski sebenarnya hati gue galau berat karena kayaknya gue ga bakal bisa ketemu Tiara hari ini.

emoticon-phone "Kamu sekarang dimana mas ? Udah diluar kota ? " tanya Tiara.

emoticon-phone "Iya Ra, ini aku udah di kantor pusat, makanya aku terus telpon kamu. Oh iya gimana kondisi bapak kamu ? "

emoticon-phone "Udah makin baik mas, tadi bapak juga udah makan agak banyak. " jawab Tiara.

emoticon-phone "Sekali lagi aku minta maaf ya, hari ini ga bisa ikut nganter bapak kamu pulang. " kata gue dengan nada menyesal.

emoticon-phone "Iya aku ngerti kok mas. " jawab Tiara.

emoticon-phone "Kalo gitu kamu udah ga marah kan ? " tanya gue berseloroh.

emoticon-phone "Apa aku sekarang lagi marah-marah sama kamu mas ? " tanya Tiara balik.

emoticon-phone "Naah klo udah ga marah berarti kamu sekarang lagi senyum, iya kan ? "

emoticon-phone "Halah sok tau. " jawab Tiara ketus.

emoticon-phone "Kamu tau nggak keinginanku yang paling besar sekarang ? "

emoticon-phone "Apa itu mas ? "

emoticon-phone "Ya itu, karena kamu udah gak marah jadi aku pengen banget ada di depan kamu, biar bisa liat senyum kamu. " jawab gue bercanda.

emoticon-phone "Tuuh kan ngegombal lagi. Heran aku mas, ada aja kata-kata kamu buat ngegombal. " jawab Tiara dengan nada sewot, dan gue cuma ketawa. Tapi perasaan gue lega banget karena sang tuan putri pastinya udah ga marah.

emoticon-phone "Oh iya bentar ya sus. " tiba-tiba terdengar Tiara ngomong sama seseorang.

emoticon-phone "Mas udah dulu ya aku dipanggil suster. "

emoticon-phone "Iya Ra, ntar kabar-kabaran aja. " jawab gue.

emoticon-phone "Oke mas. Kamu ati-ati di jalan ya. " kata Tiara.

emoticon-phone "Siap tuan putri. " jawab gue lalu mematikan panggilan.

Dengan perasaan senang sekaligus lega yang amat sangat gue lalu berjalan menuju lobby. Untung aja Tiara nggak begitu marah gara-gara ulah Riska pas di mobil tadi. Meski gitu gue harus hati-hati, jangan sampai deh HP gue bunyi di depan dia, apalagi sampai Riska tau klo Tiara nelpon, batin gue sembari menghidupkan mode getar only di HP.

Sampai lobby suasananya sangat sepi, hanya ada dua mbak-mbak staff yang jaga dan seorang security. Gue pun nyoba tanya ke keduanya soal meeting hari ini, dan kata mereka kalo meeting para manajer bisa sampai sore bahkan malam. Sebuah penjelasan yang bikin badan gue langsung lemes karena selain gue bakalan menghabiskan jam demi jam nan menjemukan, gue jelas ga bisa ketemu sama Tiara hari ini.

Dengan lesu gue lalu duduk di kursi ruang tunggu. Untungnya ada fasilitas free wifi di sini dan juga TV LCD berukuran cukup besar yang bisa jadi hiburan buat gue meski selama ini gue ga begitu suka nonton TV. Daaan.. seperti dugaan gue, jam demi jam gue lalui dan gue cuma duduk sembari nonton presenter infotainment ngoceh nggak karuan. Pengen sih gue ngirim WA atau nelpon Tiara, tapi gue urungkan karena yakin dia pasti sibuk ngerawat bapaknya.

"Fer... "

"Ferdy. " tiba-tiba gue ngerasa ada yang mencolek-colek lengan gue, yang membuat gue gelagapan.

Buru-buru gue mengusap-usap muka dengan kedua tangan dan ternyata sang ibu manajer udah duduk di sebelah gue. Astaga, gue ternyata ketiduran dan gue sempatkan liat jam dinding ternyata udah jam setengah tiga. Sedangkan Riska cuma tersenyum melihat tingkah gue.

"Eh.. mbak. Maaf saya ketiduran. " kata gue, dan Riska lagi-lagi cuma tersenyum.

"Kamu udah makan ? " tanya Riska.

"Belum mbak. " jawab gue dan gue pun sadar kalo perut gue udah mulai keroncongan.

"Mbak Riska mau saya antar makan siang ? " tanya gue.

"Enggak aku udah makan. " jawab Riska.

"Nih kamu makan aja sekarang. " timpal Riska lalu menyodorkan sebuah nasi kotak dan sebotol mineral, yang bikin gue termangu.

"Kok malah bengong sih Fer ? "

"Oh iya iya mbak, makasih. " jawab gue sembari menerima pemberian Riska. Wuih, ternyata perhatian juga ini bu manajer.

"Udah selesai meetingnya mbak ? " tanya gue basa-basi.

"Ya belum Fer, ini aja baru setengah jalan. " jawab Riska ketawa.

"Kenapa ? Kamu pengen cepet pulang ? Pasti pengen cepet-cepet ketemu Tiara. " tanya Riska sembari menatap gue penuh arti.

"Nggak mbak, nggak. " jawab gue cepat sembari menggeleng. Aduh, kenapa gue malah tanya kayak gitu malah bikin Riska jadi kepo.

"Kamu tadi udah telpon dia ? " tanya Riska lagi. Tuh kan...

"Udah mbak. " jawab gue mengangguk.

"Gimana ? Dia marah nggak ? " Riska terus menatap gue sambil tersenyum, yang bikin gue makin salting.

"Nggak, Tiara nggak marah kok mbak. " jawab gue menggeleng cepat.

"Sejak awal saya udah jelasin kalo hari ini saya ada jadwal keluar kota jadi dia... "

"Bukan itu Fer. " sanggah Riska cepat.

"Maksud mbak gimana ? " tanya gue balik.

"Itu yang tadi... soal aku bilang kalo aku ini pacar kamu. " jawab Riska tersenyum penuh arti. Ya ampun ini bu manajer...

"Oooh yang itu. " jawab gue tersenyum masam.

"Kok malah ketawa sih, ayo jawab dong. " desak Riska.

"Nggak mungkin Tiara marah mbak, kan dia tau kalo Mbak Riska cuma bercanda. " jawab gue sekenanya.

"Kalo aku serius ? " tanya Riska lagi.

"Hah ? " lagi-lagi gue cuma bengong mendengar kata-kata Riska.

"Kamu sejak tadi bengong mulu Fer. " kata Riska ketawa.

"Udah ya, aku mau meeting lagi. " kata Riska lagi lalu beranjak berdiri.

Gue sekali lagi hanya bisa bengong menatap sang ibu manajer berjalan masuk meninggalkan lobby. Astaga ini cewek, gue cuma bisa menggeleng lalu membuka nasi kotak. Saat kotak terbuka, ternyata isinya nasi padang lengkap dengan rendangnya yang aromanya makin bikin perut gue konser akbar.

Tapi pas mau menuang kuah rendang, gue ngerasa ada yang perhatiin gue. Ternyata mbak-mbak staff lobby yang sejak tadi ngeliatin sambil bisik-bisik.

"Kenapa mbak ? " tanya gue agak keras, soalnya jarak kami yang berjauhan.

"Mas, sini mas. " panggil salah satunya sambil melambaikan tangan pendek.

"Emang ada apa mbak ? " tanya gue makin penasaran.

"Sini mas, bentar aja. " Gue pun mengalah lalu beranjak berdiri dan mendekati meja front office tempat kedua staff cewek itu.

"Apa sih mbak ? " tanya gue lagi, tapi kedua staff cewek itu malah saling berpandangan dan ketawa-ketiwi.

"Masnya ini drivernya Bu Riska ya ? " tanya salah satunya.

"Iya mbak, tapi saya driver baru. Ini juga baru pertama kali kesini. " jawab gue.

"Emang kenapa mbak ? " tanya gue.

"Nggak ada apa-apa sih, cuma saya kira masnya ini pacarnya Bu Riska. " jawab staff cewek itu.

"Iya mas, habis Bu Riska kayaknya perhatian banget, pake ngasih nasi kotak lagi. " timpal staff satunya sembari ketawa. Tuh kan...

"Ya bukan gitu mbak. Bu Riska kan atasan saya, dan saya kira wajar kalo atasan perhatian sama bawahannya. Dulu di tempat kerja saya yang lama sering saya ditraktir makan boss saya... "

"Tapi ini beda mas. " sanggah staff cewek itu.

"Sama driver yang sebelumnya aja... eh sapa itu namanya ? " timpalnya lalu menoleh ke temennya.

"Herman ? " jawab ane cepat.

"Nah iya itu Mas Herman... "

"Bu Riska sama Mas Herman nggak pernah kayak gitu lho. Boro-boro dikasih nasi kotak, diajak ngomong aja nggak. Makan aja beli diluar. "

"Dan tau nggak mas, dulu Mas Herman pernah dimarahi sama Bu Riska gara-gara ketiduran di lobby kayak masnya tadi katanya ga sopan. Makanya saya heran, masnya kok nggak dimarahi, malah dikasih nasi kotak lagi. "

"Iya, mana ngasihnya mesra banget. " timpal temannya sembari ketawa cekikikan.

"Wah saya nggak tau mbak kalo itu. Mungkin aja sekarang Bu Riska hatinya lagi seneng, kan lagi tanggal muda. " jawab gue sekenanya, tapi sepertinya kedua staff itu agak ga puas sama jawaban gue dan cuma tersenyum-senyum sambil saling berpandangan.

"Ya udah mas, maaf ya udah ganggu makannya. " kata staff cewek itu.
Diubah oleh fallen.sakura 09-05-2021 14:29
andrian0509
iamzero
pulaukapok
pulaukapok dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.