- Beranda
- Sejarah & Xenology
Ketika Ibnu Nadim Menjelaskan Tentang Yahudi, Kristen, Hindu, dan Buddha
...
TS
tyrodinthor
Ketika Ibnu Nadim Menjelaskan Tentang Yahudi, Kristen, Hindu, dan Buddha

Jika kita sering bergaul dengan kitab-kitab Arab klasik, kita akan menjumpai kekayaan khazanah literatur berbahasa Arab sejak abad ke-7 sampai 9. Dan biasanya, saya pun akan merujuk kitab Al-Fihristyang ditulis oleh Ibnu Nadim (w. 385 Hijriyyah / 995) untuk menelusuri berbagai kitab Arab klasik yang beredar sejak abad ke-7 sampai 9, baik itu kitab-kitabnya para 'ulama salaf Muslim, hingga kitab-kitabnya para rabi Yahudi generasi Ge'onim. Sebagai suatu kitab bibliografi berbentuk katalog ensiklopedia, kitab yang berjudul asli Al-Fihristul-'Ulum ("Katalog Ilmu-ilmu") merangkum banyak nama-nama tokoh-tokoh penting dari berbagai madzhab dan firqah selain daripada ilmu-ilmu sekuler. Namun tidak hanya sebagai katalog, tapi juga deskripsi ringkas tentang suatu madzhab dan firqah yang waktu itu sangat banyak dan beragam.
Di masa sekarang, apabila kita mendengar kata madzhab, maka akan selalu merujuk pada berbagai metode/sekolah fiqh Islam. Sedangkan untuk kata firqah, maka akan selalu merujuk pada sekte-sekte 'aqidah dan kalam Islam. Namun sebenarnya, pada masa ketika madzhab dan firqah itu sedang berkembang, kedua kata ini senantiasa merujuk suatu kelompok khusus dalam skala luas. Misalnya, untuk kata madzhab, kata ini juga merujuk pada "agama" lain. Sedangkan kata firqah, kata ini merujuk pada "sekte-sekte" dalam berbagai agama. Para 'ulama di masa itu tidak mempersempit makna din untuk sebatas "agama". Demikian juga Ibnu Nadim. Sebagai seorang 'alim (jamak: 'ulama), yang seharusnya diartikan sebagai "ilmuwan" daripada sebagai "ahli agama Islam", Ibnu Nadim dengan cermat mencatat segala macam nama-nama tokoh besar dari berbagai agama dan sekte-sektenya sejak abad ke-7 sampai 9 di masa hidupnya, dengan menggunakan kata madzhab dan firqah, serta nama-nama kitab yang mereka tulis.
Dari banyak madzhab dan firqah itu, saya tertarik membahas yang paling dikenal saja sampai saat ini, yaitu Yahudi, Kekristenan, dan Buddhisme. Ibnu Nadim menulis deskripsi yang singkat namun padat tentang ketiga agama ini, disertai tokoh-tokoh dan kitab-kitabnya, yang saat itu memang berada dalam lingkungan intelektual yang sama dengan ummat Muslim. Pada thread ini, saya akan menerjemahkan bagian-bagian itu dalam kitab ini per paragraf, dengan harapan agar membuka cakrawala berpikir kita tentang zaman yang digadang-gadang sebagai Islamic Golden Age, sebagai suatu zaman yang terbuka, beragam, dan berpikir bebas, tanpa tendensi keimanan atau keagamaan tertentu.
Sebagai pembuka, kita perlu mengenal sedikit tentang Ibnu Nadim dan kitab Al-Fihrist-nya. Dia adalah seorang cendikiawan Baghdad di masa 'Abbasiyyah, dengan nama asli Muhammad bin Ishaq, kun'yah-nya Abu Ya'qub, laqab-nya "Al-Warraq" (Tinta), dan masyhur disebut Ibnu Nadim. Setidaknya ada 2 (dua) 'ulama di abad pertengahan (yaitu Dzahabi dan Ibnu Hajar) yang menduga dia menganut Syi'ah dalam hal 'aqidah, sementara juga menganut Mu'tazilah dalam hal kalam. Dalam hal ini, saya akan membahas bantahan khusus tentang ini dilandasi oleh berbagai analisis linguistik dan kesejarahan dari banyak tarajim yang beredar tentang dia:
Yang perlu ditegaskan adalah, bahwa Ibnu Nadim tidak memiliki tendensi keimanan ketika menulis kitab ini (yang akan kita buktikan bersama dari catatan dia tentang madzhab dan firqah yang ada (dan yang pernah ada) di sekitar dia. Artinya, kitab Al-Fihrist terbebas dari bias iman. Kitab Al-Fihrist semata-mata merupakan usaha kecendikiaan yang dilakukan Ibnu Nadim untuk membuat suatu ensiklopedia, atau buku pintar, yang bertujuan melestarikan berbagai kebudayaan yang ada di masa hidupnya sepengetahuannya. Dengan kinerja intelektual luar biasa, Ibnu Nadim dapat merangkum berbagai informasi dengan sangat akurat. Dia pun menyebutkan tokoh-tokoh 'ulama salaf dengan menggunakan tarajim dan manaqib, juga menggunakan hadits-hadits Sunni. Yang perlu diperhatikan bahwa dia tidak ingin mengambil sumber dari yang berlawanan. Maksudnya, ketika dia menjelaskan tentang Yahudi (seperti yang akan kita ulas bersama di bawah), dia menukilnya dari tokoh Yahudi langsung. Demikian juga ketika dia merangkum ilmu-ilmu hadits (yang maksudnya adalah hadits-hadits Sunni), dia juga menukilnya dari para muhadditsin Sunni. Lebih spesial lagi, kitab Al-Fihrist ini tidak hanya merangkum berbagai sekte, namun juga ilmu-ilmu lain. Ibnu Nadim sendiri menulis judulnya Al-Fihristul-'Ulum ("Katalog ilmu-ilmu"), dimana sudah barang tentu di dalamnya terdapat ensiklopedia tentang ilmu gramatika Arab (nahwu), logika, filsafat, matematika, fisika dan pengobatan, biologi, astronomi, arsitektur, dan beberapa ilmu-ilmu yang sekarang sudah tergolong pseudosains seperti astrologi (an-nujum), alkemi (al-kimya), dan supranatural (al-'ajib).
Oleh sebab itu, selain thread ini ditulis dalam rangka edukasi dan pencerahan, namun juga thread ini saya persembahkan khusus bagi seluruh pecinta sejarah, kebudayaan, dan peradaban manusia. Semoga dapat berkontribusi dalam pengembangan wawasan dan wacana toleransi antar umat beragama.
Selamat membaca!
INDEX
Tentang Yahudi (1)
Tentang Yahudi (2)
Tentang Kekristenan
Tentang Sekte-sekte Kristen dan Gnostik (1)
Tentang Sekte-sekte Kristen dan Gnostik (2)
Tentang India (1)
Tentang India (2)
Tentang India (3)
Tentang Buddhisme dan Sang Buddha
Diubah oleh tyrodinthor 20-04-2021 21:41
starcrazy dan 62 lainnya memberi reputasi
63
15.4K
197
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tyrodinthor
#9
Tentang BUDDHA
Kembali ke bab: Tentang India (1)

Berikutnya adalah bab Al-Kalam 'alal-Budda("Kalam tentang Buddha").
NB:
[**]
Saya akan mencoba menganalisis ikhtilaf orang India yang dimaksud Ibnu Nadim di atas. Kelompok India yang mengatakan Buddha sebagai Tuhan adalah sekelompok Buddhis dan Hinduis awam yang tidak mengerti, atau tidak mendalami berbagai kitab/sutta dari Kanon Pali yang secara tradisi merupakan kumpulan sutta dari para murid Sang Buddha berbahasa Pali, bahasa asli Sang Buddha. Mengingat bahwa banyak sutta itu tersebar di masa itu, dan pusat kajian berbagai sutta umumnya terpusat di Mahavihara Nalanda, maka sangat wajar jika kelompok ini tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang Buddhisme. Lalu, kelompok India yang mengatakan Sang Buddha sebagai rasul di antara malaikat adalah sebagian pengikut tradisi sutta Digha Nikaya yang merumuskan konsep mahapurusha lakshana ("32 tanda fisik Sang Buddha") yang memiliki gambaran fisik Sang Buddha yang melampaui fisik umumnya manusia biasa. Lalu, kelompok India yang menyatakan Sang Buddha sebagai manusia biasa, tampaknya datang dari konsep arahant, suatu konsep yang memungkinkan seseorang (manusia biasa) mencapai kesempurnaan seperti Sang Buddha, sebagaimana Siddhartha Gautama yang manusia biasa sebelum mencapai bodhi. Konsep ini diusung oleh seluruh aliran Buddhisme, yang tampaknya pertama diajarkan dalam tradisi Theravada. Kemudian, untuk kelompok India yang menyatakan Sang Buddha adalah 'Ifrit ("sejenis jin") dari antara 'Afarit ("Ifrit-ifrit") tampaknya merujuk pada sekte sinkretisme Buddhisme dengan Zoroastrianisme tertentu yang sekarang sudah punah.

Berikutnya adalah bab Al-Kalam 'alal-Budda("Kalam tentang Buddha").
HALAMAN 487

الكلام على البد
Kalam tentang Buddha.
من غير الكتاب الذي بخط الكندي اختلف الهند في ذلك، فزعمت طائفة انه صورة البارئ تعالى جده، وقالت طائفة صورة رسوله إليهم.
ثم اختلفوا هاهنا فقالت طائفة: الرسول ملك من الملائكة. وقالت طائفة: الرسول بشر من الناس. وقالت طائفة: عفريت من العفاريت. وقالت طائفة: هذه صورة بوداسف الحكيم الذي أتاهم من عند الله جل اسمه. ولكل طائفة منهم طريقة في عبادته وتعظيمه. وحكى بعض من يصدق عنهم، ان لكل ملة منهم صورة يرجعون إلى عبادتها ويعظمونها. وان البد اسم للجنس، والأصنام كالأنواع. فاما صفة البد الأعظم فانسان جالس على كرسي، لا شعر بوجهه، مغموس الذقن في الفقم، ما هو مشتمل بكساء، كالمتبسم، عاقد بيده اثنين وثلاثين. وقال الثقة، ان كل منزل فيه صورته من جميع أصناف الأشياء، وعلى حسب حال الانسان، اما من الذهب المرصع بأنواع الجواهر، أو الفضة أو الصفر أو الحجارة أو الخشب. يعظمونه كيف استقبلهم بوجهه، اما من المشرق إلى المغرب أو من المغرب إلى المشرق. ولكنهم في الأكثر يستدبرون به المشرق حتى يستقبلون المشرق. وحكى ان لهم هذه الصورة بأربعة أوجه، قد عملت بهندسة ودقة صنعة، حتى من أي موضع استقبلوها رأوا الوجه كاملا وصفحته صحيحة لا يغيب عنهم منها شئ بتة. وقيل إن الصنم الذي بالمولتان هذه صورته ... من خط الكندي
Selain dari [sumber] kitab yang ditulistangankan oleh Al-Kindidimana terjadi ikhtilaf terhadap orang India [*]. Salah satu kubu (tha'ifah) menyatakan bahwa Dia [Sang Buddha] seperti Al-Bari' [*] ta'ala jaddah [**]. Namun, kubu lain menyatakan dia seperti rasul bagi mereka [**]. Maka, di sinilah ikhtilaf mereka. Ada kubu lainnya yang mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah rasul dari raja Malaikat" [**]. Sedangkan kubu lainnya mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah rasul dari kalangan manusia biasa" [**]. Ada kubu lainnya yang mengatakan: "[Dia adalah] 'ifrit dari kalangan 'afarit" [**]. Sementara kubu sisanya mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah "Budasaf Al-Hakim" [*] yang didatangkan Allah jallasmuhu kepada mereka" [**]. Setiap dari kubu itu memiliki thariqah [*] masing-masing dalam hal peribadatan ('ibadat) dan pengagungan ('azhimat). Salah seorang yang jujur di antara mereka telah menyatakan bahwasanya masing-masing di antara mereka memiliki penggambaran dalam bentuk patung untuk bertapa dan mengagungkannya. Al-Budd adalah nama aslinya, sedangkan Al-Ashnam berbeda jenis [*]. Penjelasan tentang sifat Buddha Yang Agung ini datang dari seseorang yang duduk di sebuah kursi, tanpa satupun helai rambut di kepala dan wajahnya, antara mulut dan dagunya berdekatan. Dia tidak mengenakan jubah dan memiliki wajah yang murah senyum. Dengan tangannya, dia senantiasa menggenggam tiga puluh dua manik-manik [*]. Orang tsiqah ini berkata, bahwasanya ada patung Buddha di setiap rumah. Mereka terbuat dari berbagai jenis bahan [material], tergantung kegunaannya masing-masing. Patung-patung yang berbahan emas berbeda dengan yang [berbahan] batu mulia, atau perak, kuningan, batu [biasa], maupun kayu. Mereka mengagungkannya sebagaimana mereka menerimanya [*], menghadapkan wajah mereka baik dari timur ke barat, atau dari barat ke timur, tapi kebanyakan dari mereka menghadapkannya ke timur, sehingga mereka menempatkannya di timur. Dikatakan pula bahwa patung-patung ini memiliki empat rupa [*], karya yang sangat indah dari tangan para pengrajin yang tepat yang datang darimana pun mereka temukan. Mereka [para pengrajin itu] dapat menampilkan wajah dan perawakan [patung-patung Buddha] dengan sangat sempurna, tanpa sedikitpun bagian yang tersisa. Dikatakan pula bahwa bentuk patung-patung berasal dari Multan .... yang ini penjelasan dari Al-Kindi.

الكلام على البد
Kalam tentang Buddha.
من غير الكتاب الذي بخط الكندي اختلف الهند في ذلك، فزعمت طائفة انه صورة البارئ تعالى جده، وقالت طائفة صورة رسوله إليهم.
ثم اختلفوا هاهنا فقالت طائفة: الرسول ملك من الملائكة. وقالت طائفة: الرسول بشر من الناس. وقالت طائفة: عفريت من العفاريت. وقالت طائفة: هذه صورة بوداسف الحكيم الذي أتاهم من عند الله جل اسمه. ولكل طائفة منهم طريقة في عبادته وتعظيمه. وحكى بعض من يصدق عنهم، ان لكل ملة منهم صورة يرجعون إلى عبادتها ويعظمونها. وان البد اسم للجنس، والأصنام كالأنواع. فاما صفة البد الأعظم فانسان جالس على كرسي، لا شعر بوجهه، مغموس الذقن في الفقم، ما هو مشتمل بكساء، كالمتبسم، عاقد بيده اثنين وثلاثين. وقال الثقة، ان كل منزل فيه صورته من جميع أصناف الأشياء، وعلى حسب حال الانسان، اما من الذهب المرصع بأنواع الجواهر، أو الفضة أو الصفر أو الحجارة أو الخشب. يعظمونه كيف استقبلهم بوجهه، اما من المشرق إلى المغرب أو من المغرب إلى المشرق. ولكنهم في الأكثر يستدبرون به المشرق حتى يستقبلون المشرق. وحكى ان لهم هذه الصورة بأربعة أوجه، قد عملت بهندسة ودقة صنعة، حتى من أي موضع استقبلوها رأوا الوجه كاملا وصفحته صحيحة لا يغيب عنهم منها شئ بتة. وقيل إن الصنم الذي بالمولتان هذه صورته ... من خط الكندي
Selain dari [sumber] kitab yang ditulistangankan oleh Al-Kindidimana terjadi ikhtilaf terhadap orang India [*]. Salah satu kubu (tha'ifah) menyatakan bahwa Dia [Sang Buddha] seperti Al-Bari' [*] ta'ala jaddah [**]. Namun, kubu lain menyatakan dia seperti rasul bagi mereka [**]. Maka, di sinilah ikhtilaf mereka. Ada kubu lainnya yang mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah rasul dari raja Malaikat" [**]. Sedangkan kubu lainnya mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah rasul dari kalangan manusia biasa" [**]. Ada kubu lainnya yang mengatakan: "[Dia adalah] 'ifrit dari kalangan 'afarit" [**]. Sementara kubu sisanya mengatakan: "Dia [Sang Buddha] adalah "Budasaf Al-Hakim" [*] yang didatangkan Allah jallasmuhu kepada mereka" [**]. Setiap dari kubu itu memiliki thariqah [*] masing-masing dalam hal peribadatan ('ibadat) dan pengagungan ('azhimat). Salah seorang yang jujur di antara mereka telah menyatakan bahwasanya masing-masing di antara mereka memiliki penggambaran dalam bentuk patung untuk bertapa dan mengagungkannya. Al-Budd adalah nama aslinya, sedangkan Al-Ashnam berbeda jenis [*]. Penjelasan tentang sifat Buddha Yang Agung ini datang dari seseorang yang duduk di sebuah kursi, tanpa satupun helai rambut di kepala dan wajahnya, antara mulut dan dagunya berdekatan. Dia tidak mengenakan jubah dan memiliki wajah yang murah senyum. Dengan tangannya, dia senantiasa menggenggam tiga puluh dua manik-manik [*]. Orang tsiqah ini berkata, bahwasanya ada patung Buddha di setiap rumah. Mereka terbuat dari berbagai jenis bahan [material], tergantung kegunaannya masing-masing. Patung-patung yang berbahan emas berbeda dengan yang [berbahan] batu mulia, atau perak, kuningan, batu [biasa], maupun kayu. Mereka mengagungkannya sebagaimana mereka menerimanya [*], menghadapkan wajah mereka baik dari timur ke barat, atau dari barat ke timur, tapi kebanyakan dari mereka menghadapkannya ke timur, sehingga mereka menempatkannya di timur. Dikatakan pula bahwa patung-patung ini memiliki empat rupa [*], karya yang sangat indah dari tangan para pengrajin yang tepat yang datang darimana pun mereka temukan. Mereka [para pengrajin itu] dapat menampilkan wajah dan perawakan [patung-patung Buddha] dengan sangat sempurna, tanpa sedikitpun bagian yang tersisa. Dikatakan pula bahwa bentuk patung-patung berasal dari Multan .... yang ini penjelasan dari Al-Kindi.
NB:
- Makna ikhtilaf dapat dilihat di bab sebelumnya.
- Kata Al-Bari' (Hans Wehr: al-Bāriʿ) secara istilah dimaknai "sifat yang maha menciptakan, atau memiliki inisiatif untuk mengadakan segala sesuatu dari ketiadaan" (sepadan dengan istilah Latin: creatio ex nihilo). Kata "Al-Bari" berasal dari kata barr (بر) yang secara harfiah artinya "saleh, mulia, terhormat, baik, dermawan, patuh". Kata ini biasa digunakan untuk merujuk Tuhan. Namun, seabad setelah Ibnu Nadim, kata ini kemudian dikanonisasi sebagai bagian dari "Nama-nama Allah yang baik" dalam Islam (Asma'ul-Husna), dan hanya diberikan bagi Allah versi doktrin Islam. Namun, sebelum dikanonisasi itu, kata ini digunakan secara luas untuk merujuk Tuhan, dan digunakan pula oleh penulis-penulis non-Muslim berbahasa Arab klasik.
- Ada sebuah traktat Kristen abad ke-8 yang beredar di Persia berbahasa Persia dan Arab, yang berjudul Belavhār o Budāsāf / Bilahwar wa Budasaf (بلهوار و بوداسف). Traktat berbentuk syair ini diatribusikan sebagai karya Yuhanna ad-Damsyiqi (w. 749), uskup dari biara Mar Saba di Yerusalem. Traktat ini menceritakan sebuah legenda tentang 2 (dua) orang yang kudus bernama Barlaam ("Bilahwar") dan Yosafat ("Budasaf"), atau dalam bahasa Suryani disebut "Ba'lah" dan "Yusaf". Keduanya adalah pendeta di India. Pada mulanya, Rasul Thomas, salah satu dari 12 murid Yesus, menginjil hingga ke India (dalam tradisi Gereja Tuhan Malankara, Thomas lah yang mendirikan gereja Mar Thoma di Kerala (India) dimana gereja ini adalah cabang dari Gereja Orthodoks Syria). Dalam legenda Bilahwar wa Budasaf itu, diceritakan bahwa raja di India yang bernama "Abennai" melakukan persekusi terhadap Rasul Thomas ("Thoma") dan muridnya, "Bilahwar". Raja itu mengusir orang-orang Kristen dan menyiksa Rasul Thomas di sebuah bukit di Chennai (Madras) (secara tradisi, bukit itu sekarang adalah bukit Santo Thomas (Parangimalai). Namun, putra raja "Abennai" yang bernama "Budasaf" terketuk hatinya melihat penindasan terhadap orang Kristen. Pangeran "Budasaf" pun mencari persembunyian murid-murid Rasul Thomas di hutan. Sang pangeran pun bertemu dengan uskup "Bilahwar" dan menyatakan Yesus sebagai juruselamatnya di hadapan sang uskup. Pangeran "Budasaf" pun berguru di hutan itu hingga kemudian menjadi penginjil juga. Legenda ini tampaknya hanya dipercaya oleh sebagian kecil Kristen di Persia, yang mungkin sering terlibat perdebatan dengan kaum Buddhis selama masa pemerintahan 'Abbasiyyah, sehingga mereka mengklaim bahwa Sang Buddha tidak lain adalah uskup Yosafat (Budasaf).
- Kata thariqah (طريقة; Hans Wehr: ṭarīqa) biasa digunakan dalam tradisi Sufisme (Tashawuf) untuk merujuk metode asketika Islam (kata ini diserap ke bahasa Indonesia menjadi tarekat). Namun, dalam skala luas, kata thariqah sepadan dengan kata ordo. Dan di masa itu, kata ini lazim digunakan untuk merujuk setiap metode pengajaran untuk perilaku tapa / asketik / kehidupan selibat / monastik. Dalam hal ini, tentunya Ibnu Nadim merujuk pada Monastisisme Buddha.
- Sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya, Ibnu Nadim membedakan makna budd ("patung") dengan ashnam ("patung"). Penjelasannya dapat dilihat di bab India (1).
- Yang dimaksud oleh Ibnu Nadim sebagai "dia senantiasa menggenggam tiga puluh dua manik-manik" tidak lain adalah japamala, semacam "tasbih" atau "rosario" yang ukurannya besar yang biasa digunakan oleh para bhikkhu untuk melatih kesadaran dhamma agar tetap konsisten. Jumlah manik-manik japamala bervariatif, ada yang 18, 27, 54, 108, dan 109. Yang paling umum adalah 108 yang merupakan simbol dari jumlah kilesa ("108 keadaan mental yang mengganggu kesadaran manusia"). Sementara, jumlah 32 adalah jumlah yang lazimnya digunakan oleh para pertapa Hindu untuk menghitung pembacaan mantra. Sepintas atestasi Ibnu Nadim ini memang terlihat membingungkan, di satu sisi dia menyebut orang yang ditemuinya itu tanpa memiliki helai rambut sedikitpun (yang menampilkan gambaran seorang bhikkhu), tapi dia menggenggam japamala sejumlah 32 (yang menampilkan gambaran seorang pertapa Hindu). Satu-satunya argumen yang dapat menyatakan orang yang ditemui Ibnu Nadim itu sebagai bhikkhu adalah bahwa japamala memang bervariasi. Penggunaan 108 manik-manik dalam tradisi Buddhisme itu mungkin baru mulai populer menjelang akhir abad pertengahan. Ketika masih di akhir abad kuno, banyak pertapa yang memegang tradisi Shaivisme. Para pertapa ini biasanya mengambil doktrin Buddhisme sebagai pokok utama ajaran dan praktik spiritual, sembari menggunakan praktik yoga yang dipraktikan banyak yogi Shiva. Pada perkembangan selanjutnya, para pertapa dari kasta non-Brahmana ini menyerap seluruh ajaran Hindu, Buddha, dan Jain. Para pertapa ini disebut sebagai Śramaṇa. Para filsuf Yunani menyebutnya sebagai: (1) Sarmanae (Σαρμάναι), sebagaimana disebutkan oleh Clement dari Alexandria; atau (2) Samanaioi Baktrieu (Σαμαναίοι Βάκτρων; "kelompok Śramaṇa dari Bactria/Balkh") dan Gymnosophistai (γυμνοσοφισταί; "para filsuf tanpa aliran"). Kesimpulannya, yang ditemui oleh Ibnu Nadim adalah seorang bhikkhu dari kalangan Śramaṇa yang waktu itu sangat banyak dan mudah ditemui di Balkh (dekat perbatasan Afghanistan).
- Kalimat "mereka mengagungkannya sebagaimana mereka menerimanya" (يعظمونه كيف استقبلهم بوجهه) dapat bermakna bahwa para Buddhis datang ke patung Buddha untuk berdoa, dan doa mereka dikabulkan. Dalam tradisi intelektual Buddhisme, patung hanya merupakan media dalam latihan meditasi. Namun, bagi masyarakat Buddhis awam, patung digunakan untuk berdoa.
- Pada bagian "patung dengan empat wajah" ini, Ibnu Nadim tidak merujuk patung Buddha melainkan patung Vishnu Chaturanana (Vaikuntha Chaturmurti. Penjelasan Ibnu Nadim ini tampak seperti merujuk Hinduisme daripada Buddhisme. Namun, yang perlu diperhatikan adalah, bahwa masyarakat Hindu-Buddha terbiasa bertukar kebudayaan. Misalnya, di dalam Mahavihara Nalanda (universitas/pesantren Buddhis terbesar sejak abad ke-3 sampai 7) juga terdapat arca dewa-dewa Hindu seperti Vishnu, Siva-Parvathi, Ganesha, Mahishasura Mardini, dan Surya. Dalam tradisi Buddhisme, "dewa/tuhan" (deva) adalah makhluk yang sama seperti manusia, dapat mati dan bereinkarnasi menjadi dewa baru, atau menjadi setengah dewa. Karena dalam Buddhisme dikenal doktrin anicca ("ketidak-kekalan"), sehingga tidak ada satupun yang kekal di alam semesta, termasuk para dewa. Dalam hal ini, wajar jika sering ditemui patung-patung atau arca-arca Hindu dalam tradisi Buddhisme. Sebaliknya, dalam keyakinan Hinduisme juga terdapat doktrin dashavatara ("sepuluh avatara / penjelmaan Vishnu"), bahwa Sang Buddha adalah merupakan avatara kesembilan dari dewa Vishnu. Maka, dalam antropologi, kita mengenal istilah konjungtif "Hindu-Buddha" yang menggambarkan suatu periode sinkretisasi antara Buddhisme dengan Vedic-Hindu sejak abad ke-5 SM sampai abad ke-11 M, suatu periode dimana sinkretisme Buddha dengan Hindu terjadi tanpa meninggalkan keotentikan tradisinya satu sama lain. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa patung yang dimaksud Ibnu Nadim adalah patung kepala empat Vishnu yang memang pernah ada dalam kebudayaan Buddhisme.
[**]
Saya akan mencoba menganalisis ikhtilaf orang India yang dimaksud Ibnu Nadim di atas. Kelompok India yang mengatakan Buddha sebagai Tuhan adalah sekelompok Buddhis dan Hinduis awam yang tidak mengerti, atau tidak mendalami berbagai kitab/sutta dari Kanon Pali yang secara tradisi merupakan kumpulan sutta dari para murid Sang Buddha berbahasa Pali, bahasa asli Sang Buddha. Mengingat bahwa banyak sutta itu tersebar di masa itu, dan pusat kajian berbagai sutta umumnya terpusat di Mahavihara Nalanda, maka sangat wajar jika kelompok ini tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang Buddhisme. Lalu, kelompok India yang mengatakan Sang Buddha sebagai rasul di antara malaikat adalah sebagian pengikut tradisi sutta Digha Nikaya yang merumuskan konsep mahapurusha lakshana ("32 tanda fisik Sang Buddha") yang memiliki gambaran fisik Sang Buddha yang melampaui fisik umumnya manusia biasa. Lalu, kelompok India yang menyatakan Sang Buddha sebagai manusia biasa, tampaknya datang dari konsep arahant, suatu konsep yang memungkinkan seseorang (manusia biasa) mencapai kesempurnaan seperti Sang Buddha, sebagaimana Siddhartha Gautama yang manusia biasa sebelum mencapai bodhi. Konsep ini diusung oleh seluruh aliran Buddhisme, yang tampaknya pertama diajarkan dalam tradisi Theravada. Kemudian, untuk kelompok India yang menyatakan Sang Buddha adalah 'Ifrit ("sejenis jin") dari antara 'Afarit ("Ifrit-ifrit") tampaknya merujuk pada sekte sinkretisme Buddhisme dengan Zoroastrianisme tertentu yang sekarang sudah punah.
Diubah oleh tyrodinthor 26-10-2024 19:50
diknab dan 6 lainnya memberi reputasi
7