- Beranda
- Stories from the Heart
LIMA BELAS MENIT
...
TS
gitartua24
LIMA BELAS MENIT


PROLOG
"Masa SMA adalah masa-masa yang paling ga bisa dilupakan." menurut sebagian orang. Atau paling engga gue anggepnya begitu. Di masa-masa itu gue belajar banyak tentang kehidupan mulai dari persahabatan, bandel-bandel ala remaja, cita-cita, masa depan, sampai menemukan pacar pertama dan terakhir?. Drama? mungkin. pake banget? bisa jadi.
Masa Sma bagi gue adalah tempat dimana gue membentuk jati diri. Terkadang gue bantuin temen yang lagi kena masalah dengan petuah-petuah sok bijak anak umur tujuh belas tahun. Gak jarang juga gue ngerasa labil sama sikap gue sendiri. mau gimana lagi, namanya juga anak muda. Kadang gue suka ketawa-ketawa sendiri dan mengamini betapa bodohnya gue saat itu.
Gue SMA di jaman yang namnya hp B*ackberry lagi booming-boomingnya. Di jaman itu juga yang namanya joget sapel-sapelan lagi hits. Mungkin kalo lo inget pernah masuk atau bahkan bikin squd sendiri terus launching jaket sambil jalan-jalan di mall mungkin lo bakal malu sendiri saat ada temen lo yang ngungkit-ngungkit masa itu. Gue sendiri paling kesel kalo adan orang petantang-petenteng dengan bangganya bilang kalu dia anggota salah satu squad sapel terkenal di ibu kota dan sekitarnya. Secara saat itu gue lebih suka nonton acara metal di Rossi Fatmawati. Playlist lagi gue juga ga jauh-jauh dari aliran metal, punk, hardcore. Mungkin itu yang ngebuat gue ga terlalu suka lagu EDM atau rap yang mumble. Atau bahkan lagu RnB yang sering ada di top 100 Joox dan Spotify. Yaaa meskipun gue sekarang lebih kompromi dengan dengerin lagu apa aja yang gue suka, ga mandang genre.
Oiya, nama gue Atreya xxxxx. Biasa dipanggil Treya, dengan tinggi 182 cm dan berat 75 kg (naik turun tergantung musim). Ganteng dan menawan? relatif. Nama gue mungkin aneh ntuk orang Indonesia. Tapi gue suka dengan nama ini. karena pada dasarnya gue emang gasuka segala sesuatu yang banyak orang lain suka. Gue anak kedua dari dua bersaudara. Gue lahir dan besar di Jakarta, lebih tepatnya Jakarta selatan. Ga tau kenapa ada pride lebih aja Jakarta selatan dibanding bagian Jakarta lainnya, meskipun gue tinggal di Bintaro, hehe. Bokap gue kerja di suatu kantor yang ngurusin seluruh bank yang ada di Indonesia. Meski kerja kantoran tapi bokap gue suka banget yang namanya musik. mungkin darah itu menurun ke gue. Nyokap gue seorang ibu rumah tangga yang ngerangkap jadi pebisnis kecil-kecilah dimana orderan paling ramenya dateng pas bulan puasa. mulai dari makanan kering sampe baju-baju. Kakak gue cewek beda empat tahun. Waktu gue masuk SMA berarti doi baru masuk kuliah. Kakak gue ini orangnya cantik pake banget gan. kembang sekolah gitu dah. Gue bahkan sampe empet kalo ada temen cowoknya yang sok-sok baikin gue.
Lo percaya dengan dunia pararel? Dunia dimana ada diri kita yang lain ngelakuin sesuatu yang beda sama apa yang kita lakuin sekarang. Misalnya lo ada di dua pilihan, dan lo milih pilihan pertama. Untuk beberapa lama setelah lo ngejalanan pilihan lo mungkin lo bakal mukir ""Gue lagi ngapain yaa sekarang kalo milih pilihan yang kedua. mungkin gue lebih bahagi. Atau mungkin lebih sedih." Hal itulah yang ngebuat gue bikin cerita ini.
Ditahun itu gue baru masuk salah satu SMA di Jakarta selatan. Disaat itu juga cerita gue dimulai
INDEX
Part 1 - MOS day
Part 2 - Perkenalan
Part 3 - Peraturan Sekolah
Part 4 - Balik Bareng
Part 5 - Masih MOS Day
part 6 - Terakhir MOS Day
Part 7 - Hujan
Part 8 - Pertemuan
Part 9 - Debat Penting Ga Penting
Part 10 - Atas Nama solidaritas
Part 11 - Rutinitas
Part 12 - Om Galih & Jombang
Part 13 - Gara Gara Cukur Rambut
Part 14 - Rossi Bukan Pembalap
Part 15 - Bertemu Masa Lalu
Part 16 - Menghibur Hati
Part 17 - Ga Makan Ga Minum
Part 18 - SOTR
Part 19 - Tubirmania
Part 20 - Bukber
Part 21 - Masih Bukber
Part 22 - Wakil Ketua Kelas & Wacana
Part 23 - Latihan
Part 24 - The Rock Show
Part 25 - After Show
Part 26 - Anak Kuliahan
Part 27 - Malam Minggu Hacep
Part 28 - Aneh
Part 29 - Kejutan
Part 30 - Dibawah Sinar Warna Warni
Part 31 - Perasaan
Part 32 - Sela & Ramon
Part 33 - HUT
Part 34 - Masuk Angin
part 35 - Kunjungan
Part 36 - Wacana Rico
Part 37 - Atletik
Part 38 - Pengganggu
Part 39 - Nasib jadi Adek
Part 40 - Boys Talk
Part 41 - Taurus
Part 42 - Klise
Part 43 - Eksistensi
Part 44 - Utas VS Aud
Part 45 - Naik Kelas
Part 46 - XI IPA 1
Part 47 - Yang Baru
Part 48 - Lo Pacaran Sama Putri?
Part 49 - Sok Dewasa
Part 50 - Masih Sok Dewasa
Part 51 - Salah Langkah
Part 52 - Penyesalan
Part 53 - Bubur
Part 54 - Bikin Drama
Part 55 - Latihan Drama
Part 56 - Pertunjukan Drama
Part 57 - Coba-Coba
Part 58 - Greet
Part 59 - Sparing
Part 60 - Sedikit Lebih Mengenal
Part 61 - Hal Tidak Terduga
Part 62 - Hal Tidak Terduga Lainnya
Part 63 - Ngedate
Part 64 - Berita Dari Kawan
Part 65 : Second Chance
Part 66 - Maaf Antiklimaks
Part 67 - Bikin Film
Part 68 - Sudden Date
Part 69 - Masih Sudden Date (Lanjut Gak?)
Part 70 - Kok Jadi Gini
Part 71 - Sedikit Penjelasan
Part 72 - Sehari Bersama Manda
Part 73 - Masak Bersama Manda
Part 74 - Malam Bersama Manda
Part 75 - Otw Puncak
Part 76 - Villa & Kebun Teh
Part 77 - Malam Di Puncak
Part 78 - Hari Kedua & Obrolan Malam
Part 79 - Malam Tahun Baru
Part 80 - Shifting
Part 81 - Unclick
Part 82 - Gak Tau Mau Kasih Judul Apa
Part 83 - 17
Part 84 - Hari Yang Aneh
Part 85 - Pertanda Apa
Part 86 - Ups
Part 87 - Menjelang Perpisahan
Part 88 - Cerita Di Bandung
Part 89 - Obrolan Pagi Hari & Pulang
Part 90 - Awal Baru
Part 91 - Agit
Part 92 - Tentang Sahabat
Part 93 - Keberuntungan Atau Kesialan
Part 94 - Memulai Kembali
Part 95 - Belum Ingin Berakhir
Part 96 - Makan Malam
Part 97 - Rutinitas Lama
Part 98 - Sekedar Teman
Part 99 - Bukan Siapa-Siapa
Part 100 - Seperti Dulu
Part 101 - Kue Kering
Part 102 - Perusak Suasana
Part 103 - Cerita Di Warung Pecel
Part 104 - Konfrontasi
Part 105 - Tragedi Puisi
Part 106 - Gak Sengaja Jadian
Part 107 - Day 1
Part 108 - Mengerti
Part 109 - Sisi Lain
Part 110 - Cemburu
Part 111- Cemburu Lagi
Part 112 - Cerita Akhir Tahun
Part 113 - Ketemu Lagi
Part 114 - Malam Panjang
Part 115 - Malam Masih Panjang
Part 116 - Malam Berakhir
Part 117 - Mereka Bertemu
Part 118 - rekonsiliasi
Part 119 - Bicara Masa Depan
Part 120 - Langkah
Part 121 - UN
Part 122 - Pilox & Spidol
Part 123 - Menjelang Prom
Part 124 - Malam Perpisahan
Part 125 - Sebuah Akhir Untuk Awal Baru (TAMAT)
Epilog - Untuk Perempuan Yang Sempat Singgah Di Hati
Terima Kasih, Maaf, & Pengumuman
Special Part : Gadis Manis & Bocah Laki-Laki Di Kursi Depan
MULUSTRASI
Diubah oleh gitartua24 25-04-2022 01:17
JabLai cOY dan 122 lainnya memberi reputasi
119
197.8K
1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
gitartua24
#725
Part 97 - Rutinitas lama
Keesokan harinya gue bagun lebih pagi dari biasanya, dengan menyetel alarm yang lebih pagi juga pastinya. Biasanya gue baru akan terbangun saat matahari udah mulai naik, mungkin sekitar hampir jam enam, atau malah diatas jam enam. Dan baru siap berangkat mungkin jam enam lewat lima belas. Keburu lah masuk jam setengah tujuh dari Bintaro ke Fatmawati.
Tapi hari ini jelas berbeda. Gue bangun jam setengah enam pagi dimana matahari belom menampakkan diri. Kalau di hari-hari biasanya ini masih kepagian banget buat gue, bangun jam segini udah kaya anak baru SMA, masih ada waktu buat tidur setengah jam lagi. Yang ngebuat beda adalah karena hari ini gue kembali melakukan rutinitas lama gue, menjemput seseorang. Siapa lagi kalau bukan Putri.
Bangun jam setengah enam juga sebenernya masih kepagian buat jemput Putri. Dulu, biasanya gue baru jalan ke rumah Putri jam enam, sedangkan gue hanya butuh waktu lima belas menit buat siap-siap, dari mandi sampe berak. Ga pake sarapan, gue ga suka sarapan. Itu artinya ada lima belas menit tambahan buat gue mempersiapkan diri.
Setelah gue ngumpulin nyawa beberapa saat gue langsung turun ke bawah buat mandi. Seperti biasa udah ada nyokap gue yang lagi beres-beres rumah, sementara itu bokap udah pergi ke kantor. Gue melewati nyokap gue yang lagi nyapu di ruang tengah menuju jemuran buat ngambil handuk.
“Tumben jam segini udah bangun.” Kata nyokap gue dengan nada bercanda. Gue tidak menghiraukannya karena takut ditanyain macem-macem, daripada salah jawab.
Saat mandi pagi, dari empat ritual yang gue lakukan (diluar berak), biasanya gue hanya melakukan dua sampe tiga dari ritual tersebut. Yang pasti sabunan da gosok gigi. Keramas dan cuci muka pake sabun adalah opsional kalau mandi pagi di hari sekolah. Beda cerita kalau gue mau jalan atau nongkrong, gue pasti melakukan keempat ritual tersebut. Tapi karena pagi ini berbeda, gue dengan senang hati melakukan keempat ritual tersebut.
Setelah mandi gue langsung balik ke kamar buat siap-siap. Dan selayaknya gue mau cabut buat malem mingguan, gue berdiri di depan lemari gue sambil memandangi ini lemari. Kira-kira baju apa yang bakal gue pake hari ini.
Yah, udah pasti pake seragam sekolah sih. Maksudnya karena celana abu-abu yang gue punya pasti dikecilin lagi pas baru beli, dan belinya ga barengan, jadi ada yang terlalu kecil ada juga yang kurang kecil. Gue memilih celana yang paling pas, ga terlalu kecil, ga kegedean. Itu artinya gue harus membongkar setelan seragam yang udah dipasang-pasangin sama atasannya.
Setelah dapet celana abu-abu yang gue cari beserta atasannya, sekarang giliran gue nyari luaran atau jaket buat naik motor, padahal hampir semuanya warna item. Mau pake crewneck terus kerah kemeja dikeluarin, agak kurang. Pake jaket baseball, warnanya bukan item, kurang pd gue. Pake jaket kulit, disangka mau touring motor, lagian ga punya juga. Pake jaket jeans warna item berat kalo dimasukin tas, lagian gue nanti malah keliatan kaya dilan versi anak metal. Padahal dulu belom ada film dilan, wkwkwk.
Ketika lagi nyari-nyari luaran di tumpukan yang ada di lemari, ketika sampe di bagian bawah, gue menemukan sebuah hoodie yang udah lama banget ga gue pake. Warna hitamnya udah agak sedikit memudar, tapi gapapa lah, masih keliatan item kok. Yang lebih spesial lagi, hoodie tersebut adalah kado dari Putri waktu ulang tahun gue di kelas sepuluh.
Gue keluarin hoodie tersebut dari dalem lemari, terus gue cium. Rada bau apek gara-gara jarang gue pake dan terlalu lama disimpan di lemari. Gue juga ga ngerti kenapa hoodie ini jarang gue pake lagi, buktinya sampe ada di bawah tumpukan baju itu artinya jarang gue ambil. Ketika gue ambil dan gue pake hoodie tersebut, langsung gue semprotin parfum yang banyak biar rada wangi, lalu gue udah siap buat berangkat sekolah.
Jam udah menunjukkan hampir pukul enam, gue segera bergegas turun ke bawah buat make sepatu dan berangkat. Setelah pamit dan salim ke nyokap gue pun berangkat. Dengan semangat empat lima gue memacu motor dengan kecepatan sedang sambil menikmati udara pagi yang belum dipenuhi oleh kendaraan bermotor lainnya.
Tiba di depan rumah Putri, suasana sekitar masih keliatan sepi. Langitnya juga belom terang-terang banget karena baru jam enam lewat sedikit. Gue pun memutuskan buat ngabarin Putri kalau gue udah di depan rumahnya.
Setelah nunggu beberapa saat, pintu depan pun terbuka. Tapi bukannya Putri yang keluar melainkan nyokapnya. Gue ga tau mau ngapain, mungkin beres-beres halaman rumah, atau mungkin mau pergi ke pasar. Ngeliat kehadiran gue nyokapnya Putri langsung nyamperin dan memasang wajah terkejut.
“Ya Ampun, kamu….., Treya kan?” Kata nyokapnya Putri kaget.
“Iya tente, hehehe.” Gue cuman bisa nyengir terus cium tangan.
“Kemana aja? Kok ga pernah keliatan lagi? Perasaan dulu setiap hari jemput.”
“Ga kemana-mana kok tan, yaaa gitu deh, hehe.” Sumpah gue kebingungan harus jawab apaan. Untungnya nyokapnya Putri ga nanya lebih jauh, kaya apakah kita sempet berantem atau ngomongin mantannya Putri. Gue ga tau sih Putri cerita atau engga masalah itu.
“Bentar yaaa, tante panggilin Putrinya dulu.”
“Ga usah tante, aku udah ngabarin Putri juga kok.” Tolak gue secara halus biar ga ngerepotin, dan ga lama setelah itu putri keluar dari dalem rumahnya. Dengan seragam sekolah yang ditutupi pasmina hitam, gaya standar ala agit.
“Lama banget sih kamu, kasian Treya nunggu dari tadi.” Kata nyokapnya Putri ke anaknya.
“Beres-beres dulu tadi mah.”
“Dandan dulu deh pasti, kebiasaan.”
“Apaan sih mah, iiihhh….”
Ngeliat Putri yang digodain sama nyokapnya gue cuman bisa cekikikan. Emang bener, ada sedikit polesan make up di wajah Putri, tapi bukan polesan make up tebel kaya orang mau kondangan. Gue ga tau nama-nama make up, tapi cukup membuat wajah Putri terlihat lebih merona.
Setelah salim ke nyokapnya, Putri bergegas naik ke motor gue. Kali ini gak canggung kaya kemarin pas gue nganterin Putri bimbel karena waktu naik Putri memegang Pundak gue untuk pegangan buat dia naik. Gue pun pamit sama nyokapnya Putri dan melanjutkan perjalanan.
Di dalam perjalanan kita berdua ga terlalu banyak bicara, hanya menikmati udara pagi sambil menerobos jalan raya yang udah mulai menunjukkan tanda-tanda kemacetan. Dulu waktu gue masih sering anter jemput Putri pas kelas satu kita juga jarang ngobrol sih pas di motor, hanya sekali-sekali aja.
“Masih di sempen Tre sweaternya?” Tanya Putri tiba-tiba waktu kita lagi di tegah perjalanan.
“Masih lah Put, masa kado dari orang dibuang.” Putri ga membalas perkataan gue, tapi gue bisa melihat raut wajahnya dengan senyuman tipis dari kaca spion.
Waktu gue masuk sebuah gang di radio dalam buat motong jalan menuju sekolah gue, tiba-tiba ada sebuah motor yang menyamai laju motor gue. Gue kirain anak sekolah lain yang ngerebekin, gatunya si Iman yang emang rumahnya deket situ.
Sambil melihat ke arah gue dan Putri dengan senyuman penuh arti, tiba-tiba dia teriak, “Berduaan ae, ngojek bang!” Terus melaju begitu aja ninggalin motor gue. Anjing emang, ngerusak suasana aja, wkwkwk.
Tiba di sekolah, gue dengan terpaksa harus parkir motor sedikit lebih dalam, yang artinya bakalan ketutupan sama motor-motor lain nantinya. Tapi gapapa lah, ini semua demi jemput Putri. Cihuy.
“Duluan aja Put.” Gue nyuruh Putri buat duluan, soalnya gue mau masuki helm dan lain-lain dulu. Tapi Putri sepertinya ga peduli, dia tetep nungguin gue sampe gue kelas, sama persis waktu kelas sepuluh dulu.
Setelah itu kita jalan bareng menuju lantai atas. Ada beberapa pasang mata yang memperhatikan kita berdua, khususnya anak kelas tiga yang emang sedikit banyaknya gue tau dan sekedar kenal. Tapi mereka ga komentar apa-apa, dan gue pun juga ga menanggapi mereka.
Saat di lantai atas, di daerahnya anak-anak kelas tiga, makin banyak yang ngeliatin, terutama yang tau dulunya gue sama Putri gimana. Mungkin mereka menangkap ada keanehan, atau berpikiran hal-hal lain. Bodo amat dah.
“Duluan yaa Tre.” Ucap Putri begitu kita sampe di depan kelasnya dia. Gue pun cuman ngangguk dan berjalan lagi menuju kelas gue.
Sesampainya gue ke dalam kelas, gue bisa merasakan pandangan dari pojok kelas deket tempat duduk gue. Disana udah ada orang-orang yang siap memberondong gue dengan seribu satu pertanyaan dan pernyataan.
“Tadi waktu gue jalan ada yang berduaan cuy sama cewek.” Gue baru aja naro ts di atas meja si Iman udah nyerocos duluan.
“Siapa emangnya Man? Siapa emangnya? kasih tau dong.”
“Ada dah Co, diem-diem gitu orangnya pas gue sapa.”
“Masa sih lo ga disapa balik.” Sekarang gue udah duduk di meja sebelah memperhatikan tingkah laku temen-temen gue.
“Ga tau, lagi seneng kali orangnya.”
“Siapa sih Man orangnya?Penasaran deh gue.” Kata Rico dengan nada yang dilebih-lebihkan sambil melirik ke arah gue. Kampret emang, pake pura-pura ga tau lagi nih bocah pada.
“Bacot dah lo pada.” Selepas gue ngomong, barulah mereka pada ketawa, terus memulai sesi wawancara dimana pertanyaan 5W1H lengkap mereka keluarin.
Menjelang mata pelajaran terakhir berakhir hari itu, gue diem-diem ngeluarin hp gue dari kantong buat ngebbm Putri ngajakin balik bareng. Sebenernya buka balik bareng juga sih, tapi nganterin balik. Soalnya gue harus balik lagi ke rumah Bobby karena sorenya ada kelas bimbel.
"Put, nanti balik dijemput? Mau bareng ga?" Kemudian gue memasukkan hp ke dalam loker.
Ga lama setelahnya hp gue pun masuk notif dari Putri, buru-buru gue baca. Sayangnya harapan tidak sesuai kenyataan.
"Yaaah, gue belom bilang ojek gue Tre."
Oke, hubungan gue dan Putri emang belom kembali seratus persen seperti sedia kala. Buktinya gue harus bilang dulu kalau mau nganterin Putri balik biar ga ada miss komunikasi. Kalau dulu kan emang udah jadi mandatory buat anter jemput Putri, dan gue menghargai keputusan Putri tersebut.
"Okee deh, besok aja yaaa."
"Emang gapapa? Kan lo bimbel."
"Selow Put."
"Siap, nanti gue bilang abang ojeknya gue punya ojek baru, hahaha." Jir, malah dibecandaain. Tapi gue anggap itu sebagai lampu ijo.
"Waduh, ojek sama saya mahal bu." Bales gue ikutan becandaannya Putri.
"Yaaah gimana sih bang, kirain gratis."
"Tapi buat ibu gapapa deh gratis, hahaha."
"Seru banget bang kayaknya." Kok sekarang malah jadi suara bisik-bisik cowok.
Ngepet, gataunya Rico ngeliatin gue bbman sama Putri dari tadi. Kampret emang nih orang. "Apaan sih lo Co, elah."
"Mau juga dong bang ojeknya."
"Najis lo." Dia malah ketawa-tawa. Buru-buru gue masukin hp gue ke dalem kantong.
"Yaelah, liat dulu si, penasaran gue lo chatan sama Putri lagi gimana."
"Diem-diem deh Co."
"Dikit doang sih Tre."
"Kagak-kagak."
"Kalian yang dibelakang yang lagi berisik, coba sini maju kedepan." Ini satu suara lagi main nimbrung aja. Masalahnya guru gue yang lagi ngajar yang ikut nimbbrung-_-.
Akhirnya sebelum pelajaran ditutup gue dan Rico disuruh maju buat ngerjain soal yang guru gue kasih. Ga perlu gue jelasin lagi gue sama Rico bisa ngejawabnya apa engga. Yang jelas sempet diceramahin dulu.
Keesokan harinya gue bagun lebih pagi dari biasanya, dengan menyetel alarm yang lebih pagi juga pastinya. Biasanya gue baru akan terbangun saat matahari udah mulai naik, mungkin sekitar hampir jam enam, atau malah diatas jam enam. Dan baru siap berangkat mungkin jam enam lewat lima belas. Keburu lah masuk jam setengah tujuh dari Bintaro ke Fatmawati.
Tapi hari ini jelas berbeda. Gue bangun jam setengah enam pagi dimana matahari belom menampakkan diri. Kalau di hari-hari biasanya ini masih kepagian banget buat gue, bangun jam segini udah kaya anak baru SMA, masih ada waktu buat tidur setengah jam lagi. Yang ngebuat beda adalah karena hari ini gue kembali melakukan rutinitas lama gue, menjemput seseorang. Siapa lagi kalau bukan Putri.
Bangun jam setengah enam juga sebenernya masih kepagian buat jemput Putri. Dulu, biasanya gue baru jalan ke rumah Putri jam enam, sedangkan gue hanya butuh waktu lima belas menit buat siap-siap, dari mandi sampe berak. Ga pake sarapan, gue ga suka sarapan. Itu artinya ada lima belas menit tambahan buat gue mempersiapkan diri.
Setelah gue ngumpulin nyawa beberapa saat gue langsung turun ke bawah buat mandi. Seperti biasa udah ada nyokap gue yang lagi beres-beres rumah, sementara itu bokap udah pergi ke kantor. Gue melewati nyokap gue yang lagi nyapu di ruang tengah menuju jemuran buat ngambil handuk.
“Tumben jam segini udah bangun.” Kata nyokap gue dengan nada bercanda. Gue tidak menghiraukannya karena takut ditanyain macem-macem, daripada salah jawab.
Saat mandi pagi, dari empat ritual yang gue lakukan (diluar berak), biasanya gue hanya melakukan dua sampe tiga dari ritual tersebut. Yang pasti sabunan da gosok gigi. Keramas dan cuci muka pake sabun adalah opsional kalau mandi pagi di hari sekolah. Beda cerita kalau gue mau jalan atau nongkrong, gue pasti melakukan keempat ritual tersebut. Tapi karena pagi ini berbeda, gue dengan senang hati melakukan keempat ritual tersebut.
Setelah mandi gue langsung balik ke kamar buat siap-siap. Dan selayaknya gue mau cabut buat malem mingguan, gue berdiri di depan lemari gue sambil memandangi ini lemari. Kira-kira baju apa yang bakal gue pake hari ini.
Yah, udah pasti pake seragam sekolah sih. Maksudnya karena celana abu-abu yang gue punya pasti dikecilin lagi pas baru beli, dan belinya ga barengan, jadi ada yang terlalu kecil ada juga yang kurang kecil. Gue memilih celana yang paling pas, ga terlalu kecil, ga kegedean. Itu artinya gue harus membongkar setelan seragam yang udah dipasang-pasangin sama atasannya.
Setelah dapet celana abu-abu yang gue cari beserta atasannya, sekarang giliran gue nyari luaran atau jaket buat naik motor, padahal hampir semuanya warna item. Mau pake crewneck terus kerah kemeja dikeluarin, agak kurang. Pake jaket baseball, warnanya bukan item, kurang pd gue. Pake jaket kulit, disangka mau touring motor, lagian ga punya juga. Pake jaket jeans warna item berat kalo dimasukin tas, lagian gue nanti malah keliatan kaya dilan versi anak metal. Padahal dulu belom ada film dilan, wkwkwk.
Ketika lagi nyari-nyari luaran di tumpukan yang ada di lemari, ketika sampe di bagian bawah, gue menemukan sebuah hoodie yang udah lama banget ga gue pake. Warna hitamnya udah agak sedikit memudar, tapi gapapa lah, masih keliatan item kok. Yang lebih spesial lagi, hoodie tersebut adalah kado dari Putri waktu ulang tahun gue di kelas sepuluh.
Gue keluarin hoodie tersebut dari dalem lemari, terus gue cium. Rada bau apek gara-gara jarang gue pake dan terlalu lama disimpan di lemari. Gue juga ga ngerti kenapa hoodie ini jarang gue pake lagi, buktinya sampe ada di bawah tumpukan baju itu artinya jarang gue ambil. Ketika gue ambil dan gue pake hoodie tersebut, langsung gue semprotin parfum yang banyak biar rada wangi, lalu gue udah siap buat berangkat sekolah.
Jam udah menunjukkan hampir pukul enam, gue segera bergegas turun ke bawah buat make sepatu dan berangkat. Setelah pamit dan salim ke nyokap gue pun berangkat. Dengan semangat empat lima gue memacu motor dengan kecepatan sedang sambil menikmati udara pagi yang belum dipenuhi oleh kendaraan bermotor lainnya.
Tiba di depan rumah Putri, suasana sekitar masih keliatan sepi. Langitnya juga belom terang-terang banget karena baru jam enam lewat sedikit. Gue pun memutuskan buat ngabarin Putri kalau gue udah di depan rumahnya.
Setelah nunggu beberapa saat, pintu depan pun terbuka. Tapi bukannya Putri yang keluar melainkan nyokapnya. Gue ga tau mau ngapain, mungkin beres-beres halaman rumah, atau mungkin mau pergi ke pasar. Ngeliat kehadiran gue nyokapnya Putri langsung nyamperin dan memasang wajah terkejut.
“Ya Ampun, kamu….., Treya kan?” Kata nyokapnya Putri kaget.
“Iya tente, hehehe.” Gue cuman bisa nyengir terus cium tangan.
“Kemana aja? Kok ga pernah keliatan lagi? Perasaan dulu setiap hari jemput.”
“Ga kemana-mana kok tan, yaaa gitu deh, hehe.” Sumpah gue kebingungan harus jawab apaan. Untungnya nyokapnya Putri ga nanya lebih jauh, kaya apakah kita sempet berantem atau ngomongin mantannya Putri. Gue ga tau sih Putri cerita atau engga masalah itu.
“Bentar yaaa, tante panggilin Putrinya dulu.”
“Ga usah tante, aku udah ngabarin Putri juga kok.” Tolak gue secara halus biar ga ngerepotin, dan ga lama setelah itu putri keluar dari dalem rumahnya. Dengan seragam sekolah yang ditutupi pasmina hitam, gaya standar ala agit.
“Lama banget sih kamu, kasian Treya nunggu dari tadi.” Kata nyokapnya Putri ke anaknya.
“Beres-beres dulu tadi mah.”
“Dandan dulu deh pasti, kebiasaan.”
“Apaan sih mah, iiihhh….”
Ngeliat Putri yang digodain sama nyokapnya gue cuman bisa cekikikan. Emang bener, ada sedikit polesan make up di wajah Putri, tapi bukan polesan make up tebel kaya orang mau kondangan. Gue ga tau nama-nama make up, tapi cukup membuat wajah Putri terlihat lebih merona.
Setelah salim ke nyokapnya, Putri bergegas naik ke motor gue. Kali ini gak canggung kaya kemarin pas gue nganterin Putri bimbel karena waktu naik Putri memegang Pundak gue untuk pegangan buat dia naik. Gue pun pamit sama nyokapnya Putri dan melanjutkan perjalanan.
Di dalam perjalanan kita berdua ga terlalu banyak bicara, hanya menikmati udara pagi sambil menerobos jalan raya yang udah mulai menunjukkan tanda-tanda kemacetan. Dulu waktu gue masih sering anter jemput Putri pas kelas satu kita juga jarang ngobrol sih pas di motor, hanya sekali-sekali aja.
“Masih di sempen Tre sweaternya?” Tanya Putri tiba-tiba waktu kita lagi di tegah perjalanan.
“Masih lah Put, masa kado dari orang dibuang.” Putri ga membalas perkataan gue, tapi gue bisa melihat raut wajahnya dengan senyuman tipis dari kaca spion.
Waktu gue masuk sebuah gang di radio dalam buat motong jalan menuju sekolah gue, tiba-tiba ada sebuah motor yang menyamai laju motor gue. Gue kirain anak sekolah lain yang ngerebekin, gatunya si Iman yang emang rumahnya deket situ.
Sambil melihat ke arah gue dan Putri dengan senyuman penuh arti, tiba-tiba dia teriak, “Berduaan ae, ngojek bang!” Terus melaju begitu aja ninggalin motor gue. Anjing emang, ngerusak suasana aja, wkwkwk.
Tiba di sekolah, gue dengan terpaksa harus parkir motor sedikit lebih dalam, yang artinya bakalan ketutupan sama motor-motor lain nantinya. Tapi gapapa lah, ini semua demi jemput Putri. Cihuy.
“Duluan aja Put.” Gue nyuruh Putri buat duluan, soalnya gue mau masuki helm dan lain-lain dulu. Tapi Putri sepertinya ga peduli, dia tetep nungguin gue sampe gue kelas, sama persis waktu kelas sepuluh dulu.
Setelah itu kita jalan bareng menuju lantai atas. Ada beberapa pasang mata yang memperhatikan kita berdua, khususnya anak kelas tiga yang emang sedikit banyaknya gue tau dan sekedar kenal. Tapi mereka ga komentar apa-apa, dan gue pun juga ga menanggapi mereka.
Saat di lantai atas, di daerahnya anak-anak kelas tiga, makin banyak yang ngeliatin, terutama yang tau dulunya gue sama Putri gimana. Mungkin mereka menangkap ada keanehan, atau berpikiran hal-hal lain. Bodo amat dah.
“Duluan yaa Tre.” Ucap Putri begitu kita sampe di depan kelasnya dia. Gue pun cuman ngangguk dan berjalan lagi menuju kelas gue.
Sesampainya gue ke dalam kelas, gue bisa merasakan pandangan dari pojok kelas deket tempat duduk gue. Disana udah ada orang-orang yang siap memberondong gue dengan seribu satu pertanyaan dan pernyataan.
“Tadi waktu gue jalan ada yang berduaan cuy sama cewek.” Gue baru aja naro ts di atas meja si Iman udah nyerocos duluan.
“Siapa emangnya Man? Siapa emangnya? kasih tau dong.”
“Ada dah Co, diem-diem gitu orangnya pas gue sapa.”
“Masa sih lo ga disapa balik.” Sekarang gue udah duduk di meja sebelah memperhatikan tingkah laku temen-temen gue.
“Ga tau, lagi seneng kali orangnya.”
“Siapa sih Man orangnya?Penasaran deh gue.” Kata Rico dengan nada yang dilebih-lebihkan sambil melirik ke arah gue. Kampret emang, pake pura-pura ga tau lagi nih bocah pada.
“Bacot dah lo pada.” Selepas gue ngomong, barulah mereka pada ketawa, terus memulai sesi wawancara dimana pertanyaan 5W1H lengkap mereka keluarin.
*****
Menjelang mata pelajaran terakhir berakhir hari itu, gue diem-diem ngeluarin hp gue dari kantong buat ngebbm Putri ngajakin balik bareng. Sebenernya buka balik bareng juga sih, tapi nganterin balik. Soalnya gue harus balik lagi ke rumah Bobby karena sorenya ada kelas bimbel.
"Put, nanti balik dijemput? Mau bareng ga?" Kemudian gue memasukkan hp ke dalam loker.
Ga lama setelahnya hp gue pun masuk notif dari Putri, buru-buru gue baca. Sayangnya harapan tidak sesuai kenyataan.
"Yaaah, gue belom bilang ojek gue Tre."
Oke, hubungan gue dan Putri emang belom kembali seratus persen seperti sedia kala. Buktinya gue harus bilang dulu kalau mau nganterin Putri balik biar ga ada miss komunikasi. Kalau dulu kan emang udah jadi mandatory buat anter jemput Putri, dan gue menghargai keputusan Putri tersebut.
"Okee deh, besok aja yaaa."
"Emang gapapa? Kan lo bimbel."
"Selow Put."
"Siap, nanti gue bilang abang ojeknya gue punya ojek baru, hahaha." Jir, malah dibecandaain. Tapi gue anggap itu sebagai lampu ijo.
"Waduh, ojek sama saya mahal bu." Bales gue ikutan becandaannya Putri.
"Yaaah gimana sih bang, kirain gratis."
"Tapi buat ibu gapapa deh gratis, hahaha."
"Seru banget bang kayaknya." Kok sekarang malah jadi suara bisik-bisik cowok.
Ngepet, gataunya Rico ngeliatin gue bbman sama Putri dari tadi. Kampret emang nih orang. "Apaan sih lo Co, elah."
"Mau juga dong bang ojeknya."
"Najis lo." Dia malah ketawa-tawa. Buru-buru gue masukin hp gue ke dalem kantong.
"Yaelah, liat dulu si, penasaran gue lo chatan sama Putri lagi gimana."
"Diem-diem deh Co."
"Dikit doang sih Tre."
"Kagak-kagak."
"Kalian yang dibelakang yang lagi berisik, coba sini maju kedepan." Ini satu suara lagi main nimbrung aja. Masalahnya guru gue yang lagi ngajar yang ikut nimbbrung-_-.
Akhirnya sebelum pelajaran ditutup gue dan Rico disuruh maju buat ngerjain soal yang guru gue kasih. Ga perlu gue jelasin lagi gue sama Rico bisa ngejawabnya apa engga. Yang jelas sempet diceramahin dulu.

japraha47 dan 20 lainnya memberi reputasi
21