- Beranda
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
...
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 01-07-2021 00:18
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
95K
Kutip
2.3K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#743
Antawirya:
Léngkah Kadua

'Persis seperti catur, menyebarkan bidak penting untuk merebut kekuatan yang lebih besar.'
Léngkah Kadua

'Persis seperti catur, menyebarkan bidak penting untuk merebut kekuatan yang lebih besar.'
Kopi saya mulai hilang uapnya, sementara kepala saya menegang lebih dari seharusnya. Ayi masih bercerita sambil sesekali mengunyah acuh pada ekspresi saya.
Spoiler for Saya menyadari agak terlambat bahwa inilah yang sedari awal Ki Kala incar:
Denis tiba di kediaman Rengga, sesaat setelah pertempurannya melawan Ira. Setengah kediaman Rengga runtuh, darah berceceran di segala sudut, potongan tubuh berserakan di berbagai tempat, bau amis kental di udara menusuk hidung menyergap perasaan takut yang kentara.
Di malam yang hampir berakhir, pada kejadian dan tragedi yang saling tumpang tindih, ini adalah hal yang sedari Ki Kala incar. Kekuatan pemegang segel Kuntilanak.
Denis terus berjalan, tatapannya dingin lurus seolah ekspresinya hilang entah kemana. Satu persatu tubuh anggota Rengga ia balikkan, barangkali masih ada yang selamat.
Dalam hatinya ia berteriak dan berharap ada seseorang yang masih bernafas.
Di ujung sana, diantara tumpukan mayat dingin berbau amis, Digya tergeletak.
Kedua tangan dan kakinya putus, badannya hampir terbelah dua, sebuah sayatan dalam melintang dari bahu kanannya hingga perut sebelah kiri. Didepan mulutnya ada ponsel yang ia gunakan untuk menghubungi Denis.
Denis yang menyadari itu segera berlari menghampirinya, tubuhnya kacau bermandikan darah, namun sebuah keajaiban bahwa Digya masih bernafas.
"Sanca!"
Denis berteriak memanggil.
Seorang wanita setengah ular muncul dari kegelapan, ia merayap diantara mayat-mayat meninggalkan jejak merah panjang menghampiri tuannya yang memanggil.
Tanpa berkata apapun, Sanca mengelupas kulit ularnya inci demi inci, menjejalkannya pada luka Digya, ia menjilatinya kemudian. Secara perlahan, seiring air liurnya menjilati luka itu, perlahan tubuh Digya pulih sedikit demi sedikit.
Proses itu memakan waktu yang cukup lama, Denis menunggu sambil terus mencari siapapun yang masih bernafas.
Dan hasilnya nihil, hanya Digya satu-satunya keluarga Rengga yang selamat. Itupun kondisinya sekarat hampir mati.
Denis menggendong tubuh Digya yang tanpa kaki dan tangan, setidaknya tubuhnya telah pulih. Ia pergi ke rumah sakit, mengabari Nata dan meninggalkannya disana.
~oOo~
Beberapa hari kemudian di rumah Prawira, di sore hari yang cukup sejuk. Orang-orang berkumpul tanpa suara.
Dari 11 orang, 11 keluarga, 2 keluarga hancur dalam semalam. Mereka mengakui dalam benak masing-masing bahwa telah terjebak pada rencana Ki Kala sejak awal.
"Sekarang ..."
Nata mengawali pembicaraan.
Semua orang menatap matanya serentak menunggu kata selanjutnya.
" ... Tersisa 10 orang, termasuk Bayu yang masih belum kembali ..."
Nata berhenti memberikan jeda, ia melihat semua orang.
Emosi kesedihan begitu menggelayuti setiap wajah di tempat itu.
" ... Tanggung jawab kita sebagai penerus Antawirya, jangan lupakan itu."
Ia mengakhiri kata-katanya dan membiarkan orang lain untuk bicara.
Tak ada yang bicara setelahnya, mereka semua masih tenggelam dalam benak masing-masing.
Seolah waktu berjalan selambat mungkin, bahkan riak air di danau belakang rumah terdengar nyaring.
"Kita akan merebut kembali segel Rengga."
Jingga kini berkata.
"Yang benar saja!"
Nia berteriak kesal saat ia mendengar hal itu.
"Jika kau ingin mati, lakukan sendiri!"
Lani melanjutkan perkataan Nia.
"Pengecut."
Denis bergumam kecil.
"Apa kau bilang?!"
Nia meninggi pada Denis.
"Aku bilang kalian pengecut. Apa kau tuli? Apa telingamu tersumbat kotoran anjing?"
Denis membalasnya dengan sinis.
"Tarik kata-katamu Niskala!"
Nia mengeluarkan sebilah tulang dengan ujung tajam dari punggung tangannya, mengarahkannya tepat pada mata kanan Denis.
"Tarik sendiri."
Denis menjawab singkat. Sementara tangan-tangan Ninik merayapi wajah, leher dan tubuh Nia dari belakang.
"Ayo lakukan, biar kuukir sebuah rajah cantik dari penguasa di setiap bagian tubuhmu, khekhekhekhe~"
Tawa dan kata-katanya terdengar berbisik di telinga Nia.
"Tolong sudahi, ini bukan saatnya kita terpecah."
Laras melerai.
Namun Nia tak bergeming, ia masih mengancam Denis tanpa berkedip. Wajah kesalnya merah padam.
"Nia ... "
Lani memanggilnya dengan gemetar, rupanya Acil sedang menempel di punggungnya, dengan mulut terbuka lebar tepat di leher kiri Lani.
Nia menoleh dan melihat itu.
"Cih!"
Ia berdecak lalu menurunkan tangannya.
Pun dengan Ninik yang tiba-tiba menghilang.
"Loh gak jadi?"
Acil keheranan melihat Denis yang menatapnya kesal.
"Cil .... "
Denis memanggilnya datar.
"Iya tau, iya tau."
Sebelum Acil melompat, ia menjilat leher Lani sekali, lalu melenggang pergi menghilang dari sana.
"Sejujurnya aku juga bingung harus bagaimana. Kita selama ini bersiap pada kemungkinan melawan manusia, atau berusaha agar orang luar tidak mengetahui tentang Kuntilanak yang sebenarnya."
Lala angkat bicara.
"Tapi tujuan dibentuk Jagaloka untuk melindungi tanah Jawa dan kita adalah penerusnya."
Jingga kembali berujar.
"Setiap detik yang kita habiskan disini sia-sia, hanya akan memberi waktu lebih banyak pada Ki Kala untuk menjatuhkan pulau Jawa pada kekacauan."
Cahya berujar seperti membalas kata-kata Jingga dan Lala.
"Bagaimana menurutmu Ned?"
Nata bertanya pada Denis.
"Kenapa aing?"
Ia balik bertanya heran.
"Siapa lagi yang pernah melawan Ki Kala sebelumnya selain siadisini?"
Nata membalas.
"Oke aing paham."
Denis menjawabnya, ia mengambil posisi duduk sebelum melanjutkan.
Semua orang juga ikut memperhatikan, meskipun tak semuanya duduk, namun terlihat cukup nyaman untuk mendengarkan.
"Emang kita semua diwanti-wanti sama yang dulu-dulu kalo segel kunti kebuka, pulau Jawa bisa kacau. Tapi pernah mikir gak kekacauan kayak apa sih yang mungkin bisa terjadi?"
Denis menghentikan penjelasannya.
"Penguasaan total?"
Jingga menebak.
"Ini negara, bukan lagi kerajaan. Polisi, TNI ada banyak. Sbelum beresin satu kota, udah pasti digagalin duluan. Ya kalopun berhasil pasti banyak ruginya."
Denis menjawab.
"Kalo gak bisa secara terang-terangan, pasti bisa kalo secara sembunyi-sembunyi."
Jingga kembali berujar.
"Hah? Gerakan underground? Sama aja, emang intel bisa dibodohi?"
Nia yang kini berkata.
"Ngga, kayaknya gak mungkin begitu. Tapi kalo penguasaan dimensi, iya bisa jadi."
Cahya ikut membahas.
Semua orang kaget, alis mereka naik dan saling menyatu.
"Ya, Cahya bener. Kemungkinan bakal kesana. Tapi inget, ini kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Tapi kemungkinan yang paling masuk akal bukan itu."
Denis kembali berkata.
"Terus apa?"
Lani yang kini sudah bisa bersikap biasa bertanya.
"Selama ini Ki Kala selalu bersikap pasif. Apalagi sejak yang tersisa darinya cuma jiwa dan ilmu hitamnya. Yang dia inginkan cuma hidup abadi tanpa kendala. Kalian tau diluar sana, ada orang-orang yang melawan Ki Kala? Alasannya karena balas dendam. Tumbal ilmu hitamnya atau pesugihan yang dia berikan pada orang-orang yang meminta padanya."
Denis menjelaskan.
"Bukan karena mereka punya tanggung jawab?"
Nata bertanya.
"Ngga, cuma balas dendam. Nyawa dibayar nyawa, sesederhana itu. Bukan 'pahlawan' yang karena mereka mampu, mereka punya tanggung jawab untuk itu."
Denis menjawab.
"Artinya kita punya waktu yang cukup buat persiapan lawan Ki Kala kan?"
Jingga bertanya.
"Ya, kita punya. Tapi gak banyak. Yang perlu dikawatirkan bukan pulau Jawa, justru Ki Kala sendiri. Seberapa jauh dia bisa menjadi lebih kuat dari sekarang? Seberapa banyak kekuatan yang mungkin dia serap? Artinya kita harus lebih kuat, semakin cepat, semakin baik."
Denis menjelaskan.
Kata-kata itu sedikit menyulut, menyakitkan, enggan mereka akui bahwa mereka tak pernah sama dalam berlatih atau menggunakan ajiannya.
"Oke kita sekarang tau harus apa."
Nata kini berkata.
Sebelum yang lain berkata, seseorang keluar dari dalam rumah menuju halaman belakang dimana mereka berkumpul.
"Apa kabar semuanya?"
Ternyata Bayu yang tiba.
"Kemana aja sia?"
Tanya Jingga.
"Yah biasalah, eh ngomong-ngomong, sori nih aing tadi samar denger soal 'jadi lebih kuat' hehehe."
Bayu berkata.
"Terus?"
Tanya Nia dengan sinis.
'PLAK!'
Suara tamparan di belakang kepala Bayu terdengar ngilu.
"Minggir!"
Lalu suara perempuan terdengar kasar muncul di balik tubuhnya.
Seorang perempuan berambut pendek, meksipun ia memakai jaket kulit hitam lengan panjang, namun tak dapat menyembunyikan tato aneh di sekujur tubuhnya, ia memakai celana jeans dengan bagian lutut kirinya robek.
"Iya Teh,iya."
Bayu menurut dan berjalan menjauh dari pintu.
"Ratih?"
Denis mengenali perempuan itu.
"Yo si bangs*t masih idup sia?"
Ratih menyapa Denis.
Semua orang keheranan dengan mereka bertiga. Siapa sebenarnya Ratih? Kenapa dia mengenal Denis dan Bayu?
"Ngapain kesini?"
Denis bertanya.
"Aing ada 2 urusan sama Jagaloka. Pertama, aing bakal mimpin Jagaloka mulai dari sekarang. Kedua ... "
Sebelum Ratih melanjutkan, ia dipotong oleh Nia.
"Sebentar, sebentar, anda siapa? Apa kelayakan anda untuk memimpin kami?"
Nia bertanya pada Ratih.
"Wah? Apa si tua bangka Kisa gak bilang apa-apa?"
Ratih menantang.
"Heh! Apa maksudmu?!"
Nia meninggi marah.
"Woy! Kakek bau tanah Prawira, sini keluar. Kasih tau anak anjing satu ini aing siapa!"
Ratih berteriak.
Sementara Nata malah kebingungan.
Dengan tergesa, tetua Prawira berlari menghampiri mereka.
"Ah iya iya, kalian sudah bertemu Purwayiksa bukan? Dia adalah salah satu orang yang bersamanya."
Tetua Prawira menjelaskan.
"Bagaimana anak anjing? Jelas?"
Ratih menantang Nia.
"Kau? Orang yang selemah ini? Cih! Aku yakin kau hanya jadi antek rendahan yang dilindungi Purwayiksa."
Nia menyindir.
"Wohooo! Anak anjing masih berani menggonggong. Baiklah, ayo kita selesaikan dengan bertarung. Kau mati, kau kalah. Beranikah anak anjing?"
Ratih bertepuk tangan dan mengacungkan jari tengah ke wajah Nia.
"Jalang ini, sebaiknya kau siapkan nisanmu mulai dari sekarang."
Nia menjawab tangangan Ratih.
Ratih menyuruh tetua Prawira dengan lambaian tangan untuk pergi dan menyiapkan tempatnya bertarung.
"Kenapa harus mimpin? Terus urusan kedua apa?"
Denis bertanya.
"Karena kalian bodoh, gak punya kerjasama, gak tau harus apa, gak punya keputusan tepat. Kedua, aing bakal ngasih latihan spesial supaya Jagaloka gak lembek lagi kayak tahi gini."
Ratih menjawab Denis sambil menyalakan sebatang rokok putih.
"Hmmm, meskipun aing lebih kuat?"
Denis kembali bertanya.
"Tapi sia gak punya otak pemimpin."
Ratih dengan cepat menyanggah.
"Enak aja, aing punya demit ya. Itu bukti aing bisa jadi pemimpin."
Denis membela diri.
"Mimpin orang gak kayak mimpin demit, sia gak tau itu?"
Ratih dengan tepat membalasnya.
Denis terdiam berfikir keras.
"Iya juga sih, yaudah lah. Urus aja tuh sama si Nia."
Denis berujar.
"Siapin aja liang kuburnya."
Meskipun Ratih membalas Denis, tapi matanya menatap Nia.
Prawira selesai, ia kembali dan memberitahu mereka. Sebuah arena yang tak jauh dari gazebo tersedia. Berukuran 5 meter persegi.
Dalam sekejap, semua orang pindah untuk menyaksikan pertarungan antara Nia dan Ratih.
Keduanya telah bersiap masing-masing di ujung arena. Ratih melepaskan jaketnya menampilkan tato yang lebih banyak pada orang-orang.
"Agnia Kisa Antawirya menerima Tarung Pati tanpa paksaan siapapun."
Ia memberi salam dengan menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah.
"Ratih."
Ratih hanya berkata singkat tanpa salam, ia hanya melemparkan puntung rokok ke sembarang tempat.
Nia tak menggubrisnya meskipun itu cukup tak sopan, ia kemudian merapal mantra. Tulang-tulangnya keluar dari berbagai sendi, lalu merayap menyelimuti seluruh tubuhnya membentuk armor berwarna putih. Di bagian lengan muncul beberapa duri, pun dengan kaki dan punggungnya yang juga terlihat ada tulang dengan ujung tajam mencuat keluar. Kepalanya juga tak luput, hanya menyisakan garis horizontal di bagian matanya yang juga memutih seluruhnya.
Sementara Ratih, hanya matanya yang bercahaya hijau dengan samar. Tak ada kuda-kuda, ia hanya melihat Nia dengan acuh.
Nia berlari mendekat, ia menyerang Ratih. Pukulan-pukulan tajam ia arahkan pada bagian dada, perut dan wajah.
Ratih mengelak dengan gerakan singkat, wajahnya masih meremehkan Nia.
Nia mempercepat tempo serangannya, Ratih mulai menangkis dan bertahan. Kini tato aneh di kedua lengannya bercahaya hijau memantulkan serangan Nia.
"Kuat tapi masih lambat."
Di tengah-tengah pertarungan itu, Ratih masih sempat berkomentar.
Nia semakin menggila, Ratih berganti posisi, ia melompat singkat ke samping sambil menangkis serangan Nia.
Ia mulai memasang kuda-kuda, lalu rajah di punggung tangannya bercahaya hijau.
Secara perlahan, kepalan tangan Ratih berubah. Tulang-tulang di sekitar telapak tangannya mencuat, menyelimuti kepalannya. Tak lupa 4 duri kecil mencuat dengan ujung hitam.
Lalu pola Ratih berubah drastis. Ia tak lagi bertahan.
Pukulan dibalas pukulan mulai terlihat.
Setiap kali Nia menyerang, Ratih membalasnya.
Saat Nia meninju, Ratih akan memukul bagian lengan atau sendi bahu, mengacaukan lintasan pukulan Nia dalam sepersekian detik.
Lalu kombinasi serangan tangan dan kaki Ratih mulai membuat Nia kewalahan.
Berkali-kali Nia gagal bertahan, armornya retak dan pulih berkali-kali karena serangan Ratih.
"Ayo bergerak lebih cepat! Gunakan energimu dengan seksama! Gerakan kakimu untuk menahan beban tubuhmu! Bukan hanya lutut! Gunakan tubuhmu untuk mendukung seranganmu!"
Ratih terus berkomentar.
Nia melakukannya secara tak sadar dengan kecepatan yang lebih baik.
"Fokus! Serang! Arahkan ke bagian vital! Jangan melakukan gerakan sia-sia!"
Ratih menendang tepat di bagian dagu Nia.
Nia jatuh, lalu bangkit. Ia memukul dan menendang Ratih.
Ratih terus bergerak, membalas, menahannya.
Hingga ketika arena di bawah kaki Nia retak, Ratih menendang dengan keras perutnya, membuatnya kehilangan keseimbangan. Lalu dari retakan itu, belasan tulang muncul membentuk beberapa tiang dan menancap di tubuh Nia, mengelilingi tubuhnya dan mengunci gerakannya.
Ratih tak membuang kesempatan, lagi-lagi kepalan tangannya bercahaya hujau lalu merah menyala. Tangan Ratih yang telah memutih, seperti memakai sarung tangan keras itu diliputi api.
Berbeda dengan tangan kirinya yang diselimuti seperti air.
Dengan dua hal yang saling bertentangan itu, Ratih memukul tubuh Nia bergantian, dengan cepat. Semakin lama, pukulan Ratih semakin kuat dan semakin cepat, seluruh rajah di tubuhnya menyala.
Nia yang tak dapat bergerak, hanya menerima serangan-serangan Ratih sepenuhnya tanpa dapat menahan atau membalas sama sekali.
Hingga armor tulangnya retak seluruhnya perlahan, mulai memperlihatkan tubuh Nia.
Saat bagian armor yang melindungi perutnya terbuka, Ratih memukulnya dua kali dengan tangan yang berbeda.
Membuat Nia pada akhirnya muntah darah meskipun sedikit dan kehilangan kesadarannya.
"Selesai."
Ratih berkata sambil menjauh, ia menjentikkan jarinya dan membatalkan seluruh ajiannya.
Semua orang melihatnya tak percaya.
"Bagaimana bisa?"
Lani bertanya tak percaya.
"Karena tubuhku tak ada energi mistik, bukan berarti aku tak dapat menggunakannya."
Ratih menjawabnya sambil mencari rokok di saku jaketnya yang ia letakkan di lantai tadi.
"Kok bisa?"
Kini Nata yang bertanya.
"Kau lihat ini? Aku menariknya dan menggunakannya dengan ini."
Ratih menunjukkan rajahnya pada Nata.
"Kok bisa ngatur input dan outputnya secepat itu?"
Jingga bertanya heran.
Ratih tersenyum sebelum menjawabnya.
"Itulah yang akan kuajarkan pada kalian."
Ratih lalu menjawab dengan sombong.
"Pelatihan macam apa yang akan kami lalui?"
Cahya bertanya.
Ratih tak menjawabnya, ia malah menatap Bayu.
"Euuuhhh Ya, pernah jalan-jalan ke neraka gak?"
Bayu bertanya pada Cahya dengan gemetar.
Semua orang di tempat itu saling menatap bingung.
Langkah baru yang mereka ambil sungguh sesuatu. Saya sulit menggambarkannya, maksud saya melakukan pembaharuan jauh lebih sulit daripada membuat sesuatu yang baru.
Lalu saat ia hanya bagaimana ia mengenal salahsatu Jagaloka, Ayi hanya mengelak dan melarang saya menayakan hal-hal yang tidak penting.
Ya baiklah, toh ada masalah yang lebih besar dari itu.
Arc Antawirya Selesai.
Arc Antawirya Selesai.
japraha47 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
Kutip
Balas
Tutup