Ayi terus bercerita, tentang pertarungan Adarakisa melawan Maludra. Ia terkekeh berkali-kali saat menceritakan bagaimana kekuatan anak kunti yang digunakan harus terpojok oleh ajian milik Maludra.
Mari mundur ke beberapa saat ketika Mobil yang digunakan Lani dan Nia menabrak Maludra.
Di tempat yang berbeda saat Denis dan yang lainnya tengah menunggu Laras siuman, mereka menunggu sambil bercengkerama.
"Kok
ainggak enak perasaan ya?"
Nata tiba-tiba berujar dengan khawatir.
"Kenapa? Harga saham anjlok lagi? Koleksi jaket mahal
sia ada yang KW?"
Denis menjawab Nata dengan candaan sinisnya.
"Bukan itu
kehed! Aing rasa energi para demit rada aneh."
Nata membalasnya dengan serius.
"Yaelah, paling mereka lagi berantem rebutan wilayah."
Bayu menambahkan.
"Heh otak trex!
Aing tau demit sini kayak gimana. Mereka gak biasanya keluar dari wilayah masing-masing."
Nata menyanggah.
"Yaudah yaudah biar si Acil yang nyari tau ada apa."
Denis menengahi.
"Hmm enak juga ya bisa nyuruh-nyuruh demit. Apa jangan-jangan
sia pernah nyuruh demit aneh-aneh?"
Bayu bertanya.
"Aneh-aneh gimana?"
Denis tak paham.
"Ya bantu-bantu nyolong duit misalnya atau jadiin perantara pelet?"
Bayu membalas.
"
Aisia! Aing gak serendah itu juga. Tapi ide nyolong duit boleh juga tuh."
Denis terkekeh.
"Lah? Terus selama ini
sia pake apaan mereka?"
Nata ikut penasaran.
"Kadang
aing suruh buat jadi mata-mata, kadang
aing suruh buat introgasi, kadang juga
aing suruh buat nyari memori orang-orang yang gak sadar kalo dia udah mati."
Denis menjawab.
"Wuidih!! Sibuk juga."
Bayu berkomentar.
"Yaudah kapan mau ngirim demitnya?
Aing mulai gak sabar ni."
Nata menengahi.
"Oh iya... Cil! Sini!"
Denis berteriak memanggil cukup keras.
Angin bertiup cukup keras, ranting pohon saling bergesekan, udara mulai menipis, dingin menyambut dan tiba-tiba sesosok anak kecil tanpa rambut berbadan pucat hanya memakai cawat jatuh entah darimana ke tengah-tengah mereka.
"Heh curut cungkring! Bisa gak sih sia tuh kalo manggil pas aing senggang? Kepiting aing gak sengaja ketelen kan jadinya. Untung rasanya enak."
Bocah aneh itu terus mengoceh.
"Lagian biasanya tuyul tuh maenan kepiting nya di wajan atau dikasih mangkok, bukan di kunyah!"
Denis protes.
"Ya kan bagus, dia bisa basah-basahan di mulut aing."
Bocah itu membalas.
"Siapa nih ned? Kok jelek banget?"
Bayu mengomentari.
Bocah itu tersinggung, ia merayapi tubuh Bayu yang besar dalam sepersekian detik, menarik kerah bajunya dan mendekatkan wajahnya tepat di depan Bayu.
"Heh gorila coklat anak lutung! Belum pernah liat bangsa tuyul hah? Aing tuh tuyul paling tampan, calon raja bangsa tuyul selanjutnya. Sekali lagi sia berani nyebut aing jelek, aing ambil juga ginjal sia!"
Bocah itu mengancam.
Namun jelas Bayu tidak terpengaruh, ia meraih kepala bocah itu dan menggantungnya seperti boneka.
"Kalian pernah denger tuyul geprek?"
Bayu bertanya sambil menggantung bocah itu.
Sementara bocah itu meronta tak karuan.
"Udah udah, ntar malah gak jadi berangkat ni si Acil."
Denis menengahi.
Bayu lalu melemparkannya ke depan Denis, sebelum dia meronta dan menyerang Bayu, Denis menginjak tubuhnya agar tak bergerak.
"Lepasin anjing! Aing kudu ngasih pelajaran sama gorila coklat yang disana!"
Acil berteriak sambil meronta.
'Takk!'
Denis memukul kepalanya dengan keras.
"Mau lagi?"
Denis bertanya sambil meremas kepalan tangannya.
"Heh gorila coklat! Aingmundur dulu saat ini, tapi nanti kalo dia udah gak ada, siap-siap aja ginjal sia ilang satu."
Acil masih belum menyerah.
'Takk!'
Denis memukulnya lagi tanpa sepatah katapun.
"Iya iya, terus aingkudu ngapain sekarang?"
Acil bertanya pada Denis.
"Cari tau kenapa energi demit sekitar sini jadi aneh."
Denis menjawab.
"Lah? Kan bisa nanya sendiri, lagian siapa tau malam ini lagi musimnya demit berkembang biak. Kenapa sih kepo banget urusan demit lain?"
Si Acil protes.
"Sejak kapan demit bisa berkembang biak hah?"
Denis kesal.
"Iya iya ampun becanda, becanda. Iya aing cari tau sekarang."
Si Acil akhirnya menurut.
"Bagus."
Denis memuji dengan nada menahan kesal.
"Sekarang kita omongin bayarannya. Hehehe~"
Acil berkata sambil mengusap-usap tangannya.
"Cokolatos?"
Denis menebak.
"Cakep! Aing minta 12 biji!"
Acil menjawab.
"5!"
Denis menawar.
"Dih apaan 5? Cari tau aja sendiri kalo begitu. 10 kalo mau!"
Acil tak mau kalah.
"Apaan 10? Harga si kalong kampret aja paling mahal 7!"
Denis tak mau kalah.
"Eh beda jurusan ya dia sama aing, meskipun jalur darat tapi kalo soal cepet-cepetan, masih menang aing kemana-mana! 10 udah!"
Si Acil keukeuh.
"Apaan? Cuma beda semenit aja belagu! 6 dah mentok.
Sia mau ambil silahkan, gak mau ambil tinggal pergi lagi aja.
Aing panggil nih si kalong kampret kalo
sia gak mau. Kalong...."
Denis tak mau kalah.
"Berhenti berhenti!"
Si Acil nyerah dan langsung memotong Denis.
"Apa?"
Denis bertanya dengan wajah songong.
"Yaudah iya aing ambil, 6 ya! Awas kalo bohong!"
Acil menyanggupi.
"Kapan sih
aing bohong? Nih
aing kasih DP."
Denis melempar 2 batang cokolatos yang langsung disambar Acil sekejap mata.
"Oke sia punya hutang 4 lagi ya!"
Acil membuka cokolatosnya dan pergi melompat lalu menghilang.
Denis menghela nafas, lalu sebelum ia berkata lagi pada Nata dan Bayu.
"Eh betewe bukan 1 menit ya, Aing lebih cepet 58 detik!"
Acil tiba-tiba muncul di belakang Nata.
"Wooaaa!!!"
Nata berteriak kaget.
Sebelum semuanya saling melempar cacian, Acil langsung menghilang lagi begitu saja.
"Kok gak meyakinkan gitu ned?"
Bayu mengeluarkan pendapatnya.
"Yee,
sia gak liat Bay? Ajian
aing pan bisa nyuruh-nyuruh demit, tapi dia doang tuh yang bebas bisa milih nurutin omongan
aing apa ngga. Aneh gak sih?"
Denis menjelaskan.
"Iya juga, masuk akal. Apa jangan-jangan dia super tuyul?"
Nata ikut berkomentar.
"Whahahaha! Kebanyakan nonton kartun
sia mah Nat!"
Denis mengejek.
"Eh anime bukan kartun ya!"
Nata meninggi.
"Ohya ngomong-ngomong kenapa bayarannya cokolatos? Gak menyan? Atau kembang 7 rupa gitu?"
Bayu berfikir keras.
"Oh? Itu ada hubungannya sama memori dia sebelum berakhir jadi bangsa tuyul."
Denis menjawab sambil mengunyah sebatang cokolatos yang ia bawa.
Sementara Nata dan Bayu tenggelam dalam keheranan. Denis menunggu apa yang sebenernya terjadi.
~oOo~
30 menit berlalu, Nata, Bayu dan Denis masih asik berbincang di atas gazebo.
"Waaaa anjing! Gawat ned gawat!"
Acil terjun bebas dan mendarat tepat ditengah-tengah mereka.
"Gawat apaan?"
Nata yang mulai terbiasa bertanya.
"Eh gawat ned ada si .... Eh cokolatos dulu deng!"
Acil tak lupa imbalannya.
"Euhh! Nih nih!"
Denis melemparkan 4 batang cokolatos padanya.
"Mantap! Nah jadi ada si Sudra lagi nembak-nembakin si Ani sama si Ina!"
Acil berkata sambil mengunyah.
"Ani? Ina? Sudra?"
Bayu tak paham.
"Itu loh 2 cewe yang baunya kayak kalian ini."
Acil menerangkan.
"Bawa mobil gak?"
Nata bertanya lagi.
"Engga sih, eh maksudnya mobilnya udah ancur!"
Acil menjawab setengah ragu.
"Jangan-jangan...."
Bayu tak ingin meneruskan kalimatnya dan bergegas pergi.
"... Lani? Nia?"
Nata menyusul.
Denis yang masih belum mengerti, kembali mengkonfirmasi.
"Sudra siapa?"
Tanya Denis.
"Masa lupa? Itu loh dia anaknya Ki Kala kembaran si gorila coklat tadi!"
Acil menjawab dengan tergesa.
"Dia Maludra
kehed!"
Denis langsung melompat menyusul Nata dan Bayu.
Saat ketiganya berlarian menuju gerbang depan, Jingga yang baru saja keluar dari kamar menghadang mereka.
"Eh kalian mau kemana?"
Tanya Jingga.
"Berak!"
Nata menjawab singkat dan mereka terus berlari.
Mengacuhkan Jingga dan membiarkannya tenggelam dalam kebingungannya.
"Dih berak kok rame-rame."
Lalu sebelum ia melangkah menuju dapur, Lala menghadangnya.
"Ada apa?"
Lala penasaran.
"Tuh, para cowo lari-lari mau berak katanya."
Jawab Jingga acuh.
Lala kaget, ia segera menaruh kembali minumannya dan pergi menyusul mereka.
"Eh eh! Mau kemana?"
Jingga berteriak.
"Kamu jaga Laras, aku mau nyusul mereka!"
Lala kemudian pergi menghilang.
Jingga keheranan, ia termenung membayangkan sesuatu.
"Tadi 3 cowo pergi berak, terus si Lala nyusul? Jadi berempat-empatnya mau berak bareng? Wah wah wah, parah nih!
Aingyakin mereka pasti bukan berak seberak-beraknya berak. Anak jaman sekarang, ngeri-ngeri juga ya?"
Jingga meneruskan langkahnya menuju dapur dan membuat minuman untuk dirinya sendiri.
Sementara itu, Nata dan Bayu telah masuk ke dalam mobil Nata untuk menyusul Nia dan Lani.
"Stop! Jangan pake mobil! Kelamaan!"
Denise mencegah.
"Terus pake apa?!"
Nata berteriak.
"Kita pake bis aja!"
Jawab Denis sambil berlari ke depan gerbang.
"Ngawur
sia nyet!"
Nata tak mengindahkan perkataan Denis dan memutar mobilnya menuju gerbang depan.
Saat itu juga ia melihat Lala berlari menuju Denis, membuat Bayu dan Nata hanya menggeleng kepala.
Denis bersiul dengan keras, lalu tangannya ia rentangkan ke depan.
Secara tiba-tiba, sebuah bis berwarna putih muncul dari jalanan. Bau amis dan menyan bercampur.
Saat bisnya berhenti tepat di samping Denis, pintu samping terbuka.
Sebelum Denis naik, Lala dari belakang berlari dan naik terlebih dahulu.
"
Sia ikut?"
Denis ragu.
"Iya, aku bisa nebak kenapa. Ayok jalan!"
Lala menjawab.
Denis lalu naik disusul Nata dan Bayu yang baru saja akan keluar.
"Beneran ada bis dong si anying!"
Bayu berkomentar tak percaya.
"Turun Bay! Kita ikut bis itu juga!"
Nata memberi perintah dan langsung menyusul.
Tanpa sempat menjawab, Bayu mengikuti mereka.
Saat Bayu naik, bis itu kosong, tak ada siapapun. Bahkan supir pun tak ada di belakang kemudi. Hanya seorang kondektur yang berdiri tepat diujung belakang.
Bayu naik dengan ragu.
"Buruan!"
Lala berteriak.
"Ah bodo amat lah!"
Bayu memantapkan hatinya dan naik bersama mereka.
Lalu bis itu menutup pintunya sendiri kembali berjalan menembus malam.
Satu menit kemudian mereka dapat melihat Maludra sedang menembaki Lani dan Nia.
'THIIINN...THIINN!!!!'
Suara bis Cumiakan telinga, Maludra yang melihat itu kemudian menembaki bis hantu yang membawa Denis dan kawan-kawannya.
Alih-alih tertembak, justru peluru udara yang Maludra lepaskan hanya menembus udara hampa. Bis itu terus melaju kencang menuju Maludra.
Peluru angin yang lewat menembus cukup aneh, dan lebih anehnya lagi bis itu dapat menabrak Maludra dengan keras membuatnya terpental cukup jauh.
Saat bis berhenti, semuanya turun dan memeriksa Nia dan Lani.
"Kau bisa berdiri?"
Denis dan Lala merangkul Nia.
"Ya, aku baik."
Nia menerima uluran tangan Lala tapi tidak uluran tangan Denis.
Sementara Lani dihampiri Nata dan Bayu.
Ajian kayu yang membungkus Lani terkoyak di berbagai tempat, begitupun Lani yang menerima luka-luka lebih banyak dari Nia.
"Sekarang aman, kamu bisa lepasin ajian Adara."
Nata berujar.
Lalu mereka membantu Lani keluar dari tubuh boneka kayunya.
Bayu segera membopong Lani menuju tempat yang cukup aman yang berdekatan dengan posisi Nia dan lainnya.
"Sekarang gimana?"
Tanya Lala pada Denis.
"Kalian pergi, bawa Nia dan Lani kembali ke rumah Prawira. Aku bisa menghadangnya sendirian."
Denis menjawab.
"Oke."
Lala mengiyakan dengan cepat.
"Cih! Semoga kau mati Niskala!"
Nia menyumpahi Denis sebelum mereka berdua masuk ke dalam bis.
Nia dengan susah payah menaiki tangga bis dan duduk didalamnya.
"Kau yakin?"
Tanya Bayu.
"Iya, tenang aja."
Jawab Denis.
Disusul Bayu yang membopong tubuh Lani masuk ke dalam bis.
Bayu segera meletakkan Lani dan kembali pada Denis.
"Kubantu sedikit eh?"
Bayu menawarkan bantuan, sementara Nata sudah masuk bersama Lala menemani Nia dan Lani.
"Gak usah Bay, serius."
Jawab Denis.
"Kayaknya
siagak paham maksud
aing."
Bayu membalas.
Setelah Bayu berkata, Lala berlari turun keluar, menutup pintu bis hantu meninggalkan Nata didalam membawa Nia dan Lani pergi.
"Hehehehey!! Apa-apa...."
Sebelum teriakan Nata terselesaikan, bis hantu telah menghilang.
Lala berjalan mendekati Denis dan Bayu.
"Hm?"
Denis heran.
"Kayaknya dia gak tau ya?"
Lala bertanya pada Bayu.
"Jelas dia gak tau."
Bayu menjawabnya.
"Tau apaan sih?"
Denis bertanya heran.
Sebelum salahsatu dari mereka dapat menjelaskan pada Denis, Maludra berdiri meskipun kakinya pincang dan terus berdarah.
"Akhirnya! Mangsa kita sebenarnya muncul juga!"
Maludra berteriak pada ketiganya.
Lalu puluhan orang berbaju hitam celana pangsi keluar dari setiap sisi rimbunan pepohonan. Masing-masing dari mereka membawa senjata tajam.
"Bener kan
sia gak tau ini?"
Lala bertanya mengejek pada Denis.
"Kok kalian bisa tau?"
Tanya Denis sambil mengambil posisi.
"Dia kan gak pernah belajar deteksi ya? Enak banget buat orang yang kehadirannya gak bisa dicium sama sembarangan orang."
Bayu berkomentar dan mengambil posisinya juga.
"Ya kan? Makanya banyak yang bilang Niskala itu sering banget menyimpang."
Lala juga bersiap.
"Ssstt! Jangan bilang rahasia umum depan orangnya langsung dong."
Bayu mulai merapal.
"Ups! Keceplosan~"
Lala berujar sambil ikut merapal.
"Apa sih kalian?"
Denis kesal sambil memanggil pasukan silumannya.
Sebelum pembicaraan mereka lebih jauh, salahsatu dari orang itu menghampiri Maludra yang kemudian Maludra mencekiknya dan menghisap habis daya hidup orang itu hingga mati kering.
"Babak kedua! Dimulai!"
Maludra yang kini telah pulih sepenuhnya bekas dari pertarungan melawan Nia dan Lani berlari dengan sombong mendekati Denis dan yang lainnya.
"Mari kita kubur orang ini dalam-dalam!"
Denis memerintahkan pasukan silumannya maju menghadapi Maludra.
Sementara Lala dan Bayu berpencar saling berseberangan melawan orang-orang yang Maludra bawa.