Cerita kami masih berlangsung, meski waktu sudah memakasaku untuk mengakhirinya. Pun dengan Ayi yang mulai bosan, saya memaksa untuk melanjutkan tentang Laras. Mengingat namanya mirip dengan seseorang yang saya kenal.
Ayi terdiam cukup lama, kemudian tawanya terlepas dengan keras.
Saya menunggu ia selesai tertawa dengan heran.
Alih-alih menjawab rasa penasaran saya, ia malah menceritakan perihal keluarga Adara dan Kisa. Tepatnya keluarga Nia dan Lani yang berkata untuk memutuskan hubungannya dengan keluarga Niskala, keluarga Denis.
Saya murung kecewa, karena waktu yang menipis dan penasaran saya yang membumbung.
Lani duduk dibelakang kemudi, dengan Nia disampingnya. Mereka menutup mulut sejak keluar dari kediaman Prawira. Ribuan pertanyaan dikalahkan sejuta kesal yang terlampau menggunung tak terkendali.
Adara dan Kisa adalah nama dari leluhurnya yang keduanya bersaudara. Maka dari itu, untuk membentuk hubungan tanpa akhir, keluarga besar mereka sepakat untuk selalu bersama. Meski beberapa cabang keluarga terpisah-pisah, namun cabang keluarga utama keduanya tetap tinggal berdekatan.
Dan pada jaman ini, pada generasi ini, Lani dari keluarga Adara dan Nia dari keluarga Kisa mengemban tanggung jawab sebagai pemegang kendi, penjaga segel anak Kunti.
"Aku ingin mengetahui lebih jauh tentang keluarga Wirahma."
Nia membuka percakapan.
"Lalu kenapa kamu mutusin buat pergi tadi?"
Lani membalas.
"Terus kita harus diem aja disana dengan perlakuan si Denis yang kayak begitu?"
Nia sedikit meninggi.
"Ya kan bisa jadi 'dia' dateng tanpa sepengetahuan Denis."
Lani memberi penjelasan.
"Kita kan dilarang buat berhubungan sama hal-hal lain kecuali yang berhubungan sama Kuntilanak. Dan 'dia' gak ada urusannya sama para Jagaloka. Tapi seenaknya datang pake menekan kita kayak begitu, apa kamu gak kesel Lan?"
Nia terus bicara.
"Ya terus gimana? Kita cuma dilatih buat jadi Jagaloka bukan buat ngelawan makhluk-makhluk kayak 'dia'. Lagian bukannya Niskala dari dulu emang suka menyimpang kan?"
Lani seolah mengalihkan pembicaraan.
"Kalo keluarga kita megang kitab Wanara, aku yakin kita bisa ngatur si Denis dan bikin peraturan yang lebih aman buat para Jagaloka."
Nia berandai-andai.
"Tapi jangan lupain keluarga Rengga yang pegang 2 kendi. Padahal mereka 1 keluarga doang loh. Secara kekuatan, kita jelas kalah."
Lani memberi nasihat.
"Halah, si Digya mah asal terus dikasih pujian juga bakal mihak kita. Luarnya doang songong, hatinya mah lemah."
Perkataan Nia tersirat seolah ingin menarik keluarga Rengga.
"Terus kamu mau nikah sama dia?"
Lani menggoda.
"Ihh.... Jijik amat sih pertanyaannya! Meskipun dia jadi satu-satunya laki-laki di dunia ini, ogah deh
aingkalo harus sama dia. Jadi jomblo sampe mampus lebih mendingan."
Nia menjawab kesal.
"Hati-hati loh, omongan bisa jadi doa. Hahaha.."
Lani terus menggoda.
"Yaudah
sia aja sana sama si Digya."
Nia kini membalikkan perkataan Lani.
"Enak aja, gini-gini
aing udah punya cowo ya. Satu aja belum abis, masa mau nambah lagi?"
Lani membalasnya.
"Apanya tuh yang abis?~"
Kini Nia berbalik menggoda.
"Udah ah, kenapa jadi ngelantur gini sih?"
Lani kesal dengan sikap Nia.
Saat mereka sedang sibuk saling menggoda, seorang pria tinggi besar tiba-tiba menghadang.
Lani yang kaget, menginjak rem secepat mungkin. Keduanya berteriak dengan panik.
Sialnya, mobil itu tidak berhenti tepat waktu dan sontak menabrak pria itu dengan keras.
'BRAK!'
Alih-alih pria itu terlempar, justru mobil mereka yang mengalami kerusakan. Seperti menabrak sebongkah batu besar.
Air bagkeluar dan mengamankan keduanya.
Lani dan Nia yang masih kaget, segera membuka pintu dan keluar dari dalam mobil. Tak ada luka, namun jelas rasa kaget menguasai mental mereka sepenuhnya.
Seorang pria mengangkat mobil mereka dengan satu tangan dan melemparkannya ke belakang keduanya yang masih berlutut mengatur nafas.
Lani dan Nia terbelalak tak percaya, perawakan orang di hadapannya jelas masih manusia, tapi kekuatannya tak masuk akal. Dengan kekuatan sebesar itu, orang itu tak mengalami perubahan apapun. Mereka kaget, takut bercampur aduk dalam kebingungan yang dalam.
"Selamat malam nona-nona."
Pria itu menyapa.
Nia berdiri, nafasnya mulai kembali teratur. Matanya tajam lurus ke depan.
"Tampaknya om ini jelas bukan manusia biasa. Siapa om ini? Dan apa om tau siapa kami?"
Nia bertanya dengan berani.
"Oh manis sekali, keberanian itu, saya puji. Perkenalkan om ini dipanggil Maludra. Tentu saja saya tau siapa nona berdua. Penerus keluarga Adara dan Kisa. Sungguh manis dan sayang bahwa malam ini kalian pulang hanya nama."
Maludra yang terlihat tak bersiap, berjalan pelan mendekati mereka.
"Oh? Sungguh? Sangat disayangkan kami tak membawa kantung mayat dengan ukuran besar."
Nia bersiap, ia melipat tangannya didepan dada.
Lalu tulang di setiap sendinya mencuat dengan ujung tajam seperti bilah tombak berwarna putih.
Siku, lutut dan kedua pundaknya tampak seperti duri besar yang siap menusuk dengan pasti.
"Menarik."
Maludra berlari mendekati Nia.
Nia tak menunggu jeda, ia menekuk tubuhnya ke depan, melepaskan tulang yang mencuat di kedua lututnya seperti peluru ke arah Maludra.
Maludra tak bergeming, tembakan Nia hanya menggores bajunya dan terpental.
"Cih!"
Nia berdecak, lalu dengan cepat mengikuti langkah Maludra untuk melawannya berhadap-hadapan.
Saat keduanya berhadapan, Nia memutar tubuhnya untuk memberi goresan dengan sikunya. Maludra entah mengapa mengetahui ada sesuatu yang salah pada serangan itu.
Ia tak lagi angkuh untuk menerima serangan Nia seperti sebelumnya, dengan cepat Maludra mundur satu langkah memberi jarak diantara mereka.
Mengetahui serangan Nia meleset, Maludra dengan sigap meninju lengan Nia membuat serangan berikutnya dari Nia harus dibatalkan. Lalu pukulan kedua Maludra arahkan tepat di wajah Nia.
Nia yang lengannya terhempas segera melindungi wajahnya sambil melompat mundur. Dengan terpaksa menerima serangan kedua Maludra.
Karena ia menerima serangannya di udara, tubuhnya terlempar. Dan suara menahan sakit ngilu samar terdengar.
"Ugh!"
Nia setelah menerima serangan itu, memposisikan diri untuk mendarat.
Maludra tak ambil jeda, ia berlari dan melepaskan tendangan tepat ke arah perut Nia.
Saat kakinya melayang, Nia menangkap itu dengan kedua tangannya. Membuat kaki panjang dari Maludra sebagai pijakan untuk melompat kembali. Saat Nia melompat, ia segera melepaskan tulang yang mencuat dari kedua sikunya sebagai peluru mengincar kedua mata Maludra.
Maludra segera menurunkan kakinya, merendahkan tubuhnya untuk menghindari tembakan Nia.
Nia yang kini sudah mendarat lagi, mencabut paksa bilah tulang dari kedua pundaknya dan melemparkan dengan cepat mengincar kedua kaki Maludra.
Maludra yang tak dapat menghindar dengan baik, terpaksa kaki kirinya harus menerima serangan dari Nia. Bilah tulang itu berhasil menancap, lalu seperti diserap oleh kaki Maludra. Sesudahnya, lubang itu berdarah terus menerus.
Nia berdiri, melipat tangannya dan menyiapkan bilah tulang-tulangnya lagi.
Maludra berdiri dengan sebelah kaki kiri yang pincang.
"Om tidak akan bisa memulihkan luka itu. Saya rasa om juga tidak mempunyai ajian pemulihan."
Nia mengejek.
"Kamu benar. Tubuh ini cukup keras hingga tak perlu aku untuk mempelajari ajian itu. Tapi sungguh, aku tak keberatan menerima luka kecil ini untuk merasakan ajian khas dari keluarga Kisa."
Maludra menjawabnya dengan angkuh.
"Om pernah dengar?
'A foolish guy have a lot suffer 'till death', mari saya tunjukan bagaimana hal itu terjadi."
Nia melepaskan semua bilah tulangnya mengincar perut, dan wajah Maludra.
Maludra mengepalkan tinjunya tinggi-tinggi. Lalu melepaskannya ke depan, ke arah jalur serangan Nia menciptakan gelombang kejut tak kasat mata. Dan dengan itu bilah-bilah tulang serangan Nia terlempar kembali ke sembarang arah.
Nia menutup wajah dan mendongakkan tubuhnya untuk menahan gelombang Maludra. Saat di posisi itu, Maludra segera melompat dengan satu kaki kanannya mendekati Nia. Lalu mendaratkan pukulannya dengan telak ke perut Nia.
Nia yang tak sempat bertahan, ditambah posisinya yang tak menguntungkan, akhirnya terlempar ke udara. Maludra lagi-lagi melepaskan serangan lain, ia menyatukan kedua tinjunya dan diangkat tinggi-tinggi. Memprediksi waktu jatuhnya dengan tepat, Maludra memukul keras tubuh Nia menambah beban jatuhnya ke tanah.
'brugh'
"Uggh!"
Nia mengerang menahan sakit, meskipun itu tak membantunya untuk tidak memuntahkan darah.
Maludra kembali bersiap, tinjunya siap dilepaskan tepat ke arah wajah Nia yang sedang terbaring.
Lalu tiba-tiba puluhan akar pohon menjalar cepat dari balik rimbunan di kanan dan kiri jalan. Merayapi Maludra, menahan gerakannya dan mengangkat tubuhnya agar tergantung di udara.
Maludra melihat ke arah Lani, bagian pinggang ke bawahnya berubah seperti batang pohon dan kaki-kakinya seperti akar yang menancap.
"Merepotkan."
Maludra berusaha keras untuk melepaskan diri.
Namun Lani tak memberinya kesempatan, ia menambah sulur-sulurnya lebih banyak lagi hingga melilit tubuh Maludra sepenuhnya. Seperti kepompong yang membungkus ulat, tubuh Maludra tertutupi puluhan lapis sulur-sulur milik Lani.
"Kau baik-baik saja?"
Ia bertanya pada Nia.
"Apakah kondisiku terlihat baik bagimu?"
Nia menjawab.
"Tidak, pulihkan cepat. Kita perlu membunuhnya sebelum dia berhasil keluar dari sana."
Lani memberi perintah.
"Berikan aku waktu, beberapa tulangku patah."
Nia mengeluh.
"Bukankah kau lebih cepat memulihkan patah tulang daripada goresan?"
Lani menyindir.
"Jika sudah tau, maka diamlah. Aku harus fokus selama beberapa menit."
Nia mencoba membungkam Lani.
"Semoga kita masih hidup selama 'beberapa menit' itu."
Lani lagi-lagi mengejeknya.
"Cih!"
Hanya decakan kasar sebagai jawaban Nia.
Nia terlihat memulihkan bagian lengannya terlebih dahulu, ia menyeret tubuhnya yang lemah mendekati Lani. Berharap mendapatkan sedikit perlindungannya.
Meski kulihat kaki Lani tertanam ditanah dan membuatnya tak dapat bergerak seincipun dari sana, namun sulur-sulurnya yang bergerak dengan bebas cukup menjanjikan.
'BUM!
KRAK,.... KRAK
BUM!'
Suara keras terdengar berkali-kali dari sana. Usaha Maludra untuk keluar dari jeratan sulur Lani mulai menampakkan hasil.
"Nia,
take your fuckin` time!dan siapkan ajian Kisa milikmu."
Lani mulai panik, ia melipat tangannya didepan dada dan mulai merapal.
"Sial sial sial!!!!"
Nia menggerutu, tubuh bagian atasnya terlihat pulih sepenuhnya, tersisa bagian pinggang ke bawah yang masih belum dapat bergerak.
Ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu, Nia melipat tangannya dan mulai merapal.
Sementara Lani, tubuh bagian bawahnya yang tertancap di tanah mulai bergetar naik. Secara perlahan, bagian pinggang hingga kaki Lani yang telah berubah menjadi batang dan akar pohon terlihat membentuk suatu sosok.
Sosok yang dibentuk Lani seperti manusia setinggi 3 meter dengan 4 lengan. Lani yang terlihat seperti berdiri diatas pundak kanan makhluk itu perlahan tenggelam masuk ke dalam tubuh makhluk yang ia ciptakan.
Sementara sulur-sulur yang membungkus Maludra mulai longgar, Lani yang telah sepenuhnya berubah menjadi manusia pohon dengan 4 lengan itu masih juga tak ingin menghadapi Maludra secara langsung. Sulur-sulur lain ia gerakkan dari segala arah, membungkus kembali tubuh Maludra yang mulai terlihat.
"Brengsek kau Adara!"
Maludra berteriak sambil merobek setiap sulur yang berusaha menahan tubuhnya.
Hingga saat Lani merasa bahwa usahanya untuk menahan Maludra sia-sia, ia terdengar berdecak sebelum melompat maju ke depan Maludra.
Lani memutuskan untuk mengahadapinya langsung demi memberi waktu pada Nia untuk bersiap.
Tepat sebelum Maludra berhasil keluar dari jeratan sulur Lani, Lani menghantam tubuhnya berkali-kali. Pukulan keras bertubi-tubi dari empat lengannya berhasil menahan Maludra. Maludra mulai goyah, Lani mengangkat kaki kirinya yang telah terluka oleh Nia sebelumnya. Lalu membanting tubuhnya berkali-kali dengan keras ke tanah.
Maludra menerima serangan itu tanpa daya, Lani masih belum berhenti hingga Nia pulih sepenuhnya. Saat Nia melompat naik ke pundak Lani, Maludra yang mengetahui itu, amarahnya memuncak lebih tinggi. Kedua tangannya memerah seperti bara api, Lani yang menyadari itu menambah kekuatan bantingannya menyebabkan kecepatannya berkurang.
"Jangan lakukan seperti itu!"
Nia protes, namun sepertinya Lani tak ambil pusing.
Benar saja, Maludra menembakkan gelombang kejut dan menghancurkan salahsatu tangan Lani membuat tubuh besarnya oleng.
Nia melompat turun dan dengan cepat melepaskan serangan pada tubuh Maludra yang baru saja mendarat.
Maludra yang kaget tak sempat menghindar ditambah kaki kirinya yang terluka, dan tubuhnya yang sudah terluka dengan berat melipat tangannya didepan wajahnya.
Nia yang kini tubuhnya terbungkus tulang belulang kokoh memukul Maludra tanpa henti. Diatas tulang tinjunya mencuat tulang sepanjang 2cm membuatnya terlihat seperti duri keras yang mengoyak tubuh Maludra.
Menariknya, setiap satu pukulan, tulang tinju yang mencuat itu akan menusuk dan hilang masuk ke dalam tubuh lawannya. Membuat lubang kecil hingga tulang lawannya dapat dilihat dari lubang itu.
Dan Maludra menerima serangan-serangan mematikan seperti itu dari Nia yang mengganas.
Nia yang kehilangan ketenangannya seolah tak sabar untuk mengakhiri pertarungan ini. Ia mempercepat serangannya namun karena hal ini, pukulannya melemah.
Maludra menyadari kesempatan dengan baik, ia membuka tangan kanannya, membiarkan sebelah wajahnya terluka karena dihujani serangan oleh Nia, lalu meraih wajah Nia. Dengan cepat, gelombang kejut dari telapak Maludra mengenai wajah Nia yang kemudian terpelanting cukup jauh.
Meskipun wajahnya dilapisi oleh tulang dan terlihat seperti ia memakai topeng yang cukup kokoh, namun dampak serangan telak itu begitu terasa hingga Nia kesulitan berdiri.
"Hah...hah...hah... Sungguh hebat! Mari akhiri ini nona-nona..."
Maludra berdiri dengan susah payah.
Ia merentangkan kedua tangannya, melemaskan sedikit lehernya, lalu melepaskan gelombang kejut dari telapak tangannya berkali-kali ke arah Lani dan Nia.
Gelombang kejut kali ini tidak sebesar seperti sebelumnya, jauh lebih kecil namun jauh lebih kuat. Seperti peluru angin yang menghujani mereka berdua.
Nia dan Lani tertahan, tubuh dari ajian kayu milik Lani mulai terkoyak, meskipun ia berhasil memulihkannya, namun serangan Maludra lebih cepat dari pemulihan miliknya.
Sementara Nia, ia berlutut dan melapisi seluruh tubuhnya dengan tulang membentuk sebuah perisai. Serangan-serangan Maludra juga tampak membuat retakan kecil, Nia menghadapi masalah yang serupa dengan Lani. Meskipun ia bisa memulihkan pertahanannya, serangan Maludra jauh lebih kuat dan cepat dibanding pemulihan Nia.
"Hahahahahaha! Teruslah bertahan tikus-tikus kecil!"
Maludra tertawa puas sambil terus menekan mereka tanpa henti.