Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

uclnAvatar border
TS
ucln 
Karma : Hurt No One


Quote:





I never meant to hurt no one
Nobody ever tore me down like you
I think you knew it all along
And now you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
And will I ever see the sun again?
I wonder where the guilt had gone
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt no one
Sometimes you gotta look the other way
It never should've lasted so long
Ashamed you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
I know I'll never be the same again
Now taking back what I have done
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt nobody
Nobody ever tore me down like you
I never meant to hurt no one
Now I'm taking what is mine..




<< Cerita sebelumya



Quote:


Diubah oleh ucln 30-09-2020 12:48
qthing12
sukhhoi
jalakhideung
jalakhideung dan 55 lainnya memberi reputasi
-12
84.4K
610
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
angchimoAvatar border
angchimo
#476
Part 94

Bagi Gue, Nia adalah seseorang yang akan selalu kembali, sejauh atau selama apapun ia pergi. Apa yang membuat gue berpikir seperti itu adalah karna pada akhirnya selama ini gue selalu bisa tetap dekat dengannya. Meski gue ga terlalu berharap untuk bisa kembali bersamanya.

Ga terlalu berharap, bukan berarti ga berharap sama sekali. Karna naif rasanya jika gue menafikkan rasa yang masih tertinggal di dasar hati sejak memutuskan untuk berpisah dengannya. Sementara, mengapa tetap pada kategori 'ga terlalu berharap' jelas karna harapan terbesar gue adalah tetap selalu bersama Liana. Seorang wanita yang pada akhirnya mampu membuat gue menepikan harapan untuk Nia.

Namun mungkin saat ini adalah fase dimana Gue dan Liana sedang berada di titik jenuh dengan hubungan kami. Keributan-keributan kecil antara kami sering menyulut emosi yang membuat kami sama-sama menjaga jarak. Atau mungkin, kini tujuan kami ga lagi sama. Obrolan tentang menikah yang pernah kami angankan bersama, yang gue pikir adalah sebuah rencana, sepertinya ga demikian menurut Liana. Mungkin Liana merasa semua itu hanya sekedar wacana yang kelak baru akan jadi rencana di lain waktu. Saat ini ia tengah berkeinginan untuk menikmati hidup; membeli apa yang ingin ia miliki, pergi ke tempat yang ia impikan, serta menghabiskan waktu untuk hal-hal yang menyenangkan.

Namun demikian, Gue tetap percaya bahwa Liana ga akan pernah pergi, dari Gue, dari hubungan ini. Liana ga seperti Nia yang bisa dengan sangat cepat memutuskan untuk pergi meski dikemudian hari ia selalu kembali. Liana akan tetap disini, bersama gue. Dan yang perlu gue lakukan mungkin hanyalah menemaninya yang kini sedang dalam fase memiliki banyak keinginan. Gue selalu percaya, bahwa dari sekian banyak keinginannya saat ini, meninggalkan Gue bukanlah salah satu keinginannya.

"Kita.. Maksudnya… Lo kenapa sih gamau jalanin semuanya bareng-bareng sama Gue, Gus?" Ucapnya terbata dan pelan, namun gue mendengarnya begitu jelas.

Gue menghela napas dan menundukkan wajah. Gue mengerti arah pembicaraan Nia. Dan gue sebenernya ga pernah mau membahas apapun yang berkaitan soal perasaan sama Nia. Karna sejujurnya, ada sedikit rasa takut di hati gue kelak Nia memutuskan untuk pergi tanpa berencana kembali lagi.

"Gue udah punya…"

"Iya Gue tau Gus. Gue tau kok Lo udah punya cewek." Selah Nia saat gue baru saja berniat menjawab peryanyaannya.

"Terus, Kalo Lo udah tau, kenapa masih nanya kaya gitu tadi?" Gue bertanya balik ke Nia.

Nia kini menatap gue dengan tatapan yang berbeda. Tatapan yang bahkan gue ga mengerti apa maknanya. Ia menghela napas sejenak sambil memalingkan wajahnya dari Gue sesaat, kemudian kembali menatap Gue namun ga lagi dengan tatapan yang tadi.

"Apa emang rencana Lo sama cewek Lo sekarang? Nikah?" Tanya Nia.

Gue hanya menjawab dengan senyuman dan gelengan kepala. Gue ga bohong. Karna memang Gue tau Liana ga lagi mengutamakan menikah sebagai rencana kami berdua.

"Terus ngapain kalian jalanin hubungan?"

"Ya pasti ujungnya akan ngomongin tentang nikah lah Ni. Tapi artinya bukan dalam waktu deket ini juga. Dan belum bisa juga dianggap sebagai rencana."

Nia kemudian memaksakan senyum dan menganggukkan kepalanya beberapa kali. Entah apa maksudnya. Ia lalu memilih untuk bangkit dari sofa dan meninggalkan balkon, lalu menuju ke kamar dimana Kak Canda berada. Gue yang tetap duduk di sofa hanya melihatnya berjalan memunggungi gue.

Akankah Lo pergi lagi? Pergi dan menjauhi gue lagi?
Ah, sejauh apapun Lo pergi. Kita sama-sama tau, Lo akan tetep kembali menemui Gue. Ucap gue dalam hati.


***

Gue akhirnya memilih untuk menerima tawaran yang diberikan oleh perusahaan yang terakhir kali menghubungi Gue dan memberikan penawaran salary ke Gue. Meskipun awalnya sempat berdebat dengan Liana karna menurutnya Gue ga seharusnya menerima tawaran untuk 'downgrade salary' di tempat baru. Bahkan bagi Liana, jika pun salary di tempat baru diberikan sama persis dengan tempat gue bekerja sebelumnya, ga selayaknya gue menerima tawaran itu.

Tapi bagi gue ucapan 'downgrade salary' Liana sampaikan terlalu berlebihan. Karna selisihnya ga begitu jauh meskipun memang lebih kecil dari yang biasa Gue terima sebelumnya. Dan alasan gue untuk menerima tawaran itu adalah karna ditempat baru ini gue bisa mempelajari sesuatu yang baru, yang jauh berbeda dengan latar belakang pendidikan Gue. Selain itu tentu gue berharap akan lebih merasakan kenyamanan ditempat baru ini.

Namun apesnya bagi gue adalah hari pertama Gue bekerja disana merupakan hari dimana banyak karyawan kantor mengambil cuti, karna memang hari itu adalah hari 'kejepit', yang artinya besok adalah hari libur nasional. Dan dari sekian banyak karyawan yang ambil cuti, atasan gue langsung, supervisor Gue, adalah salah satunya. Jadi gue masuk kerja hari pertama hanya ditemani dengan seorang staff yang juga baru bekerja satu bulan disini.

Setelah diperkenalkan ke beberapa divisi di kantor, Gue kemudian diserahkan ke atasan tertinggi gue oleh Bu Tya, manager HRD di kantor itu. Dan atasan gue yang gue maksud adalah manager Gue. Seorang laki-laki berperawakan chinese yang memiliki wajah tidak begitu bersahabat. Bagi gue, kesan pertama adalah segalanya. Maka menerima sambutan wajah tak bersahabat dari manager gue yang kemudian gue panggil Koh Hendri itu membuat gue merasa sepertinya gue salah mengambil keputusan untuk bekerja disini.

Setelah mendapat arahan singkat dari Koh Hendri, gue dipersilahkan ke meja kerja gue untuk mulai beradaptasi dengan pekerjaan gue. Dan itulah kemudian menjadi saat dimana gue merasa perjuangan gue menyelesaikan kuliah jadi terasa sia-sia karna pekerjaan yang gue lakukan saat itu hanya membantu staf baru yang menjadi rekan kerja gue, untuk menyusun dokumen, merobekkan pinggiran kertas print out 3ply yang baru di print untuk kemudian di scan. Dan sialannya, tumpukkan kertas itu sangat banyak seolah ga berhenti sedetikpun keluar dari mesin printer.

"Bro, gue kebawah bentar ya. Disuruh Pak Hendri bantuin di gudang. Nanti kalo udah selesai semua print-an nya kabarin Gue biar gue bantu scan juga." Ucap rekan kerja gue yang memiliki nama hampir mirip sama kaya Gue; Bagas.

Gue hanya menjawab dengan anggukan kepala tanpa menoleh kearahnya sambil tetap menyobek pinggiran kertas sialan ini untuk nantinya akan di scan.

Ga lama kemudian Gue melihat Ko Hendri berdiri di ujung koridor ruangan dan menatap kearah Gue. Ia kemudian berjalan perlahan menuju kearah Gue.

"Lagi ngapain Lu?" Tanya Ko Hendri.

Gue menjawab dengan mengangkat tumpukkan kertas yang tengah gue geluti sambil memaksakan senyum.

"Cih, Kalo cuma buat robek-robekin kertas mending gue rekrut orang yang ga sekolah. Ga perlu bayar mahal-mahal." Ucap nya sambil kemudian berjalan meninggalkan Gue.

Sialan! Bener-bener sialan itu orang. Dia pikir gue mau disuruh kerja begini doang? Dan sorry, Lo ga bayar gue mahal buat pekerjaan ini! Batin gue dalam hati menahan rasa kesal dan malu karna ucapan Ko Hendri itu membuat beberapa orang di divisi lain yang berada di ruangan ini menoleh kearah Gue.

Ga lama kemudian seorang perempuan yang tadi sempat gue kenal ketika Gue memperkenalkan diri menghampiri gue dan duduk di kursinya si Bagas. Ia bernama Vanya. Ci Vanya. Seorang supervisor accounting. Ci Vanya turut membantu gue menggeluti kertas 3ply hasil printout yang kini telah berhenti keluar dari mesin printer.

"Ga usah, Ci. Biar saya aja." Ucap Gue karna merasa sungkan dibantu untuk pekerjaan sialan ini.

"Udah santai aja. Atau Lu orang kebawah aja gih sana, bantuin di gudang. Biar ini Gue yang lanjutin." Ucapnya.

"Eh? Tapi..?"

"Hari ini banyak barang import dateng. Si Hendri lagi pusing tuh makanya dia jadi agak ngeselin sikapnya." Ucap Ci Vanya.
"Udah sana Lu kebawah aja. Biar keliatan 'kerja' sesuai yang bos Lu mau." Lanjutnya.

Gue kemudian menjawab dengan anggukan dan segera meninggalkan ruangan kerja gue untuk menuju ke lantai bawah, ke gudang kantor. Lalu gue membantu Bagas memeriksa dan mensortir beberapa barang hingga akhirnya gue larut dalam pekerjaan itu.

Gue baru menyadari telah masuk jam istirahat saat melihat beberapa karyawan keluar dari pintu utama kantor. Namun karna gue lihat si Bagas masih sibuk bekerja maka gue sungkan untuk menghentikan kerjaan gue demi beristirahat.

"Gas. Istirahat dulu sana." Ucap seorang lelaki saat memasuki ruangan Gudang.
"Woi, semuanya. Break dulu. Istirahat." Lanjutnya setengah berteriak pada beberapa staff gudang yang tengah mengangkat dus-dus yang sedang disusun ke dalam gudang setelah gue dan Bagas periksa.

Gue menoleh kearahnya yang kini berjalan mendekat kearah Gue.

"Istirahat dulu Bro. Lo ga dibayar buat kerja di jam istirahat." Ucapnya pada gue sambil menepuk pundak Gue lalu keluar melalui pintu depan gudang.

Gue meletakkan kertas dan papan jalan yang sejak tadi gue gunakan untuk memeriksa list barang, lalu menyusul langkah orang tadi karna sepertinya dia cukup bersahabat.

"Bang, disini kalo makan dimana biasanya?" Tanya Gue ketika telah menghampiri orang itu yang tengah berjalan santai sambil membakar rokok.

"Jalan aja bareng, Gue juga mau makan kok." Ucapnya sambil memberikan bungkusan rokok pada gue.
"Nama Gue Heri. Lo mending panggil Gue Heri, Anj*ng, Setan, Bangs*t, atau Bro deh. Asal jangan panggil Bang atau Mas." Lanjutnya.

"Oh, Oke Her. Gue Bagus." Jawab gue sambil tertawa.
"Ga usah, gue juga ada rokok." Lanjut gue menolak tawaran rokoknya sambil berjalan disampingnya dan merogoh kantong Gue.

Sialan, rokok gue ada di tas, dan tas itu ada di meja gue. Gue kemudian menghentikan langkah berniat kembali ke kantor untuk mengambil rokok gue, juga tentu saja uang untuk makan karna di kantong celana gue hanya ada beberapa lembar uang ribuan sisa beli bensin tadi pagi.

"Lah, mau kemana Lo?" Tanya Heri.

"Ngambil rokok diatas. Ketinggalan."

"Yailah ngapain bolak-balik. Pamali. Ini isep aja rokok gue."

"Sekalian ngambil duit juga."

"Pake duit gue dulu. Buat makan doang kan?"

Gue menangguhkan langkah gue dan dengan rasa sungkan dan akhirnya menerima tawarannya. Gue menerima bungkusan rokok yang ia berikan, mengambilnya sebatang, lalu menyulutnya dan mengembalikan rokok beserta koreknya ke Heri sambil melanjutkan berjalan menuju tempat makan yang sepertinya agak jauh dari kantor.

"Hidup itu harus terus melangkah kedepan. Ga baik kalo pake bolak-balik segala." Ucapnya sambil tertawa kecil yang juga membuat gue tertawa.

Sepertinya dugaan gue benar, orang bernama Heri ini memang tipe orang yang bersahabat. Akhirnya gue jadi banyak ngobrol dengannya sepanjang jam makan siang bersama beberapa teman lain yang ia kenalkan ke Gue. Namun entah kenapa, gue malah makin penasaran akan sosok Felicia yang waktu itu pernah gue lihat saat menjalani test rekrutmen di kantor ini.

Selesai makan siang, Gue meminjam uang lagi pada Heri untuk membeli sebuah gelas di minimart yang ga jauh dari kantor. Karna di kantor gue ada pantry dan disediakan berbagai minuman, terutama kopi. Dan gue belum punya gelas di kantor ini makanya gue berniat membelinya.

Setelah membeli gelas di minimart, gue kembali ke kantor dan langsung menuju meja kerja gue di lantai dua dari sebuah ruko 5 lantai tempat gue bekerja ini. Gue berniat bikin kopi dulu baru kemudian melanjutkan pekerjaan.

Setelah mencuci gelas yang baru gue beli, gue menuju ke ruang pantry yang juga berada di lantai dua. Namun gue terhalang oleh seorang OB yang berdiri di depan ruang pantry yang memang ga begitu besar ini.

"Nyari apa sih Mba?" Ucap Mas OB itu pada seseorang di dalam pantry.

Gue sedikit berjinjit untuk mengintip kedalam pantry. Gue kemudian agak kaget namun tentu senang karna akhirnya bisa melihat Felicia lagi.

Iya, cewek yang bikin gue ga bisa masuk kedalam pantry karna tehalang Mas OB itu adalah Felicia. Sosok yang sejak tadi pagi gue cari.

“Ini ga ada gelas banget ya Mas disini?” tanya Felicia ke Mas OB dengan wajah kesal dan kosakata kekinian.

“Jam segini mah gelas pada keluar semua Mba, dipake sama yang punya. Emang gelas mba nya kemana?”

“Gelas Gue pecah. Yailah, masa Gue mau minum obat pake mangkok!” gerutu Felicia dengan nada yang sedikit naik dan membiarkan Mas OB kantor tadi masuk ke ruang pantry.

Mas OB kantor tadi membantu mengecek laci lain siapa tau ada gelas yang terselip. Sementara Felicia hanya berdiri dan melipat tangannya di dada, masih dengan wajah kesal.

“Lo mau minum obat? Ini pake gelas Gue aja.” Ucap Gue ke Felicia sambil menyodorkan gelas Gue.

Dia ga langsung menerima gelas dari tangan Gue, Cuma menatap Gue dari ujung kepala sampe ujung kaki dengan pandangan aneh, kemudian melihat kearah gelas itu dan kembali menatap ke wajah Gue.

“Belom Gue pake kok gelasnya, baru Gue beli tadi, terus langsung Gue cuci.” lanjut Gue sambil menyodorkan gelas itu lebih dekat.

Dia menerima gelas itu, dan memutar melihat kesetiap sudut gelas yang Gue kasih.

Gue sempet kesel liatnya. Macem sok jijik aja ini anak.

“Yaudah, Gue pake dulu deh. Ntar Gue balikin abis Gue cuci.” Ucap Felicia sambil berniat keluar dari pantry.
“Eh, lo divisi apa?” Lanjutnya bertanya saat melintas melewati Gue.

“Gue Bagus, cari aja di bagian Operational Support.”

“Gue ga nanya nama lo, cuma nanya divisi lo.” Ucap Felica sambil berjalan keluar dari pantry.

“Eh tunggu. Kita pernah kenal ya sebelomnya?” tanya Gue.

Dia ga menjawab, Cuma menoleh sejenak kemudian berjalan menjauh kembali, menaiki anak tangga dan sepertinya menuju ke ruangannya. Gue Cuma menggeleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat kesombongannya.

Sialan, sepertinya trik "Eh kita udah pernah kenal ya sebelumnya" ini ga bisa dipakai untuk mengakali cara bekenalan dengan perempuan seperti Felicia.



Spoiler for Stranger:
oktavp
mmuji1575
medi.guevera
medi.guevera dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.