- Beranda
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
...
![re.dear](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/08/15/avatar10908725_3.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
![KALAGENDA | RITUAL](https://s.kaskus.id/b/images/2020/09/25/10908725_202009250136140536.png)
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!
![Toast emoticon-Toast](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1iothbu.gif)
![Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ohtvqnpxx.gif)
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!
![Toast emoticon-Toast](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ly1iothbu.gif)
![Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star](https://s.kaskus.id/images/smilies/smilies_fb5ohtvqnpxx.gif)
Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 30-06-2021 17:18
![ZaCk965](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/05/03/avatar10853229_1.gif)
![japraha47](https://s.kaskus.id/user/avatar/2021/10/01/default.png)
![arieaduh](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
93.5K
Kutip
2.3K
Balasan
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
![Stories from the Heart](https://s.kaskus.id/r200x200/ficon/image-51.png)
Stories from the Heart![KASKUS Official KASKUS Official](https://s.kaskus.id/kaskus-next/next-assets/images/icon-official-badge.svg)
31.6KThread•43KAnggota
Tampilkan semua post
![re.dear](https://s.kaskus.id/user/avatar/2020/08/15/avatar10908725_3.gif)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
re.dear
#690
Antawirya:
Para Jaga Loka
![KALAGENDA | RITUAL](https://s.kaskus.id/b/images/2021/03/19/10908725_202103190216120483.png)
'Penjaga kurang satu mengemban huru-hara dalam tangan mereka, berkumpul untuk mencari dia yang menyimpang.'
Para Jaga Loka
![KALAGENDA | RITUAL](https://s.kaskus.id/images/2021/03/19/10908725_202103190216120483.png)
'Penjaga kurang satu mengemban huru-hara dalam tangan mereka, berkumpul untuk mencari dia yang menyimpang.'
Denis menyimpan sesuatu yang begitu rumit. Dan luar biasanya, Ayi menceritakan hal ini dengan cara yang sama rumitnya dengan rahasia itu sendiri.
Hingga saya harus menuliskan titik-titik tertentu dalam sebuah catatan fisik untuk membuatnya dapat ditulis secara sederhana.
Sebuah pesan dari saya, jika anda sedang meminta narasumber yang bukan manusia untuk bicara, jangan pernah merekamnya lewat video atau audio apapun.
Percayalah,
Karena itu percuma.
Kau hanya akan mendapatkan gambar statis atau audio statis lainnya.
Sebuah kelompok lain yang bergerak disatu jalan yang sama, namun mempunyai tujuan yang berbeda. Dalam keseluruhan, Ayi entah bagaimana menganggap kelompok ini sebagai pecundang hebat yang merepotkan.
Spoiler for Dan tak sadar, saya menyetujui hal itu.:
Gerimis jatuh dengan riang, seperti berpesta setelah sekian lama tertahan di atas awan. Udara perlahan menusuk lalu lewat seperti menyapa basa-basi lalu pergi dan udara lain datang melakukan hal yang sama.
Sebuah rumah mewah dengan halaman belakang luas, kemudian pendopo berdiri kokoh diantara taman dengan bunga mekar yang cantik. Setiap tetes gerimis membuatnya semakin menggoda, aroma harum membawa kesan tenang yang menyejukkan.
Denis sedang duduk disana bersama seorang laki-laki yang umurnya tak jauh berbeda.
"Kenapa harus di rumah aing sih?"
Laki-laki itu terdengar mengeluarkan protesnya.
"Jangan pelit Nat, kan rumah siayang punya tempat luas buat ngumpul."
Denis menjawabnya dengan mulut penuh ketan goreng.
"Yeuh Denis, jaman sekarang ada yang namanya ponsel buat ngabarin. Ngapain cape-cape ngumpulin yang lain?"
Laki-laki yang dipanggil Nat itu tak mau kalah.
"Iya nyaho aing juga, tapi ponsel aing gak ada kuota, terus pasti panjang juga kalo harus ngetik. Aing susah mencet-mencet tombol yang gak nyusun gitu."
Denis tak mau kalah.
"Bukan karena sia mau makan gratis kan?"
Nat sepertinya mulai curiga.
"Nah, itu salahsatunya. Hehehe... Soalnya diantara Loka, sia doang nih jing yang punya harta banyaknya keterlaluan."
Denis cengengesan.
"Hah apaan? Ada yang manggil nama aing?"
Seorang wanita tiba, ia memakai kemeja yang tak dikancingkan dengan kaus putih polos sebagai dalamannya. Celana jeans pendek dan sepatu slip-on menjadi andalannya.
"Yo Jingga! Maap maap, aing tadi lagi bacotin si Nata."
Denis melambaikan tangannya.
"Makan aja udah makan, susah emang punya temen melarat mah."
Laki-laki yang bernama Nata itu akhirnya pergi.
"Rek kamana sia? Aing karek datang oge."
("Mau kemana kamu? Aku baru datang juga.")
Jingga menahan lengan Nata.
"Modol, rek milu?"
("Boker, mau ikut?")
Nata menjawabnya.
"Geuleuh anying, aing yakin sieta geus hitut ti tatadi."
("Jorok! Aku yakin dia udah kentut terus dari tadi.")
Jingga memukul pundak Nata dan berlalu lalu duduk bersama Denis.
"Nu hiji beuki baranghakan, nu hiji jalu. Kumasaria weh lah."
("Yang satu hobi makan, yang satu tomboy. Terserahlah.")
Nata menggerutu sambil mengusap pundaknya.
Setelah Nata sepenuhnya hilang dari pandangan, Jingga bertanya pada Denis.
"Si eta kunaon? Ciga nu pms kitu."
("Dia kenapa? Kayak lagi pms gitu.")
Jingga mengambil sepotong ketan dan mengunyahnya.
"Kangen sama si Laras kali."
Denis menjawab dengan acuh.
"Hah? Mereka pacaran?"
Jingga berkata setengah membentak.
"Sabar atuh, sia. kan aing mah cuma berspekulasi."
Denis meneguk teh manis.
"Sia jangan suka sebar gosip kehed!"
Jingga menuang teh manisnya sendiri.
"Siapa sih yang gak suka sama si Laras coba?"
Denis kembali berkata.
"Si Bayu kayaknya ngga tuh."
Jingga menimpali.
"Jangan bawa si Bayu, dia mah pikirannya nge gym doang. Isi otaknya otot semua itu, hahaha!"
Denis dengan puas mengejek.
"Siapa yang kau bilang otak otot hah?"
Ternyata orangnya muncul.
"Siapa lagi kalo bukan sia, Bay?"
Jingga memanasi keadaan.
"Emang bener kan?"
Denis tak mau mengalah.
"Mending aing punya badan bagus, daripada sia tulang doang?"
Bayu berjalan mendekat.
"Sembarangan, aing kurus karena tirakat mulu!"
Denis seolah tak mau kalah.
"Tirakat nyari ketan sia mah. Hahaha!"
Jingga mengejek Denis.
"Isi hati aing tersampaikan sudah. Hahaha!"
Bayu duduk dan mengambil sepotong ketan.
"Anyinglah.. eh sia Bay ngegym di proyek mana lagi?"
Denis bertanya sambil cengengesan.
"Proyek mega mall di daerah CC. Bayaranya lumayan."
Bayu mengunyah sambil menjawab.
"Bay, orang mah nge gym di tempat gym, sia apaan? Nge gym sambil kuli apa kuli sambil nge gym?"
Kini Jingga mengejek Bayu.
"Wah asem, aing dibalikin. Yang pasti nge gym tapi dibayar dimana lagi kalo bukan jadi kuli proyek?"
Bayu menepis dengan jawabannya.
Lalu wangi segar menyapa hidung, hentakan kaki lembut menyapu lantai.
"Sudah lama kalian disini?"
Seorang wanita cantik, dengan kulit putih pucat rambut sepinggang dan senyum menawan lewat gigi gingsul di kedua sisinya datang menghampiri mereka.
"Mayan, itung-itung ngasuh dua bocah ini."
Jingga menjawab sapaannya.
"Apa kabar Laras? Makin cantik aja."
Goda Denis dengan wajah datar.
"Saya baik a, a Denis gimana? Sehat?"
Ia duduk di samping Jingga kemudian.
"Aman aing mah."
Denis menjawab singkat.
"Sibuk apa sekarang Ras?"
Bayu mencoba bertanya.
"Biasa a, bantu-bantu di kedai kopi punya Lala. Aa gimana? Masih di proyekan perum?"
Laras membalas ramah.
"Ngga Ras, udah pindah. Main ke proyekan mall kapan-kapan. Nanti aa kasih tau gimana caranya nyusun batu-bata yang bener gimana."
Balas Bayu kemudian.
"Iya tuh, nanti diajarin nyusun bata buat rumah tangga kalian berdua. Ciieee...."
Jingga mengompori.
"Apa sih Jingga? Aneh ih."
Laras protes sambil mencubit lengan Jingga.
"Batu bata buat rumah tangga? Gimana sih maksudnya?"
Bayu yang tak mengerti bertanya pada Denis.
"Jadi Bay, batanya dipake buat bikin rumah buat istri sia nanti. Paham?"
Denis menjawab setengah kesal.
"Tapi kan bata buat rumah butuh banyak Ned, gak bisa satu dua. Mana mahal lagi."
Bayu menjawab dengan polos.
Sementara Jingga dan Laras menahan tawa, Denis kesal dengan pola pikir Bayu.
"Nanti mah pas sia lamaran, mas kimpoinya bata aja!"
Denis kesal.
"Emang boleh ya?"
Bayu kembali bertanya.
"Hahahaha..!!!"
Jingga dan Laras lepas tertawa.
"Duh tuh otak isinya semen kali ya? Sia kapan-kapan ngobrol sama senior di kuli proyek yang udah pada nikah, biar gak bodoh-bodoh banget."
Jingga berujar.
"Udah ah, kasihan tau."
Laras menyudahi.
"Jika kalian ada waktu untuk berbincang omong kosong, artinya kalian ada waktu untuk langsung membicarakan alasan kenapa orang ini meminta berkumpul."
Seorang laki-laki dengan mata tajam berbadan tinggi kurus datang.
"Santai nyet, kan belum dateng semua."
Jingga membalas omongan orang itu.
"Iya maaf a Digya, kita malah bercanda."
Laras memanggil nama orang itu.
"Hmm."
Digya membalas omongan mereka dengan mendengus sinis.
"Songong banget sia, Dig."
Denis berkomentar.
"Kenapa? Keluarga saya menjaga 2 kendi sejak jaman dahulu. Kami jelas lebih kuat daripada kalian yang hanya mampu menjaga satu."
Jawaban Digya membuat Denis semakin menjadi.
"Kalian kuat karena ngebagi ajian, coba sini aing serbu sama pasukan siluman. Mau apa?"
Denis menantang.
"Coba saja."
Dan dijawab dengan serius oleh Digya.
"Lakukan itu di lain waktu, sebelum kulempar kalian semua dari sini."
Seorang wanita dengan nada tegas memasuki area taman.
"Lala! Sini kesini!"
Laras dengan riang menyambutnya.
Dengan datangnya Lala, Denis dan Digya berhenti berdebat. Digya tak ingin bergabung di pendopo dan hanya berdiri bersandar pada sebuah pohon mangga.
Lalu hening tercipta membawa canggung yang menganggu.
Nata kembali dari dalam rumah membawa beberapa kue.
"Kenapa pada diem-diem gini?"
Ia menawarkan pada Digya yang tentu saja ditolaknya sebelum meletakkan itu diatas meja pendopo.
"Yaudah langsung aja Ned."
Jingga menyuruh Denis untuk membuka percakapan.
"Siapa aja yang belum dateng?"
Denis melihat ke sekitar, menghitung setiap orang.
"Aing, sia, penerus keluarga Eka, Chakra, Prawira, Wirahma, sama Rengga. 4 sisanya masih dijalan."
Jingga membuka suara.
"Berarti Nia, Cahya, Wira, sama Lani ya? Tolong telepon mereka dong. Kita mulai sambil nunggu."
Pinta Denis.
"Biar aing aja."
Nata meraih ponselnya dan menghubungi mereka semua sekaligus dalam panggilan grup.
"Gak mau pada nunggu nih? Kan udah tau rumah aing paling jauh."
Suara laki-laki terdengar bercampur angin.
"Yaudah mulai aja selow. Nih aku udah jalan kok pake ojol. Paling 15 menitan lagi sampe."
Dan seorang perempuan yang sama berisiknya dengan suara kendaraan di sekitarnya.
"Yok, aing ngikut."
Lalu suara seorang wanita yang cukup jernih.
"Lanjut aja, ni aing bareng si Lani kok."
Satu lagi yang kemudian ia menutup panggilannya.
"Yok Ned."
Nata berujar.
"Singkat aja, aing ketemu sama kuntilanak."
Denis berkata dengan singkat.
Sontak, semua orang di tempat itu terbelalak tak percaya. Bahkan Digya melepaskan sandarannya.
Para wanita kebanyakan menutup mulut mereka dengan telapak tangannya.
Dan sisanya menatap Denis dalam-dalam, seolah memastikan bahwa ia hanya sedang membuat lelucon buruk.
"Heh semprul! Sia abis mabok apa lagi sekarang?!"
Suara laki-laki membentak sekeras angin yang menghembus kencang.
"Sia mau bilang kalo salahsatu dari kita gak cukup kuat buat megang kendi?"
Jingga berkata dengan kesal.
"Diam! Jelaskan lebih rinci!"
Digya memenangkan keributan.
"Aing kena urusan sama pemimpin Aswatama, dan dia berhasil membangkitkan kuntilanak. Aing ngelawan dia sekali, dan itu jelas ajian dari anak-anak kunti."
Denis menjelaskan lebih jauh.
"Aa yakin?"
Laras memastikan.
"Ya, aing yakin. Tangan-tangan yang keluar dari pusar, memanjang dan berukuran betis orang dewasa."
Denis menjawab Laras.
"Tapi aing yakin kendi yang keluarga aing jaga segelnya gak rusak. Apalagi makam kuntilanak tepat dibelakang rumah."
Bayu membuka suara.
"Yah kalo aing, kalian bisa liat sendiri makamnya rusak apa ngga tepat di danau sana."
Nata menujuk danau yang tepat dibelakang rumahnya dan orang-orang dapat melihat pemandangan itu dari taman.
"Saya selalu memeriksanya setiap tengah malam. Dan tak ada kerusakan apapun."
Digya bicara.
"Yah kalian tau keluarga aing gimana. Jadi abah masih sehat-sehat aja. Artinya segelnya gak rusak."
Kini Jingga yang berkata.
"Kalian tau keluarga aku sama Nia sodaraan, ditambah rumah utama kita bersebelahan. Jadi segel aku sama Nia gak ada rusak apa-apa.
Seorang wanita berkata diseberang sana.
"Punya aing aman. Kamar yang dipake buat nyimpen abu anak Kunti gak ada jebol apa rusak."
Seorang pria masih dengan angin di sekitarnya menjawab.
"Maka dari itu, kita bakal liat pake ini."
Denis mengeluarkan sebuah buku dengan sampul kulit berwarna coklat, dan setiap lembarannya terasa kasar seperti lembaran kayu.
Semua orang tak ada yang menjawab.
"Kamu bawa kitab Wanara ned?!"
Suara seorang wanita berteriak.
"Iya."
Denis menjawab singkat.
"Aing ngebut sekarang!"
Lalu suara angin lebih kencang terdengar daripada suara laki-laki itu.
"Gimme sec."
Dan suara perempuan diiringi suara knalpot yang mengganas.
Samar-samar juga terdengar seorang wanita yang meminta untuk mempercepat perjalanannya pada driver ojol didepannya.
Denis berjalan ke tengah-tengah, lalu meletakkan kitab itu diatas meja kaca kecil yang Nata siapkan.
"Kalian tahu harus apa."
Denis mengambil pisau buah kecil dari atas piring berisi buah-buahan.
Mengiris telapak tangannya sendiri dan membiarkan darah menetes diatas sampul kulit itu.
Setelah selesai, Denis mundur sambil menekan lukanya.
"Putra Niskala, ketahui ini. Satu-satunya hal yang membuatku menaruh sedikit rasa hormat padamu hanyalah karena kitab ini."
Digya berjalan mendekat, dan melakukan hal yang sama.
Lalu mundur dan kembali ke tempatnya.
Jingga berdiri untuk mengambil gilirannya.
"Tak kusangka, pada generasiku, aku akan menggunakan kitab ini."
Melakukan hal yang sama, namun Jingga melihat dengan seksama bagaimana darah menetes dan jatuh diatas sampulnya.
Darah itu menghilang, seolah diserap oleh kitab itu.
"Semoga apa yang kita semua cari, dapat ditunjukkan oleh kitab ini."
Laras melakukan hal yang sama, bersama Lala yang mengikutinya.
"Aku hanya benci hal-hal yang akan datang setelah ini."
Lala sedikit bersungut namun melakukan hal itu dengan cepat.
"Mari kita percepat saja."
Nata melakukan hal itu dengan tergesa, lalu meringis setelahnya.
Sesaat kemudian, suara motor butut terparkir di halaman depan. Disusul langkah kaki yang tergesa.
"Bener-bener kampret satu ini. Aing masih berharap sia cuma canda doang Ned."
Laki-laki itu berhenti tepat beberapa langkah sebelum menyentuh kitab Wanara.
"Aing juga tau kapan bercanda kapan serius. Yang telat gak usah banyak bacot lah."
Denis membalasnya.
"Bentar, aing cuci pisaunya dulu."
Laki-laki itu mengambil pisau yang padahal sudah digunakan oleh beberapa orang.
Diluar, terdengar samar suara laki-laki dan perempuan sedang membayar sejumlah ongkos.
Lalu seorang perempuan muda dengan rambut pendek muncul.
"Eh pinjem 20 rebu dong. Si mamang ojolnya gak ada kembalian."
Wanita itu berkata dengan terburu.
"Nih, kebiasaan sia mah suka minjem duit tuh."
Nata memberinya selembar 20 ribuan yang diminta.
"Yaelah gak tiap hari ini."
Lalu perempuan itu kembali pergi dengan setengah berlari.
Saat ia kembali, suasananya mulai suram.
"Yaudah yaudah, mana sini pisaunya?"
Ia meminta pisau saat tepat dihadapan kitab wanara.
"Tuh lagi dicuci sama si Wira."
Jingga menjawab.
"Yaelah, kek mau operasi aja."
Ia berlalu mencari Wira.
"Wir! Cepetan!"
Kemudian berteriak.
"Ia bentar aing lap dulu."
Sepertinya Wira menjawab teriakan itu.
Wira akhirnya berdiri dihadapan kitab itu.
"Gimana biar gak sakit?"
Ia seolah ragu.
"Keraskan telapak tangan, bikin rileks sekitar siku, iris dengan cepat."
Digya menjawab dengan sinis.
"Biasa aja kali ngomongnya, kayak punya dendam itu njir sama aing."
Wira membalas ucapannya sebelum melakukan hal yang diintruksikan.
Kemudian ia mundur dengan wajah menahan sakit.
"Ugh... Tau gak? Katanya kalo cewe punya bekas luka, dia bakal susah dapet pacar."
Sekarang giliran perempuan itu melakukannya.
"Sia punya pacar buat apa juga dah?"
Denis mengomentari.
"Ya kalo punya pacar kan, setengah kebutuhan skincare aing bisa terpenuhi."
Perempuan itu menjawab.
"Jadi maksudnya sia butuh duitnya?"
Jingga yang kini bertanya.
"Nah itu ngerti, hehehe."
Ia menjawab cengengesan.
"Cahya belum berubah ya?"
Laras berujar dengan tersenyum.
"Itu pujian apa sindiran nih?"
Perempuan yang dipanggil Cahya kini bersungut ke arah Laras.
Sebelum Laras membalas, suara bantingan pintu mobil terdengar dan suara langkah kaki terburu menyusul.
"Hah.. hah... Kalian udah?"
Salahsatu dari kedua wanita yang baru tiba bertanya.
"Iya, tinggal sia sama si Lani yang belum."
Nata menjawab sambil menunjuk pisau.
"Yaudah, mundur dong sia!"
Lani menepuk pundak Cahya.
"Noh noh noh, kasih dah darah banyak-banyak!"
Cahya mundur dan berdiri bersama Nata.
Sementara Lani berdiri mematung selama beberapa detik.
"Eh kalo dikasih darah menstruasi, kitabnya mau gak ya?"
Ia bertanya pada semua orang disitu.
"Coba aja, tapi ngasihnya harus tepat dihadapan aing."
Denis menjawab dengan wajah yang memerah.
"Mesum njir sia!"
Jingga meninju lengan Denis.
"Ya kan yang penting darah, tapi aing musti liat juga pas netesinnya."
Denis membela diri.
"Tapi malu ah kalo diliat banyak orang gini."
Lani membalas ucapan Denis sambil menyayat telapak tangannya dan mundur ke belakang.
Disusul giliran perempuan dengan kulit eksotis yang datang bersamanya.
"Kalo tau bakal make gini, aing bawa aja kantong darah dari PMI. Kebetulan kemaren baru donor darah."
Ia menyayat telapak tangannya juga.
"Emang bisa ya ned?"
Lala bertanya yang sedari tadi memperhatikan.
"Bisa-bisa aja kali, yang penting kan darah dari penerus Jaga Loka."
Denis menjawab.
"Udah semua nih kita, Nia kan terakhir tuh."
Cahya kini angkat bicara.
"Yaudah ayok mulai."
Denis berdiri dihadapan kitab Wanara.
Mereka semua kemudian berkumpul, membuat lingkaran dengan kitab Wanara sebagai pusatnya. Mereka saling berpegangan tangan.
"Siap?"
Nata memberi aba-aba.
Hanya anggukan kepala dari semua orang sebagai tanda persetujuan.
Nata kemudian menutup matanya, disusul semua orang secara bersamaan.
Selama 5 menit kemudian mereka masih menutup mata, saat selesai, dengan tergesa saling melepaskan tangan dan berbalik ke belakang.
Mereka masing-masing memuntahkan darah.
Ada yang muntah di sembarang tempat, ada juga yang sempat ke toilet.
"Laras, jelaskan."
Digya berkata setengah mengancam sembari mengelap bekas darah di sekitar mulutnya dengan sapu tangan yang ia siapkan.
Semua orang tak ada yang membantah, mereka setuju dan menatap mata Laras dengan penuh arti.
"Aku juga gak paham, kalian tau kan segel Wirahma itu dipegang oleh seumur hidup sama penjaganya? Secara teknis, aku belum resmi jadi Jaga Loka. Aku baru dikasih jabatan penerus tapi belum mengemban tanggung jawab segel itu."
Laras membela diri.
"Aku tanya sekali lagi, bagaimana kabar ayahmu?"
Digya masih memberi pertanyaan.
"Abah sehat dan baik-baik aja. Setelah ajiannya diturunkan, dia cuma tinggal di rumah segel tanpa kemana-mana. Itu juga kan dijaga sama anggota keluarga lain. Kalian tau kan, kalo segel rusak, abah juga pasti kena imbasnya. Juga kalo abah meninggal, segel itu pasti langsung turun ke aku sebagai penerusnya. Tapi nyatanya kan nggak."
Laras terus membela diri.
"Terus kenapa kita semua merasakan bahwa segel Wirahma retak?"
Nia membuka suara.
"Aku juga gak ngerti, abah gak ngeluh apa-apa juga. Dia baik-baik aja."
Laras menjawab.
Sebelum pertanyaan lain terlempar, seekor kucing hitam melompat dan duduk diatas kitab wanara.
Semua orang tertegun heran.
"Kalian mengajukan pertanyaan yang salah. Siapa-siapa saja orang luar yang pernah bertemu dengan kepala keluarga Wirahma?"
Kucing itu kembali melompat turun, lalu kabut hitam muncul menutupinya.
Kemudian sosok itu berdiri.
Semua orang terbelalak saat melihat siapa atau apa makhluk dihadapannya.
Diubah oleh re.dear 19-03-2021 07:25
![fsm2909](https://s.kaskus.id/user/avatar/2021/02/02/avatar10994303_1.gif)
![69banditos](https://s.kaskus.id/user/avatar/2021/03/30/avatar11017038_1.gif)
![japraha47](https://s.kaskus.id/user/avatar/2021/10/01/default.png)
japraha47 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas
Tutup