Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.
Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
'Seringkali sebuah jeda diperlukan untuk memisahkan antara satu dan lainnya.'
Bukan jenuh, justru saya terlalu tenggelam dalam alur cerita yang saya tulis sendiri. Saat kepala saya diputar semesta, alur cerita masih terngiang, setiap adegan tergambar dengan sangat rinci, seolah saya memang hidup untuk hal itu, seperti saya memang mengalami secara nyata bagaimana semuanya terjadi dan dimulai hingga akhir.
Parah emang.
Gak tau juga sih ya kalo penulis yang lain juga ngalamin apa yang saya alamin. Karena sejujurnya (hehe, maaf ya) saya jarang sekali membaca hasil karya orang lain. Bukan sombong atau bangga (kalo bangga mah harus sih ya) karena hasil karya sendiri, tapi saya ketakutan cerita saya terpengaruhi secara tidak sadar oleh konflik dari karya orang lain tersebut. Dan saya khawatir nantinya karya saya kurang orisinil.
Maka dari itu, saya ingin menyusun kembali khusus untuk chapter kali ini, kumpulan cerita dari teman-teman 'normal' lainnya.
Kenapa normal?
Ya liat aja Ratih, Dinda, Denis, Ayi, siapa yang normal diantara mereka?
GAK ADA!
Okelah biar gak semakin panjang curhatnya, kita langsung ke cerita aja!
Spoiler for 1. Penumpang Ojol Misterius:
Jangan tanya ini cerita asli apa ngga, toh saya juga dapet dari yang lain. Dari 'katanya' beredar hingga meluas dan berubah jadi 'nyatanya'.
Kawan Mang Adul, sebut aja mang Yono saat itu ngalong, padahal dia udah onbid dari sejak pagi. Tapi ya namanya juga kebutuhan, kalo gak dipaksain malah ngerepotin, akhirnya dia nekat ngalong.
Untungnya saat itu, dia gak sendirian. Mang Ari menemani dengan setia dengan alasan yang sama.
2 driver dari 2 aplikator berbeda disatukan nasib duduk di sebuah pos ronda.
Kopi, kacang, rokok kretek semua tersaji. Berbekal patungan ditambah hutangan, mereka menanti.
Obrolan mereka juga gak jauh-jauh dari seputar orderan aneh, penumpang rese, sampe politik segala. Udah macam pengamat ahli yang nyungsruk di pinggiran kota.
Akhirnya, mang Yono dapet orderan. Suruh beliin nasi goreng 4 porsi di sebuah kedai yang dia jelas dimana lokasinya. Dengan semangat dan bayangan anak-istri tercinta, dia meluncur menjemput rejeki.
Skip, skip, nasgor jadi. Berangkatlah dia ke tempat tujuan.
Eh dijalan ada yang lambai-lambai tangan. Perempuan pake rok hitam sebetis, jaket kulit item rambut sanggul. Mang Yono berhenti didepannya.
"Kenapa mbak?"
Dengan ramah ia bertanya.
"Bisa anter saya pulang gak pak?"
Tanya wanita itu.
"Ya bisa sih, tapi saya lagi mau nganter makanan dulu. Emang mbak pulang kemana?"
Tanya Mang Yono.
"Ke daerah CB pak, komplek P blok XX no sekian. Searah gak sama bapak?"
Tanya wanita itu lebih lanjut.
"Sebentar saya liat dulu.... Eh searah mbak, sampe nomor rumahnya sama lagi. Apa jangan-jangan mbak yang tinggal disitu?"
Mang Yono kegirangan.
"Wah? Kebetulan tuh pak. Kalo nama yang order bu Asih sih, iya itu nama ibu saya."
Lanjut wanita tadi.
"Wah pas banget, yaudah ayok naik deh mbak."
Mang Yono mempersilahkan.
"Beruntung saya, nanti saya kasih ongkos juga deh pak. Biar bapak dapet double."
Akhirnya wanita itu naik dengan posisi duduk menyamping.
"Makasih banyak mbak."
Akhirnya mereka berangkat ke tempat tujuan yang sama.
Diperjalanan mereka banyak berbincang, diketahui ternyata mbak itu baru pulang lembur di salahsatu pabrik di kawasan CJ. Biasanya ada ojek pangkalan yang standby, tapi malam itu gak tau kenapa pangkalan pada kosong.
Sesampainya di depan rumah, wanita itu turun.
"Sebentar ya pak, saya ambil uang dulu ke dalam sekalian ngasih tau ibu kalo nasgornya udah nyampe."
Wanita itu membuka pagar dan berjalan masuk.
"Oke mbak."
Balas mang Yono singkat.
10 menit,
15 menit,
Si wanita gak muncul juga.
Karena dirasa gak sopan, mang Yono nelpon ke nomor yang order. Diangkat sama ibu-ibu, mang Yono ngabarin kalo dia udah didepan.
Si ibu keluar rumah masih pake mukena, bayar makanannya dan mau masuk lagi, tapi mang Yono nahan.
"Ohya bu, boleh saya bilang sesuatu?"
Tanya Mang Yono.
"Kenapa pak?"
Ibu itu agak heran.
"Saya pas dijalan mau kesini kan tadi ketemu sama anak ibu, sekalian saya anterin juga. Tapi udah 15 menit saya tunggu dia gak keluar rumah lagi makanya saya nelpon ibu. Tolong bilangin, saya gak bakal marah gak dibayar juga, tapi lain kali tolong jangan gitu lagi. Takutnya dapet driver yang galak kan, kasian kalo sampe kena marah juga."
Jelas mang Yono.
"Anak saya yang cewe? Ciri-cirinya gimana pak?"
Ibu itu memastikan.
"Rambut disanggul, kulit putih, katanya kerja di pabrik daerah CJ."
Jawab Mang Yono.
"Oh iya, itu Dewi pak. Ini saya bayar ongkosnya dia juga ya."
Ibu itu juga ngasih tambahan.
"Padahal mah gak apa-apa bu."
Mang Yono menerimanya dengan enggan.
"Tapi pak, lain kali kalo ketemu dia, jangan digubris ya? Lewatin aja, pura-pura gak liat juga gak apa-apa."
Pinta ibu itu.
"Loh? Kenapa?"
Mang Yono keheranan.
"Anak saya yang itu sudah meninggal, tepat kemarin 40 harinya. Jadi tolong jangan memberatkannya di alam sana ya pak."
Ibu itu memohon dan masuk kembali ke dalam rumah.
Meninggalkan mang Yono dengan sejuta tanya heran dan bulu kuduk yang meremang.
Ada pikiran bahwa mungkin saja itu cuma akal-akalan aja. Tapi bendera kuning yang masih tergeletak di halaman, membuat pikirannya berkelana sambil dipacu dalam takut motor bebek tua itu menjauh.
Spoiler for 2. Mempelai Wanita:
Di kota S, sebuah kota singgah yang mengapit antara 2 kota besar lainnya terdapat cerita urban yang menurut saya cukup menarik untuk diceritakan ulang.
Adalah kampung asal Bang Herul yang masih menggaungkan cerita ini hingga sekarang.
Alkisah, saat itu sepasang kekasih memutuskan untuk menikah setelah sekian lama memadu kasih. Restu orangtua didapat dengan mudah, tanggal ditentukan, akad siap dilaksanakan.
Seperti kebanyakan pasangan lainnya, mereka memasuki waktu pingitan selama 2 minggu mereka dilarang bertemu hingga saat resepsi nanti.
Saat itu, ponsel belum semarak sekarang. Pun telepon rumah tak semua punya. Surat menjadi satu-satunya pelipur rindu yang tersedia.
Satu minggu penuh, mereka saling berkirim surat. Mencurahkan kebahagiaan dan rencana romantis yang disusun bersama. Khayalan indah dibayangi oleh kedua insan yang dimabuk asmara.
Memasuki minggu kedua, si pria mulai berulah. Barangkali syahwatnya meronta, ia mengeluarkannya sembarangan.
Berdalih keluar untuk menemui temannya, ia berbelok ke sebuah lokalisasi dan berakhir disana hingga pagi.
Ia pulang tanpa rasa bersalah, beraktivitas seperti biasa hingga menjelang akad suci mereka.
Pagi itu, satu kampung geger. Panggung yang telah disiapkan, mempelai wanita yang menunggu, namun pengantin pria tak jua tiba. Hingga tengah hari, saat matahari tepat dikepala, acara bahagia itu mulai terancam batal.
Kedua keluarga panik bukan main, salah menyalahkan saling dilempar satu sama lain. Hingga kesalahan sekecil biji padi diumbar keras-keras oleh kedua keluarga.
Pengantin pria menghilang tiba-tiba tanpa jejak.
Sang wanita yang tak tahan dengan rasa malu, mengurung diri di kamarnya masih memakai riasan lengkap. Ia menangis sejadi-jadinya.
Dan keputusan akhirnya membuat semua orang berhenti berdebat. Ia menggantung dirinya dengan masih memakai riasan lengkap.
Saat diketahui, semuanya sudah terlambat. Mempelai wanita terlanjur meregang nyawa menanggung malu dan kecewa tanpa ujung.
Esoknya, pengantin pria muncul dengan memakai riasan lengkap. Namun dilanda heran karena tak ada panggung dan lainnya.
Semua anggota keluarga sang wanita menghakiminya dengan gila. Baju pengantin berwarna putih itu ternoda merah darah.
Kemudian seorang tetua desa menghentikan aksi main hakim itu, ia memenangkan keluarga si pengantin wanita dan membujuknya untuk melepaskan pria malang itu.
Saat di rumah sakit, si pria menceritakan bahwa ia setelah memakai riasan pengantin, berangkat menuju tempat resepsi menggunakan becak seperti yang sudah direncanakan.
Sepanjang perjalanan, ia merasa aneh karena langit mendung gelap menutupi cakrawala. Namun hujan tak kunjung turun, perjalanan itu terasa singkat seperti biasa. Namun hal aneh justru setelah ia tiba.
Acara resepsinya tak ada, dan ia berujung dipukuli setengah mati.
Tetua desa mengangguk paham.
Rupanya si pria dibawa ke alam lelembut tanpa sepengetahuannya. Perjalanan 15 menit itu berlangsung selama 1 hari penuh di dunia nyata.
Rupanya, dosa miliknya telah memancing takdir buruk.
Pria itu melajang hingga akhir hayatnya, diceritakan bahwa ia meninggal dalam keadaan sakit jiwa karena terus menerus dihantui oleh kekasihnya selama hidupnya.
Hingga saat ini, berkembang beberapa pamali disana.
1. Pingitan tak boleh lebih dari satu minggu.
2. Pengantin pria harus selalu diperhatikan dan ditemani hingga akad selesai.
3. Pengantin wanita dilarang mengunci diri kamarnya selama acara berlangsung. Meskipun untuk berganti kebaya, harus ditemani oleh ibunya dan dijaga oleh yang lain di luar kamar.
4. Malam pertama tidak boleh terlelap.
5. Jangan menggubris seorang wanita yang memakai riasan pengantin berwarna putih di tempat-tempat yang tak ada acara disana.
Spoiler for 3. Panggil Namaku 3 Kali:
Mencerminkan banget ya judulnya? Tapi justru sebaliknya. Ada aturan tidak tertulis yang saya pribadi yakini bahwa saat nama kita dipanggil tapi kita tidak melihat orang yang memanggil kita (bisa karena terhalang tembok atau jarak), kita tidak boleh menyahut. Setelah panggilan kedua atau ketiga, barulah kita boleh menyahut.
Alasannya karena sepupu saya menceritakan kisah ini.
Sebut saja ia Anwar, sepupu yang tepat satu tahun dibawah saya. Kejadiannya saat kami duduk di bangku sekolah dasar. Kami bermain bersama seperti biasa di depan halaman rumah kontrakan saya.
Saat itu, rumah kontrakan yang keluarga saya tempati hanya berjejer 2 bangunan. Satu ditempati sang pemilik, sebelahnya kami yang menempati.
Sebuah ruangan berukuran 10x5 M, dengan toilet tepat diujung ruangan, dan kasur ditengah-tengahnya.
Menariknya, disamping kontrakan saya terdapat garasi mobil yang dialihfungsikan menjadi kandang ayam oleh bapak. Lalu setelahnya ada kebun karet luas.
Ketika kami bermain siang itu, Anwar tiba-tiba berteriak.
"Apa?!"
Katanya.
"Apa?"
Aku heran.
"Ada yang manggil, kamu gak denger?"
Tanyanya.
"Ngga, ngarang kamu. Ibuku lagi sibuk di dapur, bapak juga lagi jualan."
Kataku.
"Ih beneran ada, dari sana suaranya."
Anwar menunjuk tepat kearah kebun karet.
"Hah? Salah denger kali, gak ada rumah disitu. Ini rumah terakhir di daerah sini."
Disini aku mulai bergidik.
"Mana ada aku salah denger? Tadi suara ibumu kok yang manggil."
Ia bersikukuh.
"Sini, tuh liat, ibuku di dapur."
Aku menariknya dan melihat ibuku sedang memasak dari pintu depan.
Anwar diam seketika.
"Udah kamu cuma salah denger, ayo main lagi."
Aku mengajaknya untuk kembali bermain kelereng.
Anwar mengangguk, selang berapa lama kemudian ia lagi-lagi terdiam aneh. Lalu pandangannya lurus ke arah kebun karet.
Wajahnya berubah ketakutan dan tangisnya pecah tanpa aba-aba.
Ibuku kaget, ia berlari menghampiri kami. Ceceran pertanyaan dilemparkan padaku, dengan bingung keceritakan kejadiannya. Ibuku buru-buru menyuruh kami masuk dan tak lagi membahas hal-hal seperti itu. Pamali, katanya.
Setelah beranjak dewasa, saat kami sudah duduk di bangku SMA. Tiba-tiba kuingat kejadian itu, akhirnya kutanya ia.
"Serem a, yang aku liat waktu itu tuh, kayak laki-laki tapi badannya tinggi banget, sejajar sama pohon karet. Ia kayak pake jaket yang bulunya kayak bulu burung atau bulu ayam gitu, tangannya juga kayak ceker ayam atau ceker burung tapi versi ukuran gedenya. Mukanya sih yang paling gak bisa dilupain mah."
Ia seolah memotong ceritanya sengaja.
"Mukanya gimana emang?"
Aku penasaran.
"Dari hidung keatas kayak wajah burung hantu, tapi dari hidung kebawah kayak manusia. Dia manggil namaku sekali, sambil melambaikan tangannya kayak ngajak aku kesitu a."
Jawabnya yang sukses membuatku tenggelam dalam bayangan.
Lalu tiba-tiba sebuah suara seperti dari orang yang kukenal membuyarkan lamunan singkatku.
"... Re ... "
2 huruf, sangat singkat.
"Eh denger gak?"
Aku memastikan padanya.
"Ngga, aku tau aa mau ngomong apa, ini sekolah tapi jam segini gak ada siswa lain selain anak-anak Pramuka yang lagi udah pada pulang kecuali kita berdua."
Jawabnya sambil lari meninggalkanku.
"Woy! Tungguin!"
Akupun menyusulnya tanpa menoleh atau menjawab panggilan namaku dengan satu kali sebut itu.
Spoiler for 4. Kirik:
Tau babi ngepet dong? Nah ini mirip, tapi yang ini anjing ngepet. Gak tau deh namanya apa, makanya kadang kita nyebutnya pesugihan Kirik.
Pesugihan ini cukup terkenal loh, selain tumbalnya bisa random, tapi hasilnya gak main-main. Tapi konsekuensinya?
Coba kita ikuti cerita Mang Ian berikut ini.
Siapa yang menyangka di perumahan ini juga ada yang melakukan sebuah pesugihan?
Sebut saja pak A dan bu A. Mereka adalah pendatang dari luar kota, tak tanggung-tanggung mereka langsung membeli 2 rumah sekaligus namun berbeda blok.
Satu untuk usahanya,
Satu untuk tempat tinggalnya.
Kebetulan pak A ini mempunyai usaha ayam potong, dan sebuah kios di pasar. Setiap malam tak kurang 2 ribu ekor ayam ia potong. Sebagian dikirim ke kios-kios lain, sebagian ia jual sendiri di kiosnya.
Namun setelah satu tahun setengah sejak kepindahannya, para pekerja yang bekerja di tempat potong ayam itu mengetahui sesuatu yang cukup aneh.
Di malam tertentu setiap 3 bulan sekali, pak A akan datang tepat di jam 12 malam. Mengambil seekor ayam utuh yang ia berikan pada anjing hitam peliharaannya yang selalu ia bawa kesana. Namun anjing itu selalu menyisakan sepotong ceker ayam yang diam-diam pak A mencampurkan ceker itu pada ceker-ceker lain yang sudah dipotong oleh para pekerjanya.
Dan biasanya, ketika malam itu tiba, pak A akan mengepak sendiri bagian ceker itu untuk dijual di kiosnya sendiri. Para pekerja yang mengetahui ini, selalu mewanti-wanti teman-teman mereka untuk tidak membeli ceker ayam dari pak A langsung.
Namun sialnya, kedoknya mulai terbongkar secara perlahan. Bu A hamil dan melahirkan anak, kabarnya anak bu A meninggal sesaat setelah dilahirkan. Tapi nyatanya, anak bu A lahir dengan kondisi yang memperihatinkan dan ia membunuh bayinya sendiri.
Bayi itu tak seperti manusia, melainkan berbulu lebat dan berwajah seperti anak anjing. Ditambah ketika lahir bukan suara tangisan yang pecah, tapi suara menggaik yang diikuti belasan lolongan anjing di sekitar tempatnya bersalin.
Kabar itu sekedar beredar dan menjadi rahasia umum di kalangan ibu-ibu selama beberapa waktu.
Hingga suatu hari, seorang anak kecil yang ibunya berjualan ayam goreng menyuruh anaknya untuk membeli ceker dan beberapa potong daging ayam langsung dari tempat pak A malam itu.
Salahsatu pekerja melihat hal itu, sesaat setelah anak itu pergi dari tempat pemotongan. Ia ijin keluar sekedar membeli rokok, pekerja itu mengejar si bocah tadi, lalu mewanti-wantinya agar membuang ceker itu sesampainya di rumah.
Namun dasar bocah, ia lupa memberi tahu ibunya.
Hari itu, ceker itu secara kebetulan tak terjual, akhirnya si bocah yang memakannya.
Selang 3 hari, ia jatuh sakit. Gejala demam berdarah katanya, hingga harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit.
Hingga ia meninggal dengan cara yang aneh.
Ia meninggal dengan kesakitan, namun bukan erangan yang keluar dari mulutnya, melainkan suara menggaik dan lolongan pelan sebelum nafas terakhirnya terhembus lepas.
Orangtua bocah itu marah, mereka beramai-ramai menuntut pada pak A dan menuduhnya melakukan pesugihan. Namun karena tidak ada bukti kuat, pak A lolos dari hukum.
Para pekerja gundah, mereka akhirnya bersekongkol untuk membuang ceker tumbal jika saat malam khusus nanti tiba.
Hingga kemudian, beberapa bulan setelah kejadian itu, pak A dan bu A pindah rumah.
Menariknya, di waktu mereka pindah, mobil pengangkut barang oleng karena segerombolan anjing tiba-tiba menyeberang. Sang sopir selamat, tapi tidak dengan pak A dan bu A. Saat keduanya sekarat di tengah jalan, orang-orang dapat mendengar dengan jelas suara anak anjing yang seperti sedang terhimpit sesuatu dari mulut keduanya.