- Beranda
- Stories from the Heart
Desa Tumbal Misterius Di Pedalaman Kalimantan
...
TS
benbela
Desa Tumbal Misterius Di Pedalaman Kalimantan
Salam lekum agan sista semua.
Setelah hampir 10 tahun hiatus, akhirnya ane bikin thread lagi di kaskus. Agak canggung juga, karena sudah 1 dekade cuman sesekali berkunjung. Cuman kali ini ane mau bikin cerita, tentang pengalaman seorang kawan yang menemukan hal ganjil ketika ada project di salah satu desa di pedalaman Kalimantan.
Jadi ceritanya bakal ane jabarin satu-satu di bawah
Quote:
beberapa gambar ane comot dari google sebagai ilustrasi, bukan dokumentasi pribadi.
Quote:
Update teratur tiap malam Senen dan malam Jumat pukul 19.00. wib
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak meng Copy Paste cerita ini. Semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan bisa menghargai karya orang lain. Terima kasih
Quote:
adolfsbasthian dan 295 lainnya memberi reputasi
288
300.3K
Kutip
5.9K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.2KThread•46.3KAnggota
Tampilkan semua post
TS
benbela
#235
Quote:
Original Posted By benbela►
Rasanya baru saja aku terlelap, lalu tiba-tiba saja aku terbangun tanpa sebab. Mungkin karena suara burung hantu yang terus mengganggu. Bisa juga karena suara jangkrik yang berisik. Dengan masih dibalut kantuk, tanganku mencari-cari hp di dekat tas punggung yang kujadikan bantal.
Setelah ketemu, kuraih benda itu dalam genggaman.
Layarnya menunjukan pukul 22.40, sedangkan sinyal masih kosong. Kulihat istriku sudah terbuai dalam mimpi. Tubuhnya mengkerut seperti udang karena cuaca yang dingin. Gelang rotan di tangan kirinya rupanya lupa ia lepaskan. Kubenarkan sarung yang menutup tubuhnya, lalu aku kembali menutup mata.
10 menit berlalu, namun usahaku untuk kembali tertidur semakin sia-sia. Kubalikan tubuh kekiri dan kekanan untuk mencari posisi nyaman, tapi tetap tidak membuahkan hasil. Semakin kucoba, semakin mataku tidak bisa terpejam. Mungkin belum baca doa mau tidur, ujarku dalam hati. Aku kemudian membaca doa yang sudah kuhafalkan sejak SD. Kupeluk istri yang membelakangiku dan kuatur tarikan nafas agar kantuk segera menyerang.
Lalu kemudian, suara burung hantu dan serangga malam berhenti seketika. Hanya ada sunyi dan hening malam.
Aneh, kenapa suara ribut binatang tiba-tiba hilang?
Aku tidak mau risau, kembali kupejamkan mata.
Baru saja kantuk menyerang, samar-samar terdengar suara di teras rumah. Seperti suara papan yang kena injak sesuatu.
..tap...tap..tap...
Aku kaget dan segera duduk agar bisa mendengar lebih jelas. Suara langkah itu kadang menjauh, kadang mendekat. Kupasang telinga baik-baik untuk memastikan. Nafas kuatur sepelan mungkin agar tidak terdengar dari luar.
...tap...tap..tap...
Jantungku rasanya mau copot. Benar saja, itu suara langkah kaki. Suara langkah itu seperti orang atau sesuatu berjalan mondar mandir. Kadang berhenti, kadang berjalan. Suara itu mendekat dan terus mendekat, lalu menjauh lagi. Bulu kudukku mulai merinding dan tanganku berkeringat. Suara tapak kaki kembali terdengar lalu berhenti di depan pintu rumah dinas paling ujung, rumah pak Tingen. Hening...
Siapa yang malam-malam begini mondar mandi di depan rumah kami? Apakah pencuri atau orang yang berniat jahat? Apakah pak Kasno? Tapi untuk apa dia mondar mandir di tengah malam buta?
...tap...tap...tap...
Suara langkah itu kembali terdengar. Dan kini suaranya semakin mendekat. Setiap satu langkah, disitulah aku menahan nafas. Darahku terasa mengalir lebih cepat, dan degub jantung semakin kencang.
Kemudian...
..tok...tok..tok..
Ada ketukan di pintu. Suaranya berulang-ulang. Namun aku takut kalau yang mengetuk itu hantu. Aku tidak menghiraukan dan pura-pura tidur.
..tok...tok..tok...
Ternyata dia tidak pergi, malah suara ketukan semakin kencang. Suara ketukannya semakin cepat dan tidak beraturan. Kaca jendela di dalam kamar ikut bergetar.
Dan entah kenapa, pak Kasno di sebelah tidak terbangun. Atau, ia juga pura-pura tidur?
...tok...tok..tok...
Suara ketukan terakhir teramat keras, seperti dipukul dengan benda tumpul.
Saking kerasnya, istriku terbangun dari tidur.
...sstt...
Aku memberi kode dengan jari telunjuk di mulut, agar ia tidak bersuara. Istriku memandang wajahku dengan heran. Suara ketukan kembali terdengar, istriku mengigit bibirnya.
"siapa ? " Istriku menggerakan bibir tanpa suara.
Aku hanya menggeleng dan meminta ia untuk tetap diam.
Suara ketukan di pintu masih belum berhenti. Dengan suara berbisik aku meminta istriku untuk tetap di kamar, dan menyuruhnya berteriak kalau ada apa-apa.
Dengan setengah berjinjit, aku berjalan menuju dapur. Berharap menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata.
Namun, tidak ada sesuatu pun yang bisa dipakai sebagai senjata. Tidak ada pisau atau parang. Pandanganku tertuju pada rak sendok dan garpu. Tanpa pikir panjang, aku meraih garpu dari tempatnya.
...tok...tok..tok...
Suara ketukan tetap tidak berhenti, malah semakin keras dan semakin cepat.
Setengah takut setengah berani, aku bergegas menuju pintu depan. Aku sudah tidak peduli bila suara langkah kakiku terdengar.
Sambil gemetar, jari-jariku tangan kiriku meraih gagang pintu. Tangan kananku yang menggengam garpu, kusembunyikan di belakang badan.
Bismillah, aku membuka pintu secara perlahan.
..sreettt...
Pintupun terbuka. Didepanku berdiri seorang nenek tua. Dia adalah tambi Nyai. Bola matanya melotot diantara kulitnya yang keriput. Mulutnya komat kamit seperti membaca mantra.
Rambutnya yang memutih terlihat acak-acakan. Hembusan nafasnya terasa begitu panas di wajahku. Sebuah tongkat ia pegang untuk menopang tubuhnya yang ringkih.
Aku hanya berdiri mematung, tidak tahu harus berbuat apa. Garpu di genggamanku terjatuh di lantai. Lututku rasanya gemetaran.
Tambi Nyai melirik garpu yang tadi terjatuh, lalu menatap mataku.
Tusukan matanya membuat aku seperti terhipnotis.Tambi Nyai terus menatapku tanpa berkedip. Bola matanya semakin membesar. Selendang kumal ia lilitkan di lehernya. Kakinya yang tanpa alas kali, begitu kotor penuh tanah dan lumpur.
Entah apa yang dilakukannya tengah malam seperti ini? Tidak mungkin untuk bertamu.
Tambi Nyai mengalihkan pandangan ke sebelahku. Aku terperanjat. Entah sejak kapan istriku ada di sebelahku.
Dan tanpa basa-basi, jari-jari keriput tambi Nyai ia tempelkan di perut istriku.
"Haah !?" Istriku kaget. Mulutnya menganga dan matanya membesar.
"Mau apa !?" ucapku kasar. Kutepiskan tangannya yang mengelus perut istriku.
Tambi Nyai melotot kearahku. Tak mau kalah, aku juga balas melotot. Walau sebenarnya aku takut. Aku tidak menatap matanya, tapi 5 cm diatas kepalanya.
Meski diliputi rasa takut, jari-jari tangan kanan kukepalkan, siap menghantam muka keriputnya bila ia berbuat masalah. Entah berhasil atau tidak, tidak salahnya mencoba.
"Ada apa?" Rupanya pak Kasno sudah berdiri di teras rumah, beberapa langkah di belakang tambi Nyai.
Tambi Nyai menolehkan kepala kearah pak Kasno yang hanya mengenakan celan pendek dan kaos singlet. Tanpa suara, tambi Nyai lalu memandang wajahku dan istri bergantian.
Setelah beberapa saat, tambi Nyai langsung masuk ke dalam rumah tanpa permisi. Aku dan istri terperangah dengan ulahnya yang tanpa sopan santun.
Aku ingin menegurnya, namun pak Kasno menahanku agar tetap tenang. Jari telunjuk ia miringkan di jidatnya.
Bekas tapak kaki yang penuh tanah dan lumpur memenuhi lantai yang tertutup karpet plastik. Istriku menekuk muka dan cemberut. Mungkin ia kesal, soalnya rumah baru saja kami bersihkan tadi sore.
Tambi Nyai terus berjalan di dalam rumah tanpa peduli apapun.
Langkahnya terhenti di depan kamar tidur. Setelah membuka pintu dan menjenguk kedalam, tambi Nyai kembali menapakan kaki ke arah dapur.
Kami bertiga terus mengikuti kemana ia melangkah. Entah apa yang dilakukannya. Matanya ia edarkan ke setiap pojok ruangan, seperti mencari sesuatu.
Tambi Nyai kini sudah masuk ke bagian belakang hingga kamar mandi, namun apa yang ia cari sepertinya tidak ketemu.
Setelah melirik ke tiap sudut, tambi Nyai melangkah pendek menuju pintu luar. Suara tongkatnya di lantai menimbulkan bunyi ketukan yang tidak teratur.
Setelah melewati pintu, tambi Nyai membalikan badan. Sorot matanya masih seperti tadi, menusuk tajam.
"Kalian harus segera pergi dari sini !"
Suara tambi Nyai terdengar parau.
Kami bertiga hanya memandangnya saja tanpa bicara. Istriku merapatkan badannya ketubuhku. Jari-jarinya yang hangat menggengan pergelangan tanganku.
"Kalau tidak menurut, kalian akan jadi tumbal !"
Tambi Nyai mengucapkan ancamannya dengan suara tertahan di kerongkongan. Tonjolan urat di dahinya yang keriput terlihat berkedut-kedut. Giginya bergemeretak sehingga menimbulkan bunyi.
"Jangan salahkan aku, aku tidak sanggup menahannya !" Tambi Nyai melotot.
Istriku menunduk, menghindari tatapan mata tambi Nyai. Aku hanya berani menatap di atas kepalanya, pura-pura berani
Tambi Nyai lalu berbalik badan, melangkahkan kaki meniti tangga teras. Setelah kakinya berpijak pada tanah, ia lantas bergerak perlahan menuju pepohonan di samping ruang guru. Kakinya yang telanjang menginjak sebuah ranting yang berduri. Begitu tapak kakinya terangkat, duri-duri itu telah patah.
Gila ! Duri itu tidak menembus kulitnya.
Tambi Nyai terus berjalan tanpa penerangan. Tubuhnya yang bungkuk segera hilang ditelan gelap malam dan rimbun belantara.
Setelah dia tak terlihat, aku langsung menarik nafas lega. Dadaku rasanya seperti terbebas dari himpitan beban ratusan kilo.
Beberapa menit setelah tambi Nyai pergi, istriku segera membersihkan bekas jejak kaki yang tersebar di tiap penjuru rumah kami. Sambil menggerutu tidak jelas, istriku membersikannya dengan meminjam kain pel milik pak Kasno.
Anehnya, suara burung hantu dan binatang malam kembali terdengar bersahutan dari arah hutan sekitar.
Aku dan pak Kasno berdiri di teras, bersandar di pagar kayu. Sambil merokok, dua gelas kopi panas sudah menemani kami di gelap malam.
Wangi aroma kopi langsung mengurangi ketegangan kami barusan. Ujar pak Kasno, tambi Nyai juga pernah datang tiba-tiba ke rumah dinas ini.
Dahulu, lima tahun lalu, tambi Nyai tiba-tiba mengetok pintu rumah pak Kasno di tengah malam buta.
"Dulu, kejadiannya juga hampir sama seperti ini. Tambi Nyai tiba-tiba datang dan menyuruh kami pergi. Tapi nyatanya, aku baik-baik saja sampai saat ini. Jangan dipikirkan."
Aku hanya mendengarkan saja kata-kata pak Kasno, tidak tahu harus menjawab apa. Aku memutar badan, menyandarkan tanganku pada pagar sambil memandang tempat dimana tambi Nyai menghilang.
"Hanya saja, satu minggu setelah kedatangan tambi Nyai, istriku langsung membawa ketiga anak kami pergi terburu-buru.
Sampai sekarang, istriku tidak pernah bercerita apa yang dia lihat di rumah ini." ucap pak Kasno.
...bersambung...
Bab XI : Tambi Nyai
Rasanya baru saja aku terlelap, lalu tiba-tiba saja aku terbangun tanpa sebab. Mungkin karena suara burung hantu yang terus mengganggu. Bisa juga karena suara jangkrik yang berisik. Dengan masih dibalut kantuk, tanganku mencari-cari hp di dekat tas punggung yang kujadikan bantal.
Setelah ketemu, kuraih benda itu dalam genggaman.
Layarnya menunjukan pukul 22.40, sedangkan sinyal masih kosong. Kulihat istriku sudah terbuai dalam mimpi. Tubuhnya mengkerut seperti udang karena cuaca yang dingin. Gelang rotan di tangan kirinya rupanya lupa ia lepaskan. Kubenarkan sarung yang menutup tubuhnya, lalu aku kembali menutup mata.
10 menit berlalu, namun usahaku untuk kembali tertidur semakin sia-sia. Kubalikan tubuh kekiri dan kekanan untuk mencari posisi nyaman, tapi tetap tidak membuahkan hasil. Semakin kucoba, semakin mataku tidak bisa terpejam. Mungkin belum baca doa mau tidur, ujarku dalam hati. Aku kemudian membaca doa yang sudah kuhafalkan sejak SD. Kupeluk istri yang membelakangiku dan kuatur tarikan nafas agar kantuk segera menyerang.
Lalu kemudian, suara burung hantu dan serangga malam berhenti seketika. Hanya ada sunyi dan hening malam.
Aneh, kenapa suara ribut binatang tiba-tiba hilang?
Aku tidak mau risau, kembali kupejamkan mata.
Baru saja kantuk menyerang, samar-samar terdengar suara di teras rumah. Seperti suara papan yang kena injak sesuatu.
..tap...tap..tap...
Aku kaget dan segera duduk agar bisa mendengar lebih jelas. Suara langkah itu kadang menjauh, kadang mendekat. Kupasang telinga baik-baik untuk memastikan. Nafas kuatur sepelan mungkin agar tidak terdengar dari luar.
...tap...tap..tap...
Jantungku rasanya mau copot. Benar saja, itu suara langkah kaki. Suara langkah itu seperti orang atau sesuatu berjalan mondar mandir. Kadang berhenti, kadang berjalan. Suara itu mendekat dan terus mendekat, lalu menjauh lagi. Bulu kudukku mulai merinding dan tanganku berkeringat. Suara tapak kaki kembali terdengar lalu berhenti di depan pintu rumah dinas paling ujung, rumah pak Tingen. Hening...
Siapa yang malam-malam begini mondar mandi di depan rumah kami? Apakah pencuri atau orang yang berniat jahat? Apakah pak Kasno? Tapi untuk apa dia mondar mandir di tengah malam buta?
...tap...tap...tap...
Suara langkah itu kembali terdengar. Dan kini suaranya semakin mendekat. Setiap satu langkah, disitulah aku menahan nafas. Darahku terasa mengalir lebih cepat, dan degub jantung semakin kencang.
Kemudian...
..tok...tok..tok..
Ada ketukan di pintu. Suaranya berulang-ulang. Namun aku takut kalau yang mengetuk itu hantu. Aku tidak menghiraukan dan pura-pura tidur.
..tok...tok..tok...
Ternyata dia tidak pergi, malah suara ketukan semakin kencang. Suara ketukannya semakin cepat dan tidak beraturan. Kaca jendela di dalam kamar ikut bergetar.
Dan entah kenapa, pak Kasno di sebelah tidak terbangun. Atau, ia juga pura-pura tidur?
...tok...tok..tok...
Suara ketukan terakhir teramat keras, seperti dipukul dengan benda tumpul.
Saking kerasnya, istriku terbangun dari tidur.
...sstt...
Aku memberi kode dengan jari telunjuk di mulut, agar ia tidak bersuara. Istriku memandang wajahku dengan heran. Suara ketukan kembali terdengar, istriku mengigit bibirnya.
"siapa ? " Istriku menggerakan bibir tanpa suara.
Aku hanya menggeleng dan meminta ia untuk tetap diam.
Suara ketukan di pintu masih belum berhenti. Dengan suara berbisik aku meminta istriku untuk tetap di kamar, dan menyuruhnya berteriak kalau ada apa-apa.
Dengan setengah berjinjit, aku berjalan menuju dapur. Berharap menemukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata.
Namun, tidak ada sesuatu pun yang bisa dipakai sebagai senjata. Tidak ada pisau atau parang. Pandanganku tertuju pada rak sendok dan garpu. Tanpa pikir panjang, aku meraih garpu dari tempatnya.
...tok...tok..tok...
Suara ketukan tetap tidak berhenti, malah semakin keras dan semakin cepat.
Setengah takut setengah berani, aku bergegas menuju pintu depan. Aku sudah tidak peduli bila suara langkah kakiku terdengar.
Sambil gemetar, jari-jariku tangan kiriku meraih gagang pintu. Tangan kananku yang menggengam garpu, kusembunyikan di belakang badan.
Bismillah, aku membuka pintu secara perlahan.
..sreettt...
Pintupun terbuka. Didepanku berdiri seorang nenek tua. Dia adalah tambi Nyai. Bola matanya melotot diantara kulitnya yang keriput. Mulutnya komat kamit seperti membaca mantra.
Rambutnya yang memutih terlihat acak-acakan. Hembusan nafasnya terasa begitu panas di wajahku. Sebuah tongkat ia pegang untuk menopang tubuhnya yang ringkih.
Aku hanya berdiri mematung, tidak tahu harus berbuat apa. Garpu di genggamanku terjatuh di lantai. Lututku rasanya gemetaran.
Tambi Nyai melirik garpu yang tadi terjatuh, lalu menatap mataku.
Tusukan matanya membuat aku seperti terhipnotis.Tambi Nyai terus menatapku tanpa berkedip. Bola matanya semakin membesar. Selendang kumal ia lilitkan di lehernya. Kakinya yang tanpa alas kali, begitu kotor penuh tanah dan lumpur.
Entah apa yang dilakukannya tengah malam seperti ini? Tidak mungkin untuk bertamu.
Tambi Nyai mengalihkan pandangan ke sebelahku. Aku terperanjat. Entah sejak kapan istriku ada di sebelahku.
Dan tanpa basa-basi, jari-jari keriput tambi Nyai ia tempelkan di perut istriku.
"Haah !?" Istriku kaget. Mulutnya menganga dan matanya membesar.
"Mau apa !?" ucapku kasar. Kutepiskan tangannya yang mengelus perut istriku.
Tambi Nyai melotot kearahku. Tak mau kalah, aku juga balas melotot. Walau sebenarnya aku takut. Aku tidak menatap matanya, tapi 5 cm diatas kepalanya.
Meski diliputi rasa takut, jari-jari tangan kanan kukepalkan, siap menghantam muka keriputnya bila ia berbuat masalah. Entah berhasil atau tidak, tidak salahnya mencoba.
"Ada apa?" Rupanya pak Kasno sudah berdiri di teras rumah, beberapa langkah di belakang tambi Nyai.
Tambi Nyai menolehkan kepala kearah pak Kasno yang hanya mengenakan celan pendek dan kaos singlet. Tanpa suara, tambi Nyai lalu memandang wajahku dan istri bergantian.
Setelah beberapa saat, tambi Nyai langsung masuk ke dalam rumah tanpa permisi. Aku dan istri terperangah dengan ulahnya yang tanpa sopan santun.
Aku ingin menegurnya, namun pak Kasno menahanku agar tetap tenang. Jari telunjuk ia miringkan di jidatnya.
Bekas tapak kaki yang penuh tanah dan lumpur memenuhi lantai yang tertutup karpet plastik. Istriku menekuk muka dan cemberut. Mungkin ia kesal, soalnya rumah baru saja kami bersihkan tadi sore.
Tambi Nyai terus berjalan di dalam rumah tanpa peduli apapun.
Langkahnya terhenti di depan kamar tidur. Setelah membuka pintu dan menjenguk kedalam, tambi Nyai kembali menapakan kaki ke arah dapur.
Kami bertiga terus mengikuti kemana ia melangkah. Entah apa yang dilakukannya. Matanya ia edarkan ke setiap pojok ruangan, seperti mencari sesuatu.
Tambi Nyai kini sudah masuk ke bagian belakang hingga kamar mandi, namun apa yang ia cari sepertinya tidak ketemu.
Setelah melirik ke tiap sudut, tambi Nyai melangkah pendek menuju pintu luar. Suara tongkatnya di lantai menimbulkan bunyi ketukan yang tidak teratur.
Setelah melewati pintu, tambi Nyai membalikan badan. Sorot matanya masih seperti tadi, menusuk tajam.
"Kalian harus segera pergi dari sini !"
Suara tambi Nyai terdengar parau.
Kami bertiga hanya memandangnya saja tanpa bicara. Istriku merapatkan badannya ketubuhku. Jari-jarinya yang hangat menggengan pergelangan tanganku.
"Kalau tidak menurut, kalian akan jadi tumbal !"
Tambi Nyai mengucapkan ancamannya dengan suara tertahan di kerongkongan. Tonjolan urat di dahinya yang keriput terlihat berkedut-kedut. Giginya bergemeretak sehingga menimbulkan bunyi.
"Jangan salahkan aku, aku tidak sanggup menahannya !" Tambi Nyai melotot.
Istriku menunduk, menghindari tatapan mata tambi Nyai. Aku hanya berani menatap di atas kepalanya, pura-pura berani
Tambi Nyai lalu berbalik badan, melangkahkan kaki meniti tangga teras. Setelah kakinya berpijak pada tanah, ia lantas bergerak perlahan menuju pepohonan di samping ruang guru. Kakinya yang telanjang menginjak sebuah ranting yang berduri. Begitu tapak kakinya terangkat, duri-duri itu telah patah.
Gila ! Duri itu tidak menembus kulitnya.
Tambi Nyai terus berjalan tanpa penerangan. Tubuhnya yang bungkuk segera hilang ditelan gelap malam dan rimbun belantara.
Setelah dia tak terlihat, aku langsung menarik nafas lega. Dadaku rasanya seperti terbebas dari himpitan beban ratusan kilo.
***
Beberapa menit setelah tambi Nyai pergi, istriku segera membersihkan bekas jejak kaki yang tersebar di tiap penjuru rumah kami. Sambil menggerutu tidak jelas, istriku membersikannya dengan meminjam kain pel milik pak Kasno.
Anehnya, suara burung hantu dan binatang malam kembali terdengar bersahutan dari arah hutan sekitar.
Aku dan pak Kasno berdiri di teras, bersandar di pagar kayu. Sambil merokok, dua gelas kopi panas sudah menemani kami di gelap malam.
Wangi aroma kopi langsung mengurangi ketegangan kami barusan. Ujar pak Kasno, tambi Nyai juga pernah datang tiba-tiba ke rumah dinas ini.
Dahulu, lima tahun lalu, tambi Nyai tiba-tiba mengetok pintu rumah pak Kasno di tengah malam buta.
"Dulu, kejadiannya juga hampir sama seperti ini. Tambi Nyai tiba-tiba datang dan menyuruh kami pergi. Tapi nyatanya, aku baik-baik saja sampai saat ini. Jangan dipikirkan."
Aku hanya mendengarkan saja kata-kata pak Kasno, tidak tahu harus menjawab apa. Aku memutar badan, menyandarkan tanganku pada pagar sambil memandang tempat dimana tambi Nyai menghilang.
"Hanya saja, satu minggu setelah kedatangan tambi Nyai, istriku langsung membawa ketiga anak kami pergi terburu-buru.
Sampai sekarang, istriku tidak pernah bercerita apa yang dia lihat di rumah ini." ucap pak Kasno.
...bersambung...
mpe jumpa malam jumat yak gansis semua 😎🙏
Jangan lupa supkrep, komeng dan syerr 😁
Diubah oleh benbela 14-03-2021 13:31
itkgid dan 112 lainnya memberi reputasi
113
Kutip
Balas
Tutup