uclnAvatar border
TS
ucln 
Karma : Hurt No One


Quote:





I never meant to hurt no one
Nobody ever tore me down like you
I think you knew it all along
And now you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
And will I ever see the sun again?
I wonder where the guilt had gone
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt no one
Sometimes you gotta look the other way
It never should've lasted so long
Ashamed you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
I know I'll never be the same again
Now taking back what I have done
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt nobody
Nobody ever tore me down like you
I never meant to hurt no one
Now I'm taking what is mine..




<< Cerita sebelumya



Quote:


Diubah oleh ucln 30-09-2020 12:48
qthing12
sukhhoi
jalakhideung
jalakhideung dan 55 lainnya memberi reputasi
-12
84.3K
610
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
angchimoAvatar border
angchimo
#468
Part 91


Gue berada disebuah terminal di Kota Bandung tepat ketika mentari sedang bersinar diatas kepala. Gue akhirnya memutuskan untuk ke Bandung setelah semalam gue menghubungi Kak Canda. Nia yang tau gue akan datang langsung menghubungi gue tadi pagi dan menawark usean jika gue ingin memintanya untuk menjemput gue namun gue mengatakan akan naik bus saja.

Namun ternyata Nia dan Kak Canda sudah menjemput gue di terminal bus tujuan gue. Kak Canda mengabari lewat sms ketika mereka telah menunggu diluar terminal. Gue kemudian bergegas keluar area terminal untuk menemui mereka.

Gue mengenali mobil Nia dari kejauhan kemudian mempercepat langkah menghampirinya. Saat beberapa meter lagi dari mobil itu, Kak Canda keluar dan langsung menghampiri gue kemudian memeluk gue.

ah.. Rasanya seperti telah sangat lama gue ga merasakan pelukan Kak Canda. Kali ini gue benar-benar menikmati pelukan itu.

"Sejak kapan Lo ga pake kerudung lagi?" Tanya gue ke Kak Canda yang kini ga lagi memakai kerudung sejak dulu gue pernah memberikan untuknya.

"Sejak tinggal disini. Males." Jawab Kak Canda sambil menjulurkan lidahnya meledek. Gue hanya mengangkat kedua bahu menanggapinya. Bagaimanapun memakai kerudung waktu itu adalah pilihannya. Dan jika ia ingin melepasnya karna pilihannya lagi, gue ga mungkin melarangnya.

Kami kemudian langsung menuju ke rumah Nia. Gue ga banyak mengobrol dengan Nia sepanjang perjalanan di mobil. Hanya sekedar bertegur sapa.

Sampai dirumah Nia. Gue dan Kak Canda turun sementara Nia bilang ada urusan diluar. Dia mempersilahkan kami untuk masuk lalu dia bergegas memutar mobilnya dan berlalu.

Gue dan Kak Canda mengobrol santai di sofa ruang tamu rumah Nia. Kak Canda bercerita tentang apa saja yang ia lalui sejak Gue ga lagi pernah datang ke Basecamp. Gue juga menceritakan tentang kepergian Nyokap Gue yang membuat gue sempat merasa ga ingin berhubungan dengan siapapun selama beberapa bulan kemarin. Namun Kak Canda justru yang menangis mendengar cerita Gue. Dia jadi merasa bersalah kenapa ga berusaha mencari Gue, atau mencari tahu dimana rumah Gue selama Gue ga pernah datang menemuinya. Kak Canda meminta Gue berjanji setidaknya mengajak dia sekali saja kerumah Gue agar kelak dia bisa mencari kabar Gue jika suatu hari gue menghilang ga jelas seperti kemarin. Yang tentu saja janji itu ga gue amini.

Setelah berdebat dengan Kak Canda, akhirnya gue menjelaskan padanya bahwa gue selama ini merasa nyaman memiliki "dua dunia". Dunia pertama adalah dunia dimana Gue menjalani hidup Gue sebagai seorang Bagus yang dikenal oleh orang-orang terdekat Gue. Sementara dunia kedua Gue adalah dunia dimana gue ingin dikenal sebagai seorang Bagus yang ga memiliki latar belakang apapun yang mereka kenal. Kedua dunia itu Gue pisahkan agar satu sama lain ga saling mengetahui. Kak Canda, Bang Yuda, Kak Tasya, dan temen-temen Gue di Basecamp adalah dunia kedua gue. Sementara Liana, Ryan, Maul, Dwi, Alpi, adalah dunia pertama Gue.

Sementara Nia adalah seseorang yang berada diantara keduanya. Nia tentu berasal dari dunia pertama Gue. Bahkan Nia pernah menjadi seisi dunia gue. Namun ketika kami akhirnya memutuskan untuk berpisah, Nia masuk kedalam dunia kedua gue ketika kami akhirnya bertemu kembali.

"Kenapa harus kaya gitu? Kenapa Kamu harus punya dua dunia?" Tanya Kak Canda.

"Karna ga semua orang bisa menerima Gue seutuhnya di salah satu dunia itu."

"Kamu nganggap Aku ga bisa nerima orang sebaik Kamu, Dek?"

"Gue bukan orang baik, Kak. Gue cuma belum nyakitin atau ngecewain Lo terlalu dalam. Saat nanti Gue ngecewain Lo, seluruh kebaikan gue ga akan pernah ada artinya nanti buat Lo."

Kak Canda kini hanya diam dan menatap Gue dengan tatapan yang seolah merasa iba. Entah karna apa. Tatapan yang sangat ga gue suka gue terima dari orang lain. Karna gue ga pernah melakukan tatapan itu ke orang lain.

"Sekarang Aku mau tanya sama kamu Dek…" Ucap Kak Canda setelah kami sempat hening beberapa saat.
"Kenapa kamu ga jalanin lagi semuanya sama Nia?"

Entah kenapa gue ga merasa kaget dengan pertanyaan Kak Canda. Entah kenapa, gue tau cepat atau lambat ia akan menanyakan itu setelah sekian lama ia dekat dengan Nia. Dan entah kenapa, gue yakin kelak dia akan sama halnya dengan Nia atau kebanyakan orang yang berpikir bahwa gue orang yang jahat dan gemar menyakiti perasaan orang lain.

"Aku tau, Dek. Kamu masih sayang sama Nia…"

"Kata siapa?" Tanya Gue dengan segera.

"Dek, mulut bisa bohong. Tapi..

"Gue ga menyangkal atau mengiyakan. Gue nanya."

"Ya kataku sendiri. Dari semua yang kamu lakuin ke Nia. Kamu nemenin dia di masa sulitnya. Kamu tetep berusaha buat bersikap baik-baik aja ke dia meskipun dia sering marah ga jelas ke kamu. Apa itu bukan sayang namanya?"

Gue menghela napas dan menyandarkan badan ke sandaran sofa. Gue memilih ga menjawab penyataan dan pertanyaan Kak Canda.

Kak Canda juga kini memilih diam. Mungkin dia merasa berhasil membuat gue mengakui tanpa pengakuan. Membuat gue tersudut tanpa jawaban.

"Setelah putus sama Nia, Gue sempet pacaran sama orang lain, Kak. Abis itu putus lagi. Gue sempet berpikir pengen berusaha cari Nia yang udah pindah kesini. Tapi waktu itu gue malah ketemu cewek yang sama sekali Gue ga sangka bakal bikin gue sesayang itu sama dia.." Ucap Gue bermaksud memulai cerita, tanpa menatap Kak Canda.

"Namanya Liana. Cewek yang udah berulang kali gue kecewain, Gue sakitin, tapi ga pernah tinggalin gue. Dia tetep memilih bertahan dan percaya Gue akan berubah.."

"Bulshit." Ucap Kak Canda pelan sambil membuang wajahnya.

"Apa?" Tanya gue untuk mempertegas.

"Bulshit, Dek. Bulshit. Ga ada orang yang akan terus bertahan.."

"Nyatanya dia bertahan." Selah gue.

Kak Canda tersenyum mengejek atas ucapan gue barusan. Sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Enggak. Dia ga bertahan. Dia cuma membiasakan diri kamu sakitin, sampe dia ngerasa cukup." Ucap Kak Canda.

"Seenggaknya dia masih bertahan selama lebih dari lima tahun ini." Jawab gue.

Kak Canda masih memasang senyum mengejeknya. Yang kemudian membuat gue benar-benar merasa ga nyaman menatapnya.

"Kamu yang sayang sama dia, Dek. Bukan dia yang saya sama kamu…" Ucap Kak Canda.

Gue memilih diam dan tetap memaksakan diri menatap senyum ejekan di wajah Kak Canda.

"Jadi nantinya, Kamu yang akan kehilangan dia. Bukan dia yang akan kehilangan kamu." Lanjut Kak Canda yang kemudian membuat gue memilih menyingkirkan pandangan Gue dari wajahnya.


*****

“Itu lagu siapa deh? Kayanya gue pernah denger.” Tanya Nia setelah gue menyelesaikan lagu yang baru saja gue nyanyikan.

Gue memilih mengganggu Nia yang sejak pulang tadi sore langsung asik sendiri di kamarnya. Dia beralasan ingin memberikan waktu untuk Gue dan Kak Canda berdua saling berbagi cerita setelah lumayan lama ga ketemu. Tapi sejak jam 10 malam tadi Kak Canda pamit untuk tidur dan masuk ke salah satu kamar rumah ini yang mungkin telah menjadi kamarnya, membuat gue kesepian. Jadi Gue memilih mengganggu Nia dengan beralasan mau minjem gitarnya.

Gue meletakkan gitar bersandar di pinggiran tembok balkon luar kamar Nia yang tengah gue duduki, dan hanya menjawabnya dengan senyuman. Sengaja membuat Nia penasaran. Karna anak ini kalo udah penasaran bakal setengah mati berusaha untuk mencari tahu.

“iish. Lagu siapa Gus?! Jangan resek aah. Gue beneran lupa. Liriknya juga tadi agak kurang jelas gue dengernya. Tapi gueyakin gue kenal nadanya.” Ucapnya dengan gemas sambil bangun dari kasurnya dan menghampiri gue.

Dia lalu menaiki tembok balkon dan duduk disamping gue, kemudian menarik-narik rambut gue dengan sedikit kesal. Gue hanya tertawa meladeninya. Hingga akhirnya tarikannya terasa semakin sakit karna dia mulai beneran kesel.

“Iyaa.. Iyaa. Ampun. Lepas dulu.” Ucap gue menyerah karna dia semakin benar-benar keras menarik rambut gue.
“The second you sleep –nya Saybia.” Sambung gue cepat sambil mengusap-usap kepala yang kini beneran berasa sakit di kulitnya.

Dia yang gak merasa bersalah setelah menyiksa gue kemudian kembali berjalan ke bagian dalam kamarnya dan setengah melompat ke atas kasur lalu mengambil handphonenya dan mengetik sesuatu yang gue duga dia lagi nyari lirik lagu yang tadi gue sebut judulnya.

“You close your eyes, and leave me naked by your side. You close the door so I can’t see, the love you keep inside, the love you keep for me..” Gue kembali mengambil dan memetik gitar dengan perlahan sambil menyenandungkan lirik awal lagu yang tadi udah gue nyanyikan.

Nia mengangkat wajahnya yang tadi sempat menunduk memperhatikan handphone ditangannya. Kedua bola matanya menatap tepat ke dalam mata gue. Bola mata yang dulu selalu gue puja warna dan keindahannya. Bola mata yang kemudian sempat gue benci setiap kali terbayang dengan mudahnya di dalam kepala gue.

“I stay to watch you fade away. I dream of you tonight. Tomorrow you`ll be gone. It gives me time to stay, to watch you fade away. I dream of you tonight. Tomorrow you`ll be gone. I wish by god you`d stay..”

Dia bersenandung pelan dengan irama yang sedikit berantakan tanpa gue iringi petikan gitar. Meski sama sekali gak mengurangi keindahan senandungnya. Sebuah senandung yang entah bagaimana caranya membuat gue gak mampu mengalihkan pandangan dari wajahnya. Membuat gue mungkin harus berulang kali mengeja namanya untuk dapat sejenak menepikan nama Liana, wanita yang saat ini telah berhasil mengobati rasa kecewa saat gue dulu merasa di sia-siakan oleh Nia. Meski membutuhkan waktu cukup lama sejak Nia akhirnya memutuskan untuk mengikuti emosi sesaatnya kala itu kemudian pergi menjauh dari Gue.

Gue melihat jelas genangan air disudut mata Nia yang tengah ia pertahankan untuk gak menetes kepipinya.

“I wish by god you`d stay..”

Nia mengucapkannya sekali lagi dengan suara yang kini bergetar. Dan tetesan air yang akhirnya tumpah begitu saja membasahi pipinya. Yang kemudian menyelimuti gue dalam sesaknya rasa sesal yang sempat mengucapkan bahwa gue gak akan pernah menetap disana, di dalam hatinya yang juga basah meski tak terkena tumpahan air mata.

***

Gue pulang ke rumah setelah menginap selama tiga hari di Bandung. Gue sampai di rumah tepat ketika adzan Maghrib berkumandang di hari Minggu sore. Yang mana bertepatan juga dengan kedatangan Ryan yang langsung memasukkan motornya ke halaman depan rumah gue,nsetelah membuka pagar rumah gue dengan cara menabarak pintu pagar dengan ban motornya.

"Lo anj*ng dah Yan. Bisa ga sih Lo turun dulu dari motor terus buka pintu pagernya pake tangan Lo ketimbang Lo tabrak begitu?" Tanya gue kesal sambil membuka pintu rumah gue dan berniat masuk tanpa menunggu Ryan memarkirkan motornya.

"Gus. Bentar." Ucap Ryan membuat Gue menangguhkan langkah memasuki rumah.
"Ada dua hal yang mau gue sampein."

"Apaan?" Tanya Gue dengan nada malas karna menebak ia hanya bermaksud bercanda.

"Pertama, Tadi tim bola gue sparing lawan kantornya Liana. Lo bisa tau ga siapa cewek yang tadi gue liat nonton dipinggir lapangan sambil ngasihin minuman ke cowok yang main lawan gue? Gue ada fotonya. Ntar gue kasih liat."

"Hah? Siapa? Mana fotonya?" Tanya gue kaget.

"Yang kedua, bikinin ini dulu, ntar gue kasih liat fotonya." Lanjut Ryan sambil melemparkan beberapa sachet kopi mocca kemudian menabrak pundak gue dan berlalu menuju ke kamar Gue.

Gue gagal menangkap benerapa sachet kopi yang Ryan lempar. Karna entah kenapa, hati gue tiba-tiba bergetar begitu cepat..





edwardeor
mmuji1575
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.