- Beranda
- Stories from the Heart
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
...
TS
breaking182
KIDUNG DI ATAS TANAH JAWI
Quote:
Menuliskan cerita yang berbau sejarah tidak gampang. Tulisan ini berdasarkan riset kecil dengan metode wawancara dengan orang yang lebih mengerti dan sumber terpercaya sebatas pengetahuan narasumber. Di samping itu kecintaan saya akan film -film kolosal, sandiwara radio era tahun 90-an tentang kerajaan - kerajaan di tanah Jawa mendorong saya untuk menulis. Tentu saja dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki. Kidung Di Atas Tanah Jawi bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Arya Gading. Berlatar belakang kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijoyo. Cerita ini fiktif belaka. Baca dan nikmati. Salam Olahraga.........
Quote:

Quote:
Konten Sensitif
Quote:
EPISODE 1
GEGER DI PUCANG KEMBAR
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
Quote:
EPISODE 2
BARA API DI KAKI MERAPI
gatra 1
gatra 2
gatra 3
gatra 4
gatra 5
gatra 6
gatra 7
gatra 8
gatra 9
gatra 10
gatra 11
gatra 12
gatra 13
gatra 14
gatra 15
gatra 16
gatra 17
gatra 18
gatra 19
gatra 20
gatra 21
gatra 22
gatra 23
gatra 24
gatra 25
gatra 26
gatra 27
gatra 28
gatra 29
gatra 30
gatra 31
gatra 32
gatra 33
gatra 34
gatra 35
gatra 36
gatra 37
gatra 38
gatra 39
gatra 40
gatra 41
gatra 42
gatra 43
gatra 44
gatra 45
gatra 46
gatra 47
gatra 48
gatra 49
gatra 50
gatra 51
Quote:
Diubah oleh breaking182 30-12-2022 23:12
jundi666 dan 70 lainnya memberi reputasi
71
81.7K
Kutip
622
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#48
gatra 11
Quote:
Orang-orang yang melihat pertandingan itu berdiri tanpa berkedip. Gagak Kluyur termasuk orang yang dikagumi di desa itu. Tetapi Sukmo Aji dengan mudahnya dapat menjatuhkannya. Belum lagi mereka sempat berpikir lebih banyak, mereka dikejutkan oleh suara Cangkil yang gemuruh seperti membelah langit. Ketika ia menyaksikan Gagak Kluyur, adik kandung sekaligus orang kepercayaannya dipermainkan orang asing itu, hatinya menjadi panas.
Meskipun di antara kemarahannya itu terselip pula perasaan was-was. Cambuknya yang besar dan panjang dengan karah –karah besi itu diputarnya di atas kepala sampai menimbulkan suara berdesing-desing. Sukmo Aji kini harus benar-benar waspada.
Orang-orang yang menyaksikan menjadi semakin berdebar-debar. Apalagi ketika mereka melihat Cangkil akan mempergunakan senjatanya, maka menurut pikiran mereka, sedikit kemungkinannya Sukmo Aji dapat menyelamatkan diri. Cambuk Cangkil yang berputar-putar itu, cepat sekali menyambar leher Sukmo Aji, tetapi secepat itu pula Sukmo Aji membungkuk menghindari, sehingga cambuk itu tidak mengenai sasarannya. Sukmo Aji melihat sorot mata Cangkil yang menyala itu. Ia pun segera mempersiapkan dirinya pula. Cangkil tentu tidak akan sekedar bermain-main lagi.
Sejenak kemudian Cangkil pun mulai menyerang. Serangannya terasa lebih mantap dan lebih cepat. Namun Sukmo Aji masih merasakan betapa Cangkil itu ilmunya berlapis –lapis jauh di bawah tataran ilmu kanuragannya. Meskipun Cangkil sudah meningkatkan tataran ilmunya, namun Sukmo Aji masih merasa sangat leluasa untuk menghindar atau pun sesekali balas menyerang dengan garang. Pada pertarungan berikutnya. Sukmo Aji benar-benar ingin mengajari agar Cangkil tidak terlalu meremehkan orang lain.
Karena itu maka ketika Cangkil mulai menyerangnya lagi dengan ujung cambuk yang mematuk bagai ular bandotan macan, Sukmo Aji yang mengetrapkan ilmu pada tataran yang lebih tinggi, telah mendahuluinya. Seperti angin pusaran Sukmo Aji melanda Cangkil. Cangkil terkejut. Tetapi ia terlambat. Serangan Sukmo Aji telah mengenai dadanya.
Justru Cangkil lah yang telah tergoncang. Wajah Cangkil menjadi merah membara ketika ia harus berusaha untuk mempertahankan keseimbangannya, ia merasa telah direndahkan oleh Sukmo Aji sehingga pertahanannya berguncang.
Karena itu, dengan lantang iapun berkata, “Hai anak muda. Agaknya kau benar-benar tidak tahu diri. Baik. Baik. Aku tidak akan merunut sampai dimana tataran kemampuanmu. Jika kemudian serangan-seranganku menghancurkanmu, itu adalah tanggung jawabmu.”
Sukmo Aji tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sebenarnyalah Cangkil yang marah itu telah meningkatkan ilmunya pada tataran puncak. Ia benar-benar ingin mempermalukan Sukmo Aji dihadapan para warga kademangan Pucang Kembar. Sejenak kemudian, maka serangan Cangkil pun sudah menjadi jauh berbeda dengan serangan-serangan sebelumnya. Serangannya itu pun menjadi jauh lebih cepat, lebih mantap dilandasi dengan tenaga wadagnya yang sangat besar.
Tetapi Sukmo Aji pun sudah siap sepenuhnya. Seberapa pun Cangkil berdiri pada tataran ilmunya, Sukmo Aji tidak akan mengecewakannya. Dengan demikian, maka pertempuran antara dua orang itu pun segera meningkat menjadi semakin sengit Mereka tidak lagi bertempur pada tataran awal ilmu mereka, tetapi mereka bertempur pada tataran yang jauh lebih tinggi. Cangkil yang agak pendek dan kekar itu berloncatan menyambar-nyambar. Cambuknya terayun-ayun mengerikan. Hembusan angin yang tergetar oleh ayunan cambuknya terhempas ke tubuh Sukmo Aji.
Meskipun di antara kemarahannya itu terselip pula perasaan was-was. Cambuknya yang besar dan panjang dengan karah –karah besi itu diputarnya di atas kepala sampai menimbulkan suara berdesing-desing. Sukmo Aji kini harus benar-benar waspada.
Orang-orang yang menyaksikan menjadi semakin berdebar-debar. Apalagi ketika mereka melihat Cangkil akan mempergunakan senjatanya, maka menurut pikiran mereka, sedikit kemungkinannya Sukmo Aji dapat menyelamatkan diri. Cambuk Cangkil yang berputar-putar itu, cepat sekali menyambar leher Sukmo Aji, tetapi secepat itu pula Sukmo Aji membungkuk menghindari, sehingga cambuk itu tidak mengenai sasarannya. Sukmo Aji melihat sorot mata Cangkil yang menyala itu. Ia pun segera mempersiapkan dirinya pula. Cangkil tentu tidak akan sekedar bermain-main lagi.
Sejenak kemudian Cangkil pun mulai menyerang. Serangannya terasa lebih mantap dan lebih cepat. Namun Sukmo Aji masih merasakan betapa Cangkil itu ilmunya berlapis –lapis jauh di bawah tataran ilmu kanuragannya. Meskipun Cangkil sudah meningkatkan tataran ilmunya, namun Sukmo Aji masih merasa sangat leluasa untuk menghindar atau pun sesekali balas menyerang dengan garang. Pada pertarungan berikutnya. Sukmo Aji benar-benar ingin mengajari agar Cangkil tidak terlalu meremehkan orang lain.
Karena itu maka ketika Cangkil mulai menyerangnya lagi dengan ujung cambuk yang mematuk bagai ular bandotan macan, Sukmo Aji yang mengetrapkan ilmu pada tataran yang lebih tinggi, telah mendahuluinya. Seperti angin pusaran Sukmo Aji melanda Cangkil. Cangkil terkejut. Tetapi ia terlambat. Serangan Sukmo Aji telah mengenai dadanya.
Justru Cangkil lah yang telah tergoncang. Wajah Cangkil menjadi merah membara ketika ia harus berusaha untuk mempertahankan keseimbangannya, ia merasa telah direndahkan oleh Sukmo Aji sehingga pertahanannya berguncang.
Karena itu, dengan lantang iapun berkata, “Hai anak muda. Agaknya kau benar-benar tidak tahu diri. Baik. Baik. Aku tidak akan merunut sampai dimana tataran kemampuanmu. Jika kemudian serangan-seranganku menghancurkanmu, itu adalah tanggung jawabmu.”
Sukmo Aji tidak menjawab. Tetapi ia benar-benar sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan. Sebenarnyalah Cangkil yang marah itu telah meningkatkan ilmunya pada tataran puncak. Ia benar-benar ingin mempermalukan Sukmo Aji dihadapan para warga kademangan Pucang Kembar. Sejenak kemudian, maka serangan Cangkil pun sudah menjadi jauh berbeda dengan serangan-serangan sebelumnya. Serangannya itu pun menjadi jauh lebih cepat, lebih mantap dilandasi dengan tenaga wadagnya yang sangat besar.
Tetapi Sukmo Aji pun sudah siap sepenuhnya. Seberapa pun Cangkil berdiri pada tataran ilmunya, Sukmo Aji tidak akan mengecewakannya. Dengan demikian, maka pertempuran antara dua orang itu pun segera meningkat menjadi semakin sengit Mereka tidak lagi bertempur pada tataran awal ilmu mereka, tetapi mereka bertempur pada tataran yang jauh lebih tinggi. Cangkil yang agak pendek dan kekar itu berloncatan menyambar-nyambar. Cambuknya terayun-ayun mengerikan. Hembusan angin yang tergetar oleh ayunan cambuknya terhempas ke tubuh Sukmo Aji.
Quote:
Sukmo Aji pun bergerak dengan cepatnya. Ia sudah bertekad untuk mengajari gegedug Pucang Kembar itu agar menghormatinya. Karena itu maka, Sukmo Aji pun ktelah mengetrapkan ilmu meringankan tubuh. Dengan demikian, Cangkil yang telah berada pada tataran puncak ilmunya itu pun kadang-kadang telah kehilangan lawannya yang bergerak sangat cepat. Berdasarkan atas alas ilmunya pada tataran yang semakin tinggi, serta didukung oleh tenaga wadagnya yang besar, ternyata Cangkil sulit untuk mengimbangi kecepatan gerak Sukmo Aji yang dilambari dengan ilmu meringankan tubuh.
Sebenarnya Sukmo Aji masih akan menghindari bentrokan-bentrokan secara langsung, sebab ia tidak ingin lawannya itu cedera parah sehingga membuat persoalan menjadi semakin rumit.
Tetapi kali ini, ia harus melawan serangan kaki Cangkil yang dengan deras menyambar kea rah ulu hati. Maka untuk tidak mengalami hal-hal yang tidak dikehendaki atas dirinya, terpaksa Sukmo Aji mempergunakan sebagian besar dari tenaganya yang dipusatkan pada siku tangan kanannya. Ia merendah sedikit sambil memiringkan tubuhnya. Maka, terjadilah suatu benturan yang hebat antara kaki Cangkil dengan siku tangan Sukmo Aji. Akibatnya hebat pula. Cangkil ternyata telah mengerahkan seluruh tenaganya, dan ketika ia melihat bahwa Sukmo Aji tidak sempat mengelakkan serangannya, ia sudah memastikan bahwa orang asing itu akan terpelanting dan tidak akan dapat bangun kembali.
Tetapi dugaan itu ternyata meleset sama sekali. Ketika kaki Cangkil yang sudah mengerahkan seluruh tenaganya itu menyentuh siku tangan Sukmo Aji, Cangkil merasa bahwa kakinya seolah-olah menghantam dinding batu yang keras sekali. Dan kini tulang-tulang kakinyalah yang gemeretakan, sedangkan ia terpental oleh kekuatannya
sendiri dan dengan kerasnya terbanting di tanah, sehingga tidak sadarkan diri.
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu, serentak hatinya bergetar, sampai beberapa orang menggigil karena tegang. Beberapa orang tidak dapat mengikuti dengan pandangan matanya tentang apa yang terjadi. Yang mereka ketahui hanyalah Cangkil terbanting di tanah hingga pingsan. Seperti Gagak Kluyur. Demang Pucang Kembar hatinya menjadi cemas menyaksikan pertempuran itu. Sebab kalau sampai terjadi sesuatu hal, dia lah yang harus bertanggungjawab.
Cepat-cepat ia mendekati Cangkil yang sedang pingsan. Dirabanya seluruh tubuhnya. Ia menjadi terkejut sekali ketika tangannya meraba kaki Cangkil yang membentur siku Sukmo Aji. Kaki itu terasa dingin sekali dan di beberapa bagian terasa adanya luka dalam yang berbahaya bila tidak lekas-lekas mendapat pertolongan. Orang-orang yang berkerumun menjadi terdiam seperti patung. Mereka tidak tahu lagi bagaimana harus menilai kehebatan orang asing itu, yang dengan bermain-main saja telah dapat mengalahkan Gagak Ijo dan kemudian sekaligus Cangkil.
Sementara itu Cangkil dan Gagak Ijo telah diangkat orang ke dalam sambil menunggu Ki Galih Peksi. Kini perhatian orang seluruhnya tertumpah kepada Sukmo Aji yang masih belum bergeser dari tempatnya. Hanya sebentar mereka melirik juga kepada Demang Pucang Kembar, sambil bertanya-tanya di dalam hati, apakah seterusnya yang akan diperbuat oleh demang tua itu?
Sebenarnya pada saat itu Demang Pucang Kembar telah mengambil keputusan untuk mempersilahkan Sukmo Aji masuk ke rumah kademangan dan memberikan keterangan-keterangan. Tetapi segera keadaan menjadi tegang kembali ketika seseorang dengan langkah yang tegap dan tenang memasuki gelanggang.
Sebenarnya Sukmo Aji masih akan menghindari bentrokan-bentrokan secara langsung, sebab ia tidak ingin lawannya itu cedera parah sehingga membuat persoalan menjadi semakin rumit.
Tetapi kali ini, ia harus melawan serangan kaki Cangkil yang dengan deras menyambar kea rah ulu hati. Maka untuk tidak mengalami hal-hal yang tidak dikehendaki atas dirinya, terpaksa Sukmo Aji mempergunakan sebagian besar dari tenaganya yang dipusatkan pada siku tangan kanannya. Ia merendah sedikit sambil memiringkan tubuhnya. Maka, terjadilah suatu benturan yang hebat antara kaki Cangkil dengan siku tangan Sukmo Aji. Akibatnya hebat pula. Cangkil ternyata telah mengerahkan seluruh tenaganya, dan ketika ia melihat bahwa Sukmo Aji tidak sempat mengelakkan serangannya, ia sudah memastikan bahwa orang asing itu akan terpelanting dan tidak akan dapat bangun kembali.
Tetapi dugaan itu ternyata meleset sama sekali. Ketika kaki Cangkil yang sudah mengerahkan seluruh tenaganya itu menyentuh siku tangan Sukmo Aji, Cangkil merasa bahwa kakinya seolah-olah menghantam dinding batu yang keras sekali. Dan kini tulang-tulang kakinyalah yang gemeretakan, sedangkan ia terpental oleh kekuatannya
sendiri dan dengan kerasnya terbanting di tanah, sehingga tidak sadarkan diri.
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu, serentak hatinya bergetar, sampai beberapa orang menggigil karena tegang. Beberapa orang tidak dapat mengikuti dengan pandangan matanya tentang apa yang terjadi. Yang mereka ketahui hanyalah Cangkil terbanting di tanah hingga pingsan. Seperti Gagak Kluyur. Demang Pucang Kembar hatinya menjadi cemas menyaksikan pertempuran itu. Sebab kalau sampai terjadi sesuatu hal, dia lah yang harus bertanggungjawab.
Cepat-cepat ia mendekati Cangkil yang sedang pingsan. Dirabanya seluruh tubuhnya. Ia menjadi terkejut sekali ketika tangannya meraba kaki Cangkil yang membentur siku Sukmo Aji. Kaki itu terasa dingin sekali dan di beberapa bagian terasa adanya luka dalam yang berbahaya bila tidak lekas-lekas mendapat pertolongan. Orang-orang yang berkerumun menjadi terdiam seperti patung. Mereka tidak tahu lagi bagaimana harus menilai kehebatan orang asing itu, yang dengan bermain-main saja telah dapat mengalahkan Gagak Ijo dan kemudian sekaligus Cangkil.
Sementara itu Cangkil dan Gagak Ijo telah diangkat orang ke dalam sambil menunggu Ki Galih Peksi. Kini perhatian orang seluruhnya tertumpah kepada Sukmo Aji yang masih belum bergeser dari tempatnya. Hanya sebentar mereka melirik juga kepada Demang Pucang Kembar, sambil bertanya-tanya di dalam hati, apakah seterusnya yang akan diperbuat oleh demang tua itu?
Sebenarnya pada saat itu Demang Pucang Kembar telah mengambil keputusan untuk mempersilahkan Sukmo Aji masuk ke rumah kademangan dan memberikan keterangan-keterangan. Tetapi segera keadaan menjadi tegang kembali ketika seseorang dengan langkah yang tegap dan tenang memasuki gelanggang.
Diubah oleh breaking182 25-02-2021 22:52
ayambucin dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Kutip
Balas
Tutup