Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

zatilmutieAvatar border
TS
zatilmutie
Kumpulan Cerpen Tentang Penyesalan
Belenggu Sesal


Kumpulan Cerpen Tentang Penyesalan
Gambar: Pexel edit Picsart



Di depan sebuah pusara yang dinaungi kokohnya pohon kamboja. Seorang perempuan muda masih terisak, tatapannya kosong. Angin yang berembus pelan memainkan anak rambutnya yang sedikit berantakan.

Jemari lentik itu meremas bunga-bunga yang sudah ditaburkan beserta sebotol air yang mengguyur tanah pemakaman itu sejak tadi. Lintasan-lintasan memori kelam di otaknya kini berputar. Kenangan yang membuat keluarganya terjebak dalam aib berkepanjangan.

***
Empat tahun yang lalu ....

Suasana di ruang keluarga malam itu begitu suram, tampak seorang gadis sedang tertunduk meremas ujung piyama bermotif bunga lily. Sementara dua sosok di hadapannya menatap tajam.

"Kania, sudah ayah peringatkan. Bramasta itu pemuda bajingan, dia memang baru di kampung ini, tapi ayah tahu seluk-beluk kehidupannya dari beberapa tetangga."

Pria setengah baya itu tampak tegang, garis-garis di dahinya membentuk satu isyarat ketidaksetujuan akan hubungan putrinya dengan pemuda pendatang di kampung itu. Kania putri semata wayangnya memang sedikit keras kepala. Entah karena kebiasaan ibunya yang terlalu memanjakan gadis itu atau dia sudah terbuai bujuk rayu sang pemuda tak keruan asal-usulnya.

***

Kania diam-diam tak menggubris larangan sang ayah. Kerap kali gadis cantik, yang selama ini menjadi bunga desa itu menemui sang pujaan di tempat yang mereka telah tentukan.

"Kalau bapakmu tak pernah menerimaku, kita kimpoi lari, Kania," usul Bram pada suatu sore.

Semilir angin pantai yang menerpa wajah muram Kania seakan tak membuat hatinya damai. Justru ombak di relung jiwanya kian berdebur menghantam keyakinan yang selama ini dia pertahankan, dan kini kian terkikis. Kania selalu percaya jika orang tuanya akan menyetujui segala kemauannya. Termasuk pilihan ketika dirinya memilih pasangan hidup.

"Aku takut, Mas. Aku takut durhaka kepada mereka." Kania menatap Bram tajam. Ada setitik ketakutan yang terpancar di sana.

"Durhaka? Ah, ayolah, Sayang. Ini hanya soal restu. Nanti juga mereka akan merestui kalau kita bahagia. Percayalah, Nia." Bram menarik jemari lentik Kania dalam rengkuhan tangan kokohnya.

Kania luluh, demi sebuah impian bernama cinta. Gadis itu rela meninggalkan orang tua tercinta hanya untuk mengejar keindahan semu seorang don juan bernama Bramasta. Pemuda asal Riau yang merantau ke tanah Jawa mencari sesuap nasi di sebuah pabrik furniture dekat rumah Kania. Seorang gadis lugu yang terpesona dengan bualan sang Arjuna. Akhirnya, setelah manis madu direguk, sang kumbang pun terbang. Setelah kehormatannya dia serahkan pada malam terlarang. Gadis malang itu ditinggal kabur di sebuah kontrakan sempit. Kania merasa hancur, kotor.

Semua janji yang diucapkan kekasihnya hanyalah tipu muslihat untuk menodainya saja. Setelah semua cinta yang dia berikan dengan tulus pria pujaannya justru sebuah kehancuran yang gadis itu dapatkan.

Namun, hati orang tua mana yang tega membiarkan anaknya terperosok ke dalam lubang derita. Mereka berusaha menguatkan putrinya. Menerima semua kealfaan yang begitu fatal dilakukannya.

"Bu, aku ingin menggugurkan kandungan ini!" teriak Kania sore itu.

Sebenarnya, berkali-kali Kania berniat menghilangkan benih dari hubungan haram itu. Suatu kali dengan meminum ramuan yang konon dipercaya bisa meluruhkan janin. Pernah juga mendatangi dukun beranak tanpa sepengetahuan ibunya. Namun hasilnya nihil. Janin itu begitu kuat, seakan dia ingin menjadi bukti kenangan cinta terlarang ibunya dengan pemuda yang kini raib bak ditelan bumi.

"Itu dosa, Nia. Jangan kau tambah dosa lagi. Taubatlah dengan menyayangi janin itu. Dia adalah amanah dari Allah yang akan menjadi penolongmu kelak." Ibunya Kania mengelus rambut putri malangnya lembut.

"Ibu tak malu mendengar cercaan orang-orang tentang kehamilanku? Aku gak sanggup lagi, Bu," isak Kania makin mencabik perasaan ibunya.

Bukan, bukan karena dia tak malu, tapi wanita itu berusaha menulikan telinganya, dan tetap mendampingi sang putri. Dia tak ingin anaknya kembali berlumur dosa. Biarlah mulut-mulut usil itu berbicara hingga puas tentang aib putrinya. Namun, satu niat hatinya, yaitu membuat Kania bangkit dari keterpurukan.

***
Bulan yang ditunggu kini tiba, semua derita dan cerca yang dialaminya membuat Kania tersadar. Jika hidup tak sekadar berisi impian manis. Namun, ada getir yang menerjang tanpa pernah terduga sekali pun.

Proses pertaruhan hidup dan mati kini telah dilaluinya setelah berjuang selama dua belas jam di ruang bersalin. Tangis bayi itu pecah. Menggetarkan hati nuraninya yang kini telah berubah menjadi seorang ibu. Sebuah gelar yang harusnya dinikmati dengan tangis bahagia dan sambutan hangat sang suami, tapi Kania tak bisa memimpikan itu. Dia seorang ibu tanpa seorang suami di sampingnya.

Mata Kania terbelalak saat menghadapi sosok mungil itu kini disodorkan perawat.
"Jangan! Dia bukan anakku, bayiku tak mungkin cacat!" teriaknya histeris.

Wajahnya seketika membeku, tubuhnya bergetar hebat tatkala melihat bayi merah itu tak membuka mata, bayinya terlahir buta, belum lagi sebuah benjolan di hidung semakin menambah kekecewaannya.

"Kania, dia anakmu. Terimalah dia apa pun yang terjadi. Anak itu anugerah." Sang ayah kini berdiri di hadapannya membelai bayi tak berdosa itu dalam buaiannya.

"Tidaaak! Dia bukan anakku ...." Pandangannya seketika gelap. Awan pekat yang begitu tebal seolah membelenggunya. Lalu kini dia terkulai lemah.

***
Bulan-bulan berlalu, Kania terkena sindrome post partum depression. Kondisi parah yang menyebabkannya berkali-kali ingin bunuh diri, Kania takut melihat bayinya. Hanya kasih sayang sang ibu yang tanpa lelah mengurus bayi istimewa itu dengan susah payah. Bayi itu kini mulai lincah belajar mengucapkan kata-kata tak jelas, tapi lucu untuk didengar.

"Ma-ma." Suara bayi itu begitu jelas terngiang di telinga Kania.

Namun, perempuan itu seperti mendengar sebuah panggilan yang begitu horor. Lalu tubuhnya menggigil dan meracau tak keruan. Membuat sang ibu kembali tercabik-cabik batinnya. Beberapa psikolog bahkan psikiater telah didatangkan untuk menyembuhkan trauma Kania, tapi Kania tetap dalam goncangan kejiwaan.

"Nia ... sadarlah, Nak. Ibu tahu kamu merindukan tawa anakmu. Dia memang tak melihat, tapi mata batinnya begitu tajam. Dia tahu kamu ibunya," ungkapnya pelan. Wanita itu berusaha membuat Kania sadar.

***
Dua tahun berlalu, ayahnya Kania terkena serangan jantung dan meninggal, membuat Kania kian terbelenggu nestapa. Namun, bocah perempuan mungil bernama Sabina seakan mengobati kesunyian, selepas sang kakek pergi. Bocah itu pula yang perlahan memberi kekuatan kepada Kania untuk bangkit.

***

"Ayah, lihatlah. Sekarang aku bangkit menjalani cobaan. Karena kasih sayangmu yang tetap menerimaku di saat aku membuatmu terkucil oleh aib. Ayah maafkan aku ...." Wanita itu memegang nisan bertuliskan nama Ahkam bin Haris. Memeluknya erat. Seakan memeluk tubuh ayahnya sendiri.

"Mama, ayo, pulang!" Sebuah seruan terdengar dari belakang Kania. Gadis buta bersama seorang wanita tua tersenyum kepadanya.

Senyuman itu yang kini menjadi penyemangat Kania meniti kehidupan dengan secercah impian baru, impian seorang ibu yang ingin melihat putri kecilnya bahagia.

Tamat

Cianjur, 07022021
Diubah oleh zatilmutie 07-02-2021 13:43
wanitatangguh93
andrerain5
tien212700
tien212700 dan 9 lainnya memberi reputasi
10
1.4K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
zatilmutieAvatar border
TS
zatilmutie
#15
Tetap menjalani masa depan penuh arti
makola
makola memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.