Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

uclnAvatar border
TS
ucln 
Karma : Hurt No One
Karma : Hurt No One


Quote:





I never meant to hurt no one
Nobody ever tore me down like you
I think you knew it all along
And now you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
And will I ever see the sun again?
I wonder where the guilt had gone
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt no one
Sometimes you gotta look the other way
It never should've lasted so long
Ashamed you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
I know I'll never be the same again
Now taking back what I have done
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt nobody
Nobody ever tore me down like you
I never meant to hurt no one
Now I'm taking what is mine..




<< Cerita sebelumya



Quote:


Diubah oleh ucln 30-09-2020 12:48
qthing12
sukhhoi
jalakhideung
jalakhideung dan 55 lainnya memberi reputasi
-12
84.6K
610
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
angchimoAvatar border
angchimo
#440
Part #76

Memasuki masa akhir semester dua, tugas-tugas kuliah makin terasa menumpuk. Gue jadi kadang males sendiri buat masuk kelas karna gue tau cuma akan dikasih tugas tambahan doang. Akhirnya di suatu mata kuliah dimana gue ga sekelas sama Alfi dan Dwi, gue memilih untuk ga mengikuti kelas tersebut. Gue hanya duduk di lantai diluar kelas saat di dalam kelas sudah dimulai pelajaran.

Karna lama-lama gue merasa bosan, gue mengirim sms ke Alfi, menanyakan dia lagi ada di kelas apa dan ruang berapa. Setelah mendapat balasan sms dari Alfi, Gue segera menuju ruang kelasnya.

Gue masuk ke dalam kelas saat beberapa mahasiswa sedang duduk di depan kelas untuk mempersentasikan tugas mereka. Gue meminta izin untuk masuk pada dosen yang duduk di mejanya, dan beliau mengizinkannya. Gue langsung duduk di deretan belakang dimana ada Alfi dan Dwi disana.

Ternyata, mereka berdua di mata kuliah ini justru sekelas dengan perempuan yang semester lalu pernah gue lihat bersama Alfi. Yang saat itu gue meminta Alfi untuk mengenalkan diri gue padanya. Dan cewek itu lagi mempersentasikan hasil tugasnya di depan kelas. Gue jadi bengong sendiri sambil menatap setiap gestur tubuhnya saat ia berbicara dengan begitu tenang dan lugas. Seolah seluruh yang hadir di ruangan ini benar-benar memperhatikan apa yang tengah ia bicarakan.


"Gimana jadinya kalo ternyata iklan yang dipasarkan cuma bikin produk mereka jadi agak 'disingkirkan' sama masyarakat?"

Gue bertanya sambil berjalan tepat disamping perempuan yang sejak tadi gue perhatikan, kini gue mencoba menyapanya selesai pelajaran di luar kelas.

"Maksudnya disingkirkan?" Dia bertanya balik ke gue sambil memelankan langkahnya dan menyapa gue dengan senyuman.

"Dianggap sesuatu yang 'tabu' misalnya."

perempuan itu menatap gue dengan wajah bingung, seolah ga ngerti dengan maksud gue.

"Contohnya produk apa?" Tanya perempuan itu ke gue.

"Kondom?" Gue menjawab dengan nada bertanya.

Perempuan itu tertawa kecil dan mengalihkan pandangan nya kembali ke jalan yang tengah kami susuri bersama.

Gue mengeluarkan bungkusan rokok saat kami sudah berada di luar gedung kampus, lalu menyulutnya, masih sambil berjalan disamping perempuan yang sejak tadi belum menjawab pertanyaan gue. Dia kemudian menoleh kearah gue dan agak sedikit memberi jarak dari gue. Sepertinya dia ga suka dengan asap rokok.

"Iya ya, kenapa iklan rokok bisa tayang di tv jam berapapun, sedangkan iklan kondom biasanya cuma ada tengah malam?" Tanya perempuan itu ke gue.

Gue menjawab dengan gestur tangan seperti mempersilahkan dia melanjutkan ucapannya, karna gue yakin dia bertanya barusan bukan untuk meminta jawaban gue.

"Padahal rokok itu racun, meanwhile, kondom adalah 'obat' untuk mencegah sesuatu." Ucapnya sambil mengangkat dua jari saat mengucapkan kata obat, bermaksud memberi tanda kutip.

"Akhirnya kaya yang lo bilang, produk kondom jadi kaya 'disingkirkan'. Masyarakat akan biasa aja saat liat orang nenteng rokok terang-terangan. Tapi mereka akan mandang aneh ke orang yang nenteng kondom terang-terangan. Bahkan, orang santai aja beli rokok di minimarket, tapi malah ngerasa malu-malu saat beli kondom." Lanjutnya setelah sepertinya memahami maksud gue menggunakan kata 'disingkirkan'.

"Karna produk rokok selalu dikemas dengan iklan yang lebih layak tayang, disaat iklan kondom justru dikemas cara yang menurut gue salah. Terlalu nyerempet konten seksual. Terlepas dari budaya timur yang kita anut, yang nganggap sex adalah sesuatu yang tabu. Orang mau ngisep racun dianggap biasa aja." Jawab gue.

"Kalo dari segi iklannya, kayanya ga ada yang salah. That's what advertising's for. Iklan emang ditujukan buat memperkenalkan fungsi produk itu."

"Gue ngomong tentang cara mengemas iklannya. Iklan rokok dikemas dengan aktifitas-aktifitas yang 'berani'. Lagi berpetualang, lagi surfing, lagi lompat dari ketinggian. Seolah orang yang ngerokok itu adalah orang yang berani. Sedangkan kondom dikemas dengan iklan yang tadi gue bilang, nyerempet konten seksual. Pake artis-artis yang sensual. Pake kata-kata kaya semacem 'masukin aja.. bla bla bla.' padahal bisa pakai cara lain mengemasnya."

"Oke, show me how. Give me an example." Pinta perempuan itu sambil berhenti berjalan dan berputar menghadap gue.

Gue diam sejenak sambil mencoba mengimajinasikan apa yang gue tengah coba sampaikan.

"Coba Lo bayangin satu scene iklan, dimana ada sepasang cewek cowok masih muda, mungkin seusia kita. Si cowok lagi sibuk urus sesuatu dan cewek sibuk urus rumah yang berantakan, sementara ada bayi diantara mereka yang nangis mulu, bikin mereka berdua jadi ngerasa ribet, panik dan capek ngeladenin bayi itu…"

"Itu bukannya malah kaya iklan produk susu bayi? Atau iklan jasa baby daycare?" Tanya perempuan itu memotong omongan gue.

"At the end, tutup iklan itu dengan layar hitam dan munculin animasi logo produk kondom itu yang familiar bagi konsumennya. Inget, logonya aja. Terus kasih tagline tulisan semacem; 'If you're not ready, don't be hasty!' Atau pake bahasa Indonesia juga gapapa, pokoknya bermaksud nyampein 'kalo lo ga siap, pake ini makanya.' Kelar. Dan anak kecil ga akan paham apa maksud iklan itu. Ditanyangin minggu pagi saat iklan setelah film doraemon juga gue rasa ga masalah." Ucap gue menyelesaikan omongan gue sambil tersenyum penuh kemenangan.

Perempuan dihadapan gue itu masih terdiam seperti tengah berusaha mencerna, atau tengah mengimajinasikan ucapan gue ke dalam bentuk tampilan visual di kepalanya. Hingga akhirnya dia tersenyum seolah berhasil memahami maksud gue.

"Lo bukan mahasiswa dari kelas gue yang tadi kan?" Tanya dia masih sambil tersenyum.

Gue menjulurkan tangan padanya, dan menyebutkan nama gue. Dia meladeninya dan juga menyebutkan namanya; Andin.

Gue tersenyum puas karna gue merasa berhasil berkenalan dengan seorang cewek dengan cara yang sederhana tapi bisa membuat cewek itu mengingat kapan pertama kali gue masuk ke dalam pikirannya. Dan ga butuh waktu lama, ga butuh tanya kesana kesini untuk mendapatkan nomor handphone nya, beberapa hari berselang ada sebuah sms masuk dengan nomor tanpa nama di handphone gue.

+6285xxxxxxxxx: Ini nmr gue. Andin. di save ya emoticon-Smilie

Satu minggu setelah sms itu, Andin kini telah jadi pacar gue.


××××


Libur semester dua ternyata punya porsi yang lebih lama dari semester satu. Setelah ujian Semester dua berakhir, gue punya waktu dua bulan lebih buat menikmati waktu santai sebelum mulai memasuki semester tiga. Hasil pelajaran gue di semseter dua pun masih cukup baik. Gue merasa kuliah gue masih dalam batas wajar dan mampu buat gue jalanin, bahkan sambil dengan aktifitas gue main band sama Alfi, Gunawan, dan Adi. Dimana kami kini makin sering tampil mengisi acara di beberapa event musik.

Saat lagi ga ada rencana untuk mengisi acara, gue lebih sering dirumah. Dirumah nenek gue tentunya. Bangun siang, makan, mandi, tidur lagi, begitu seterusnya. Kadang sesekali gue jalan sama Andin. Seperti orang pacaran pada umumnya; jalan, nonton, ada sekedar main dirumahnya. Namun gue tentu merasa biasa aja atas hubungan gue sama Andin. Cuma seperti mengulang sesuatu dari awal bersama seseorang yang baru.

Beberapa minggu gue jalani kaya gitu justru malah membuat gue merindukan Liana yang ga ada lagi kehadirannya dalam hari-hari gue selain hanya sms darinya yang cuma sesekali menyapa.

Gue tentu mulai merasa bosan. Gue juga baru inget udah lama banget gue pengen main lagi ke basecamp tapi selalu ga jadi. Akhirnya di suatu siang gue memutuskan untuk kesana.

Gue memarkiran motor di depan sebuah rumah yang sebelumnya pernah gue datangi bersama Nia. Ada sebuah mobil terparkir disana. Gue membuka pintu dan melongokkan kepala dari luar. Ternyata di dalam rame banget. Mungkin emang kalo siang disini lebih rame karna waktu gue kesini sama Nia udah agak malam. Pikir gue.

Ada cewek cowok yang gue ga kenali wajahnya berjalan ke arah gue. Beberapa sisanya hanya menoleh ke gue.

"Nyari siapa?" Tanya cowok itu.

Cowok itu berperawakan kurus namun lebih tinggi dari gue. Beberapa tattoo terlihat tergambar di lengan sampai pundaknya karna ia hanya menggunakan kaus tanpa lengan.

"Bang Yuda ada?" Tanya gue berusaha bersikap santai.

Cowok itu melihat gue dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu kembali menatap wajah gue.

"Ada perlu apa?" Tanya dia lagi. Tapi kali ini sambil maju selangkah keluar rumah mendekat ke gue dan sedikit menutup pintu dan membelakangi pintu itu.

"Mau ketemu aja." Jawab gue.

"Gue nanya ada perlu apa?" Dia kembali bertanya dengan nada naik, seolah kesal dengan jawaban gue.

"Ya gue jawab mau ketemu. Ada yang salah?" Gue ikut menaikkan nada bicara gue.

Cowok itu sepertinya jadi emosi dan langsung meremas kerah kaus gue, membuat gue reflek berusaha menepisnya.

Kemudian pintu terbuka disusul sosok cowok yang sepertinya wajahnya gue ingat. Mungkin salah satu dari dua cowok yang pertama kali gue sapa waktu gue kesini sama Nia.

"Deni. Jangan Den. Kayanya dia temennya Nia." Ucap cowok itu sambil menarik pundak cowok yang sepertinya bernama Deni, yang tengah memaksa untuk meremas kerah kaus gue.

"Lain kali yang sopan jadi orang." Ucap Cowok bernama Deni itu sambil menyingkirkan tangannya dari gue, lalu kembali masuk ke dalam rumah.

Cowok yang tadi membela gue langsung meminta maaf atas kelakuan temennya. Dia menjulurkan tangan ke gue dan menyebutkan namanya; Adri. Gue menjabat tangannya sambil juga memperkenalkan diri. Dia kemudian mengajak gue duduk di teras kecil depan rumah dimana cuma ada satu bangku dan satu meja kayu kecil. Gue duduk di bangku itu sedangkan Adri menggunakan meja kayu itu sebagai bangku. Adri cuma bilang kalo Bang Yuda lagi dijalan menuju kesini. Kemudian kami hanya ngobrol basa basi sambil menikmati beberapa batang rokok.

Ga lama sebuah mobil berjalan pelan ke rumah ini, lalu berhenti tepat di belakang mobil yang sejak tadi terparkir di depan rumah. Lalu Bang Yuda dan Kak Tasya keluar dari dalam mobil. Bang Yuda agak kaget saat menyadari kehadiran gue. Gue berdiri dan menyapanya dengan senyum. Gue menjulurkan tangan padanya namun dia malah merangkul pundak gue mengajak masuk ke dalam rumah.

"Lo daritadi Gus?" Tanya Kak Tasya yang berjalan dibelakang gue membuntuti gue dan Bang Yuda beberapa langkah di depannya.

"Baru banget sampe kak." Jawab gue.

Bang Yuda menghentikan langkah tepat di tengah ruangan dimana semua orang yang duduk dan berdiri disana menatap kearah kami.

"Siapa aja jadi yang berangkat? Ga usah semuanya." Ucap Bang Yuda melempar pertanyaan ke orang-orang di depan kami.

"Gue, Santi, Dimas, sama Riyan naik mobil gue Bang." Ucap Cowok yang tadi bernama Deni.

"Lo pada mau jalan ya Bang?" Tanya gue pada Bang Yuda setengah berbisik. Karna Gue kayanya datang pada saat yang salah.

"Lah? Kan kita mau ketempat Nia." Jawab Bang Yuda tanpa berbisik.

"Oh? Ada apaan?" Gue jadi bingung dan bertanya lagi.

"Emang Lo ga dikabarin?" Bang Yuda malah bertanya balik, membuat gue jadi merasa sungkan.

"Lo kesini ada apa emangnya Gus?" Kak Tasya menarik pelan lengan gue meminta gue menoleh ke arahnya. Dia bertanya sambil tersenyum karna sepertinya dia menyadari gue merasa sungkan datang kesini.

"Main aja sih sebenernya. Mau ketemu Bang Yuda." Jawab gue apa adanya.

Orang-orang yang tadinya sempet sibuk ngobrol masing-masing jadi serempak hening dan kembali menatap gue. Gue jadi merasa ada sesuatu yang salah.

"Kita mau ke Bandung Gus. Nia kecelakaan." Ucap Bang Yuda pelan, namun terdengar bagai sambaran petir bagi gue.


tukangdjagal
mmuji1575
medi.guevera
medi.guevera dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.