- Beranda
- Stories from the Heart
My Beautiful Angel (Explicit Content)
...
TS
blackgaming
My Beautiful Angel (Explicit Content)
Chapter 1

Spoiler for Update Chapter:
Langkahku membawa Vina-perempuan yang telah resmi menjadi istriku hari ini, seperti membuat Rani-Istriku tidak menyukai kehadirannya. Wajah yang semula berseri penuh kehangatan, tetiba berubah menjadi wajah yang tak bersahabat saat aku datang dan memberi tahu padanya, kalau aku telah menikahinya.
"Ran, Vina perempuan yang baik. Aku mencintai dia. Lebih baik aku menikahinya daripada harus berzinah bukan?" lirihku membuka suara. Sedang Rani masih terdiam. Bahkan dia seakan membuang muka tak ingin menatap kami.
Kali ini, ucapanku berhasil menarik perhatiannya. Terbukti saat Rani Kembali memalingkan wajah menatap ke arah kami. Sedangkan Vina masih terdiam.
"Kamu bilang, Vina perempuan yang baik? Kalau dia perempuan baik, tidak mungkin mau menyakiti hati perempuan lain dengan mau menikah denganmu, Mas!"
"Seharusnya, kamu itu minta izin sama aku kalau mau menikah dengan karyawanmu ini!" tunjuk Rani. "Bukan tiba-tiba membawanya datang ke rumah ini dan berkata kalau kalian telah resmi menikah! Aku juga punya hak untuk menolak pernikahan kalian!"
"Dan kamu, Vina! Bukankah kamu tahu kalau bosmu itu sudah memiliki seorang istri?" tanyanya pada Vina. Vina melirik ke arahku. Aku sendiri tak mengerti kenapa bisa mencintai Vina. Bahkan aku yang sangat ber-ambisi. Apa karena sikap perhatiannya yang membuat aku jatuh cinta? Yang pasti ada keinginan dalam diri ini untuk memiliki Vina seutuhnya.
"Kamu jangan salahkan, Vina! Ini memang kemauanku. Beberapa kali Vina menolak, tapi aku terus meyakinkan," jawabku.
"Yang aku butuhkan, jawaban dari mulut Vina! Bukan dari mulutmu, Mas Anton!"
"Cinta! Cinta yang membuat kami menikah! Tak peduli sekalipun Mas Anton telah menikah. Aku rela menjadi istri kedua!" ucap Vina seraya menggenggam erat tanganku. Rani hanya terdiam. Wajahnya menunjukkan keangkuhan, seakan menyepelekan jawaban Vina.
"Jika kamu pun bertanya padaku, maka aku akan menjawab hal yang sama dengan, Vina!" imbuhku.
"Ternyata candamu ingin menikah lagi setelah sukses, bukan hanya sebuah candaan, Mas! Itu memang sudah menjadi niat dalam dirimu! Aku menyesalkan telah mendoakanmu menjadi sukses!" ucapnya seraya bangkit dari duduknya dan bergegas menuju ke arah kamar. Aku hanya memandang setiap langkah kakinya.
Bruk!
Terdengar suara pintu dibanting sangat kencang.
"Mas, kalau nanti toko kita sukses, apa yang kamu inginkan?" Aku teringat pertanyaan Rani saat pertama membuka toko bahan bangunan.
"Aku mau menikah lagi!" jawabku saat itu. Namun, aku hanya bercanda dan berniat ingin menggodanya.
"Awas saja kalau berani! Pokoknya aku balas!" Apakah mungkin dia akan membalasku? Tapi dia itu perempuan, mana mungkin akan membalasku menikah lagi? Tidak ada dalam sejarah, istri memiliki dua suami.
"Mas Anton! Kamu kenapa melamun? Ayok kita istirahat ke kamar. Dimana kamar kita?" tanya Vina.
"Kamu mau di kamar mana? Atas bawah atau?"
"Kamar yang bersebelahan dengan kamar, kamu dan Rani!" Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Vina telah memotongnya.
"Kamar lain saja," ujarku. Tidak mungkin juga menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani, bukankah akan menambah sakit hati Rani nantinya?
Percuma aku menjelaskan pada Vina, karena dia terus bersikeras dengan kemauannya. Akhirnya, kami pun menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani
***
"Pagi hari setelah kami bangun, tidak ada makanan apapun di meja makan. Biasanya Rani sudah menyiapkan sarapan.
"Ran! Rani!" panggilku.
"Apa si, Mas? teriak-teriak!" sahutnya sambil mengucek mata. Ternyata dia baru bangun. Pantas saja tidak ada sarapan.
"Kamu baru bangun?" tanyaku sedikit kesal.
"Iya! Emang kenapa?" Mataku membulat tak percaya.
"Harusnya kamu bikin sarapan!" Aku sedikit emosi karena mendengar jawabannya seperti itu.
"Kamu 'kan sudah punya istri baru. Jadi, keperluan kamu, biar istri barumu yang urus. Aku juga ingin kembali pada kesibukan lama."
"Maksudnya?" tanyaku penasaran.
"Ya aku mau kerja lah. Ngapain juga aku di rumah, suntuk! Suruh nemenin istri baru kamu dan melayaninya? Maaf deh, Mas. Kamu ngimpi!" jawabnya.
"Aku tidak mengijinkan kamu bekerja, Rani! Kamu dan Vina di rumah saja! Biar aku yang memberi kalian uang. Biarlah, bekerja menjadi tanggung jawabku!"
"Oh uang dari kamu itu wajib! Toko itu kan milik aku dan kamu! Mulai saat ini, aku ikut ambil alih! Aku mau kita bagi hasil setiap bulan dari penjualan itu! Satu lagi, keuntungan bagi hasil kita, itu di luar jatahku!" tegasnya seraya kembali bergegas ke kamar.
"Mas! Kok begitu? Istri pertama kamu rakus banget sih!" protes Vina.
"Nggak bisa gitu, Mas. Kamu harus dapat bagian paling besar. Biar saja aku yang membantu kamu mengatur keuangan," ucap Vina. Aku masih diam saja tak menanggapi. Sejak kapan, Rani berani melawanku.
Karena Vina tak bisa memasak, kami pun memutuskan memesan makanan online dan menunggu di meja makan.
Setelah setengah jam menunggu, makanan yang kami pesan tak kunjung datang. Justru yang datang Rani dengan pakaian rapi.
"Mas kunci mobil! Sama kunci laci toko!" pinta Rani membuatku kaget.
"Untuk apa?" tanyaku
"Aku mau ikut jaga toko biar pembukuan-nya jelas! Siapa tahu bisa segera dapat suami baru juga. Iya kali, ada pria kaya yang memborong matrial dan bisa menjadi suami baruku," cetusnya.
"Mana cepetan! Lama! Ambil kunci mobil dan kunci laci!" suruhnya.
"Vin, tolong ambilkan di kamar." Dengan wajah masam Vina pun bergegas. Tak lama dia kembali dan menyerahkan pada Rani.
"Terima kasih, Karyawan handalku. Sangking handalnya bisa menjadi istri dari bosnya. Hebat!" cibir Rani pada Vina.
Kenapa sifat Rani jadi aneh begitu? Biasanya dia sangat acuh dengan urusan keuangan. Kenapa justru sekarang dia ikut ambil andil?
"Mas! Kok bengong?!" Vina menepuk pundakku.
"Tidak apa-apa " jawabku ketus.
'Selama semuanya tidak diambil alih dan mau berbagi, tidak masalah untukku. Yang jadi masalah kalau semuanya diatur oleh Rani. Bisa bangkrut aku jadi laki-laki.'
Diubah oleh blackgaming 08-02-2021 19:02
sampeuk dan 21 lainnya memberi reputasi
22
18.9K
153
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
blackgaming
#38
Chapter 16
POV GALANG
"Mas! Lihat ini istrimu. Marah-marah gak jelas begitu. Main tuduh Ibu yang suruh kalian cerai. Emang dasar perempuan sinting!" semprot Kiran sesampainya aku di rumah.
"Ini! Lihat status-statusnya, seakan memojokkan Ibu," imbuhnya.
"Desti masuk ke kamar, Mbak Ova dulu ya. Ova, bawa Desti ke kamar kamu!" perintahku pada adikku yang bungsu. Seperginya Desti aku langsung gegas ke ruang keluarga menghampiri Ayah dan Ibu. Disusul Kiran yang berjalan di belakangku. Setelah mencium punggung tangan mereka, aku pun duduk dan bergabung. Aku yakin, pasti kali ini mereka akan membahas soal perceraianku dengan Santi.
"Kenapa, Desti kamu bawa sini?" tanya Ayah.
"Santi yang menyuruhnya, Yah. Dia enggan mengurus, Desti. Bagus kalau seperti itu, supaya anak perempuanku bisa tumbuh menjadi gadis yang baik," jawabku.
"Emang dasar sinting Si, Santi. Mana ada seorang Ibu yang mau pisah dengan anaknya.
"Tadi dia itu nanyain kamu, Mas!" ketus Kiran. Ini lihat, status-statusnya Santi yang di posting, dan ini lihat, pesan darinya yang menuduh Ibu. Amit-amit jabang bayi, Mas! Punya istri kok begitu," ucap Kiran. Aku menyunggingkan sebelah bibir setelah membacanya.
"Dasar munafik! Statusnya seperti yang tersakiti saja! Padahal jelas-jelas karena dia penyebabnya. Aku tidak menyangka bisa hidup dengan perempuan semenjijikan itu," gerutuku.
"Jelas bisa, karena kamu tidak bisa menahan nafsu. Jadikan ini pelajaran, Galang! Tidak semua yang kamu pikir dan angankan indah sesuai kenyataan. Sekarang ini waktunya Winda tertawa karena melihat kehancuranmu. Kalau Ayah yang di posisi kamu, Ayah sangat malu, Galang. Bagaimana mungkin setelah mendua, ternyata hidupmu terlunta-lunta seperti ini? Sedangkan mantan istrimu semakin sukses!" cibir Ayah seakan menertawakan kehancuranku. Aku hanya diam tak menjawab lagi ucapan Ayah.
"Ini, Mas! Urus dulu istrimu!" Kiran kembali ketus. Rupanya Santi terus menerornya. Karena kesal, aku pun membalas pesan darinya.
[Sudah, tidak usah menyalahkan siapapun! Bercerai denganmu memang sudah keinginanku. Menjalani rumah tangga denganmu, bisa membuatku mati berdiri lama-lama. Ingat, aku menceraikanmu, bukan karena Ibuku! Tapi keinginanku sendiri. Kamu itu perempuan tapi tidak bisa menjaga ucapanmu! Kamu perbudak aku seakan aku ini mesin penghasil uang-mu! Tidak ada laki-laki yang akan tahan menjadi suamimu, kalau sikapmu terus seperti ini. Berapa kali pun kamu menikah, kalau tetap seperti ini, tidak akan ada yang tahan, Santi!] Ku kirim pesan itu pada Santi, dan dia pun langsung membacanya.
[Hubungan kita sudah berakhir. Walau bagaimanapun kamu memohon dan memintaku kembali, aku tidak akan melakukannya. Lebih baik, aku menata kembali hidupku dan Desti. Mulai saat ini cerita tentang aku dan kamu sudah berakhir, Santi! Aku tidak akan pernah kembali. Bukan hanya kamu yang membuatku menderita! Tetapi campur tangan Ibumu juga! Aku tidak tahan Santi! Padahal aku telah mengorbankan semuanya untukmu, tapi aku sama sekali tidak pernah ada harganya di matamu dan keluargamu. Dengan seenak hati, kamu menginjak-injak harga diriku, seakan aku ini adalah kesetmu. Sekarang kamu dan aku sudah berakhir untuk selamanya. Ingat, jangan pernah kamu ganggu aku ataupun keluargaku! Jangan pernah kamu jelekkan mereka dengan status sampahmu!] Kutekan kirim, dan Santi pun langsung membacanya. Terlihat dia tengah mengetik balasan. Namun, aku malas untuk meladeninya, sehingga aku pun meminta Kiran untuk memblokir nomor Santi.
"Kiran! Sudah, Mas balas. Kamu blokir saja nomornya. Kita tidak perlu lagi berhubungan dengan Santi dan keluarganya!" Kiran pun mengangguk dan melakukan apa yang aku perintahkan. Untuk kembali dengan Santi lagi itu sama sekali tidak mungkin. Toh, aku masih muda, dan masih terlihat tampan. Bercerai darinya, tidak menutup kemungkinan aku kembali memiliki pasangan. Namun, kali ini aku akan lebih berhati-hati. Jika memang ada kesempatan untuk kembali dengan Winda, maka aku akan kembali.
"Sudah aku blokir nomor kontaknya, Mas," ucap Kiran.
"Bagus!" jawabku mantap. Hari ini, kupingku terasa adem, tidak mendengar Ibu mertua yang selalu sesumbar dan nyinyiran Santi yang selalu membicarakan uang dan uang.
"Galang!" panggil Ibu.
"Ya, Bu."
"Jadikan ini pelajaran untuk kamu! Kalau seumpama kamu menikah lagi dan mendapat istri yang baik, jangan bertingkah! Kadang yang bagus di luar hanya untuk casing!"
"Betu itu! Jadikan pengalaman sebagai guru! Sekarang mulai lagi semuanya dari nol! Sukur-sukur kalau Winda masih mau balik sama kamu," timpal Ayah.
"Amminn!" Jelas aku aminkan, memang itu yang kuinginkan.
"Mau kamu itu mah, Mas!" imbuh Kiran.
"Assalamualaikum!" Seseorang mengucap salam. Suaranya seperti suara Winda. Panjang umur sekali. Baru saja kami membicarakannya.
"Mas, Mbak Winda," ujar Kiran. Kebetulan pintu tidak ditutup jadi kami bisa melihat kedatangannya dengan mendongakkan kepala.
"Iya sudah tahu! Cepat hampiri," ujarku. Ada rasa deg-degan campur aduk tidak karuan. Kiran pun segera beranjak ke depan menghampiri Winda.
"Ante Kiran!" Terdengar nyaring suara anakku. " Sayangnya, Tante," balas Kiran.
"Masuk, Mba." Kiran mempersilahkan.
"Assalamualaikum. Ayah, Ibu," ucap Winda. Segera mencium punggung tangan kedua orangtuaku.
"Duduk, Wind," ucap Ibu ramah. Winda pun mengangguk dan langsung duduk.
"Eyang!" panggil Ayu menghampiri neneknya. Bukan menyapaku justru lebih dulu ke Nenek dan Kakeknya. Winda memang seperti itu, meski sudah tidak berhubungan denganku, dan hampir tidak pernah bertemu denganku, dia masih suka singgah menjenguk Ibu karena mengantar Ayu bertemu Neneknya. Itu kutahu dari Kiran. Anehnya, Ayu sama sekali seperti tidak menganggapku ada. Bukan bertanya tentang aku, tapi bertanya dengan Nenek dan Kakeknya.
"Cucu kesayangan, Eyang," ucap Ibu sambil mencium pipi Ayu. Setelah bermanja pada Ibu, Ayu pun bermanja pada Ayah. Perasan tadi, saat Desti datang tidak seperti itu cara menyambutnya. Kenapa aku rasa perlakuan orang tuaku pada Ayu dan Desti berbeda? Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
"Ayu tidak cium tangan, Papa?" tanya Winda. Terlihat wajah Ayu sangat malas menghampiriku. Namun, meski begitu ia tetap mendekat dan mencium punggung tanganku. Tidak ada sapaan atau apa. Dia terlihat sangat menjauh, tidak seperti Desti yang sangat dekat denganku. Aku mencoba untuk menyentuh pipinya lembut. Namun, Ayu seakan beringsut dan meng-elak dari sentuhanku. Selepas itu, Ayu kembali menghampiri Kiran dan duduk di sampingnya.
"Nggak kerja, Wind?" tanya Ibu. Tidak lama ART Ibu datang dengan membawa minuman.
"Hari ini 'kan libur kerja, Bu. Hari minggu. Lagi pula, Winda ambil cuti selama 2 minggu," ujarnya membuat aku terbelalak. Aku rasa Winda masih memiliki rasa untukku. Sebab, ia masih suka berkunjung ke rumah ini.
"Wah, pasti mau liburan ya, Mbak?" timpal Kiran.
"Bukan, Kiran. Mbak mau …." Belum sempat Winda melanjutkan ucapannya, Kiran sudah memotong omongan Winda.
"Mbak, tahu? Mas Galang hari ini pisah dengan, Santi!" cetusnya. Winda terlihat kaget. Tapi dia tidak bertanya. Aku hanya berharap, Winda senang mendengar kabar ini dan mau kembali denganku.
"Oh …." Hanya itu yang keluar dari bibir Winda membuatku kecewa.
"Tadi kamu mau ngomong apa, Wind?" tanya Ayah.
"Ini, Yah. Winda mau kasih surat undangan pernikahan, Winda. Ayah dan keluarga datang ya. Winda tunggu. Pernikahannya kurang sepuluh hari lagi." Jawaban yang keluar dari mulut Winda seakan memupus harapan kami. Ayah, Ibu dan Kiran terlihat kecewa. Namun, mereka mampu menyembunyikan-nya. Sepertinya mereka memang mengharapkan Winda untuk kembali jadi bagian dari keluarga kami. Namun, takdir berkata lain. Mungkin ini memang sudah jalan takdirnya dan aku hidup dalam penyesalan karena melihat Winda sudah jadi milik orang lain. Andai aku tidak malu, aku ingin bersimpuh di kakinya, memohon ampun dan memintanya untuk kembali. Namun, itu tidaklah mungkin. Selamanya Galang hidup dalam penyesalan ….
Mama dan Papa masih menunduk tidak ada kata yang terlontar. Hingga akhirnya, Ayah lah yang membuka suara.
"Kami akan datang, Nak," ucap Ayah. " Meski telah menikah lagi, tolong jangan lupakan kami. Dan tetap jaga silaturahmi ini. Ayah bersyukur, setidaknya masih ada Ayu sebagai pengikat hubungan kita," lanjut Ayah. Winda hanya mengangguk.
"Doakan juga, semoga Galang mendapat lagi istri yang baik. Biar kebodohan Galang di masa lalu, menjadi sebuah pelajaran," imbuh Ibu.
"Winda, aku doakan, semoga rumah tanggamu nanti bisa bahagia. Aku juga minta maaf telah menyakitimu dulu. Aku sangat menyesali perbuatanku. Kalau boleh memilih, aku pun ingin mengulang lagi waktu bersamamu." Tanpa rasa malu aku mengatakan dan mengakui itu.
"Aku sudah memaafkanmu kok, Mas. Aku tidak memiliki hak untuk tidak memaafkan kesalahanmu. Sedangkan Allah saja maha pemaaf. Angkuh sekali aku yang hanya hambanya tidak mau memaafkan kesalahan sesama," balas Winda. Setelah itu, Winda dan Ayu pun berpamitan untuk pulang. Sedangkan aku? Aku hanya diam memandang kepergiannya. Sedangkan seluruh anggota keluargaku? Mereka seakan mencibir kesalahanku dan mensukurinya. "Rasain kamu, Mas! Nyesel binti nyesek kan kamu!" cibir Kiran. Aku hanya terdiam.
"Semoga ketika kamu datang ke hari pernikahan Winda, disana kamu masih bisa sadar dan tidak pingsan!" ketus Ibu seraya bergegas. Beruntung sekali laki-laki yang bisa mendapatkan mantan istriku itu, dan sekarang aku hanya menyesali kebodohanku. Namun, setidaknya aku pernah menjadi bagian dalam hidupnya dan berbagi cinta, itu sedikit mampu membuatku merasa lega. Meski kenyataan-nya, penyesalan itu terasa begitu dalam dan sangat dalam ….
"Udah, Mas! Nggak usah dipikirin lagi! Memang begitu, menyesal itu di akhir, kalau di awal, namanya pendaftaran. Makanya, jadi laki-laki itu, jangan banyak bertingkah! Belajar bersyukur kalau sudah punya istri! Tahan itu nafsumu, Mas! Kasian banget, sudah nyese, bangkrut pula! Sukurin! Gedek gue punya Abang kaya lu!" sewot Kiran sambil sambil meninju bahuku dan kemudian berlalu.
POV SANTI …
Sekarang bagaimana dengan nasibku? Semua hancur! Sudah hancur! Aku bisa gila kalau seperti ini. Seluruh badan ini sudah ku-korbankan untuk Mas Galang. Sekarang siapa laki-laki yang mau sama aku? Badanku sudah melar! Wajahku hitam dan penuh dengan jerawat! Untuk merubah semua ini, aku membutuhkan biaya untuk perawatan.
Tapi bagaimana caranya? Aku bahkan bingung. Kenapa aku tidak pinjam uang pada Vina saja. Aku lihat dia punya perhiasan. Aku pinjam uang dia untuk perawatan wajah dan beli obat pelangsing. Sekarang, fokusku merawat tubuh dan wajah supaya cantik kembali, sehingga Mas Galang akan menyesal telah menceraikanku. Aku memang tipe perempuan yang keras, dan apapun yang aku inginkan, aku harus bisa mencapainya. Termasuk keinginanku untuk meminjam uang pada Vina. Sekalian saja aku minta pekerjaan pada Vina. Iya, aku harus bekerja di tempat Bang Roel. Pasti dia akan Iba dan memberiku pekerjaan.
[Vina, Mbak pinjam uang ya? Uang untuk perawatan wajah, Mbak yang hancur ini. Gara-gara tidak perawatan lagi semenjak Mas Galang kere, wajahku jadi rusak. Sekalian, Mbak mau beli obat penurun berat badan] Segera ku-kirim pesan pada Vina. Tak lama, Vina pun membalas pesanku.
[Iya, Mbak. Nanti aku pinjamin uang. Mbak memang harus cantik supaya Mas Galang nyesel. Habis itu, buktikan sama Mas Galang Mbak bisa dapat pengganti yang lebih dari segalanya] balas Vina. Bahagia sekali aku memiliki adik sepertinya. Aku janji, jika nanti perubahanku berhasil, dan aku bisa mendapatkan lagi laki-laki tajir, aku tidak akan melupakan Vina. Sekarang itu, yang penting penampilan dan body aduhai. Persetan dengan makian Mas Galang. Aku bukan wanita lemah yang setelah menyesal lalu terpuruk. Oh, tidak! Jangan sebut aku Santi kalau begitu.
[Vin! tanyain kerjaan dong sama, Bang Roel. Bilang, Mbak butuh kerja untuk sambung hidup, Mbak dan Desti. Bang Roel kan nggak tegaan tuh!]
[Siap, Mbak. Kebetulan, Mas Galang sudah nggak kerja. Jadi, Mas Anton khusus jadi tukang panggul, Bang Roel. Nah kita berdua jadi pelayan toko. Seru banget pasti kita kerja bareng. Nanti aku bujuk Bang Roel ya, Mbak. Jadi nggak sabar aku tuh!]
[Oke adikku yang cantik. Terimakasih] Ku-tambah emot cium di akhir pesan. Kami pun tidak lagi berbalas pesan. Sekarang, aku hanya perlu menunggu kabar baik dari Vina. Sungguh semua ini mampu membuatku merasa lega. "Yesss!!!!!"
Setelah beberapa jam aku menunggu pesan dari Vina, notif ponselku pun berbunyi. Segera aku meraihnya untuk membuka pesan dari siapa. Sebab, kalau pesan dari Mas Galang atau adiknya, itu tidak mungkin. Nomor ponselku telah diblokir oleh mereka. Memang keluarga mereka itu keluarga cemen! Bisanya hanya main blokir.
"Betul dugaanku, ternyata pesan dari Vina."
[Mbak, kamu boleh kerja di sini. Besok juga boleh langsung masuk. Tadi aku sudah bilang sama Bang Roel. Tapi yang makannya 75 ribu per hari karena awal masuk. Kalau ramai, ya ditambah]
"Yesss!!!!" Aku berteriak ketika membuka pesan dari Vina.
"San! Ada apa? Teriak-teriak begitu?" tanya Ibu dari luar.
"Nggak apa-apa, Bu! Mulai besok aku kerja sama Vina di tempat Bang Roel!" jawabku.
"Oh, syukur alhamdullillah!" balas Ibu. Aku tidak menjawab lagi dan lebih memilih untuk berguling-guling di atas kasur.
"Yes! Aku bebas mulai besok. Bebas mau apa dan mau dekat dengan siapa. Mulai besok aku akan menikmati hidup seperti anak perawan lagi!"
"Gue tutup kisah gue sama elu, Galang! Lepas dari elu, hidup gue tenang! Bebas dan nggak menderita. Waktunya gue fokus buat kebahagiaan gue!"
'Meskipun, sejujurnya hati aku juga seperti tidak terima bercerai darinya. Sebab, selama ini Mas Galang sangat sabar menghadapiku. Ah sudahlah! Mungkin memang sebaiknya berakhir. Percuma saja menikah dengannya, tapi keluarganya tidak menyukaiku. Hanya tekanan batin. Selama aku menjadi istri Mas Galang, aku tidak pernah merasa memiliki mertua.'
sampeuk dan 5 lainnya memberi reputasi
6