- Beranda
- Stories from the Heart
JATMIKO THE SERIES
...
TS
breaking182
JATMIKO THE SERIES
JATMIKO THE SERIES
Quote:
EPISODE 1 : MISTERI MAYAT TERPOTONG
Quote:
EPISODE 2 : MAHKLUK SEBERANG ZAMAN
Quote:
EPISODE 3 : HANCURNYA ISTANA IBLIS
Diubah oleh breaking182 07-02-2021 01:28
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
58K
Kutip
219
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#155
PART 25
Quote:
Hanya satu nama yang harus ditemui Jatmiko Prasetyo selama di Jogja yaitu, Ki Ageng Brajaguna. Ia juga membuka lembaran- lembaran surat kabar tua yang pernah terbit tetapi kemudian mati karena kurang pasaran di daerah pegunungan Kidul itu.
Ia berusaha menelusuri kasus –kasus tentang hilangnya puluhan pasangan muda dengan cara yang misterius. Keesokan paginya setelah samapi di Jogja Jatmiko Prasetyo pergi menemui Ki Ageng Brajaguna yang hidup mengabdikan diri di keraton Yogyakarta. Terutama jadi salah seorang pengurus di Masjid Gedhe.
Di sebuah rumah sederhana yang terletak di njeron beteng.
“ Baru beberapa hari kita tidak bertemu sersan. Bagaimana kabar Gunungkidul?"
" Baik Ki Ageng. masih tetap asri dan lumayan dingin. tidak seperti di kota"
“ Sepagi ini kau datang menemuiku lagi. Ada apakah gerangan ? “
“ Tapi sebelum itu makan dulu ini”, potong Ki Ageng Brajaguna.
Setelah menghabiskan beberapa cangkir kopi. Sebakul penuh nasi dan ikan bakar yang diasap. Barulah Jatmiko sampai kepada pokok persoalan. Mereka berbicara sepanjang pagi menjelang siang. Namun Jatmiko sudah demikian tidak sabarnya untuk pamit sehingga ia langsung saja mencium punggung tangan Ki Ageng Brajaguna begitu bias - bias matahari senja mulai menjilati ujung –ujung pepohonan tunjung dan sawo kecik yang tubuh menjulang bagai ingin merobek langit.
“ Satu nasihatku Pak Sersan", Kata kakeknya sebelum berpisah.
“ Orang itu bukan manusia biasa seperti kita. Ia pernah tinggal di masa lampau. Sebelum aku sendiri lahir. Konon ia telah berpindah - pindah tempat setelah menemukan apa yang dia cari. Menyesatkan umat manusia dan menjauhi jalan Tuhan. Dan itu sudah berlalu hampir dua ratus tahun tetapi ia tetap bertahan. Banyak orang orang berilmu telah mati. Tetapi ia tetap hidup. Kau tidak dapat menghadapi dia sendirian. Hanya Tuhan dengan segala kebesaranNya yang dapat menjatuhkan dia, Karena itu. cucuku. kunasihatkan, lupakan dia… Dan pikirkan masa depanmu..."
"Aku tidak bermaksud melawan orang itu Ki Ageng."
"Jadi?"
“ Aku hanya bermaksud menolong seorang manusia yang terperangkap “
Ki Ageng Brajaguna merenung sejurus lamanya. Lantas,
"Biarkan ia menolong dirinya sendiri "
"Aku tak mungkin melihat sesuatu yang tidak benar ada di mataku Ki Ageng “
“ Terlebih lagi itu menyangkut nyawa seorang manusia “
Ia berusaha menelusuri kasus –kasus tentang hilangnya puluhan pasangan muda dengan cara yang misterius. Keesokan paginya setelah samapi di Jogja Jatmiko Prasetyo pergi menemui Ki Ageng Brajaguna yang hidup mengabdikan diri di keraton Yogyakarta. Terutama jadi salah seorang pengurus di Masjid Gedhe.
Di sebuah rumah sederhana yang terletak di njeron beteng.
“ Baru beberapa hari kita tidak bertemu sersan. Bagaimana kabar Gunungkidul?"
" Baik Ki Ageng. masih tetap asri dan lumayan dingin. tidak seperti di kota"
“ Sepagi ini kau datang menemuiku lagi. Ada apakah gerangan ? “
“ Tapi sebelum itu makan dulu ini”, potong Ki Ageng Brajaguna.
Setelah menghabiskan beberapa cangkir kopi. Sebakul penuh nasi dan ikan bakar yang diasap. Barulah Jatmiko sampai kepada pokok persoalan. Mereka berbicara sepanjang pagi menjelang siang. Namun Jatmiko sudah demikian tidak sabarnya untuk pamit sehingga ia langsung saja mencium punggung tangan Ki Ageng Brajaguna begitu bias - bias matahari senja mulai menjilati ujung –ujung pepohonan tunjung dan sawo kecik yang tubuh menjulang bagai ingin merobek langit.
“ Satu nasihatku Pak Sersan", Kata kakeknya sebelum berpisah.
“ Orang itu bukan manusia biasa seperti kita. Ia pernah tinggal di masa lampau. Sebelum aku sendiri lahir. Konon ia telah berpindah - pindah tempat setelah menemukan apa yang dia cari. Menyesatkan umat manusia dan menjauhi jalan Tuhan. Dan itu sudah berlalu hampir dua ratus tahun tetapi ia tetap bertahan. Banyak orang orang berilmu telah mati. Tetapi ia tetap hidup. Kau tidak dapat menghadapi dia sendirian. Hanya Tuhan dengan segala kebesaranNya yang dapat menjatuhkan dia, Karena itu. cucuku. kunasihatkan, lupakan dia… Dan pikirkan masa depanmu..."
"Aku tidak bermaksud melawan orang itu Ki Ageng."
"Jadi?"
“ Aku hanya bermaksud menolong seorang manusia yang terperangkap “
Ki Ageng Brajaguna merenung sejurus lamanya. Lantas,
"Biarkan ia menolong dirinya sendiri "
"Aku tak mungkin melihat sesuatu yang tidak benar ada di mataku Ki Ageng “
“ Terlebih lagi itu menyangkut nyawa seorang manusia “
Quote:
Jatmiko Prasetyo mengendarai BMW nya ngebut seperti orang gila. Ia sama sekali tidak singgah barang sejenak untuk makan. Makanan yang dihidangkan Ki Ageng sebagai sarapan pagi benar-benar obat pelawan kantuk yang yang sangat ampuh. Ia juga tetap merasa sehat dan fit setiba di kota, sebagaimana yang di ramalkan sang kakek.
Jatmiko tiba di rumahnya menjelang pukul delapan malam. Setelah mandi air hangat. sembahyang. Ia kemudian langsung tidur. Tetapi matanya tidak mau terpejam. Apa yang ia dengar. Ia baca ia selidiki, benar - benar membuat ia takut. Jauh lebih takut dari Mia. Ketika perempuan itu menceritakan bahwa Dito memiliki tanda yang ganjil di lengannya.
"Tanda dari pengikut setan jahanam!”
Jatmiko mengigau dalam tidurnya yang setengah sadar. la bangun dengan kepala pusing pukul delapan pagi. Selintas ia ingin berkunjung ke Polda sebentar untuk menemui Parman. Tetapi ingatan pada Mia. Ia mengurungkan niatnya. Mobilnya setengah terbang melesat menyusup diantara mobil yang berjalan.
Jatmiko semakin gelisah manakala ia sampai di tengah - tengah lalu lintas yang padat.
"Tuhanku!”, Jatmiko pucat pasi, ketika ia bunyikan klakson berulang-ulang untuk minta jalan.
Tetapi mobil di depannya terlihat mengantri cukup panjang berderet deret pula, menunggu lampu merah menjadi hijau. Jatmiko menyumpah serapah dan merasa lega begitu lampu menyala hijau dan mobil mobil di depannya merangkak maju satu persatu.
“ Apakah aku akan berhadapan dengan orang itu? Parlin Kartadikrama?”
Jalanan di depannya tampak lengang ia telah berada di pinggiran kota. Dalam setengah jam ia akan tiba di perumahan yang terletak di atas bukit, menemui Mia. Berdoa Dito sudah pergi ke kantor, dan ia akan melarikan Mia langsung ke rumah sakit. Kepada Pak Barda, atau isterinya yang mungkin menjaga Mia. akan ia terangkan sebuah cerita bohong. Kalaupun mereka menghalanginya. Tidak ada cara lain. Ia akan membawa Mia dengan cara paksa.
Jatmiko memasukkan gigi persenelng ke lima. Lalu sekuat tenaga ia injak pedal gas. Mobil BMW itu laksana terbang melintasi jalanan lengang yang tampak di kanan kiri di tumbuhi pepohonan jati. Sebuah titik kecil tampak di kaca mobil. Warnanya hitam. Mungkin debu. Atau potongan daun kering. Tetapi titik itu makin lama makin besar. Kemudian menjauhi kaca depan mobilnya. Ternyata seekor kalong yang melesat dengan cepat dari daerah perbukitan.
Langsung menyongsong mobil yang dikendarai Jatmiko. ia baru saja bernafas lega tidak jadi bertabrakan dengan burung yang nekad itu. Ketika disadari Jatmiko adanya perubahan suhu di dalam mobil. Dingin, membeku dan berbau busuk.
"Apa ini ", Jatmiko mencium-cium dengan hidung.
“ Bau ini seperti tidak asing di kepalaku..seperti bau..ya bau di kamar Mia tempo hari “
Jatmiko tersentak manakala mendengar suara sayap berkepak mula - mula samar. Kemudian jelas dan semakin jelas. Lalu burung yang tadi berkelebat di samping mobil. Tahu - tahu saja telah menerobos masuk ke dalam. Hinggap di dashboard.
"Astaga kalong?" Jatmiko mengucap kaget dan sekaligus terkesiap.
“ Aneh ada kalong keluyuran siang hari begini..tetapi mengapa?”
“ Oh….tidak jenis kalong itu tidak kesasar. Besarnya melebihi ukuran kalong normal. Hampir mencapai ukuran seekor anak kambing”
Sayapnya terkembang menutupi permukaan dashboard mobil dengan salah satu ujungnya menyentuh setir. Cakar-cakarnya panjang runcing dan mengerikan. Lalu satu hal yang membuat Jatmiko terkesiap adalah matanya. Matanya yang biasa berwarna merah menyala kalau muncul di kegelapan malam. Tampak putih kosong dan mati.
Lonceng tanda bahaya berdentang di benak Jatmiko. Sayang terlambat. Ia bereaksi dengan tangan yang kiri tetap memegang setir. Ia kibaskan tangan kanan ke kalong yang aneh itu. Kibasan tangannya bergerak lebih lamban dari gerakan kalong itu. Binatang malam berbulu hitam legam dengan sayap coklat kemerah-merahan itu melayang dengan cepat langsung menerkam wajah Jatmiko Prasetyo.
Cakar - cakarnya yang runcing menggaruk - garuk pipi Jatmiko dengan ganas. Dan pgigi -giginya yang tajam mengerikan mematuk - matuk ke mata Jatmiko. Jatmiko memukul. Bahkan menendang. Perlawanan yang membabi buta itu tidak mengurangi cengkeraman dan patukan si kalong yang makin kejam saja. Darah mulai mengalir. Secara reflex kakinya menginjak rem. Ban mobil itu berdecit - decit dengan kecepatan yang menurun dengan mendadak.
Dengan mata yang hampir buta dan sakit luar biasa. Jatmiko terus saja menarik burung itu dari wajahnya. Ia tidak mengetahui mobilnya berhenti begitu tiba tiba. Arahnya pun tidak terkendali. Supir sebuah mobil tangki dari arah berlawanan, tidak keburu menginjak rem dan membanting setir. Supir Itu menjerit. Tetapi tubrukan tidak lagi dapat dihindarkan. Mobil BMW dengan Jatmiko masih di dalamnya. Berusaha melepaskan diri dari kalong ganjil itu terdorong dengan keras hingga di tepi jalan. Mematahkan besi –besi pembatas jalan dengan tepi jurang yang menganga lebar.
Mobil itu terjun bebas ke dalam jurang yang menganga. Dan suara hingar - bingar meledak seperti bom waktu di jalan raya yang lengang itu. Supir truk tangki sampai terlempar keluar pintu mobilnya. Jatuh di jalan aspal dengan suara berdebum. Pingsan seketika dengan tulang rusuk dan kaki yang patah. Api kemudian berkobar-kobar menjilat-jilat kian kemari seperti lidah - lidah api neraka.
Jatmiko tiba di rumahnya menjelang pukul delapan malam. Setelah mandi air hangat. sembahyang. Ia kemudian langsung tidur. Tetapi matanya tidak mau terpejam. Apa yang ia dengar. Ia baca ia selidiki, benar - benar membuat ia takut. Jauh lebih takut dari Mia. Ketika perempuan itu menceritakan bahwa Dito memiliki tanda yang ganjil di lengannya.
"Tanda dari pengikut setan jahanam!”
Jatmiko mengigau dalam tidurnya yang setengah sadar. la bangun dengan kepala pusing pukul delapan pagi. Selintas ia ingin berkunjung ke Polda sebentar untuk menemui Parman. Tetapi ingatan pada Mia. Ia mengurungkan niatnya. Mobilnya setengah terbang melesat menyusup diantara mobil yang berjalan.
Jatmiko semakin gelisah manakala ia sampai di tengah - tengah lalu lintas yang padat.
"Tuhanku!”, Jatmiko pucat pasi, ketika ia bunyikan klakson berulang-ulang untuk minta jalan.
Tetapi mobil di depannya terlihat mengantri cukup panjang berderet deret pula, menunggu lampu merah menjadi hijau. Jatmiko menyumpah serapah dan merasa lega begitu lampu menyala hijau dan mobil mobil di depannya merangkak maju satu persatu.
“ Apakah aku akan berhadapan dengan orang itu? Parlin Kartadikrama?”
Jalanan di depannya tampak lengang ia telah berada di pinggiran kota. Dalam setengah jam ia akan tiba di perumahan yang terletak di atas bukit, menemui Mia. Berdoa Dito sudah pergi ke kantor, dan ia akan melarikan Mia langsung ke rumah sakit. Kepada Pak Barda, atau isterinya yang mungkin menjaga Mia. akan ia terangkan sebuah cerita bohong. Kalaupun mereka menghalanginya. Tidak ada cara lain. Ia akan membawa Mia dengan cara paksa.
Jatmiko memasukkan gigi persenelng ke lima. Lalu sekuat tenaga ia injak pedal gas. Mobil BMW itu laksana terbang melintasi jalanan lengang yang tampak di kanan kiri di tumbuhi pepohonan jati. Sebuah titik kecil tampak di kaca mobil. Warnanya hitam. Mungkin debu. Atau potongan daun kering. Tetapi titik itu makin lama makin besar. Kemudian menjauhi kaca depan mobilnya. Ternyata seekor kalong yang melesat dengan cepat dari daerah perbukitan.
Langsung menyongsong mobil yang dikendarai Jatmiko. ia baru saja bernafas lega tidak jadi bertabrakan dengan burung yang nekad itu. Ketika disadari Jatmiko adanya perubahan suhu di dalam mobil. Dingin, membeku dan berbau busuk.
"Apa ini ", Jatmiko mencium-cium dengan hidung.
“ Bau ini seperti tidak asing di kepalaku..seperti bau..ya bau di kamar Mia tempo hari “
Jatmiko tersentak manakala mendengar suara sayap berkepak mula - mula samar. Kemudian jelas dan semakin jelas. Lalu burung yang tadi berkelebat di samping mobil. Tahu - tahu saja telah menerobos masuk ke dalam. Hinggap di dashboard.
"Astaga kalong?" Jatmiko mengucap kaget dan sekaligus terkesiap.
“ Aneh ada kalong keluyuran siang hari begini..tetapi mengapa?”
“ Oh….tidak jenis kalong itu tidak kesasar. Besarnya melebihi ukuran kalong normal. Hampir mencapai ukuran seekor anak kambing”
Sayapnya terkembang menutupi permukaan dashboard mobil dengan salah satu ujungnya menyentuh setir. Cakar-cakarnya panjang runcing dan mengerikan. Lalu satu hal yang membuat Jatmiko terkesiap adalah matanya. Matanya yang biasa berwarna merah menyala kalau muncul di kegelapan malam. Tampak putih kosong dan mati.
Lonceng tanda bahaya berdentang di benak Jatmiko. Sayang terlambat. Ia bereaksi dengan tangan yang kiri tetap memegang setir. Ia kibaskan tangan kanan ke kalong yang aneh itu. Kibasan tangannya bergerak lebih lamban dari gerakan kalong itu. Binatang malam berbulu hitam legam dengan sayap coklat kemerah-merahan itu melayang dengan cepat langsung menerkam wajah Jatmiko Prasetyo.
Cakar - cakarnya yang runcing menggaruk - garuk pipi Jatmiko dengan ganas. Dan pgigi -giginya yang tajam mengerikan mematuk - matuk ke mata Jatmiko. Jatmiko memukul. Bahkan menendang. Perlawanan yang membabi buta itu tidak mengurangi cengkeraman dan patukan si kalong yang makin kejam saja. Darah mulai mengalir. Secara reflex kakinya menginjak rem. Ban mobil itu berdecit - decit dengan kecepatan yang menurun dengan mendadak.
Dengan mata yang hampir buta dan sakit luar biasa. Jatmiko terus saja menarik burung itu dari wajahnya. Ia tidak mengetahui mobilnya berhenti begitu tiba tiba. Arahnya pun tidak terkendali. Supir sebuah mobil tangki dari arah berlawanan, tidak keburu menginjak rem dan membanting setir. Supir Itu menjerit. Tetapi tubrukan tidak lagi dapat dihindarkan. Mobil BMW dengan Jatmiko masih di dalamnya. Berusaha melepaskan diri dari kalong ganjil itu terdorong dengan keras hingga di tepi jalan. Mematahkan besi –besi pembatas jalan dengan tepi jurang yang menganga lebar.
Mobil itu terjun bebas ke dalam jurang yang menganga. Dan suara hingar - bingar meledak seperti bom waktu di jalan raya yang lengang itu. Supir truk tangki sampai terlempar keluar pintu mobilnya. Jatuh di jalan aspal dengan suara berdebum. Pingsan seketika dengan tulang rusuk dan kaki yang patah. Api kemudian berkobar-kobar menjilat-jilat kian kemari seperti lidah - lidah api neraka.
Quote:
Dan di sebuah rumah tua bergaya Belanda yang terletak di atas bukit. Dalam sebuah kamar sempit berbau apek. Sesosok tubuh besar dan kekar duduk berjuntai di kursi goyang. Dalam jilatan lampu kamar yang redup, tampak kedua matanya mencorong berwarna merah darah. Dan kursi goyang mendadak berhenti bergerak.
Dalam kegelapan terdengar suara serak, berbisik tajam: “Meninggal karena kecelakaan ?"
Sepi menggigit beberapa detik. Kursi bergoyang-goyang lagi lambat, tetapi mantap. Penanda orang yang duduk di atasnya penuh rasa keyakinan diri. Bayangan itu sangat samar. Hitam. Hampir - hampir tanpa wujud. Tetapi kehadirannya terasa begitu dekat. Begitu nyata. Mia bergidik. Uap dingin terasa menerpa sekujur tubuhnya menusuk-nusuk tajam. Ia mencoba melarikan diri dari bayangan samar tetapi menakutkan itu. Namun punggungnya entah mengapa lekat menjadi satu dengan batu yang keras dan licin mencengkeramkannya demikian kuat.
Ketika bayangan hitam itu kian mendekat dengan ketakutan Mia melihat bdan besar dan tegap tanpa kepala. Di ujung batang lehernya Nampak kutung menyisakan darah yang masih menitik. Kaki - kaki itu menggapai ke depan. Berjalan setengah terhuyung –huyung menjelajahi sekujur tubuh Mia yang terkapar lunglai. Mia meronta ronta melepaskan diri. Ia merasa sakit luar biasa. Sengsara. Tersiksa dan kemudian menjerit putus asa. Tak ada suara jeritan lepas dari mulut Mia .
Tetapi usahanya yang setengah putus asa itu dengan ajaib telah membangkitkan tubuhnya yang terkulai. Ia serentak duduk dan hamper gila oleh kegelapan yang menyengat di sekelilingnya. Terdengar suara igauan samar. Setengah merintih setengah marah. Lalu gerakan halus di sampingnya, menyebabkan Mia sadar mendadak. Ia rupanya tengah bermimpi buruk dan terbangun dalam kegelapan yang menyiksa. Gemetar tangannya menggapai saklar lampu.
"Kletak!"
Dan kamar tidurnya yang gelap berubah jadi terang berderang. Disebelahnya jauh di atas sofa panjang Dito masih tertidur. Berselimutkan kain sarung berwarna cokelat tua. Tidur yang resah tampaknya karena Dito sebentar- sebentar menggeliat. Lalu pelan – pelan pemuda itu membuka matanya. Ia menatap liar kian kemari dan ketika mengetahui dimana ia berada.
Dito langsung terduduk. Ia meringkuk di pojok sofa. Dan menatap Mia dengan pandangan ganjil. Tadi sore ia pulang jauh lebih lambat dari biasa karena menyusul narasumber yang letaknya sangat jauh. Di ujung timur perbukitan kapur Gunungkidul. Begitu Mia membuka pintu untuknya. Dito menatap lurus ke mata Mia. Pandangan matanya sama seperti saat ini. Ganjil mengkhawatirkan !
Tanpa bicara sepatahpun juga. Ia terus saja masuk kamar meringkuk di sofa tempat tidurnya. Sampai larut malam Dito tak juga terpejam. Anehnya. Tidak pula ia menaruh perhatian atas pertanyaan-pertanyaan Mia mengapa ia bersikap begitu ganjil tampak lesu dan pucat.
“ Apa yang terjadi Dito?”, Mia berbisik tajam.
Perasaan tak enak yang menyelimuti benaknya semenjak Dito pulang malam tadi. menimbulkan kecurigaan dalam hati. Lama Dito tak menjawab. Ia hanya menatap Mia dengan pandangan matanya yang ganjil. Mia semakin gelisah.
“ Dito…”, Mia memanggil pelan.
Dito tersenyum. Lanjutnya, “ Kau menanti kedatangan Jatmiko bukan?"
"Maksudmu"
Mia terkejut.
"Aku... aku tak ada janji dengannya”
“ Sebenarnya….”, Dito menghentikan ucapannya.
“ Ada apa Dito?”, Mia mengejar bertambah bertanya –tanya dalam hati.
“ Tadi pagi dalam perjalanan ke sini. Ketika ... ketika ia.....”
Dito menjilati bibirnya yang kering dan bertanya gugup: "Kau menanti dia bukan?"
"Sebentar Dito!" Mia kini mencengkeram lengan Dito kuat - kuat.
Dadanya mendadak terguncang tanpa sebab.
"Tadi kau katakan ia dalam perjalanan ke sini. Ketika ia... Ketika ia apa Dito?"
Mata Dito terpejam.
"Katakanlah aku siap mendengarnya “
Tetapi toh Mia juga terkejut dengan hebat, manakala ia dengar jawaban Dito yang terbata bata:
“Ia.. ia mati dalam kecelakaan hebat !”
“ Mobilnya masuk jurang dan terbakar“
Ia sama sekali tidak mendengar lagi penuturan Dito berikutnya. Dito menerangka bagaimana dalam perjalanan pulang dari kantor Dito melihat sisa sisa kecelakaan lalu lintas di bawah bukit. Satu mobil tangki yang terbakar telah disingkirkan di tepi jalan. Sementara mobil yang masuk jurang juga telah di Derek dalam keadaan hangus terbakar dan tinggal kerangkanya. Menurut keterangan seorang pemilik warung di pinggir jalan. Dito kemudian mengetahui apa yang terjadi. Tanpa sengaja, matanya tertubruk pada plat nomor mobil yang terbakar hangus.
Dan setelah memperhatikan dengan teliti jenis dan tahun dirakitnya mobil yang bentuknya sudah tidak karuan itu. Dito tertegun. Ia kemudian pergi ke pos polisi terdekat dan dari petugas piket di situ ia sangat yakin: Jatmiko Prasetyo meninggal dalam keadaan yang sangat sengsara. Tubuh terbakar hangus tanpa sisa.
"Tidak..."
Mia mengerang
"Tidaaaak", menjerit lebih keras dan kemudian jatuh tidak sadarkan diri.
Dalam kegelapan terdengar suara serak, berbisik tajam: “Meninggal karena kecelakaan ?"
Sepi menggigit beberapa detik. Kursi bergoyang-goyang lagi lambat, tetapi mantap. Penanda orang yang duduk di atasnya penuh rasa keyakinan diri. Bayangan itu sangat samar. Hitam. Hampir - hampir tanpa wujud. Tetapi kehadirannya terasa begitu dekat. Begitu nyata. Mia bergidik. Uap dingin terasa menerpa sekujur tubuhnya menusuk-nusuk tajam. Ia mencoba melarikan diri dari bayangan samar tetapi menakutkan itu. Namun punggungnya entah mengapa lekat menjadi satu dengan batu yang keras dan licin mencengkeramkannya demikian kuat.
Ketika bayangan hitam itu kian mendekat dengan ketakutan Mia melihat bdan besar dan tegap tanpa kepala. Di ujung batang lehernya Nampak kutung menyisakan darah yang masih menitik. Kaki - kaki itu menggapai ke depan. Berjalan setengah terhuyung –huyung menjelajahi sekujur tubuh Mia yang terkapar lunglai. Mia meronta ronta melepaskan diri. Ia merasa sakit luar biasa. Sengsara. Tersiksa dan kemudian menjerit putus asa. Tak ada suara jeritan lepas dari mulut Mia .
Tetapi usahanya yang setengah putus asa itu dengan ajaib telah membangkitkan tubuhnya yang terkulai. Ia serentak duduk dan hamper gila oleh kegelapan yang menyengat di sekelilingnya. Terdengar suara igauan samar. Setengah merintih setengah marah. Lalu gerakan halus di sampingnya, menyebabkan Mia sadar mendadak. Ia rupanya tengah bermimpi buruk dan terbangun dalam kegelapan yang menyiksa. Gemetar tangannya menggapai saklar lampu.
"Kletak!"
Dan kamar tidurnya yang gelap berubah jadi terang berderang. Disebelahnya jauh di atas sofa panjang Dito masih tertidur. Berselimutkan kain sarung berwarna cokelat tua. Tidur yang resah tampaknya karena Dito sebentar- sebentar menggeliat. Lalu pelan – pelan pemuda itu membuka matanya. Ia menatap liar kian kemari dan ketika mengetahui dimana ia berada.
Dito langsung terduduk. Ia meringkuk di pojok sofa. Dan menatap Mia dengan pandangan ganjil. Tadi sore ia pulang jauh lebih lambat dari biasa karena menyusul narasumber yang letaknya sangat jauh. Di ujung timur perbukitan kapur Gunungkidul. Begitu Mia membuka pintu untuknya. Dito menatap lurus ke mata Mia. Pandangan matanya sama seperti saat ini. Ganjil mengkhawatirkan !
Tanpa bicara sepatahpun juga. Ia terus saja masuk kamar meringkuk di sofa tempat tidurnya. Sampai larut malam Dito tak juga terpejam. Anehnya. Tidak pula ia menaruh perhatian atas pertanyaan-pertanyaan Mia mengapa ia bersikap begitu ganjil tampak lesu dan pucat.
“ Apa yang terjadi Dito?”, Mia berbisik tajam.
Perasaan tak enak yang menyelimuti benaknya semenjak Dito pulang malam tadi. menimbulkan kecurigaan dalam hati. Lama Dito tak menjawab. Ia hanya menatap Mia dengan pandangan matanya yang ganjil. Mia semakin gelisah.
“ Dito…”, Mia memanggil pelan.
Dito tersenyum. Lanjutnya, “ Kau menanti kedatangan Jatmiko bukan?"
"Maksudmu"
Mia terkejut.
"Aku... aku tak ada janji dengannya”
“ Sebenarnya….”, Dito menghentikan ucapannya.
“ Ada apa Dito?”, Mia mengejar bertambah bertanya –tanya dalam hati.
“ Tadi pagi dalam perjalanan ke sini. Ketika ... ketika ia.....”
Dito menjilati bibirnya yang kering dan bertanya gugup: "Kau menanti dia bukan?"
"Sebentar Dito!" Mia kini mencengkeram lengan Dito kuat - kuat.
Dadanya mendadak terguncang tanpa sebab.
"Tadi kau katakan ia dalam perjalanan ke sini. Ketika ia... Ketika ia apa Dito?"
Mata Dito terpejam.
"Katakanlah aku siap mendengarnya “
Tetapi toh Mia juga terkejut dengan hebat, manakala ia dengar jawaban Dito yang terbata bata:
“Ia.. ia mati dalam kecelakaan hebat !”
“ Mobilnya masuk jurang dan terbakar“
Ia sama sekali tidak mendengar lagi penuturan Dito berikutnya. Dito menerangka bagaimana dalam perjalanan pulang dari kantor Dito melihat sisa sisa kecelakaan lalu lintas di bawah bukit. Satu mobil tangki yang terbakar telah disingkirkan di tepi jalan. Sementara mobil yang masuk jurang juga telah di Derek dalam keadaan hangus terbakar dan tinggal kerangkanya. Menurut keterangan seorang pemilik warung di pinggir jalan. Dito kemudian mengetahui apa yang terjadi. Tanpa sengaja, matanya tertubruk pada plat nomor mobil yang terbakar hangus.
Dan setelah memperhatikan dengan teliti jenis dan tahun dirakitnya mobil yang bentuknya sudah tidak karuan itu. Dito tertegun. Ia kemudian pergi ke pos polisi terdekat dan dari petugas piket di situ ia sangat yakin: Jatmiko Prasetyo meninggal dalam keadaan yang sangat sengsara. Tubuh terbakar hangus tanpa sisa.
"Tidak..."
Mia mengerang
"Tidaaaak", menjerit lebih keras dan kemudian jatuh tidak sadarkan diri.
Diubah oleh breaking182 04-02-2021 08:45
1980decade dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup