- Beranda
- Stories from the Heart
JATMIKO THE SERIES
...
TS
breaking182
JATMIKO THE SERIES
JATMIKO THE SERIES
Quote:
EPISODE 1 : MISTERI MAYAT TERPOTONG
Quote:
EPISODE 2 : MAHKLUK SEBERANG ZAMAN
Quote:
EPISODE 3 : HANCURNYA ISTANA IBLIS
Diubah oleh breaking182 07-02-2021 01:28
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
58K
Kutip
219
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#153
PART 23
Quote:
Malam itu Dito menepati janjinya kepada Mia. Mengundang beberapa orang yang ia kenal dan beberapa tetangga dekat datang ke rumah kecilnya di belakang rumah Pak Barda. Mereka yang datang adalah Parman, yang terbilang masih saudara dekat Mia. Seorang polisi dari bagian kriminal yang bertugas menyelidiki kematian –kematian misterius yang sejak lama belum terungkap. Menghilangnya puluhan pasangan dengan misterius.
Dan kebetulan Mia tertantang memecahkan kasus itu sehingga membawanya terdampar di perumahan kaki bukit. Ada lagi tiga orang wanita yang Mia belum pernah bertemu dengan mereka. Dua orang itu bernama Astrid, Ike dan Noni. Seorang lagi seorang sersan polisi yang masih muda dengan wajah yang tampan tapi cenderung diam dan serius. Dia bernama Jatmiko yang malam itu mengenakan kaos berkerah berwarna kelabu. Sersan muda itu sesekali tersenyum dan menjawab pertanyaan basa –basi dari Mia dan para tetangga dekat yang sengaja diundang oleh Dito.
“ Mia perkenalkan ini Pak Jatmiko dia seorang yang sukses sebagai arsitek. Hasil –hasil desain rancangannya bahkan sudah keluar Indonesia. Di Singapore, Malysia dan Brunei”, kata Dito sambil mengedipkan matanya kepada Jatmiko. Dito sadar bahwa ia harus menutupi jati diri Jatmiko di dalam pertemuan itu.
Mia mengangguk, lantas mengulurkan tangannya. Bersalaman.
“ Jatmiko”, jawab sersan muda itu menjabat hangat tangan Mia. Keduanya lantas berbincang – bincang sembari menikmati segelas orange juice.
“ Aku dengar dari Dito bisnis bapak di Jogja lancar “
Jatmiko tersenyum lantas menjawab, “ Lumayan sekedar untuk tabungan jaminan di hari tua “
Keduanya lalu tertawa perlahan.
“ Mia, bagaimana dengan tugas mu di tempat ini? “, Jatmiko setengah mengendurkan volume suaranya.
Mia menarik nafas panjang. Ia lalu menggeleng pelan. Pasrah.
Denting suara sendok dan- piring beradu bertaburan di sana-sini. Gemuruh percakapan mereka bagaikan rombongan lebah sedang berpesta pora. Meskipun jumlah yang ada di ruangan itu tidak begitu banyak. Maklum, kala itu acara santap malam dimulai, para undangan mengambil hidangan sendiri-sendiri. Suara cekikikan juga bergema di pojok ruang tamu.
Rupanya Astri terpancing oleh tingkah polah dan cerita pak Barda yang nakal. Setelah itu Pak Barda yang memang suka bertingkah konyol dan lucu itu buru - buru ia minta maaf pada tamunya yang masih muda-muda itu. Lantas bergabung dengan tamu lain. Tetangga tetangga, yang sebaya dengan dirinya sendiri. Parman dan Noni yang tadi sempat berbincang dengan pak Barda saling bertukar pandang. Heran.
“Orang - orang pikun yang aneh"
Salah satu dari mereka berbisik perlahan sambil mengawasi kelompok kakek - kakek yang tiba –tiba tertawa gelak –gelak tanpa juntrungnya.
"Pikun dan menakutkan", bisik Astri.
"Terutama itu tuh…” ia menuding dengan ekor matanya kepada seseorang yang sedang mengatakan sesuatu ke telinga pak Barda.
“ Ketika bersalaman tadi, entah mengapa aku gemetar. Berkeringat dingin! Ia menggenggam tangan ku kuat sekali. Telapak tangannya kasar. Jari jemarinya apalagi. Tebal hitam !"
"Apa yang anehnya?! Tangan lelaki rata –rata memang kasar dan hitam “
Noni berkata acuh tak acuh. Sambil lalu ia menyambar segelas minuman dari baki yang diantarkan oleh seorang pelayan berkeliling. Dua temannya mengikuti. Sesudah pelayan itu menjauh.
Ike meneruskan: “Aku juga bersalaman. Tetapi tidak merasa apa-apa”.
"Tidak kau lihat sinar matanya Ike?"
Yang dipanggi Ike angkat bahu.
Sahutnya: " Aku lihat"
“Dan?"
"Biasa - biasa saja. Seperti mata kita. Apalagi….cuma yaaah, jauh lebih tua tentunya"
"Benar Astri. Berhentilah menakut - nakuti kami. Lihat Noni sampai pucat pasi".
“ Kasihanilah dia"
"Dia memang penakut. Mau kencingpun harus ditemani"
Goda Parman sambil melirik Noni dengan pandangan nakal. Ia kemudian beralih kepada Jatmiko yang sedang berbicara dengan Mia. Melalui kode kedipan mata Parman meminta Jtmiko untuk mendekat. Tidak lama kemudian, sersan muda itu telah berada di kursi tepat di depan Parman.
“ Ada apa Man?”
Parman lantas berbisik dengan pelan, " Jatmiko kenapa dahimu berkerut –kerut. Sedari tadi aku perhatikan kau tampak gelisah. Sudahlah sesekali lupakan pekerjaan mu. Mari kita santai dan bersenang –senang barang sekejap saja. Masih banyak waktu untuk kau makin dekat dengan saudara sepupu ku itu “
Parman melirik ke arah Mia yang masih duduk sendiri di kursi panjang dekat pintu masuk. Jatmiko mendesah perlahan.
“ Aku merasa ada hal – hal yang gaib di sini. Naluriku berkata sejak kita datang. Ada yang terus mengawasi gerak -gerik kita"
"Oleh siapa ?"
"Roh roh jahat dan terkutuk”
Memang semenjak kejadian di Jogja beberapa waktu yang lalu Jatmiko memiliki kepekaan terhadap hal –hal yang gaib. Itu adalah imbas dari batu pancawarna yang pernah dibawanya. ( BACA EPISODE : Mahkluk Seberang Zaman)
“ Aku dapat merasakan wujud yang terkutuk itu. Di sana!"
Sekali lagi ia menuding dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak terlihat oleh orang yang ia maksud. Mata Parman otomatis ikut menatap. Memperhatikan kelompok kakek - kakek yang sedang main kartu. Tertuju pada salah satu yang duduk menonton permainan itu.
“ Bukankah itu Pak Parlin, tetua di pemukiman ini. Dan satu lagi ia seorang yang kaya raya. Bisnisnya banyak diberbagai sector. Satu bisnis yang merupakan tambang emasnya adalah pabrik pengolahan kayu lapis di Mojosanga. Itu pabrik dari jaman kolonial yang dibangun kembali oleh Pak Parlin “
“ Disitu pulalah, tiga kawan kita gugur dalam tugas dengan cara yang sangat mengenaskan “
“ Terus terang aku juga dari awal mulai curiga dengan orang itu. Akan tetapi, untuk menjeratnya kita tidak punya bukti yang cukup kuat. Itu sebabnya saudara sepupuku menawarkan diri untuk menjadi mata –mata disini “
“ Tugas yang berat Parman. Apalagi dilakukan oleh orang sipil seperti Mia “
“ Mia tidak sendiri, ada Dito salah seorang wartawan yang cukup cakap untuk menjaga keselamatanya jika ada sesuatu hal yang tidak kita inginkan “
Dan kebetulan Mia tertantang memecahkan kasus itu sehingga membawanya terdampar di perumahan kaki bukit. Ada lagi tiga orang wanita yang Mia belum pernah bertemu dengan mereka. Dua orang itu bernama Astrid, Ike dan Noni. Seorang lagi seorang sersan polisi yang masih muda dengan wajah yang tampan tapi cenderung diam dan serius. Dia bernama Jatmiko yang malam itu mengenakan kaos berkerah berwarna kelabu. Sersan muda itu sesekali tersenyum dan menjawab pertanyaan basa –basi dari Mia dan para tetangga dekat yang sengaja diundang oleh Dito.
“ Mia perkenalkan ini Pak Jatmiko dia seorang yang sukses sebagai arsitek. Hasil –hasil desain rancangannya bahkan sudah keluar Indonesia. Di Singapore, Malysia dan Brunei”, kata Dito sambil mengedipkan matanya kepada Jatmiko. Dito sadar bahwa ia harus menutupi jati diri Jatmiko di dalam pertemuan itu.
Mia mengangguk, lantas mengulurkan tangannya. Bersalaman.
“ Jatmiko”, jawab sersan muda itu menjabat hangat tangan Mia. Keduanya lantas berbincang – bincang sembari menikmati segelas orange juice.
“ Aku dengar dari Dito bisnis bapak di Jogja lancar “
Jatmiko tersenyum lantas menjawab, “ Lumayan sekedar untuk tabungan jaminan di hari tua “
Keduanya lalu tertawa perlahan.
“ Mia, bagaimana dengan tugas mu di tempat ini? “, Jatmiko setengah mengendurkan volume suaranya.
Mia menarik nafas panjang. Ia lalu menggeleng pelan. Pasrah.
Denting suara sendok dan- piring beradu bertaburan di sana-sini. Gemuruh percakapan mereka bagaikan rombongan lebah sedang berpesta pora. Meskipun jumlah yang ada di ruangan itu tidak begitu banyak. Maklum, kala itu acara santap malam dimulai, para undangan mengambil hidangan sendiri-sendiri. Suara cekikikan juga bergema di pojok ruang tamu.
Rupanya Astri terpancing oleh tingkah polah dan cerita pak Barda yang nakal. Setelah itu Pak Barda yang memang suka bertingkah konyol dan lucu itu buru - buru ia minta maaf pada tamunya yang masih muda-muda itu. Lantas bergabung dengan tamu lain. Tetangga tetangga, yang sebaya dengan dirinya sendiri. Parman dan Noni yang tadi sempat berbincang dengan pak Barda saling bertukar pandang. Heran.
“Orang - orang pikun yang aneh"
Salah satu dari mereka berbisik perlahan sambil mengawasi kelompok kakek - kakek yang tiba –tiba tertawa gelak –gelak tanpa juntrungnya.
"Pikun dan menakutkan", bisik Astri.
"Terutama itu tuh…” ia menuding dengan ekor matanya kepada seseorang yang sedang mengatakan sesuatu ke telinga pak Barda.
“ Ketika bersalaman tadi, entah mengapa aku gemetar. Berkeringat dingin! Ia menggenggam tangan ku kuat sekali. Telapak tangannya kasar. Jari jemarinya apalagi. Tebal hitam !"
"Apa yang anehnya?! Tangan lelaki rata –rata memang kasar dan hitam “
Noni berkata acuh tak acuh. Sambil lalu ia menyambar segelas minuman dari baki yang diantarkan oleh seorang pelayan berkeliling. Dua temannya mengikuti. Sesudah pelayan itu menjauh.
Ike meneruskan: “Aku juga bersalaman. Tetapi tidak merasa apa-apa”.
"Tidak kau lihat sinar matanya Ike?"
Yang dipanggi Ike angkat bahu.
Sahutnya: " Aku lihat"
“Dan?"
"Biasa - biasa saja. Seperti mata kita. Apalagi….cuma yaaah, jauh lebih tua tentunya"
"Benar Astri. Berhentilah menakut - nakuti kami. Lihat Noni sampai pucat pasi".
“ Kasihanilah dia"
"Dia memang penakut. Mau kencingpun harus ditemani"
Goda Parman sambil melirik Noni dengan pandangan nakal. Ia kemudian beralih kepada Jatmiko yang sedang berbicara dengan Mia. Melalui kode kedipan mata Parman meminta Jtmiko untuk mendekat. Tidak lama kemudian, sersan muda itu telah berada di kursi tepat di depan Parman.
“ Ada apa Man?”
Parman lantas berbisik dengan pelan, " Jatmiko kenapa dahimu berkerut –kerut. Sedari tadi aku perhatikan kau tampak gelisah. Sudahlah sesekali lupakan pekerjaan mu. Mari kita santai dan bersenang –senang barang sekejap saja. Masih banyak waktu untuk kau makin dekat dengan saudara sepupu ku itu “
Parman melirik ke arah Mia yang masih duduk sendiri di kursi panjang dekat pintu masuk. Jatmiko mendesah perlahan.
“ Aku merasa ada hal – hal yang gaib di sini. Naluriku berkata sejak kita datang. Ada yang terus mengawasi gerak -gerik kita"
"Oleh siapa ?"
"Roh roh jahat dan terkutuk”
Memang semenjak kejadian di Jogja beberapa waktu yang lalu Jatmiko memiliki kepekaan terhadap hal –hal yang gaib. Itu adalah imbas dari batu pancawarna yang pernah dibawanya. ( BACA EPISODE : Mahkluk Seberang Zaman)
“ Aku dapat merasakan wujud yang terkutuk itu. Di sana!"
Sekali lagi ia menuding dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak terlihat oleh orang yang ia maksud. Mata Parman otomatis ikut menatap. Memperhatikan kelompok kakek - kakek yang sedang main kartu. Tertuju pada salah satu yang duduk menonton permainan itu.
“ Bukankah itu Pak Parlin, tetua di pemukiman ini. Dan satu lagi ia seorang yang kaya raya. Bisnisnya banyak diberbagai sector. Satu bisnis yang merupakan tambang emasnya adalah pabrik pengolahan kayu lapis di Mojosanga. Itu pabrik dari jaman kolonial yang dibangun kembali oleh Pak Parlin “
“ Disitu pulalah, tiga kawan kita gugur dalam tugas dengan cara yang sangat mengenaskan “
“ Terus terang aku juga dari awal mulai curiga dengan orang itu. Akan tetapi, untuk menjeratnya kita tidak punya bukti yang cukup kuat. Itu sebabnya saudara sepupuku menawarkan diri untuk menjadi mata –mata disini “
“ Tugas yang berat Parman. Apalagi dilakukan oleh orang sipil seperti Mia “
“ Mia tidak sendiri, ada Dito salah seorang wartawan yang cukup cakap untuk menjaga keselamatanya jika ada sesuatu hal yang tidak kita inginkan “
Diubah oleh breaking182 02-02-2021 20:47
1980decade dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas
Tutup