Kaskus

Story

blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
My Beautiful Angel (Explicit Content)
Chapter 1


My Beautiful Angel (Explicit Content)

Spoiler for Update Chapter:


Langkahku membawa Vina-perempuan yang telah resmi menjadi istriku hari ini, seperti membuat Rani-Istriku tidak menyukai kehadirannya. Wajah yang semula berseri penuh kehangatan, tetiba berubah menjadi wajah yang tak bersahabat saat aku datang dan memberi tahu padanya, kalau aku telah menikahinya.

"Ran, Vina perempuan yang baik. Aku mencintai dia. Lebih baik aku menikahinya daripada harus berzinah bukan?" lirihku membuka suara. Sedang Rani masih terdiam. Bahkan dia seakan membuang muka tak ingin menatap kami.

Kali ini, ucapanku berhasil menarik perhatiannya. Terbukti saat Rani Kembali memalingkan wajah menatap ke arah kami. Sedangkan Vina masih terdiam.

"Kamu bilang, Vina perempuan yang baik? Kalau dia perempuan baik, tidak mungkin mau menyakiti hati perempuan lain dengan mau menikah denganmu, Mas!"

"Seharusnya, kamu itu minta izin sama aku kalau mau menikah dengan karyawanmu ini!" tunjuk Rani. "Bukan tiba-tiba membawanya datang ke rumah ini dan berkata kalau kalian telah resmi menikah! Aku juga punya hak untuk menolak pernikahan kalian!"

"Dan kamu, Vina! Bukankah kamu tahu kalau bosmu itu sudah memiliki seorang istri?" tanyanya pada Vina. Vina melirik ke arahku. Aku sendiri tak mengerti kenapa bisa mencintai Vina. Bahkan aku yang sangat ber-ambisi. Apa karena sikap perhatiannya yang membuat aku jatuh cinta? Yang pasti ada keinginan dalam diri ini untuk memiliki Vina seutuhnya.

"Kamu jangan salahkan, Vina! Ini memang kemauanku. Beberapa kali Vina menolak, tapi aku terus meyakinkan," jawabku.

"Yang aku butuhkan, jawaban dari mulut Vina! Bukan dari mulutmu, Mas Anton!"

"Cinta! Cinta yang membuat kami menikah! Tak peduli sekalipun Mas Anton telah menikah. Aku rela menjadi istri kedua!" ucap Vina seraya menggenggam erat tanganku. Rani hanya terdiam. Wajahnya menunjukkan keangkuhan, seakan menyepelekan jawaban Vina.

"Jika kamu pun bertanya padaku, maka aku akan menjawab hal yang sama dengan, Vina!" imbuhku.

"Ternyata candamu ingin menikah lagi setelah sukses, bukan hanya sebuah candaan, Mas! Itu memang sudah menjadi niat dalam dirimu! Aku menyesalkan telah mendoakanmu menjadi sukses!" ucapnya seraya bangkit dari duduknya dan bergegas menuju ke arah kamar. Aku hanya memandang setiap langkah kakinya.

Bruk!

Terdengar suara pintu dibanting sangat kencang.

"Mas, kalau nanti toko kita sukses, apa yang kamu inginkan?" Aku teringat pertanyaan Rani saat pertama membuka toko bahan bangunan.

"Aku mau menikah lagi!" jawabku saat itu. Namun, aku hanya bercanda dan berniat ingin menggodanya.

"Awas saja kalau berani! Pokoknya aku balas!" Apakah mungkin dia akan membalasku? Tapi dia itu perempuan, mana mungkin akan membalasku menikah lagi? Tidak ada dalam sejarah, istri memiliki dua suami.

"Mas Anton! Kamu kenapa melamun? Ayok kita istirahat ke kamar. Dimana kamar kita?" tanya Vina.

"Kamu mau di kamar mana? Atas bawah atau?"

"Kamar yang bersebelahan dengan kamar, kamu dan Rani!" Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Vina telah memotongnya.

"Kamar lain saja," ujarku. Tidak mungkin juga menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani, bukankah akan menambah sakit hati Rani nantinya?

Percuma aku menjelaskan pada Vina, karena dia terus bersikeras dengan kemauannya. Akhirnya, kami pun menempati kamar yang bersebelahan dengan Rani

***

"Pagi hari setelah kami bangun, tidak ada makanan apapun di meja makan. Biasanya Rani sudah menyiapkan sarapan.

"Ran! Rani!" panggilku.

"Apa si, Mas? teriak-teriak!" sahutnya sambil mengucek mata. Ternyata dia baru bangun. Pantas saja tidak ada sarapan.

"Kamu baru bangun?" tanyaku sedikit kesal.

"Iya! Emang kenapa?" Mataku membulat tak percaya.

"Harusnya kamu bikin sarapan!" Aku sedikit emosi karena mendengar jawabannya seperti itu.

"Kamu 'kan sudah punya istri baru. Jadi, keperluan kamu, biar istri barumu yang urus. Aku juga ingin kembali pada kesibukan lama."

"Maksudnya?" tanyaku penasaran.

"Ya aku mau kerja lah. Ngapain juga aku di rumah, suntuk! Suruh nemenin istri baru kamu dan melayaninya? Maaf deh, Mas. Kamu ngimpi!" jawabnya.

"Aku tidak mengijinkan kamu bekerja, Rani! Kamu dan Vina di rumah saja! Biar aku yang memberi kalian uang. Biarlah, bekerja menjadi tanggung jawabku!"

"Oh uang dari kamu itu wajib! Toko itu kan milik aku dan kamu! Mulai saat ini, aku ikut ambil alih! Aku mau kita bagi hasil setiap bulan dari penjualan itu! Satu lagi, keuntungan bagi hasil kita, itu di luar jatahku!" tegasnya seraya kembali bergegas ke kamar.

"Mas! Kok begitu? Istri pertama kamu rakus banget sih!" protes Vina.

"Nggak bisa gitu, Mas. Kamu harus dapat bagian paling besar. Biar saja aku yang membantu kamu mengatur keuangan," ucap Vina. Aku masih diam saja tak menanggapi. Sejak kapan, Rani berani melawanku.

Karena Vina tak bisa memasak, kami pun memutuskan memesan makanan online dan menunggu di meja makan.

Setelah setengah jam menunggu, makanan yang kami pesan tak kunjung datang. Justru yang datang Rani dengan pakaian rapi.

"Mas kunci mobil! Sama kunci laci toko!" pinta Rani membuatku kaget.

"Untuk apa?" tanyaku

"Aku mau ikut jaga toko biar pembukuan-nya jelas! Siapa tahu bisa segera dapat suami baru juga. Iya kali, ada pria kaya yang memborong matrial dan bisa menjadi suami baruku," cetusnya.

"Mana cepetan! Lama! Ambil kunci mobil dan kunci laci!" suruhnya.

"Vin, tolong ambilkan di kamar." Dengan wajah masam Vina pun bergegas. Tak lama dia kembali dan menyerahkan pada Rani.

"Terima kasih, Karyawan handalku. Sangking handalnya bisa menjadi istri dari bosnya. Hebat!" cibir Rani pada Vina.

Kenapa sifat Rani jadi aneh begitu? Biasanya dia sangat acuh dengan urusan keuangan. Kenapa justru sekarang dia ikut ambil andil?

"Mas! Kok bengong?!" Vina menepuk pundakku.

"Tidak apa-apa " jawabku ketus.

'Selama semuanya tidak diambil alih dan mau berbagi, tidak masalah untukku. Yang jadi masalah kalau semuanya diatur oleh Rani. Bisa bangkrut aku jadi laki-laki.'
Diubah oleh blackgaming 08-02-2021 19:02
tien212700Avatar border
mmuji1575Avatar border
sampeukAvatar border
sampeuk dan 21 lainnya memberi reputasi
22
18.9K
153
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
#25
Chapter 7


POV Rani

(Diam-Diam gugat cerai)

"Vina! Kamu pergi deh sama suamimu sana! Terserah mau kemana! Kalian 'kan belum sarapan. Cari makan sana! Sama cari pekerjaan apa kek. Aku sumpek lihat muka kalian. Rasanya ingin menghajar habis-habisan!" ucapku. Aku ingin membicarakan sesuatu dengan Mbak Winda. Kalau ada mereka takutnya menguping. Tak lama pria tak tahu diri itu juga muncul. Sepertinya pria itu sudah selesai mandi.

Cup!

Ah, tiba-tiba saja aku teringat saat Mas Anton memeluk tubuhku dari belakang dan memberikan kecupan manis di tengkuk sebelum pergi ke toko. Biasanya setelah mandi dan bersiap dia melakukan itu.

Aku tak menyangka, dia malah mendua. Benci sekali rasanya! Ya Allah, aku masih belum bisa melupakan rasa sakitku. Seseorang yang kucintai, ku-temani dari nol, tiba-tiba saja rela mendua membawa pulang istri mudanya. Di mana hati nuraninya sebagai lelaki? Setelah itu, demi perempuan itu, dia menghinaku mandul. Perempuan sekaligus istri mana yang tidak terluka hatinya? Mustahil aku tidak terluka dan merasakan sakit. Aku sakit! Cemburu! Aku benci mereka, iya. Aku minder dalam diriku, apa mungkin jika aku bercerai dari Mas Anton masih ada laki-laki yang mau sama aku? Tapi aku tidak bisa menunjukan kesedihan-ku pada mereka. Aku tidak mau dianggap lemah. Sejatinya aku perempuan kuat dan pantang menangis di depan laki-laki yang telah berkhianat. Cukup hatiku yang menangis dalam diam.

"Mbak Winda. Sudah dari tadi, Mbak?" tanya Mas Anton sambil menyalami Mbak Winda. Mbak Winda menyambut salamnya. Setelah itu mengambil tisu basah di meja dan menggunakannya untuk membersihkan tangan bekas bersalaman dengan Mas Anton. "Wah, apa tidak tersinggung, Mereka?" batinku.

"Sayang, setelah salaman sama, Om Anton, kamu bersihkan pakai tisu ya. Banyak kuman pelakornya. Bahaya, Sayang. Bisa menular," ucap Mbak Winda pada Ayu.

"Iya, Mama." Segera gadis kecil itu meraih tisu dari tangan Mamanya dan membersihkan tangannya.

"Mama, kuman pelakor itu apa?" tanya Ayu polos. Mbak Winda tersenyum. Lalu menatap wajah Vina sebelum akhirnya menjelaskan pada putrinya.

"Sayang, kuman pelakor itu, banyak di tempat sampah. Karena, kuman itu sangat suka dengan makanan sisa orang lain. Mereka tidak mau menghinggap pada makanan yang masih utuh, Gress dan bersih. Tapi mereka sukanya, memakan makanan yang sedang dinikmati orang lain. Dan itu sangat berbahaya bukan? Bahaya untuk kesehatan kita. Jadi kita wajib berhati-hati, Sayang," terang Mbak Winda membuatku ingin tertawa. Ada-ada saja Mbak Winda ini.

"Ma, tapi kok tidak ada di pelajaran sekolah?" tanyanya lagi.

"Tidak ada, Sayang. Kuman pelakor ini, adalah jenis kuman terbaru yang merabah di-kalangan masyarakat. Itu Om Aton sudah terkena kuman pelakor. Makanya kamu jangan dekat-dekat," ucap Mbak Winda. "Buahahahhaahahha." Aku tertawa dalam hati. Puas sekali rasanya.

"Idih, Jijik ih sama, Om Anton." Ayu beralih memandang Mas Anton.

"Om, rajin bersihkan tubuh, Om Anton pakai cairan anti bakteri, Om. Kalau ada, Om pakai cairan anti pelakor saja. Jadi kuman pelakornya mati, Om," ucap Ayu polos.

"Iya, Sayang. Nanti Om beli cairan anti pelakornya dulu ya. Eh anti bakteri," ralat Mas Anton. "Iya, kuman pelakornya kan di samping kamu, Mas. Hahahhaha." Aku kembali tertawa jahat di dalam hati.

"Mas, kamu pergi sana! Ini ada uang 50 ribu. Cukup 'kan?" Aku menyerahkan-nya pada Mas Anton. Aku memberikannya dengan penuh rasa jijik takut kalau sampai menempel di tanganku. Entahlah, rasanya memang jijik.

"Hina sekali aku di matamu! Tuhan saja yang maha segalanya, maha memaafkan hambanya," ucapnya seraya meraih uang itu.

"Jangan bawa-bawa, Tuhan Mas! Kalau kamu saja tidak pernah meminta maaf padaku. Yang ada kamu malah semakin menghinaku! Tobat dulu kamu, Mas!" sungutku.

"Yok, Mas. Biar saja dia. Mereka 'kan perempuan kurang beruntung. Kalau Rani, hanya punya uang. Tapi tidak punya cinta. Kasihan ya, Mas. Kalau kita masih bisa bekerja nantinya. Lebih baik, sekarang kita pergi dulu untuk sarapan. Sekalian kasih waktu buat Rani, sebelum diceraikan, Mas," ucap Vina seraya merangkul Mas Anton keluar. Aku hanya mampu menarik nafas panjang dan menggelengkan kepala.

'Aku juga mau mengikhlaskan, Mas Anton untukmu. Tapi setelah ku-pindahkan semua aset. Haahhahah, aku tak bodoh.'

****

"Mbak aku transfer uang ke rekeningmu ya. Tabungan-ku mau ku-kuras semua. Kayaknya aku tidak bisa bertahan dengan Mas Anton, Mbak. Menghina sekali. Pokoknya aku mau dia kembali miskin seperti saat merangkak bersamaku dulu. Aku tidak mau Mas Anton menikmati sedikit pun hasil kerja keras selama sama aku." Ku-katakan keinginanku pada Mbak Winda. Memindah semua aset itu nyatanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Disisi lain juga butuh keberanian.

"Ya sudah, transfer saja."

"Kamu gugat cerai duluan saja, Ran. Beri saja dia berapa rupiah. Atau, kamu kembalikan modal usahanya. Berapa dulu uang dia yang dipergunakan," saran Mbak Winda.

"Ish, lumayan, Mbak. Dulu uang dia 70 juta yang dipakai untuk modal usaha. Kalau aku beri dia sebesar itu, aku takut dia bisa membuka usaha baru. Yang aku mau, setelah pisah dari aku, dia hancur sehancur-hancurnya, Mbak," tegasku.

"Sebenarnya, semua aset sudah atas nama kamu, Ran. Dan Anton juga tahu itu. Jadi meski Anton menuntut, dia akan tetap kalah. Dan lagi pula, uang darimana dia mau gugat pengadilan? Semua butuh biaya. Sudah kamu saja yang gugat dia. Lakukan pendekatan, untuk meminta tanda tangannya. Cari pengacara hebat, kondang dan ternama. Masa bos toko bangunan besar tidak bisa bayar pengacara," goda Mbak Winda.

****

Tidak membuang-buang waktu, hari ini juga aku memutuskan untuk tidak ke toko. Ku-kabari Edi untuk menyuruh Nana menjadi kasir. Kebetulan, salah satu pelanggan-ku ada yang berprofesi sebagai pengacara. Ku-hubungi dia dan mengajaknya bertemu. Semua berkas penting kupersiapkan tidak ada yang tertinggal, termasuk sertifikat rumah, kepemilikan kendaraan dan sertifikat toko kubawa sebagai bukti kuat kepemilikanku.

Ternyata sangat berguna juga semua surat penting itu menggunakan namaku. Kami tidak pernah berpikir akan bercerai sebelumnya. Mas Anton dan aku adalah satu.

Namun, itu sebelum kedatangan duri dalam rumah tangga kami. Dulu, Mas Anton sangat mencintaiku. Apapun yang aku inginkan, dia selalu membantu memenuhinya. Namun, setelah kedatangan karyawan baru itu, kian hari dia kian berubah. Jarang pulang ke rumah, cenderung cuek dan yang paling menyebalkan, sibuk dengan ponselnya. Sering menjauh saat tengah memainkan ponsel. Sikap manisnya, perlahan berubah menjadi cuek, dan yang paling parah, tiga bulan belakangan ini dia tidak pernah menyentuhku sama sekali. Dimana yang kuingat, dia paling tidak mampu menahan keinginan laki-lakinya. Ternyata, jawaban atas keanehan sikapnya karena ada wanita baru yang bersarang di dalam hatinya.

Sudahlah, mungkin aku memang jahat melakukan ini. Menguasai semua harta yang dicari bersama. Namun, bagaimana lagi. Aku tak rela membiarkan Mas Anton bersama perempuan itu ikut menikmatinya. Aku tidak sudi! Biar saja ini pelajaran karena telah mengkhianati cinta dan kesetiaan yang telah kujaga untuknya. Bukankah aku juga pernah bilang ingin membalasnya? Ya seperti ini balasanku. Membuatnya bangkrut dan berada pada titik paling rendah. Kalau dengan berbuat seperti ini aku dicap jahat, apa suamiku tidak jahat?

"Sudah rapi, Ran?" sapa Mbak Winda menghampiriku di kamar.

"Sudah, Mbak. Ayok berangkat. Pelanggan-ku sudah menunggu di restoran terdekat dari toko," ujarku.

"Ayok, taksi yang, Mbak pesan juga sudah ada di depan." Gerak cepat sekali Kakak-ku ini.

***

20 menit berlalu, kami pun telah sampai di restoran tempat kami berjanjian. "Itu orangnya?" tanya Mbak Winda mencolek bahuku setelah kami turun dari taksi.

"Iya, Mbak. Kenapa? Sukak?" godaku

"Ganteng ya?"

"Awas, nanti sudah punya istri. Jangan sampai kena virus pelakor. Sukanya dalam hati saja, Mbak. Wajar kagum, yang penting jangan berlebihan tidak boleh!" ucapku menggoda.

"Hish! Mbak tahu kali!" balasnya.

"Ya sudah, buruan yuk. Kayaknya sudah lama nunggu orangnya."

****

"Bang Riki. Maaf nunggu lama. Sudah dari tadi ya? " tanyaku.

"Ah enggak kok. Duduk, Ran." Aku mengangguk.

"Oh iya, Bang, kenalin ini Kakak saya dan anaknya," ucapku. Mbak Winda mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya.

"Winda," ucapnya penuh senyum. Waduh, kenapa aku melihat ada cinta pandangan pertama di mata Mbak Winda ya. 😅 Semoga saja Bang Riki belum memiliki istri.

"Eh, kalian mau pesan apa?" tanyanya kala pelayan datang menghampiri kami.

"Orange juice saja tiga, Mas," jawab Mbak Winda. Aw, iyakah? Mungkinkah ini pertanda? Hahahahah … Bang Riki pun memesankan minuman kami.

Tak menunggu lama, minuman yang dipesan pun tiba.

"Langsung dimulai saja," ujarnya. Aku mulai menceritakan alasan menggugat cerai Mas Anton. Sedetail … mungkin. Bersyukurnya alasanku diterima. Semua berkas penting yang berkaitan dengan proses perceraian kuserahkan padanya. Bang Riki sampai tak menyangka jika semua aset penting menggunakan namaku. Ini sangat memudahkan proses perceraian dan untuk urusan harta gono gini, bisa dibilang aku menang telak.

Sepertinya aku akan dibilang jahat karena tidak mau berbagi. Rakus dan sebagainya yang akan terlontar dari mulut Vina dan keluarganya. Kalau suamiku itu, sudah tidak memiliki orang tua. Dia juga anak tunggal satu-satunya. Semoga saja setelah bercerai dariku, Vina betul-betul tulus mencintainya dan bukan karena memandang hartanya.

"Oke, kalau begitu, Rani serahkan semua pada, Bang Riki. Rani percayakan pada Bang Riki untuk mengurusnya," ucapku.

"Siap, Rani. Kalau begitu, Abang pulang duluan, Rani. Winda." Bang Riki mencubit gemas pipi Ayu. "Dah, anak manis," ucapnya seraya berlalu. Mbak Winda masih menatap kepergiannya.

"Mbak, ikut aku ke toko?" tanyaku.

"Hum, boleh," jawabnya.

"Jalan saja ya, Mbak. Paling sepuluh menit."

"Oke." Mbak Winda menggandeng tangan Ayu.

******************

"Wah semakin maju saja toko kamu, Ran," puji Mbak Winda sesampainya kami di depan toko.

"Ran! Lihat! Siapa itu yang di dalam," ucap Mbak Winda. Mataku membulat tak percaya. Dunia ini memang sempit.

"Ran, Mbak sudah cantik 'kan?" tanyanya.

"Sudah, Mbak," jawabku.

"Mbak dan Ayu masuk duluan ingin menyapa mereka," ucapnya seraya bergegas.

Aku jadi penasaran bagaimana reaksinya…. (To Be Continued).
oktavp
mmuji1575
sampeuk
sampeuk dan 6 lainnya memberi reputasi
7
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.