Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
Reinkarnasi Dewi Keabadian
Spoiler for Index Chapter:


Chapter 1

 
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.
 
Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan.
 
"Kenapa hujan bisa sederas ini? Padahal, siang tadi matahari bersinar sangat terik. Oh Dewa, aku mohon, hentikanlah hujan ini agar aku bisa segera pulang. Aku tidak ingin ibu mengkhawatirkanku."
 
Gadis itu lantas duduk di atas batu yang ada di mulut goa sembari melihat sekelilingnya. Perlahan, kabut putih mulai terlihat dan menutupi pandangannya. Gadis itu semakin panik hingga membuatnya menangis. Wajahnya dia sembunyikan di balik tekukan lutut dengan kedua tangan meremas bajunya. Gadis itu tampak ketakutan hingga membuatnya menitikkan air mata.
 
"Ibu, maafkan aku karena tidak mendengar perintahmu. Andai saja tadi aku mendengarkanmu, aku pasti tidak akan terjebak di sini." Kembali suara tangisannya terdengar. Dia begitu menyesal karena tidak mendengar anjuran ibunya.
 
"Zhi Ruo, sebaiknya kamu tidak usah naik ke gunung. Lagipula, persediaan tanaman obat kita masih ada. Ibu hanya lelah, jika Ibu sudah baikkan, Ibu akan menemanimu mencari tanaman obat di gunung."
 
"Tidak, Bu. Ibu sedang sakit dan Ibu tidak bisa naik ke gunung. Saat ini, permintaan obat sedang ramai-ramainya. Jika aku tidak mencari tanamam obat, bagaimana kita bisa memenuhi permintaan dari tabib-tabib itu?"
 
Zhi Ruo, gadis muda pekerja keras yang hidup berdua dengan ibunya di perbatasan desa. Mereka adalah pencari tanaman obat. Tanaman obat yang mereka kumpulkan akan mereka jual pada tabib-tabib di desa atau dijual ke pasar. Karena pekerjaan mereka yang lebih banyak masuk keluar gunung, mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di perbatasan desa agar lebih mudah menuju ke gunung.

Akhirnya, dengan semangat, Zhi Ruo pergi ke gunung dan mencari tanaman obat yang hampir habis. Berbekal sebuah keranjang yang tergantung di punggungnya, Zhi Ruo masuk keluar hutan di atas gunung dan mendapatkan tanaman obat yang sudah memenuhi keranjangnya.

Namun naas, karena banyaknya tanaman obat yang dilihatnya tumbuh melimpah membuatnya lupa akan waktu hingga dia tersadar saat melihat langit yang mulai senja. Dengan sedikit berlari, Zhi Ruo mulai meninggalkan hutan itu, tapi hujan tiba-tiba turun hingga membuatnya terjebak di mulut goa.

Zhi Ruo masih menelungkupkan wajahnya, hingga perlahan dia mengangkat kepalanya dan melihat langit mulai menghitam. Seketika, dia bangkit dan melihat sekelilingnya. Suara jangkrik mulai terdengar dengan diringi suara hujan yang mulai mereda. Namun, sudah tidak mungkin baginya untuk kembali karena di saat malam, dia tidak bisa melihat jalan menuju rumahnya dan dia begitu takut jika hari mulai gelap. Akhirnya, dia memutuskan untuk menginap di dalam goa itu

Sementara di rumahnya, sang ibu terlihat begitu khawatir. Wanita paruh baya itu tampak mondar-mandir di depan pintu karena mengkhawatirkan anak gadisnya yang belum juga pulang. "Putriku, kenapa kamu belum juga kembali? Kenapa kamu begitu keras kepala hingga tak peduli ucapan ibumu ini?" Wanita itu tampak menitikkan air mata saat mengingat putrinya yang kini ada di atas gunung sendirian di malam buta. Rasanya, dia ingin menyusul putrinya itu, tapi apalah dayanya.[/font]
 
Di dalam goa, Zhi Ruo mulai menangis. Walau dia sering naik ke gunung dan menyusuri hutan sendirian, dia tidak akan takut. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya saat hari mulai malam. Rasanya, bagaikan ada bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
 
Di dalam goa suasana begitu gelap. Tanpa ada penerangan, Zhi Ruo duduk dan bersandar di dinding goa. Suara tangisnya menggema dan memantul dari dinding di dalam goa. Walau matanya terbuka, nyatanya terlihat begitu gelap dengan sesekali cahaya yang terlihat dari petir yang menyambar dan memantul ke dalam goa.
 
"Dewa, bantu aku. Aku takut dengan kegelapan ini." Zhi Ruo kembali menangis. Suara tangisnya terdengar memilukan. Suara hujan di luar goa sudah mulai mereda. Walau begitu, Zhi Ruo tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk menangis.
 
Hingga tiba-tiba, matanya menangkap seberkas cahaya yang perlahan menuju ke arahnya. Melihat cahaya itu, Zhi Ruo bangkit dan mendekati cahaya yang berterbangan hingga memenuhi ruangan di dalam goa. Kerlap-kerlip cahaya itu membuatnya merasa tenang dan juga tersenyum saat melihat keindahan cahaya yang berterbangan dan mendekat ke arahnya.
 
"Kenapa kalian bisa ada di sini? Apa kalian diutus para Dewa untuk menemaniku di sini?" Zhi Ruo mendekati cahaya yang berterbangan itu dan mengambil salah satu cahaya dan meletakkannya di atas telapak tangannya.
 
"Kunang-kunang yang sangat cantik. Terima kasih karena kalian mau menemaniku di sini." Zhi Ruo tersenyum dan mengedar pandangannya ke sekeliling ruangan goa. Rupanya, ruangan di dalam goa itu cukup luas. Walau hari telah larut dan udara dingin yang bertiup dari mulut goa, tidak membuat Zhi Ruo merasa kedinginan.
 
Entah mengapa, udara di dalam ruangan goa terasa begitu hangat. Seakan ada tumpukan api di dekatnya. Kunang-kunang bahkan terlihat begitu indah karena berterbangan mengelilingi ruangan goa. Zhi Ruo terpana dan menatap keindahan yang terlukis indah di depan matanya.
 
"Ibu, tidurlah. Aku di sini baik-baik saja. Dewa telah mengirimkan kunang-kunang yang cantik untuk menemaniku di sini." Zhi Ruo lantas berbaring di atas lantai goa yang sudah dialas dengan rumput-rumput yang entah sudah ada sejak kapan. Rumput-rumput itu begitu hangat dan nyaman hingga membuatnya tertidur dan terbuai di alam mimpi.
 
Wajah Zhi Ruo tampak cantik saat kunang-kunang terbang di sisi wajahnya. Seakan, wajahnya sengaja diperlihatkan melalui cahaya kunang-kunang itu.
 
"Temanilah dia hingga pagi. Jangan biarkan dia terbangun dan hangatkan dia dengan cahaya kalian." Terdengar suara seseorang yang berbicara dengan kunang-kunang. Perlahan, kunang-kunang itu mulai mengerubungi tubuh Zhi Ruo seakan mengikuti perintah suara itu.
 
Benar saja, Zhi Ruo tampak tersenyum dalam tidurnya. Wajahnya yang cantik terlihat memukau dengan cahaya kunang-kunang yang menyinari wajah cantiknya. Rambutnya yang terurai panjang terlihat bak benang sutera yang akan dipintal. Rambutnya lurus, hitam dan terurai lepas.
 
"Apakah ini yang namanya manusia? Bukankah, manusia itu hanya seonggok daging tak berguna?" Suara itu kembali terdengar. Suara yang terdengar berat dan datar itu rupanya masih belum beranjak dari dalam goa. "Sebaiknya, aku harus pergi dan kalian tetaplah bersamanya. Terima kasih karena kalian sudah membantuku menjaganya. Dengan begitu, hari pembebasanku semakin dekat. Aku pergi dulu." Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam keluar dari dalam goa dan menghilang di balik semak belukar.
 
Sementara kunang-kunang masih mengelilingi tubuh Zhi Ruo dan menghilang saat ayam hutan mulai berkokok. Di saat itulah, Zhi Ruo mulai merasa kedinginan karena hawa dingin mulai menyeruak masuk dari mulut goa. Gadis itu perlahan membuka matanya dan melihat seberkas cahaya yang mulai menerangi ke dalam goa. Matahari pagi tampak bersinar saat dia bergegas keluar dan berdiri di depan mulut goa. Ah, aroma rumput dan tanah basah menggelitik hidungnya hingga membuatnya menghirup aroma itu dan mengembuskannya lembut dengan mata yang terpejam.
 
"Ah, segarnya. Ternyata, hutan ini tak hanya penuh dengan tanaman obat, tapi juga mempunyai udara yang sangat segar. Terima kasih Dewa, karena aku bisa merasakan keindahan yang tak terduga ini. Aku menyukai hutan ini dan aku akan sering datang ke sini." Gadis itu tampak tersenyum. Wajah cantiknya terlihat begitu memukau dengan senyuman yang terpancar dari sudut bibirnya yang merekah indah. Gigi putihnya tersusun rapi dipadukan dengan bibirnya yang merah alami. Hidungnya cukup mancung dan alis yang terlukis rapi dengan cat hitam mahakarya dari Sang Pencipta.
 
Zhi Ruo lantas mengambil keranjang yang masih teronggok di dalam goa. Dengan cekatan, keranjang itu lantas dipanggulnya. Sebelum pergi, dia masih memandangi sekeiling goa dan perlahan menundukan setengah badannya. "Terima kasih karena semalam sudah menemaniku. Aku tahu, tidak mungkin kunang-kunang itu sengaja masuk menemaniku. Siapapun dirimu, aku, Zhi Ruo sangat berterima kasih. Semoga saja, aku bisa membalas jasa baikmu." Zhi Ruo masih menunduk dan perlahan mengangkat kepalanya saat embusan angin bertiup lembut menerpa wajahnya. Seketika, dia tersenyum dan berjalan meninggalkan tempat itu.
 
Dari jauh, sepasang mata tampak memerhatikannya. Tatapan mata itu terlihat tajam bak mata elang yang siap menerkam mangsanya. Dari balik semak, dia memerhatikan Zhi Ruo yang perlahan menghilang di balik pepohonan.
 
Tanpa kendala, Zhi Ruo akhirnya bisa keluar dari dalam hutan dan tiba di rumahnya dengan selamat. Melihat kedatangannya, sang bunda berlari ke arahnya dan memeluknya. "Putriku, apa yang terjadi? Kamu sudah membuat Ibu khawatir." Wanita renta itu tiba-tiba menangis karena putri semata wayangnya sudah kembali dengan selamat.
 
"Sudahlah, Ibu, jangan menangis. Maafkan aku karena sudah membuat Ibu khawatir. Kemarin, sebenarnya aku sudah mau pulang, tapi tiba-tiba hujan turun dengan deras dan kabut tebal menutup jalanku. Untung saja aku bisa berlindung di dalam goa. Kalau tidak, aku mungkin saja sudah mati kedinginan di hutan itu."
 
Penjelasannya sontak membuat ibunya menjadi heran. Pasalnya, kemarin sore tidak ada hujan yang turun. Bahkan, dari rumahnya, dia bisa melihat keadaan hutan yang masih terang tanpa diselimuti kabut.
 
"Putriku, apa kamu melihat sesuatu yang aneh di atas sana?"
 
"Tidak ada, Bu. Semuanya biasa saja, tapi hanya sekumpulan kunang-kunang yang sudah menemaniku dan menerangi di dalam goa. Ibu tahu, belum pernah aku merasakan tidur yang begitu lelap seperti semalam. Rasanya, aku enggan membuka mataku karena kelembuatan dan kenyamanan tempat itu."
 
Mendengar penjelasan Zhi Ruo, wanita itu merasa ada sesuatu yang aneh. Hujan yang turun tiba-tiba dan kabut yang tiba-tiba muncul, bukanlah suatu hal yang kebetulan. Kunang-kunang sudah menjadi cerita turun temurun dari orang terdahulu kalau di hutan sana ada satu makhluk yang menjaga hutan itu. Makhluk tak kasat mata yang berupa kumpulan kunang-kunang yang menyerupai sosok manusia.
 
"Putriku, mulai saat ini, kamu jangan pernah lagi naik sampai ke puncak sana. Carilah tanaman obat di sekitar hutan ini saja. Ibu khawatir karena ada makhluk menyeramkam yang mendiami hutan itu. Bisa saja, semalam kamu sengaja dibuat menginap di sana."
 
Zhi Ruo tersenyum dan memeluk ibunya. "Ibu, jangan khawatir, putrimu ini bisa melindungi diri. Lagipula, kalau pun makhluk itu ada, tidak mungkin dia akan membiarkanku kembali ke desa. Bisa saja dia akan membunuhku dan menjadikanku sebagai santapannya. Namun, itu tidak terjadi, bukan?" Zhi Ruo tersenyum dan mencoba menenangkan hati ibunya.
 
"Sebaiknya, aku harus bersiap ke pasar untuk menjual tanaman obat yang sudah aku dapat. Pulang nanti, aku akan membeli kebutuhan di dapur yang sudah habis. Aku akan memasak makanan kesukaan Ibu." Zhi Ruo lantas bangkit dan menyiapkan tanaman obat untuk dibawanya ke pasar. Wajahnya tampak gembira saat melihat tanaman obat yang sebenarnya cukup langka. Hal itulah yang membuatnya berani memasuki kawasan hutan yang telah menjadi hutan terlarang sejak dulu. Hutan yang tidak berani dilalui oleh siapa pun karena keangkeran dan penampakan makhluk menyeramkan.

]Sementara di dalam hutan, tampak sosok yang berupa bayangan hitam berkelebat di atas pohon. Sosok yang menyerupai bayangan manusia itu dengan lincahnya melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Terkadang, terdengar suara tawa yang memengakkan telinga hingga membuat burung-burung di hutan itu beterbangan. Suara tawa yang terdengar begitu menakutkan di telinga para penduduk desa. Di saat suara itu terdengar, semua penduduk akan masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di sana.

Dan kini, suara itu terdengar. Suara tawa yang menggema hingga membuat Zhi Ruo menatap ke dalam hutan. "Diamlah, kamu sudah membuat orang-orang ketakutan dengan suaramu itu. Tidakkah kamu berpikir kalau suaramu itu sangatlah jelek!" Zhi Ruo berucap dengan lantang dan menghadap ke arah hutan. Seketika, suara itu tak lagi terdengar.

Tanpa disadarinya, bayangan itu kini menatap ke arahnya dari balik pohon yang menjulang. Tatapan bak mata seekor elang yang menatap tajam. "Manusia yang aneh. Kenapa dia sama sekali tidak takut padaku?"

To Be Continued…



Diubah oleh blackgaming 27-01-2021 03:52
buwungpuyuh7681
aripinastiko612
sormin180
sormin180 dan 42 lainnya memberi reputasi
39
12.4K
128
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.9KAnggota
Tampilkan semua post
blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
#89
Chapter 62 Part 2 (The End)


Ketiga sahabatnya itu kini telah tiada dan Yi Yuen masih melanjutkan kehidupannya bersama Ling yang selalu setia menemaninya. Mereka telah melalui begitu banyak suka dan duka dalam kehidupan. Pergantian zaman yang terus berubah mulai membuat Yi Yuen dan Ling mengikuti perputaran zaman. Zaman di mana mereka akan bertemu dengan orang-orang yang berbeda dan berharap akan bertemu dengan orang-orang yang mereka sayangi di masa lalu.

Dan kini, sudah tiga abad berlalu. Yi Yuen dan Ling telah mendiami Gunung Taishan sejak Yi Yuen memutuskan untuk tinggal jauh dari hiruk pikuk kota. Kedai tempatnya tinggal dulu kini telah menjadi pusat kota karena terkikis perubahan zaman. Dia ingin hidup lebih dekat dengan alam walau tak sedikit penduduk yang datang mencarinya di gunung itu.

Yi Yuen juga tak jarang mengunjungi kakek dan neneknya yang telah menjadi penguasa Istana Khayangan. Di tangan mereka, penghuni Istana Khayangan lebih merasa nyaman dan tenteram. Walau sudah diajak untuk menetap di Istana Khayangan, nyatanya Yi Yuen lebih memilih untuk tetap tinggal di bumi.

"Cucuku, kenapa kamu selalu menolak jika kami mengajakmu tinggal di Istana Khayangan? Apa ada sesuatu yang membuatmu enggan untuk tinggal di sini?" tanya Dewi Bulan yang penasaran dengan penolakan cucunya itu.

Yi Yuen hanya tersenyum pada wanita itu. "Nenek, maafkan aku. Ada alasan kenapa aku memilih tinggal di bumi. Aku hanya ingin bertemu dengan ayah dan ibu. Mereka telah berjanji padaku kalau suatu saat nanti, kami akan bertemu. Karena itu, aku akan menunggu mereka, tak peduli berapa lama kehidupan yang harus aku lalui. Setidaknya, aku ingin melihat senyum dan tawa mereka."

Dewi Bulan lantas memeluk Yi Yuen dan mengelus punggunya lembut. "Jika itu yang kamu inginkan, Nenek tidak akan memaksamu lagi. Semoga saja, keinginanmu itu akan segera terwujud."

Yi Yuen masih bersabar dan menunggu saat itu tiba. Selama ratusan tahun, dia masih tetap bersabar. Kehidupan yang kini telah berubah membuatnya mengikuti perputaran zaman. Kini, tidak ada lagi pemerintahan dari sebuah kerajaan. Tak ada lagi orang-orang yang berlalu lalang dengan menunggangi kuda. Tak ada lagi penerangan dari obor dan pelita. Semua telah berubah menjadi kehidupan metropolitan yang penuh hura-hura. Gaya berpakaian yang dulu tertutup kini telah berubah mengikuti fashion yang sangat jauh berbeda. Begitupun dengan rumah-rumah sederhana beratap jerami, telah berganti menjadi rumah beton dengan bertingkat-tingkat.

Dan, di sebuah rumah yang cukup mewah, Yi Yuen tengah bersiap-siap bersama Ling yang berdiri di sampingnya.

Penampilan kedua gadis itu sangat jauh berbeda. Mereka terlihat cantik dengan balutan gaun berwarna peach dengan belahan bagian samping sebatas lutut hingga memperlihatkan betis yang putih dan mulus. Rambut panjang sepunggung milik Yi Yuen dibiarkan terurai hingga membuatnya terlihat semakin feminim.

Pemilik rumah yang pernah memakai jasa mereka untuk mengusir roh jahat di rumah itu telah mengundang mereka untuk menghadiri acara di rumah tersebut. Yi Yuen dan Ling sudah dikenal sebagai dua wanita yang memiliki kemampuan khusus. Mereka sering diminta untuk mengusir roh atau siluman yang menempati suatu bangunan atau untuk mengusir gangguan makhluk halus. Karena itu, mereka diundang untuk menghadiri acara yang dibuat sang empunya rumah.

Yi Yuen lantas masuk ke dalam rumah mewah yang sudah ramai dengan kehadiran para tamu. Terlihat mobil-mobil mewah yang terparkir di halaman rumah yang cukup besar. Hingga mereka tiba di dalam sebuah ruangan yang sudah penuh dengan para tamu yang sedang menikmati alunan musik klasik dan hidangan yang tertata rapi di atas meja.

Melihat kedatangan mereka, sontak membuat semua orang yang ada di tempat itu menatap dengan takjub. Mereka begitu mengagumi kecantikan dua wanita yang bagi mereka memiliki kecantikan bak seorang dewi.

Sang empunya rumah lantas mendekati mereka dan mempersilakan mereka untuk duduk di sebuah meja yang sudah disiapkan. Kedua gadis itu lantas duduk dan memerhatikan sekitar tempat itu.

"Rumah ini sudah aman. Tidak ada makhluk halus yang berani muncul di rumah ini lagi," ucap Ling setelah memerhatikan tempat itu dengan penglihatan gaibnya.

"Baguslah, setidaknya mereka sudah aman dari gangguan makhluk-makhluk itu," ucap Yi Yuen sambil meneguk segelas anggur.

Yi Yuen terlihat begitu anggun hingga menarik perhatian beberapa pemuda yang tak lepas dari pandangan mereka. Pemuda-pemuda itu begitu terpikat dengan kecantikan Yi Yuen yang begitu sempurna. Namun, gadis itu sama sekali tidak terpengaruh dan terlihat acuh.

"Dewi, apa sebaiknya kita pergi saja dari sini? Aku tidak tahan melihat mereka yang terus memandangimu. Aku bisa saja mencolok mata mereka dan ... "

"Biarkan saja, toh mereka hanya memandangiku. Lagipula, aku sama sekali tidak tertarik pada mereka. Ayo, kita bersulang."

Kedua gadis itu lantas bersulang dan mencoba menikmati acara yang disuguhkan. Hingga Yi Yuen terkejut saat melihat sepasang suami istri yang baru saja datang. Yi Yuen terkejut hingga membuatnya bangkit dari tempat duduknya.

"Mereka ... "

Yi Yuen tertegun saat melihat sepasang suami istri yang terlihat begitu mesra. Keduanya saling bergandengan tangan dan tak ingin saling berjauhan. Suami istri yang terlihat serasi itu sepintas memandangi Yi Yuen. Sejenak, mereka tertegun beberapa saat dan akhirnya tersenyum ke arah gadis itu. Yi Yuen lantas membalas senyuman mereka dan menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat.

Tanpa sadar, Yi Yuen menitikkan air mata saat melihat wajah mereka. Setidaknya, di kehidupan ini mereka masih tetap bersama. Ling yang menyadari itu lantas menggenggam tangan Yi Yuen sekadar untuk menguatkannya.

"Dewi, mereka selalu berjodoh dan itu artinya mereka tidak akan pernah terpisahkan. Mulai sekarang, jangan khawatirkan mereka lagi karena mereka telah bahagia."

Yi Yuen mengangguk dan menghapus air matanya. Benar, dia sudah harus bisa menerima takdir mereka. Walau di setiap kehidupan mereka bertemu sebagai orang yang tak saling mengenal, tapi itu sudah cukup bagi Yi Yuen. Dia sudah cukup bahagia walau harus melihat mereka dari jauh.

"Ayo, kita pulang."

Yi Yuen kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju halaman rumah di mana sebuah mobil mewah miliknya sedang terparkir. Hingga tiba di depan mobil, langkah mereka terhenti saat empat orang pemuda datang menghampiri mereka.

"Hei, gadis cantik! Jangan pergi dulu dan temani kami sebentar. Aku yakin kalian tidak akan rugi jika menemani kami malam ini," ucap salah satu pemuda yang menatap Yi Yuen tajam.

"Pergilah! Jangan ganggu kami!" Ling berusaha bersabar walau kedua tangannya sudah mengepal.

"Ayolah, jangan jual mahal. Katakan saja berapa yang harus kami bayar agar kalian bisa menemani kami."

Dengan geram, Ling lantas menampar pemuda itu. Tak terima ditampar, keempat pemuda itu semakin berani dan mengepung kedua gadis itu.

"Hei, kalian! Apa hanya itu yang bisa kalian lakukan?"

Tiba-tiba saja, seorang pemuda telah berdiri menatap mereka. Seketika, Yi Yuen terkejut hingga membuatnya tidak menyadari kalau salah satu pemuda berniat menamparnya.

Tak di nyana, pemuda itu kemudian berlari dan meraih tubuh Yi Yuen yang kini dalam pelukannya. Yi Yuen tak berkutik saat pemuda itu menatapnya. "Apa kamu tidak apa-apa?"

Yi Yuen mengangguk dan menatap wajah yang selama ini begitu dia rindukan. Wajah sang kekasih yang sudah lama ingin dilihatnya.

Pemuda itu lantas menghajar keempat pemuda yang berusaha memukulnya. Kecakapan pemuda itu dalam bertarung nyatanya masih sama seperti dulu. Bahkan, dengan mudah dia membuat keempat pemuda itu terkapar sambil memegang wajah mereka yang babak belur.

Seorang wanita tampak berlari saat melihat empat orang pemuda yang kini sudah terkapar dan mendekati pemuda yang menghajar mereka.

"Putraku, ada apa ini? Kenapa kamu menghajar mereka? Bukankah Ibu sudah pernah bilang untuk tidak menghajar orang sembarangan?"

Yi Yuen kini menatap wanita itu dan juga pemuda yang ternyata adalah anaknya. "Ibu, apa Qiang sekarang menjadi putramu?" batin Yi Yuen sambil menunduk menahan air mata.

"Qiang, ada apa ini?" Seorang lelaki dengan wibawa mendekati pemuda itu.

"Maafkan aku, Yah. Tapi, mereka sudah mengganggu kedua gadis itu. Apa aku akan diam saja bila melihat kedua gadis itu diganggu?"

Lelaki itu hanya bisa menepuk pundak anaknya dan mengerti dengan sikapnya itu.

"Nak, kamu tidak apa-apa, kan?" tanya wanita itu sambil menatap wajah Yi Yuen. "Apa ada yang sakit? Nak, kenapa kamu menangis?" Wanita itu tampak panik saat melihat Yi Yuen menangis. Spontan, wanita itu lantas memeluknya hingga membuat Yi Yuen memeluknya dengan erat.

"Ibu, aku merindukanmu," batin Yi Yuen dengan perasaan sedih dan juga bahagia.

Sementara pemuda yang bernama Qiang hanya bisa melihat ibunya yang begitu perhatian pada gadis yang sedari tadi mengganggu hatinya. Gadis yang sudah menarik perhatiannya sejak pertama kali dia melihatnya.

"Gadis itu, kenapa aku begitu peduli padanya? Kenapa aku tidak bisa berpaling dari menatap wajahnya?"

Setelah mengucapkan terima kasih, Yi Yuen dan Ling akhirnya meminta undur diri. Walau berat, Yi Yuen harus bisa mengikhlaskan untuk meninggalkan mereka. Tak mungkin baginya untuk tetap bersama karena di mata mereka dia hanyalah orang asing.

Melihat Yi Yuen akan pergi, Qiang merasakan sesuatu yang aneh saat melihat air mata di wajah gadis yang baru pertama kali dilihatnya itu. Tak terasa, dia ikut menitikkan air mata hingga membuatnya berlari mengejar gadis itu.

"Tunggu!" Qiang kini berdiri di depan Yi Yuen yang masih menangis hingga tiba-tiba dia berjalan mendekat dan spontan menghapus air mata di wajah gadis itu.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Apa kamu tahu siapa aku?"

Yi Yuen menatap lekat ke arah pemuda itu. "Jika aku mengatakan kalau kita pernah bertemu di kehidupan sebelumnya, apa kamu akan percaya?" Pemuda itu terdiam hingga membuat Yi Yuen tersenyum kecut. "Kembalilah, aku tahu kamu tidak akan percaya."

Yi Yuen kemudian membuka pintu mobilnya dan beniat untuk masuk, tapi tiba-tiba langkahnya terhenti.

"Jika aku tidak percaya, maka buat aku untuk percaya. Jika aku pernah melepaskanmu, maka kali ini jangan biarkan aku kembali melepaskanmu. Bukankah, itu yang pernah aku ucapkan padamu?"

Yi Yuen kemudian berbalik dan di depannya kini dia melihat sosok Qiang dengan penampilannya yang dulu. Pemuda itu terlihat tampan dengan jubah hijau yang dikenakannya.

Yi Yuen kembali menitikkan air mata saat melihat Qiang berjalan mendekatinya. Pemuda itu lantas menyeka air mata gadis itu dan memeluknya. "Bukankah aku pernah bilang untuk mengingatkanku kalau di pertemuan kita nanti aku tidak mengenalmu? Lantas, kenapa kamu ingin pergi begitu saja dariku? Tidakkah, kamu merindukanku?"

Yi Yuen terhentak dan menatap lekat tatapan mata Qiang yang menatap mesra ke arahnya.

"Jika aku tidak mengingatmu maka dekati aku dan buat aku kembali mengingatmu. Jika tidak, maka selamanya kamu akan tersiksa karena kerinduanmu itu. Apa kamu ingin selamanya tersiksa seperti ini?"

Ucapan Qiang membuat Yi Yuen tersadar dan seketika bayangan Qiang dari masa lalu itu pun menghilang. Kini, di depannya tampak seorang pemuda dengan wajah yang sangat mirip dengan Qiang. Walau penampilannya berbeda, tapi tatapan mata pemuda itu terlihat sama hingga membuat Yi Yuen menjadi luluh.

"Baiklah, aku tidak akan mengabaikanmu lagi. Aku akan membuatmu kembali ingat padaku dan aku tidak akan melepaskanmu," batin Yi Yuen dengan senyum di sudut bibirnya.

Kali ini, dia tidak akan melepaskan cintanya lagi. Dia tidak akan menghindar dari takdir cintanya. Dan dia masih tetap berdiri saat pemuda itu perlahan berjalan mendekatinya.

"Nona, bisakah aku bertemu denganmu lagi?"

Mendengar ucapan pemuda itu, Yi Yuen tersenyum dan mengangguk perlahan. "Baiklah, kita pasti akan bertemu lagi," jawab Yi Yuen hingga membuat pemuda itu tersenyum.

Kini, takdir telah mempertemukan mereka kembali. Takdir telah mempertemukan dua hati yang selama ini saling merindukan. Dua hati yang tidak akan bisa saling melupakan walau harus menjalani beberapa kehidupan.

The End.
unyubaik
MFriza85
gajah_gendut
gajah_gendut dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.