Dua minggu berlalu sejak pertemuanku dengan jin pendamping mbah canggahku itu. Selama dua minggu aku terus berusaha mengikuti semua saran dari jin yang sampai saat ini belum kuketahui namanya. Tapi memang godaan-demi godaan itu sangatlah berat, dan terkadang aku masih saja nggak mampu mengendalikannya, biarlah.., aku pasrah saja, asal aku berusaha untuk terus mendekatkan diri pada Allah, suatu hari nanti aku yakin akan bisa mengalahkan diriku sendiri.

     Malam minggu itu aku lagi makan malam bersama Dita di sebuah kafe, ceritanya candle light dinner gitu, biar dibilang romantis.   Nggak ada acara apa-apa sih, cuma pengen aja, sekali-kali memanjakan pacar sendiri yang sering kutinggal, dan aku masih merasa bersalah padanya.

    Kafe itu penuh oleh pengunjung, semua meja telah terisi, maklumlah, ini malam minggu, entah kenapa malam minggu kok jadi hari yang dipilih buat pacaran bagi kebanyakan orang, padahal menurutku semua hari juga sama aja. Aku harus memesan tempat di kafe ini tiga hari sebelumnya, karena memang nggak akan dapat meja kalo nggak memesan duluan.



     Makanan pun datang dan kami segera menyantapnya. Selesai makan, tau-tau ada seorang cowok nyelonong mendekat, aku sangat mengenalinya, karena dia adalah Bima alias Jantaka, kakak angkat dari Citradani, sekaligus orang yang telah berkhianat pada keluarga yang telah membesarkannya!

    Terakhir kulihat dia waktu nongkrong di alun-alun dulu, dan aku telah meminta tolong pada Ekawadya untuk membuntutinya. Saat ini juga kulihat ada beberapa anak buah Ekawadya yang berdiri di pojokan kafe. Entah kenapa mereka nggak melapor padaku dan memilih diam di pojokan.

     Salma dan Amrita langsung melayang di belakang Bima, mereka bersiaga penuh. Sedangkan Roro Saraswati bersiaga menjaga Dita, meskipun dia belum tau siapa Bima. Beberapa pengunjung melihat ke arah kami, karena wajah kami memang nyaris sama seperti kembar.



    Salma merubah dirinya menjadi sosok kunti yang sangat menyeramkan, lalu dia muncul tiba-tiba tepat di depan mukanya Bima. Tapi Bima nggak menggubrisnya dan terus aja berjalan menembus sosoknya Salma. Aku tertegun, aku tau apa maksudnya Salma berbuat seperti itu, dia cuma mau menguji, apa Bima benar-benar telah kehilangan kemampuannya. Dan sepertinya memang kemampuannya telah hilang.

    Aku.memberi tanda pada anak buahnya Ekawadya untuk terus mengikuti Bima. Karena aku nggak bisa percaya padanya. Para mata-mata itu segera mengikuyi Bima dari jarak yang aman. Emang bener-bener sial! Makan malamku jadi rusak akibat kedatangan si musang itu.



     Kami ke parkiran dan masuk ke mobil, malam ini aku emang membawa mobil. Dari kafe itu kami menuju ke alun-alun, sesuai permintaan Dita. Kami nongkrong bareng anak-anak muda lainnya, beli makanan kecil dan duduk di kursi di bawah pohon. Suasana rame banget oleh anak-anak muda. Tapi suasana itu nggak lama, karena mendadak hujan turun dengan deras.

      Aku dan Dita berlari ke mobilku yang terparkir nggak jauh dari kami. Untung aja aku membawa mobil, kalo bawa motor,  kasihan Dita kalo keujanan. Kami langsung pulang ke rumah Dita. Akupun mampir dulu di rumahnya. Rambut dan baju kami basah. Saat kami masuk ke ruang tamu, ada papa-mamanya Dita sedang menonton tv. Akupun duduk di sofa, Dita langsung masuk ke dalam



     Kamu ngobrol sampe malam, sekalian nunggu hujan berhenti, tapi nggak berhenti juga, meski aku naik mobil, tapi hujannya deres banget, dan jarak pandang cuma deket banget, membuat berkendara jadi berbahaya. Lagian Dita juga ngelarang aku pulang kalo masih deres. Padahal adikku udah chat terus dari tadi, aku tau ibuku yang menyuruhnya, nyuruh aku cepet pulang.

     Akhirnya jan 11 malam aku nekat pulang meski hujan masih deres banget. Kukendarai mobilku pelan-pelan karena jarak pandang cuma sekitar 5 meter, dan aku harus nyalain lampu kabut juga. Hujan deras itu diperparah oleh angin kencang membadai. Pertanda apa lagi ini, kotaku jarang terjadi hujan badai kayak gini.

     Akhirnya aku sampai di rumah juga, butuh waktu satu jam berkendara, karena jalannya mobil pelan-pelan. Sampe di rumah, ibu belum tidur, dia menunggu aku pulang dengan wajah kuatir. Setelah kujelasin semua, akhirnya beliau bisa tenang, aku jadi kasihan sama ibu.

    Sampe di kamarku, segera ganti baju dan sholat isya, dilanjut dzikir dan doa. Setelah semua selesai, kupanggil Ekawadya, aku ingin mengetahui informasi tentang Bima yang tadi menemuiku. Saat Ekawadya muncul, segera kuceritakan padanya apa yang terjadi tadi.



     Setelah Ekawadya menghilang, kurebahkan diri di kasur sambil berpikir, apa akan ada lagi persekongkolan baru yang akan merusak ketentraman..? Menunggu info seperti ini membuatku jadi nggak sabaran. Besok aku harus ke rumahnya om Wisnu, siapa tau ada informasi tentang Bima. Aku juga udah lama nggak kesana, sekalian menjenguk Citradani.

     Hari minggu, seharian ini akan kuhabiskan bersama Dita, emang hari ini aku khususkan buat dia. Mulai dari pagi lari-lari di gor, agak siangan muter-muter di mall sampe betisku mau meletus cuma demi dua potong baju, makan di foodcourt, sampai nyalon, facial, manicure-pedicure, benar-benar hari yang melelahkan. Tapi melihat senyum cerianya Dita, semua yang kulakuin jadi terasa worth it banget, rasa capek jadi hilang seketika. Ah.. indahnya kalo lagi jatuh cinta.

     Malam harinya aku nggak boleh ke rumah Dita, katanya dia mau istirahat. Maka kugunakan waktu itu buat ke rumah om Wisnu, aku juga bilang ke Dita kalo aku ke rumah Citradani, biar nggak ada salah paham, lebih baik ngomong jujur sekalian.

     Rumah Citradani terlihat tertutup pintunya. Setelah memarkirkan motor, kuketuk pintu rumah itu, menunggu beberapa detik, pintu terbuka dan muncullah wajah Citradani, dia tersenyum ceria dan langsung berteriak kenceng banget



    Sampai saat itu Citra masih duduk di pangkuanku, membuatku canggung setengah mati, maka aku beralasan ingin ke kamar mandi, barulah dia mau beranjak. Balik dari kamar mandi, kulihat jam udah pukul 9 malam. Inilah saat yang tepat untuk pulang.

    Setelah berpamitan pada om Wisnu dan tante Erna, akupun keluar dari rumah itu, meninggalkan Citradani yang cemberut karena belum membolehkan aku pulang. Tapi saat aku udah duduk di jok motor, Citradani berteriak menyuruhku agar hati-hati di jalan. Tingkahnya bener-bener abg banget. .

     Niatku ke rumah om Wisnu cuma ingin mendapat keterangan soal Bima. Tapi bukan cuma nggak mendapat keterangan yang berarti, tapi juga dihadapkan pada misteri baru soal tingkahnya Citradan, ribet ribet dah..   

    Aku harus bisa menguak tentang siapa saja orang-orang yang ditemui Bima, apa tujuannya mendekati orang yang memiliki kemampuan.. aku curiga dia mempunyai sebuah rencana, atau jangan-jangan telah terbentuk lagi sebuah perkumpulan baru yang bertujuan untuk bikin keonaran seperti dulu. Kutunggu aja kabar dari mata-mata Pancalaksa...


bersambung…

66