Quote:
Pagi ini di hari minggu yang cerah, rasanya aku enggan meninggalkan desa ini.
Suasana desa ini lebih hidup jika dibandingkan dengan kawasan industri tempatku bekerja.
Kali ini Satya memimpin perjalanan dengan mengendarai sepeda motor, dan entah kenapa Rena berkeinginan menemaninya disepanjang perjalanan pulang.
Di dalam mobil tua ini, aku memulai perbincangan dengan Yuka dan Rasha.
Erga : “Apa gak dingin gitu si Rena naik motor? Banyak angin banget”.
Yuka : “Pertanyaan lu salah Ga, harusnya… kok anak itu mau dibonceng si Satya?”, Yuka terlihat lebih ceria dari semalam.
Erga : “Kumaha sia weh jurig! (Terserah kamu saja setan!)”, aku melihat Yuka dengan sinis dari kaca tengah mobil.
Rasha : “Udah kalian ini, dari kalian mana ada yang tau kalo Rena sedang jatuh cinta”, tatapan Rasha tertuju pada kaca jendela yang basah oleh embun pagi.
Tidak lama setelah itu, Satya menghentikan sepeda motornya di sisi sebelah kanan jalan, tepat di atas parit tempat orang itu tergeletak tadi malam.
Tanpa menunggu aba-aba, Yuka dengan cepat turun dari mobil.
Kulihat Yuka meletakan kedua tangannya diatas kepala, jelas sekali seperti seseorang yang kebingungan dengan situasi yang ada.
Satya : “Benar kan mas apa yang saya bilang? Makhluk itu bukan manusia seperti kita”.
Yuka : “Syukurlah, baru kali ini gue dibuat lega sama hantu”, Yuka mengusap dadanya.
Rena : “Ngehe kamu Nyuk, kalo hantunya balas dendam ke kamu gimana?”, Rena tertawa pelan.
Yuka : “Kalo iya, lu gue kasih ke dia!”, Yuka mendorong kening Rena dengan jarinya.
Rasha : “Sudah-sudah, kalian ini seneng banget ribut. Lebih baik kita cepat pulang ke mess aja”.
Rena merupakan saudara jauh dari kakek dan nenek Yuka, bisa dikatakan mereka masih ada ikatan sepupu dalam keluarga.
Dilain sisi, Yuka adalah teman Sekolah Menengah Atas dari Rasha, hanya satu sekolah tetapi agaknya mereka baru saling mengenal ketika sudah bekerja di perusahaan ini.
Rasha yang merupakan anak paling elit di antara kita sedikit kurang percaya dengan hal berbau mistis.
Ayahnya adalah pengusaha dari Rusia dan ibunya seorang seniman ulung asal kota Bandung.
Namun karena prinsip hidupnya yang hebat, Rasha memilih bekerja dan tidak mengandalkan semuanya dari keluarga.
Satu minggu berlalu, setelah kejadian itu kami jadi lebih akrab dengan Satya.
Sekarang kami mengenal Tiran, teman masa kecil Satya di sana, sayang sekali karena kondisi fisiknya yang berbeda dari orang normal Tiran tinggal di sebuah gubuk kecil tepat di belakang mess baris kedua.
Menurut Satya umur Tiran hampir sama dengannya, sekitar 26 atau 27 di tahun ini.
Malam Jum’at kemarin, saat Yuka pulang bekerja lembur sempat ada kejadian aneh.
Malam itu Yuka berinisiatif untuk mencuci kedua mobil kantor, satu mobil yang kami bawa dari Bandung dan satu lagi merupakan mobil tua yang Yuka gunakan untuk menabrak Pajajaran minggu lalu.
Saat giliran mobil itu di bersihkan, Yuka mendapati adanya noda darah berwarna merah kehitaman pada velg ban mobil.
Darah itu tidak bisa Yuka hilangkan hanya dengan air sabun, bahkan setelah mencoba mengoreknya dengan pisau dan melumurinya dengan cairan tiner, noda darah itu masih menempel dengan kuat.
Akhirnya Yuka menceritakan hal itu kepada Satya, dengan saran yang diberikan oleh Satya, noda darah itu hilang dengan digosok menggunakan tanah yang dibasahi oleh air.
Siang di hari Sabtu ini kami selesai bekerja lebih awal, dan pada pukul 14.55 kami semua berkumpul di dapur mess.
Satya : “Oke, sekarang saatnya kita susun rencana, malam ini kita hentikan bus itu”
Yuka : “Bus itu bukan bus biasa yang berhenti saat lu lambaikan tangan Sat! Ngaco juga ni orang”.
Erga : “Lagian juga kapan bus itu datang kita gak tahu, mana bisa kita pasang perangkap”.
Satya : “Tenang, aman deh pokoknya. Sebelumnya, bus itu datang setiap satu tahun sekali. Tapi semenjak kalian disini, bus itu semakin sering muncul dan aku tau apa sebabnya.”
Akhirnya sore itu kami atur strategi dan posisi kita malam nanti, seakan waktu berjalan cepat, kabut sudah mulai turun dan waktu sudah menunjukan pukul 21.04 malam.