Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

indpolitikAvatar border
TS
indpolitik
Habib Rizieq Shihab Tersangka Kasus RS Ummi, Pengacara: Seperti Kisah di Novel 1984
Habib Rizieq Shihab Tersangka Kasus RS Ummi, Pengacara: Seperti Kisah di Novel 1984

Setelah menyandang dua status tersangka dalam perkara kerumunan, Habib Rizieq Shihab kini mendapatkan status serupa untuk ketiga kalinya. Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Rizieq sebagai tersangka terkait kasus Rumah Sakit atau RS Ummi Bogor pada hari ini, Senin, 11 Januari 2020.

Pengacara Rizieq, Muhammad Kamil Pasha menilai penetapan tersangka yang bertubi-tubi terhadap kliennya seperti kisah dalam novel 1984 karya George Orwell. Menurut dia, Rizieq ibarat target operasi dari dua karakter di novel itu, yakni Bung Besar atau Big Brother dan Ministry of Truth.

"Jadi akan dicari-cari atau diada-adakan terus kesalahannya oleh Big Brother dan Ministry of Truth," kata Kamil kepada Tempo, Senin, 11 Januari 2021.

Dalam Novel itu, kata Kamil, Big Brother dan Ministry of Truth memiliki tujuan untuk membentuk opini dan cara berpikir masyarakat yang sesuai dengan visi partai. Melalui kewenangan yang dimilikinya, ujar dia, mereka membuat masyarakat tidak mengetahui lagi bagaimana kehidupan yang sebenarnya, dari masa lalu hingga masa kini.

"Mereka tidak mengetahui sejarah secara jelas, alasannya tak lain karena partai membolak-balik realitas dengan mengubah dan membentuk kebenaran sesuai dengan kehendak partai itu sendiri," kata Kamil.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menetapkan Rizieq bersama dua orang lain sebagai tersangka dalam perkara Rumah Sakit Ummi Bogor. Keduanya adalah Direktur Utama rumah sakit itu, yakni Andi Tatat dan menantu Rizieq, Hanif Alatas.

Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Andi Rian mengatakan, ketiganya disangkakan dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. "Selain itu, hasil dalam penyelidikan dan penyidikan konstruksi pasal ditambahkan dengan Pasal 216 KUHP dan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946," kata Andi.

Dalam kasus ini, Direksi RS Ummi, Bogor, Jawa Barat dilaporkan ke Kepolisian Resor Bogor Kota atas dugaan menghalang-halangi kerja Satuan Tugas atau Satgas Covid-19 untuk memeriksa Rizieq Shihab.

M YUSUF MANURUNG | ANDITA RAHMA

Sumber: https://metro.tempo.co/amp/1422121/r...-di-novel-1984
nowbitool
thisfishisbad
tien212700
tien212700 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2.9K
69
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
54m5u4d183Avatar border
54m5u4d183
#23
HRS memang panen kasus, ngak bisa berkutik sama sekali. Mulai dari kasus kerumunan di Petamburan sampai di Megamendung, kasus lahan di Megamendung, kasus RS UMMI, dan kasus chat mesum di batalkan SP3 nya.

Tapi, kasus HRS sebenernya cuma satu, kesalahan HRS cuma satu, HRS ngak mau jadi penjilat kekuasaan, ngak mau disogok jabatan dan ngak mau disogok uang, ngak mau terima uang 1 Triliun pasca aksi 212, jadi cuman itu doang sebenernya. Karena itulah HRS dicari-carikan tempelan² kasus.

Sebetulnya ngak sulit juga bikin algoritma, kalau dibaca dari awal, dari bahasa pemerintah, dengan bahasa tubuh jokowi, yang kadang kala dengan satu isyarat. Mengaktifkan agar seluruh aparatnya untuk memusuhi HRS. Jadi dijadikan semacam musuh bersama, dan HRS potensial jadi oposisi, karena memang ngak ada oposisi yang cukup kuat pasca Prabowo bergabung dengan koalisi.

Dan pemikiran² soal, dukungan massa, penggalangan dana, itu ngak jauh dari pola berfikir Orde Baru, sialnya terbawa sampai sekarang. Seperti di era Soeharto, pernah ada Petisi 50. Mereka berisikan tokoh² yang merasa Soeharto terlalu otoriter. Anggota Petisi 50 di antaranya Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Letjen Kemal Idris, Mohamad Natsir, Jenderal AH Nasution dan Burhanudin Harahap. Soeharto selalu menganggap kritik terhadap dirinya sebagai serangan terhadap Pancasila. Tak setuju dengan Soeharto berarti anti-Pancasila. Inilah yang coba dikritisi oleh Petisi 50. Soeharto bukanlah manifesto Pancasila. Mengkritik Soeharto bukan berarti tak setuju asas tunggal Pancasila saat itu. Petisi 50 bersuara lantang melawan penguasa Orde Baru itu. Soeharto mengambil langkah keras terhadap para tokoh Petisi 50. Usaha mereka dihambat, tak boleh bicara di media atau di tempat umum. Dicekal ke luar negeri. Jenderal Hoegeng sampai dilarang menghadiri HUT Bhayangkara. Langkah mereka benar² dimatikan, termasuk ekonominya, perdatanya. Bahkan ngak ada pengusaha yang mau dekat dengan anggota petisi 50. Pada takut kena masalah.

Bagaimana mungkin, rekening seorang Munarman sampai anak-mantu HRS di blokir, di lockdown, dibekukan. Kok sampai se-serius ini juga. Konyol juga kalau cara berfikir mereka seperti itu, dianggap bahwa uang yang ada di dalam rekening HRS, anak HRS, menantu HRS, mertua HRS ( mungkin ), Munarman, sampai rekening buat galang aksi kemanusiaan terhadap keluarga korban FPI sampai diblokir, dan dianggap uang teroris. Itu sama saja otak mereka sudah kemasukan kecoak. Kalau pola pikir mereka seperti itu, bahwa setiap hal yang menggelitik di kepalanya masing², kemudian harus diberantas, pikiran mau diberantas, hak perdata rekening orang mau dihalang-halangi, padahal itu uang yang masih ada dan tersisa buat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, ngapain juga sampai segitunya, gila juga.

Laporan utama majalah Tempo sangat menarik sekali, pihak Tempo mengaku bahwa dapat bocoran dari petinggi² negara, bahwa sebetulnya pembubaran FPI itu adalah betul² kemauan pribadi dari Presiden Jokowi. Dan jika laporan Tempo benar, ya ngak heran, sebab memang sejak awal bisa diduga, dari sikap dan bahasa tubuh Mahfud MD yang kayak kaku bisa terlihat. Mahfud MD juga terkesan mengucapkan ancaman dan permusuhan. Mungkin dalam benak Mahfud MD, secara intelektual, ngapain juga memusuhi orang yang berbeda pendapat, pandangan. Tapi mau gimana lagi, karena ada sebuah perintah dari atasan, maka mau ngak mau dia harus tampil sebagai tukang pukul, tukang pukul HRS di depan pers. Tapi yang ada, semua itu malah memperburuk keadaan, semakin bikin ruwet bangsa ini untuk beradaptasi di sikon ekonomi, kesehatan dan bencana serta segala macem seperti saat ini.

Menargetkan HRS, itu betul² sebuah kekonyolan. Lagi pula HRS juga tidak punya partai, mau ngapain. Mau bikin negara Islam pakai apa, lewat apa juga. Mau jadi teroris, jadi teroris musti mampu beli berbagai macam senjata dan segala macem, dananya juga ngak ada, lha wong ditawari duit 1 Triliun aja ditolak juga. Jadi ngak mungkin. Dan kalau ngak salah di aturan AD/ART FPI tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh berfikir tentang kekerasan. Jadi kalau ada yang melakukan kekerasan ya tinggal ditangkap aja. Tapi secara formal, secara normatif tidak ada dinyatakan sebagai organisasi kekerasan, apalagi organisasi teroris. Kalau faktanya ada teroris, maka kita semua berupaya untuk menangkap semua yang ada di Petamburan, dengan begitu selesai semua problem. Jadi semua kecurigaan² itu, itu kecurigaan yang di back up oleh kebencian politik.

Yang namanya hak perdata dari eks FPI itu, ngak ada alasannya negara untuk membatalkan hak mereka. Terutama infrastruktur ekonominya, seperti rekening bank, pekerjaan. Siapa tahu, sudah banyak mantan FPI yang banyak dipecat oleh berbagai macam perusahaan, dipecat bukan karena ngak ahli dan ngak terpelajar, tapi karena faktor perusahaan ngak mau kena masalah sama kekuasaan.

Jadi kematian perdata itu sudah terjadi dan berlangsung sekarang, selain kematian fisik dari enam eks FPI di KM 50. Yang mana hak perdata sudah dikunci oleh kekuasaan. Sehingga kehidupan ekonomi, kehidupan sosial keluarga mereka sekarang terbengkelai, kalau begitu, itu sama saja pelanggaran HAM, yang sesungguhnya. Sebab negara intervensi untuk menghalangi orang berfikir, negara intervensi menghalangi orang untuk punya rekening bank.

Mirisnya lagi, rekening buat menggalang donasi bagi keluarga korban eks FPI yang sudah tewas di KM 50 juga dibekukan. Sampai segitu jauhnya. Kalau memang begitu, maka pemerintah mesti konsekwen, semua orang, puluhan ribu orang, bapak² emak² dan pihak² yang telah ikut berdonasi kemanusiaan buat keluarga korban, semua orang itu harus dicurigai sebagai sponsor teroris yang bernama HRS. Apakah mau begitu cara berpikirnya !? Ya kalau gitu konyol, dungu.

Ada anak muda, pegiat medsos yang berusaha mengumpulkan dana dari masyarakat untuk membantu keluarga korban enam orang eks FPI yang telah tewas di KM 50 ditembak aparat, kemudian malah rekeningnya dibebukan. Padahal yang namanya korban itu perlu dibantu, di saat negara ngak mau bantu, ngak dapat asuransi karena dianggap penjahat dan segala macam. Apa mereka ngak terbesit sesikitpun pikiran, siapa tahu enam anggota FPI yang telah tewas ditembak oleh aparat, itu semuanya adalah tulang punggung keluarga, dan sekarang keluarga mereka mungkin terlunta-lunta.

Jadi cobalah bedakan, kalau buat urusan kemanusiaan harusnya negara peduli, kalau urusan politik oke silahkan dinegosiasikan dengan negara, kalau urusan kriminalitas silahkan di proses hukum. Jangan ketika ada masyarakat yang peduli untuk ikut membantu korban karena sebuah musibah dengan cara ikut berdonasi, jangan malah dibekukan rekeningnya, apa persoalannya.

Konyol juga, setiap hari hampir ngomong soal Pancasila, gembar gembor soal Pancasila, kita Pancasila, kemudian atas nama Pancasila kita melarang eks FPI untuk beraktifitas di NKRI. Bagaimana mungkin eks FPI yang telah dibubarkan sepihak tanpa proses pengadilan melakukan aktivitas ekonomi, kalau rekening nya saja diblokir. Soal² beginian harusnya mata dari para pejabat² yang juga menjalankan perintah istana, mestinya juga bereaksi, kasih teguran, kasih protes, masak kabinet ngak bisa kasih nota kepada Presiden. Udahlah, kalau soal hukum ya hukum, tapi kalau soal keperdataan ngak bisa dihalangi. Harusnya Menteri HAM, meskipun diangkat sama Jokowi, yang juga intelektual, harusnya bisa kasih poin, bahwa kematian perdata tidak boleh terjadi di dalam sistem demokrasi. Demikian juga Mahfud MD yang juga mengerti tata negara, tau soal kemanusiaan juga, mestinya paham hak perdata seseorang yang tidak bisa dikaitkan dengan kriminalitas, apalagi kalau kriminalnya belum masuk pengadilan. Jangan kayak orang yang kurang belahan otak kirinya.

Jadi kenapa kemudian diambil tindakan yang begitu keras terhadap HRS dan terkesan dihabisi semua. Yang pasti, di balik semua itu ada informasi yang masuk ke Presiden, bahwa HRS berbahaya, berbahaya secara politis, karena dia mampu mengumpulkan relasi² nya, baik petinggi² yang ada di luar kekuasaan maupun sebagian yang ada di dalam lingkaran kekuasaan. Jadi semacam konspirasi pikiran kepada Presiden, akhirnya menimbulkan kejengkelan, lalu jadi kemarahan dan akhirnya menjadi dendam. Dan dendam yang dihasilkan dari kombinasi antara kemarahan Presiden, kebencian terhadap musuh politik bersama dan informasi intelijen yang kacau balau. Akhirnya HRS di frame dengan segala macam problem psychosocial nya, antara tukang ngoceh yang seolah-olah tidak sopan dan dianggap tidak bermoral karena kelakuan chat mesum, termasuk kriminal, dan segala macam. Jadi semua pasal di KUHP sekarang itu semua bisa dikenakan kepada HRS. Gila.

John Mcbeth, seorang wartawan asing, yang cukup lama meliput di Indonesia, pernah menulis sebuah artikel di Asia Time, dia menulis bahwa HRS saat ini adalah musuh yang paling ditakuti Jokowi.
Habib Rizieq Shihab Tersangka Kasus RS Ummi, Pengacara: Seperti Kisah di Novel 1984

Baik istana maupun mereka² yang mencoba mengamati dari dekat, akan sama² bilang, bahwa HRS musuh utama Jokowi, semua punya analisa sendiri² dari berbagai macam faktor, punya kecurigaan sendiri² dan punya kesimpulan sendiri². Mungkin saja istana hanya dengan satu/dua video HRS bertemu dengan tokoh politik ini atau itu, lalu disimpulkan jadi musuh politik.

HRS punya kekuatan yang real, diincar juga atau diminati juga, oleh kekuatan² politik real lainnya. Partai oposisi atau poros oposisi tahu bahwa HRS masih sangat berpotensial sebagai vote getter. Itu yang membuat istana panik, kalau ngak ya pasti biasa² saja kan.
derpanzer10408
jerrystreamer1
jerrystreamer1 dan derpanzer10408 memberi reputasi
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.